Anda di halaman 1dari 12

Lokasi Daerah Tangkapan Ikan

Perairan

Indonesia

memiliki

variabilitas yang besar dan pada setiap perairan memiliki karakteristik tersendiri yang khas. Hal ini
merupakan suatu kendala bagi para pelaku industri perikanan tangkap, karena keberadaan ikan
disuatu lokasi sangat ditentukan oleh kondisi perairannya masing-masing. Keberadaan ikan dalam
jumlah besar (fish scholing) pada prinsipnya dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kondisi perairan yang
mendukung secara fisiologi ikan, keberadaan makanan ikan yaitu ikan-ikan lain (prey) sebagai
mangsa ikan (predator) dan jumlah stok ikan yang dipengaruhi oleh aktifitas penangkapan.
Peranan yang paling penting dari ketiga faktor tersebut diatas adalah kondisi perairan yang sesuai
dengan keberadaan suatu target tangkapan ikan.
Parameter kondisi perairan tersebut meliputi daerah-daerah front yaitu daerah pertemuan dua arus,
daerah yang memiliki perubahan suhu permukaan laut yang besar, daerah yang memiliki
kedalaman lapisan tercampur (mixed layer depth) tertentu, daerah yang memiliki ketebalan lapisan
termoklin tertentu, daerah upwelling dimana terjadi penaikan massa air dari dalam perairan ke arah
permukaan laut dan daerah turbulen yang disebabkan oleh keberadaan eddy (sirkulasi memutar)
yang bersifat divergen. Parameter kondisi perairan tersebut berbeda-beda setiap saat bervariasi
berdasarkan waktu baik secara diurnal (harian), musiman, maupun bahkan tahunan. Begitu pula
antar perairan yang berbeda, variasi berdasarkan waktunya pula akan berbeda-beda polanya.
Biaya pengoperasian kapal tangkap sangat besar dalam satu kali periode operasi, sehingga jika
hasil tangkapannya tidak mencapai target atau bahkan tidak dapat sama sekali maka kerugian
besar akan dialami oleh industri perikanan tersebut. Oleh karena itu informasi prediksi kondisi
perairan yang menjadi target lokasi penangkapan ikan perlu dimonitor dan diprediksi sehingga
dapat membantu upaya-upaya yang optimal keberhasilan penangkapan ikan.
Teknologi pemodelan dapat membantu untuk menyediakan prediksi kondisi perairan sebagai
informasi awal untuk menyusun strategi penangkapan ikan. Skenario pemodelan dibangun
berdasarkan daerah penangkapan ikannya dan disusun berdasarkan siklus operasional
penangkapan ikannya. Hasil pemodelan dianalisis lebih lanjut untuk mengidentifikasi kondisi
perairan.
Modul model Hidrodinamika digunakan untuk memprediksi pola sirkulasi arus dan tinggi muka laut.
Modul Model Ekosistem digunakan jika memerlukan hasil analisis dengan melibatkan struktur

jaring makanan dari mulai tingkat produsen sampai dengan tingkat ikan yang menjadi target
tangkapan ikan. Hasil prediksi dari pemodelan modul model Hidrodinamika dianalisis lebih lanjut
untuk melihat kondisi perairan meliputi front, pertemuan massa air panas dan dingin, kedalaman
lapisan tercampur, ketebalan lapisan termoklin, daerah upwelling dan daerah eddy. Modul model
GIS Kelautan digunakan untuk mengintegrasikan hasil prediksi dari pemodelan dengan data dan
informasi pendukung lainnya yang siap didistribusikan ke kapal-kapal penangkapan ikan.
Modul model yang dapat digunakan untuk membangun model dengan skenario dan simulasi lokasi
daerah tangkapan ikan dapat dilihat pada menu yang terdapat di bagian kanan.

IKAN TONGKOL
Posted: Desember 6, 2010 in Uncategorized

0
Taksonomi Tongkol (Euthynnus affinis)
Ikan Tongkol Menurut Saanin (1968), klasifikasi Ikan Tongkol adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Animalia

Phylum

: Chordata

Sub Phylum

: Vertebrata

Class
Sub Class

: Pisces
: Teleostei

Ordo

: Percomorphi

Family

: Scombridae

Genus

: Euthynnus

Species

: Euthynnus affinis

IkanTongkol

Morfologi Tongkol (Euthynnus affinis)


Ikan tongkol terklasifikasi dalam ordo Goboioida, family Scombridae, genus Euthynnus,
spesies Euthynnus affinis. Ikan tongkol masih tergolong pada ikan Scombridae, bentuk tubuh
seperti betuto, dengan kulit yang licin .Sirip dada melengkung, ujngnya lurus dan pangkalnya
sangat kecil. Ikan tongkol merupakan perenang yang tercepat diantara ikan-ikan laut yang
berangka tulang. Sirip-sirip punggung, dubur, perut, dan dada pada pangkalnya mempunyai
lekukan pada tubuh, sehingga sirip-sirip ini dapat dilipat masuk kedalam lekukan tersebut,
sehingga dapat memperkecil daya gesekan dari air pada waktu ikan tersebut berenang cepat.
Dan dibelakang sirip punggung dan sirip dubur terdapat sirip-sirip tambahan yang kecil-kecil yang
disebut finlet. (T. Djuhanda, 1981).
Menurut Soesanto (1979), Ikan Tongkol merupakan salah satu jenis ikan pelagis artinya hidup di
lapisan atas dari suatu perairan. Bentuk badanya memanjang yang kedua ujungnya meruncing,
mempunyai dua sirip punggung dan 7-8 finlet.Dari bentuk ikan adanya dua sirip punggung dan
banyaknya finlet ini menujukan ikan tongkol termasuk jenis ikan perenang cepat.
Ikan tongkol merupakan penghuni hampir seluruh perairan asia. Di indonesia, ikan ini banyak
membentuk gerombolan-gerombolan besar terutama di perairan indonesia timur dan samudra
Indonesia. Termasuk ikan pelagis perenang cepat sehingga untuk menangkapnya alat yang di
gunakan harus di operasikan dengan kecepatan yang memadai (kriswanto, 1986).

Ikan Tongkol (Euthynnus Affinis)


Daerah penyebaran ikan tongkol sangat luas bahkan hampir diseluruh daerah pantai dan laut
lepas pantai Indonesia serta seluruh perairan Indo-Pasifik. Umumnya ikan tngkol hidup
dilapisan permukaan pada daerah pantai dan lepas pantai berkadar garam rendah,bersuhu
26-28C (Murniyati, 2004). Bentuk ikan tongkol dapat dilihat pada Gambar berikut:

Ikan tongkol termasuk kelompok scromboid fish dengan klasifikasi sebagai berikut : (Saanin,
1984).
1.
Phylum Chordata,
2.
Sub phylum Vertebrata,
3.
Kelas Pisces, Sub kelas Teleostoi,
4.
Ordo Percomorphi,
5.
Sub Ordo Scombroidea,
6.
Famili Scombroidea,
7.
Genus Euthynnus affinis
Menurut Murniyati (2004), ikan tongkol merupakan jenis ikan tuna paling kecil dengan
panjang rata-rata sekitar 50-50 cm atau 200-500 gram/ekor. Bentuk badan seperti cerutu atau
torpedo dengan kulit licin, tidak bersisik kecuali pada corselet dan garis rusuk. Pada belakang
sirip punggung dan sirip dubur terdapat sirip tambahan kecil-kecil. Warna tubuh bagian atas
biru kehitaman dan bagian bawah putih keperakan.
Ikan sebagai sumber protein mempunyai nilai gizi yang tinggi. Hal ini disebabkan karena
kandungan protein yang cukup baik jumlahnya maupun mutunya, sedikit mengandung
kolesterol, lemak ikan yang asam-asam lemak tak jenuh, minyak hati ikan selain sumber
vitamin A juga mengandung vitamin B, C, D, dan K, ikan mengandung kadar mineral yang
cukup tinggi, serta daging ikan hanya mempunyai sedikit tenunan pengikat, sehingga daya
cernanya cukup tinggi.
Komposisi ikan dapat bervariasi antar spesies, antar individu dalam satu spesies dan antar
bagian-bagian dari satu individu ikan. Variasi ini dapat disebabkan karena pengaruh

beberapa faktor antara lain : Umur, laju metabolisme, dan aktifitas pergerakannya. Komposisi
kimia ikan tongkol dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel Kandungan Kimia Ikan Tongkol
Kandungan

Jumlah

Air (%)

71.00 - 76.70

Protein (%)

21.60 - 26.30

Lemak (%)

1.30 -

2.10

Mineral (%)

1.20 -

1.50

Abu (%)

1.45 -

3.40

Vitamin A (mg/g)

0.50 -

0.70

Vitamin D3 (mg/g)

10.00 - 10.00

Sumber : Suzuki (1981)

Kerusakan Ikan
Kerusakan pada ikan dan produk-produk ikan terutama disebabkan oleh pertumbuhan
bakteri pembusuk. Tanda-tanda kerusakan pada ikan karena mikroba adalah:
1.

2.
3.
4.

Adanya bau busuk karena gas amonia, sulfida atau senyawa busuk lainnya,
perubahan bau busuk (anyir) ini lebih cepat terjadi pada ikan laut dibandingkan dengan
ikan air tawar.
Terbentuknya lendir pada permukaan ikan
Adanya perubahan warna yaitu kulit dan daging ikan menjadi kusam atau pucat
Adanya perubahan daging ikan menjadi tidak kenyal lagi Tumbuhnya kapang pada
ikan

Pada umumnya kerusakan ikan dibagi menjadi 3 yaitu : kerusakan enzimatis, biologis dan
kerusakan fisik.Sedangkan penyebab utama pembusukan ikan adalah enzim dan bakteri.
Pada ikan asin yang telah diolah dengan pengeringan dan penggaraman sehingga aw ikan
menjadi rendah, kerusakan disebabkan oleh pertumbuhan kapang (Fardiaz S, 1999).
Menurut Syarief et al. (1989) gangguan yang paling umum terjadi pada bahan pangan adalah
kehilangan atau perubahan kadar air serta pengaruh gas dan cahaya. Sebagai akibat
perubahan kadar air pada produk maka akan timbul jamur dan bakteri, pengerasan (pada
produk bubuk) dan pelunakan pada produk kering. Akibat kontak dengan oksigen, produk
yang berlemak akan tengik. Ditambahkan oleh Fardiaz (1999) bahwa kebusukan dan
kerusakan daging juga ditandai oleh terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti
amoniak, H2S, indol dan amin yang merupakan hasil pemecahan protein oleh
mikroorganisme. Daging yang rusak memperlihatkan perubahan organoleptik yaitu bau,
warna, kekenyalan,penampakan, dan rasa.

Kramlich (1982) dalam Badewi (2002) menyatakan bahwa kerusakan daging olahan umumnya
terdiri dari dua jenis yaitu kerusakan aroma (flavor) dan penampilan. Kerusakan flavor
daging olahan ditandai dengan timbulnya ketengikan, pembusukan atau adanya bau asam.
Kerusakn yang berhubungan dengan penampilan produk disebabkan oleh perubahan warna
akibat adanya aktivitas mikroba, pertumbahan mikroba mikroskopis dan oleh agensia bukan
mikroba.
Menurut Wibowo (2002) parameter untuk mengukur kesegaran ikan yakni sensori ikan dan
dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel Parameter Kesegaran Ikan
Ciri Ciri Produk Ikan Segar

Parameter
Kenampakan

Mengkilap, tidak berjamur, dan tidak berlendir

Bau

Baunya segar, tanpa bau tengik, masam, basi,


busuk

Tekstur

Daging kompak, padat

I. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologi dan Habitat Ikan Layang
Klasifikasi ikan layang menurut Saanin (1984) adalah
sebagai berikut :
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
SubOrdo : Percoidei
Famili : Carangidae
Genus : Decapterus
Spesies : Decapterus russelli RUPPELL
Ikan

layang

(Decapterus

russelli)

mempunyai

nama

umum round scad(Nurhakim, 1987). Ikan layang merupakan ikan

yang mempunyai kemampuan bergerak dengan cepat di air laut.


Tingginya kecepatan tersebut dapat dicapai karena bentuk
tubuhnya yang seperti cerutu dan mempunyai sisik yang sangat
halus (Burhanuddin et. al. 1981).
Ikan layang (Decapterus russelli) bentuk tubuh seperti
cerutu tetapi agak pipih, sirip dada lebih pendek dari panjang
kepala, maxilla hampir mencapai lengkung mata terdepan, ikan
layang (Decapterus russelli) dalam keadaan segar seluruh
tubuhnya berwarna merah jambu, dan pada bagian belakang
tutup insang terdapat totol hitam (Burhanuddin et al, 1981).
Menurut Anonimous (1990) ciri-ciri ikan layang adalah bentuk
tubuh

memanjang

dan

agak

gepeng.

Nurhakim

(1987)

menyatakan sirip dada berbentuk falcate dan ujung sirip tersebut


mencapai awal dari sirip punggung kedua.
Ikan layang merupakan ikan perenang cepat yang hidup
berkelompok di Laut yang jernih dan bersalinitas tinggi. Menurut
Hariati et al., (2005) Ikan layang (Decapterus russelli) hidup di
perairan dengan salinitas tinggi yaitu 32. Ikan layang juga
termasuk
memakan

dalam

ikanstenohalyn yang

plankton

dapat

hidup

dengan

(Burhanuddinet.al.,1981). Makanan

ikan

layang sangat tergantung pada plankton, terutama jenis-jenis


zooplankton. Pada beberapa kasus ternyata bahwa ikan layang
tidak

mutlak

tergantung

pada

zooplankton.

Tiews et

al.

(1968) dalamBurhanuddin et al. (1981) mendapatkan bahwa


ikan-ikan kecil merupakan makanan bagi Decapterus russelli dan
Burhanuddin pernah menemukan satu ekor dari kota agung isi
perutnya hanya dua ekor ikan teri (Stolephorusspp.) dan seekor
ikan

japuh (Dussumiera

acuta).

Menurut

Martosewojo

dan

Djamali (1980) dalam Burhanuddin (1981) makanan Decapterus

russelli yang utama adalah Crustacea seperti Copepoda serta


telurnya, Mysidacea, Amphipoda, Ostracoda, dan potonganpotongan udang.
2.2. Aspek Reproduksi Ikan Layang
Reproduksi ikan merupakan suatu peristiwa pertemuan gamet
ikan jantan dan betina yang bertujuan untuk pembuahan telur
oleh spermatozoa. Pada umumnya reproduksi atau pembuahan
terjadi di luar tubuhnya yang disebut fertilisasi eksternal.
Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan
keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau
kelompoknya (Fujaya, 2004). Menurut widodo
(1991) dalam Pralampita et al., (2002), reproduksi merupakan
suatu proses perkembangbiakan jenis
ikan sebagai upaya untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya.

Dalam

sumberdaya

ikan

memanfaatkan
harus

mempertimbangkan proses

dan

mengelola

memperhitungkan

perkembangbiakan

dalam

suatu
dan
rangka

untuk mencegah kepunahan sumberdaya tersebut salah satu


aspek reproduksi yang penting dalam pengelolaan sumberdaya
ikan adalah tingkat kematangan gonad (TKG). Dengan demikian
data tentang potensi reproduksi spesies-spesies ikan yang
terdapat di suatu perairan merupakan informasi penting yang
harus dimiliki untuk mendapatkan stok ikan dalam rangka
strategi dan pengelolaan perikanan. Aspek reproduksi ikan
meliputi IGS, tingkat perkembangan gonad, fekunditas, dan
diameter telur.
2.2.1. Tingkat Perkembangan Gonad
Tingkat perkembangan gonad adalah tahap perkembangan
gonad sebelum dan sesudah ikan berpijah. Fase reproduksi ikan
ditandai dengan adanya perubahan dan perkembangan organ
reproduksi ikan. Perubahan morfologi organ reproduksi ikan
mudah dikenali, oleh karena itu dapat digunakan sebagai

indikator tingkat kematangan kelamin yang dikenal dengan


istilah

tingkat

perkembangan

perkembangan
gonad

gonad.

diperlukan

Komposisi
untuk

tingkat

mengetahui

perbandingan antara ikan yang belum atau sudah matang


gonad, sebelum mijah atau sudah mijah dan waktu memijah
(Effendie, 1979 ).
Penentuan tingkat perkembangan gonad dapat dilakukan
secara

morfologi

dan

histologi.

Untuk

penentuan

tingkat

perkembangan gonad yang dilakukan secara morfologi dapat


dilihat bentuk, panjang, bobot, dan warna serta perkembangan
isi gonad. Penentuan tingkat perkembangan gonad secara
histologi dapat dilihat dari sel-sel jaringannya (Effendie, 1997).
2.2.2. Indeks Gonado Somatik (IGS)
Nilai Indeks Gonado Somatik (IGS) yaitu suatu nilai dalam
persen sebagai hasil dari perbandingan antara berat gonad
dengan berat tubuh ikan termasuk gonad dan dikalikan dengan
100%. Nilai IGS pada ikan betina lebih besar dibandingkan
dengan jantan, dan nilai IGS akan semakin bertambah besar
sejalan dengan perkembangan gonad dan akan mencapai batas
kisaran maksimum pada saat akan terjadi pemijahan. Nilai IGS
ikanThead fin berkisar antara 1-25%, ikan dengan nilai IGS 19%
ada yang sanggup mengeluarkan telurnya. Nilai IGS pada ikan
jantan 5-10%, lebih kecil dibandingkan betina yang disebabkan
pada ikan betina terdapat pengendapan kuning telur (Johnson,
1971 dalam Effendi, 1997).
2.2.3. Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur pada kematangan terakhir yang
terdapat

dalam

ovarium

sebelum

berlangsung

pemijahan.

Fekunditas yang menunjukan jumlah telur yang dikandung

individu ikan dikatakan sebagai fekunditas mutlak. Sedangkan


jumlah telur per satuan berat atau panjang ikan disebut sebagai
fekunditas relatif (Nikolsky, 1963 dalam Burhanudin et al., 1981).
Fekunditas total menurut Royce (1972) dalam Effendie (1979)
adalah jumlah telur yang dihasilkan ikan selama hidupnya
Rao (1967) dalam Burhanuddin et al., (1981) menyatakan bahwa
telur yang telah matang dan siap dikeluarkan berwarna kuning
sampai kemerahmerahan,

butir-butirnya

mudah

dipisahkan,

kelihatan Opaque atautranslucent dengan bintik-bintik minyak.


Fekunditas

ikan

bukan saja

merupakan salah satu aspek

dari natural history,tetapi sebenarnya ada hubungannya dengan


studi

dinamika

populasi,

sifat-sifat

rasial,

produksi

dan

persoalan stok-rekruitmen. Dalam hubungan tersebut ada faktor


lain

yang

memegang

peranan

penting

dan

sangat

erat

hubungannya dengan strategi dalam rangka mempertahankan


kehadiran species itu di alam, terutama penyesuaian diri
terhadap

bermacam-macam

kondisi

lingkungan

dan respon

terhadap makanan (Bagenal, 1978 dalamEffendie, 1997).


Fekunditas dapat dihitung dengan beberapa cara, yaitu dengan
metode jumlah, metode volumetri, metode grafimetri, dan
metode von bayer(Effendie, 1979). Metode jumlah dilakukan
dengan menghitung semua telur satu persatu atau dikenal pula
dengan sensus lengkap, tetapi metode ini hanya dilakukan pada
ikan-ikan yang mempunyai telur sedikit (Sutisno dan Sutarmanto,
1995). Metode volumetri dilaksanakan dengan cara mengukur
volume seluruh telur dengan teknik pemindahan air. Effendie
(1979) menjelaskan bahwa metode gravimetri dapat dilakukan
dengan mengambil sebagian gonad yang sebelumnya telah

disimpan dalam larutan gilson kemudian ditimbang dan dicatat


serta dihitung jumlah telur yang terdapat di dalamnya.
2.2.4. Diameter Telur Ikan
Diameter telur adalah garis tengah atau ukuran panjang dari
suatu telur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera. Garis
tengah telur pada gonad yang sudah matang berguna untuk
menduga frekuensi pemijahan yaitu dengan melihat modus
penyebaran diameter telur ikan dan lama pemijahan dapat
diduga dari frekuensi ukuran telur ikan (Sumantadinata, 1983).
Ovarium yang mengandung telur ikan masak berukuran
sama menunjukkan waktu pemijahan yang pendek, sebaliknya
waktu pemijahan yang panjang ditandai dengan bervariasinya
ukuran telur ikan. Purdom (1993) menyatakan bahwa pada
umumnya kisaran diameter telur maksimal pada telur yang
sudah matang berkisar antara 1 - 2 mm.
2.3. Kualitas Air
Kualitas

air

merupakan

salah

satu

faktor

yang

mendukung proses kehidupan ikan. Proses reproduksi ikan


merupakan proses kehidupan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan baik faktor fisik maupun faktor kimia air diantaranya
temperatur, pH, dan salinitas. Beberapa parameter fisika dan
kimia air dapat mempengaruhi hidup ikan antara lain suhu, pH
dan salinitas (Basmi, 1999).
Temperatur merupakan salah satu proses yang sangat
penting dalam proses kehidupan dan metabilisme hewan serta
tumbuhan (Nyebakken, 1992 dalam Melani, 2003). Menurut
Barus (2002), kenaikan temperatur akan meningkatkan laju
metabolisme. Akibat meningkatnya laju metabolisme akan
menyebabkan konsumsi oksigen meningkat, sementara dilain
pihak dengan naiknya temperatur akan menyebabkan kelarutan
oksigen dalam air menjadi berkurang. Temperatur yang baik
bagi kehidupan ikan berkisar antara 15 - 32 0C (Mintardjo et al.,
1985). Clark dalam Maulana (2004) menyatakan bahwa di

perairan tropik ikan akan tumbuh dengan baik pada kisaran 25


32 0C tetapi ikan mempunyai toleransi yang berbeda-beda
terhadap
temperatur
hidupnya,
(1987

oksigen

dari

jenis

terlarut

) dalam Maesaroh

ikan,
dan

(2007)

stadium

musim.
temperatur

dalam

Menurut

suatu
Nontji

permukaan

di

perairan Indonesia umumnya 28 31 0C.


pH adalah suatu indeks konsentrasi ion hidrogen dan
memiliki pengaruh penting terhadap kehidupan ikan. Dalam
suatu perairan dengan pH < 5 ikan tidak dapat berkembang atau
mati, pH < 6,5 pertumbuhan ikan lambat, pH 6,5 9 layak untuk
kehidupan ikan, pH > 9 pertumbuhan ikan lambat dan pada pH >
11 menyebabkan kematian ikan (NTAC, 1968 dalamRaga, 2008).
Kisaran baku mutu pH air laut untuk biota laut adalah 7-8,5
(KEPMEN LH No.51/2004)
Salinitas adalah nilai yang menunjukkan jumlah garamgaram yang terlarut dalam satuan volume air yang biasanya
dinyatakan dengan satuan promil () (Barus.2002). Salinitas
merupakan faktor pembatas kehidupan organisme akuatik.
Salinitas di perairan laut mempunyai kestabilan yang relatif
tinggi, berkisar antara 34 35 (Odum, 1971). Baku
mutu untuk biota laut adalah salinitas perairan alami (KEPMEN
LH

No.

51/2004). Menurut

Hariati et

al (2005)

ikan

layang

merupakan jenis ikan pelagis kecil yang hidup di perairan dengan


salinitas tinggi atau pada perairan dengan salinitas tidak kurang
dari 32.

Anda mungkin juga menyukai