Anda di halaman 1dari 50

KASUS

IDENTITAS PASIEN:

Nama

: Tn. A

Tgl Lahir/Umur

: 17-05-1970 / 44 Tahun

Pekerjaan

: Wiraswasta

Alamat

: Jl. H. Kalla 2 No.4 Makassar

Status Perkawinan

: Menikah

No. RM

: 692394

Hari/tgl masuk

: Jumat / 20-02-2015

ANAMNESIS

KELUHAN UTAMA: Demam

ANAMNESIS TERPIMPIN:
Pasien datang ke IRD RSWS dengan keluhan demam dialami sejak 5 hari
sebelum masuk rumah sakit, tidak terus menerus, menurun dengan obat
paracetamol. Sakit kepala kadang ada. Batuk sesak tidak ada. Mual, muntah tidak
ada, nyeri ulu hati tidak ada.
Buang Air Besar biasa, kuning.

Buang Air Kecil lancar, kuning.


Ada luka di kaki kiri yang tidak sembuh dialami sejak kurang lebih 1 minggu
yang lalu. Luka awalnya berupa bisul kemudian bertambah bengkak, bernanah,
dan meluas ke hampur seluruh punggung kaki kiri. Riwayat trauma pada kaki kiri
disangkal. Sebelumnya, kaki kiri rasa tebal dan kesemutan, serta tertusuk tusuk
sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Riwayat amputasi jari kaki kiri bulan
oktober.
Riwayat Penyakit Sebelumnya:
1.

Riwayat opname bulan Oktober 2014 dan mendapat tindakan


amputasi jari kaki kiri.

2.

Riwayat Diabetes Melitus ada sejak 5 tahun sebelum masuk rumah


sakit, rutin suntik insulin novorapuid 16 IU/SC 3 kali sehari, dan
levemir 18 IU/SC.

3.

Riwayat hipertensi ada sejak 6 tahun lalu, berobat tidak teratur.

Riwayat Keluarga :
1.

Riwayat DM dalam keluarga disangkal

2.

Penyakit jantung, hipertensi atau penyakit ginjal pada keluarga


pasien juga disangkal

Riwayat Pribadi dan Sosial :


1.
2.

Pasien seorang karyawan swasta


Sebelum sakit pasien bekerja setiap hari namun sekarang

3.
4.

sudah tidak bekerja lagi


Merokok (-) minum alcohol (-)
Jarang olahraga

PEMERIKSAAN FISIK:

Keadaan Umum: Sakit Sedang/ Gizi Cukup/ Compos Mentis


Tekanan Darah: 140/70 mmHg

Nadi

Pernapasan

Suhu : 37.9 C

: 20 kali/ menit

: 80 kali/ menit

: 29,4 kg/m2

Tinggi Badan : 165 cm

IMT

Berat Badan

Status Gizi: Obese 1

: 80 kg

Kepala:
Deformitas

: Tidak ada

Simetris muka : Simetris kiri sama dengan kanan


Rambut

: Hitam, sukar dicabut

Ukuran

: Normocephal

Bentuk

: Mesocephal

Mata:
Eksoftalmus

: Tidak ada

Konjungtiva

: Anemis (+)

Kornea

: Jernih, Refleks kornea (+)

Enoptalmus

: Tidak ada

Sklera

: Ikterus (-)

Pupil

: Isokor 2.5 mm/2.5 mm

Gerakan

: Normal, ke segala arah

Kelopak mata : Ptosis (-), edema (-)

Telinga:
Pendengaran : Dalam batas normal
Otorrhea

: Tidak ada

Nyeri tekan di processus mastoideus : (-)


Hidung:
Epistaksis

: Tidak ada

Rhinorrhea

: Tidak ada

Mulut:
Bibir : Kering (-)

Lidah : Kotor (-)

Tonsil : T1-T1 Tidak Hiperemis

Faring : Tidak Hiperemis

Leher:
KGB : Tidak ada pembesaran

DVS

Kelenjar Gondok: Tidak ada pembesaran

: R+1 cmH2O
Kaku kuduk

Dada:
Bentuk

: Simetris kiri sama dengan kanan

Payudara

: Tidak ada kelainan

Sela iga

: Simetris kiri sama dengan kanan

Pulmo:
Inspeksi

: Pergerakan simetris kiri sama dengan kanan

Palpasi

: Vocal Fremitus kiri sama dengan kanan


Nyeri tekan tidak ada

: Tidak Ada

Perkusis

: Paru kiri : sonor


Paru kanan : sonor
Batas paru hepar ICS VI dekstra
Batas paru belakang kanan ICS IX
Batas paru belakang kiri ICS X

Auskultasi

: Bunyi Pernapasan
Bunyi Tambahan

: Vesikuler
: Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung:
Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Thrill tidak teraba

Perkusi

: Batas atas ICS III sinistra


Batas kanan linea parasternalis dekstra
Batas kiri linea midclavicularis sinistra

Aukultasi

: BJ I/II murni reguler


Bising jantung (-)

Abdomen:
Inspeksi

: Cembung, ikut gerak napas

Palpasi

: Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba, Ginjal Ballotement (-)

Perkusi

: Timpani (+)

Auskultasi

: Peristaltik (+) kesan normal

Alat Kelamin :

Tidak ada kelainan


Punggung :
Inspeksi

: simetris kiri sama dengan kanan

Palpasi

: massa tumor (-), vocal fremitus kiri sama dengan kanan

Nyeri ketok

: tidak ada

Auskultasi

: sonor

Gerakan

: simetris kiri sama dengan kanan

Ekstremitas:
Status lokalis Regio Pedis sinistra :
Tampak ulkus pada seluruh telapak kaki kiri, jaringan nekrotik (+) di sekitar
ulkus, pus (+), perdarahan (-), edema (+), kemerahan (+). Arteri dorsalis pedis
teraba lemah.

PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Laboratorium:
WBC

: 2.2 x 103 /ul

HGB

: 7.7 gr/dl

HCT

: 23.2%

PLT

: 500 x 103 /ul

GDS

: 274 mg/dl

GDP

: 82 mg/dL

GD2PP

: 190 mg/dL
6

Ureum

: 35 mg/dL

Kreatinin

: 0,71 mg/dL

Albumin

: 2.0 gr/dL

Prokalsitonin

: 2.2 ng/ml

Na

: 117 mmol/L

: 5,46 mmol/L

Cl

: 100 mmol/l

Hasil Kultur dan Sensitivitas :


Tanggal 26/02/2015
Biakan aerob : Staphylococcus haemolyticus
Gram : coccus gram positif
Sensitif

untuk

antibiotik

Quinupristin,

Linezolid,

Vancomycin.

Nitrofurantoin, dan Rifampicin


Tanggal 16/03/2015
Biakan aerob : Escherichia coli
Gram : Bacil gram negatif
Sensitif untuk piperacillin/Tazobactam, cefoxitin, Cefotaxime,Doripenem,
Imipenem, Meropenem, Amikacin, Gentamicin.
Foto Pedis Dextra et Sinistra AP/Lateral :
-Amputatum phalanx digiti I-V pedis sinistra
- Emfisema sub cutis
Pemeriksaan Doppler Vaskuler Ekstremitas Inferior Sinistra :
7

Aliran darah arteri ekstremitas inferior kiri kurang lancar dari proksimal ke
distal
Aliran darah vena ekstremitas inferior kiri dari distal ke proksimal lancer
Kesimpulan : Severe Peripheral Artery Disease

RESUME:
Pasien masuk dengan demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak terus
menerus, menurun dengan obat paracetamol. Sakit kepala kadang ada.
Buang Air Besar biasa, kuning.
Buang Air Kecil lancar, kuning.
Ada luka di kaki kiri yang tidak sembuh sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu,
awalnya berupa bisul kemudian bertambah bengkak, bernanah, dan meluas ke
hampur seluruh punggung kaki kiri. Riwayat trauma pada kaki kiri disangkal.
Riwayat rasa tebal dan kesemutan, serta tertusuk tusuk di kedua kaki sejak 3 bulan
yang lalu. Riwayat amputasi jari kaki kiri bulan oktober tahun 2014.
Pasien pernah diopname bulan oktober tahun 2014 dengan ulkus diabetik pada
kaki kiri dan mendapat tindakan amputasi. Pasien memiliki riwayat Diabetes
Melitus sejak 5 tahun sebelum masuk rumah sakit, rutin suntik insulin novorapid
16 IU/SC 3 kali sehari, dan levemir 18 IU/SC. Pasien memiliki riwayat hipertensi
sejak 6 tahun lalu, tetapi berobat tidak teratur.
Pada pemeriksaan region pedis sinistra Tampak ulkus pada seluruh telapak kaki
kiri, jaringan nekrotik (+) di sekitar ulkus, pus (+), perdarahan (-), edema (+),
kemerahan (+). Arteri dorsalis pedis teraba lemah.
Hasil lab menunjukkan leukositosis dengan WBC : 2.2 x 103 /ul, Prokalsitonin :
2.2 ng/ml, Hemoglobin : 7.7 gr/dl, Albumin: 2.0 gr/dL. Na 117 mmol/L, K 5,46
mmol/L, Cl 100 mmol/L. Foto Pedis Dextra et Sinistra Ap/Lateral menunjukkan
8

emfisema subkutis. Hasil kultur menunjukkan sensitif untuk antibiotik cefoxitin,


cefotaxim, doripenem, imipenem, dan meropenem.

ASSESSMENT:
1.

Kaki Diabetik Wagner V

2.

DM Tipe 2 Obese

3.

Neuropati DM

4.

Anemia Normositik Normokrom

5.

Hipoalbuminemia

6.

Imbalans Elektrolit

PLANNING:
Pengobatan:
1.

Kaki Diabetik Wagner V


1.

Infus NaCl 0,9% 48 tetes per menit

2.

Antibiotik :
Metronidazole 500 mg/8 jam/intravena
Ciprofloxacin 200 mg/ 24 jam/ intravena
Ceftriaxone 2 gr/24 jam/ intravena

3.

Antipiretik : Paracetamol 1 gr/ 8 jam/ drips

4.

Antitrombotik : Cilostazol 100 mg/12 jam/oral

Kultur Darah, periksa LED


6.
Debridement : Konsul Bedah BTKV
DM Tipe 2 Non Obese
1.
Diet DM 1228, 5 kkal
BBI = 90% x (TB-100) x 1 kg
= 90% x (165-100) x 1 kg = 58,5 kg
5.

2.

Kebutuhan Kalori = 30 x kgBB


= 30 x 58,5 kg = 1755 kkal
Umur 44 tahun = 10% x1755 = 175,5 kkal
Aktivitas (istirahat) = 10% x 1755 = 175,5 kkal
Kegemukan = 30% x 1755 = 526,5 kkal
Total = 1755 175,5 + 175,5 526,5 = 1228, 5 kkal
3.

Insulin

Kebutuhan Insulin (0,5 x BB) = 0,5 x 80 = 40 IU


50 % Prandial = 20 IU/3 = 7-7-7 IU/SC
50 % Basal

3.

4.

5.

= 20 IU/3 = 0-0-20 IU/SC

4.
Periksa Urinalisis, Profil Lipid, GDS pre meal pagi siang malam.
Neuropati DM
1.
Anti neuropati
Gabapentin 300 mg/ 24 jam/ oral
2.
Neuroboransia
Neurodex 1 tab/ 24 jam/ oral
Anemia Normositik Normokrom
1.
Transfusi PRC
Hb x BB x 4 ml = (10-7,7) x 80 x 4 ml = 736 ml = 2 unit
2.
Periksa Fe, TIBC, ADT
Hipoalbuminemia
1.

Transfusi Albumin
(4 - nilai albumin) x BB x 0,8 /25 = (4 - 2) x 80 x 0,8 / 25 = 5 botol

10

6.

Imbalans Elektrolit
1.

Hiponatremia
Infus NaCl 0,9% = (140 nilai natrium) x BB x 0,6 / 256
(140 117) x 80 x 0,6 / 154 = 7 kolf = 48 tpm

2.

7.

Hiperkalemia
Sesuai aturan penggunaan insulin.

Hipertensi Grade 1 : Captopril 25 mg/24 jam/oral, Foto Thorax PA, EKG

PROGNOSIS:

Quo ad Functionam

: Dubia ad Malam

Quo ad Sanationam

: Dubia ad Malam

Quo ad Vitam

: Dubia ad Bonam

FOLLOW UP:

Tanggal

S (Subjective) O (Objective) A
(Assessment) P (Planning)

22/02/2015

Perawatan Hari ke-1 :


Daftar Masalah :
1.

Kaki Diabetik + Infeksi


Sekunder

2.
3.
4.
5.
6.

DM tipe 2 obese
Hiponatremia
Hiperkalemia
Hipoalbuminemia
Anemia
mikrositik
hipokrom

11

Instruksi Dokter

Catatan Lanjutan :
1.

Subjektif : luka R/infus NaCl 0,9% 28 tetes per


di kaki kiri dialami sejak 1 minggu, menit
luka di kaki yang telah diamputasi Ceftriaxone 2 gr/ 24 jam/ IV
tahun lalu, ada keluhan demam, Ciprofloxacin 0,2 gr/12 jam/
kaki kiri nyeri, tidak berbau.

IV
Metronidazole 0,5 gr/8 jam/ IV
Planning :
Kultur pus dan jaringan

2.

Subjektif

: Kultur darah

Keluhan lemah ada, mual tidak ada, Foto pedis sinistra


muntah tidak ada. Intake oral baik. R/ Diet DM 1700 kkal
Riwayat DM sejak 5 tahun yang Levemir 0-0-18 IU/SC
lalu.
Objektif :
BP : 100/60 mmHgRR : 20 x/menit
HR : 88 x/menitT : 37,7 0C
Assessment : DM Tipe 2 Obese
3.
Subjektif : Objektif : Na = 117 mmol/L
Assessment : Hiponatremia
4.
Subjektif : Objektif : K = 5,46 mmol/L
Assessment : Hiperkalemia
5.
Subjektif : Objektif : albumin 2,0 gr/dL
Assessment : Hipoalbuminemia
6.
Subjektif
:

Planning :
GDS pre meal pagi-siangmalam
Novorapid 18-18-18 IU/SC

R/ IVFD NaCl 3% 1 kolf/hari


10 tetes/menit
R/ Kalitake sachet 1 sachet/8

jam/ oral
pucat, lemah
Objektif : Hb 6,2 gr/dL
MCV 76
R/ Transfusi albumin 25% 1
MCH 25,2
MCHC 33,7
botol/hari
Assessment : Anemia Mikrositik
Hipokrom

R/ Transfusi PRC 2 unit, 1


unit/hari
Premedikasi : difenhydramin 1
12

ampul/IM
Planning:
Kontrol ADT, Fe, TIBC
23/02/2015

Perawatan Hari ke-2 :


Daftar Masalah :
1.

Kaki Diabetik + Infeksi

2.
3.
4.
5.
6.

Sekunder
DM tipe 2 obese
Hiponatremia
Hiperkalemia
Hipoalbuminemia
Anemia
mikrositik
hipokrom

Catatan Lanjutan :
1.

Subjektif : luka
di kaki kiri dialami sejak 1 minggu,
luka di kaki telah diamputasi tahun
lalu, ada keluhan demam, kaki

R/Farmadol 1 gr/ 8 jam/ IV


infus NaCl 0,9% 28 tetes per
menit

Ceftriaxone 2 gr/ 24 jam/ IV


sedikit nyeri, tidak berbau.
Objektif : WBC 28,92 x103
Ciprofloxacin 0,2 gr/12 jam/
Neutrofil 79,7%
IV
Assessment : Kaki Diabetik +
Metronidazole 0,5 gr/8 jam/ IV
Infeksi Sekunder
Planning :
Kultur luka pus dan jaringan
Kultur darah
Foto pedis sinistra
2.

Subjektif

Keluhan lemah ada, mual tidak ada,


muntah tidak ada. Intake oral baik.
Riwayat DM sejak 5 tahun yang
lalu.
Objektif :
BP : 100/60 mmHg

Echo Doppler pedis sinistra


dan dextra
R/ Diet DM 1700 kkal
Novorapid 20-20-20 IU/SC
Levemir 0-0-18 IU/SC
Planning :

RR : 20

13

GDS pre meal pagi-siang-

x/menit
HR : 88 x/menit
T : 37,7 0C
Assessment : DM Tipe 2 Obese
3.
Subjektif

malam
:

keadaan umum lemah, tidak ada


mual dan muntah, intak oral baik
R/ selesai koreksi hiponatremia
Objektif : Na = 117 mmol/L
dengan NaCl 3%
K = 5,46 mmol/L
Assessment : Imbalans elektrolit -Kalitake sachet 1 sachet/8
(Hiponatremia, Hiperkalemia)
Subjektif : Objektif : albumin 2,0 gr/dL
Assessment : Hipoalbuminemia

jam/ oral

4.

Planning : kontrol elektrolit


serum
R/ selesai transfusi albumin

5.

Subjektif

25% 2 botol

pasien tampak pucat, lemah, tidak

Planning : control albumin


sesak
serum
Objektif : Hb 6,2 gr/dL
MCV 76
Vipalbumin 2 caps/8 jam/ oral
MCH 23,7
Assessment : Anemia Mikrositik
R/selesai transfusi PRC 2 unit
Hipokrom
Planning:
Kontrol darah rutin, Analisa
Darah Tepi, Fe, TIBC
24/02/2014

Perawatan Hari ke-3 :


Daftar Masalah :
1.

Kaki Diabetik + Infeksi

2.
3.
4.
5.
6.

Sekunder
DM tipe 2 obese
Hiponatremia
Hiperkalemia
Hipoalbuminemia
Anemia
mikrositik
hipokrom

14

Catatan Lanjutan :
1.

Subjektif : luka R/Farmadol 1 gr/ 8 jam/ IV


di kaki kiri dialami sejak 1 minggu, infus NaCl 0,9% 32 tetes per
luka di kaki telah diamputasi tahun menit
lalu, ada keluhan demam sepanjang Meropenem 1 gr/ 8 jam/ IV
hari, luka berbau
Ciprofloxacin 0,2 gr/12 jam/
3
Objektif : WBC 28,92 x10 menjadi
drips
34,5 x 103
Metronidazole 0,5 gr/8 jam/
Assessment : Kaki Diabetik +
drips
Infeksi Sekunder
Cilostazol 500 mg/ 12 jam/
intravena
Planning :
Tunggu hasil Kultur luka pus
dan jaringan, Kultur darah,
Echo Doppler pedis sinistra
dan dextra

2.

Subjektif

Keluhan lemah ada, mual tidak ada,


muntah tidak ada. Intake oral baik.
Riwayat DM (+)
Objektif :
Sakit

R/ Diet DM 1700 kkal


Novorapid 20-20-20 IU/SC
Levemir 0-0-18 IU/SC
Planning :
GDS pre meal pagi-siang-

sedang/gizi

malam

cukup/composmentis
BP : 100/60 mmHgRR : 20 x/menit
HR : 88 x/menitT : 37,7 0C
Hasil Lab
GDS Pagi 158
GDS Siang 132
GDS malam 92
Assessment : DM Tipe 2 Obese
3.
Subjektif
:
keadaan umum lemah, tidak ada
mual dan muntah, intak oral baik
Objektif : Na = 117 mmol/L

15

R/ selesai koreksi hiponatremia


dengan NaCl 3%

K = 5,46 mmol/L
-Kalitake sachet 1 sachet/8
Assessment : Imbalans elektrolit
jam/ oral
(Hiponatremia, Hiperkalemia)
4.
Subjektif : Objektif : albumin 2,0 gr/dL
menjadi 2,3 gr/dL
Assessment : Hipoalbuminemia
5.
Subjektif

pasien tampak pucat, lemah, tidak

Anemia

R/selesai transfusi PRC 1 unit


transfusi PRC 1 unit

Mikrositik Premedikasi : difenhydramin 1

Hipokrom
25/02/2014

25% 1 botol
Vipalbumin 2 caps/8 jam/ oral

sesak
Objektif : konjungtiva anemis
Hb 6,2 gr/dL
MCV 76
MCH 23,7
Assessment

R/ selesai transfusi albumin

unit

Perawatan Hari ke-4 :


Daftar Masalah :
1.

Kaki

Diabetik

post

amputasi pedis sinistra


2.
DM tipe 2 obese
3.
Imbalans elektrolit
4.
Hipoalbuminemia
5.
Anemia
mikrositik
hipokrom
Catatan Lanjutan :
1.

Subjektif : luka R/Farmadol 1 gr/ 8 jam/ IV


di kaki kiri post amputasi, demam infus NaCl 0,9% 500 cc/8
masih ada, luka masih berbau
jam/ drips
Objektif : WBC 34,5 x 103
Assessment : Kaki Diabetik + Meropenem 1 gr/ 8 jam/ IV
Infeksi

Sekunder

severe Ciprofloxacin 0,2 gr/12 jam/

drips

peripheral artery disease

Metronidazole 0,5 gr/8 jam/


16

drips
Cilostazol 500 mg/ 12 jam/
intravena
Planning :
Tunggu hasil Kultur luka pus
2.

Subjektif

Keluhan lemah ada, mual tidak ada,


muntah tidak ada. Intake oral baik.
Riwayat DM (+)
Objektif :
Sakit

dan jaringan, Kultur darah


R/ Diet DM 1700 kkal
Novorapid 20-20-20 IU/SC
Levemir 0-0-18 IU/SC

sedang/gizi Planning :

cukup/composmentis
GDS pre meal pagi-siangBP : 120/70 mmHg RR : 24 x/menit
malam
HR : 84 x/menitT : 36,7 0C
Hasil Lab
GDS Pagi 115
GDS Siang 125
GDS malam 109
Assessment : DM Tipe 2 Obese
3.
Subjektif
:
keadaan umum lemah, tidak ada
mual dan muntah, intak oral baik
Objektif : Na = 117 mmol/L
K = 5,46 mmol/L
Assessment : Imbalans elektrolit
4.
Subjektif : Objektif : albumin 2,3 gr/dL
Assessment : Hipoalbuminemia
5.
Subjektif

R/ selesai koreksi hiponatremia


-Kalitake sachet 1 sachet/8
jam/ oral
:

pasien tampak lemah, mual dan


muntah tidak ada, tidak sesak
Objektif : konjungtiva anemis
Hb 6,2 gr/dL
MCV 76
MCH 23,7
Assessment

Anemia

Mikrositik

Hipokrom

R/ selesai transfusi albumin


25% botol ke dua
Vipalbumin 2 caps/8 jam/ oral
R/ transfusi PRC bag ke 2 hari
ini
Premedikasi : difenhydramin 1
unit

17

Planning : control darah rutin,


Fe, TIBC, ADT
26/02/2014

Perawatan Hari ke-5 :


Daftar Masalah :
1.

Kaki

Diabetik

post

amputasi pedis sinistra + severe


2.
3.
4.
5.

peripheral artery disease


DM tipe 2 obese
Imbalans elektrolit
Hipoalbuminemia
Anemia
mikrositik
hipokrom

Catatan Lanjutan :
1.

Subjektif : luka R/Farmadol 1 gr/ 8 jam/ IV


di kaki kiri post amputasi, demam infus NaCl 0,9% 500 cc/8
masih ada, luka basah, bau
jam/ drips
Objektif : WBC 34,5 x 103
Meropenem 1 gr/ 8 jam/ IV
Echo Doppler : Severe PAD
Assessment : Kaki Diabetik post Ciprofloxacin 0,2 gr/12 jam/
amputasi + Infeksi Sekunder + drips
severe peripheral artery disease

Metronidazole 0,5 gr/8 jam/


drips
Planning :
Tunggu hasil Kultur luka pus
dan jaringan, Kultur darah,

2.

Subjektif

: control darah rutin


Keluhan lemah ada, mual tidak ada, R/ Diet DM 1700 kkal
muntah tidak ada. Intake oral baik. Novorapid 20-18-20 IU/SC
Riwayat DM (+)
Levemir 0-0-18 IU/SC
Objektif :
Sakit
sedang/gizi Planning :
GDS pre meal pagi-siangcukup/composmentis
BP : 120/70 mmHgRR : 20 x/menit malam
18

HR : 84 x/menitT : 36,2 0C
Hasil Lab
GDS Pagi
GDS Siang 110
GDS malam 71
Assessment : DM Tipe 2 Obese
3.
Subjektif

keadaan umum lemah, tidak ada


mual dan muntah, intak oral baik
Objektif : Na = 117 mmol/L
K = 5,46 mmol/L
Assessment : Imbalans elektrolit
4.
Subjektif : Objektif : albumin serum 2,3 gr/dL
Assessment : Hipoalbuminemia
5.

Subjektif

R/ Kalitake sachet 1 sachet/8


jam/ oral
Planning :
Kontrol elektrolit serum
:

pasien tampak lemah, tidak sesak


Objektif : Hb 6,2 gr/dL
MCV 76
MCH 23,7
Assessment

Anemia

Mikrositik

R/ selesai transfusi albumin


25% 2 botol
Planning :
Kontrol albumin

Hipokrom

R/selesai transfusi PRC 2 unit


Planning :
Kontrol darah rutin

DISKUSI
Pasien didiagnosis dengan Diabetes Melitus Tipe 2 tipe obese dengan Kaki
Diabetik Wagner V, berdasarkan atas adanya riwayat DM sejak 5 tahun dengan
pengobatan insulin (novorapid dan levemir), IMT 29,4 kg/m2 (obese 1), dan
adanya luka pada kaki kiri yang tidak sembuh dan bertambah berat serta riwayat
19

amputasi kaki diabetik.Dari hasil pemeriksaan radiologi terlihat adanya emfisema


subkutis pada ekstremitas bawah kiri yang menunjukkan terjadinya gas gangren
pada luka.
Adanya tanda inflamasi berupa edema, demam, merah pada kulit luka, serta ulkus
yang berbau sehingga dicurigai mengalami infeksi. Infeksi pada kaki diabetik
harus dievaluasi. Pemeriksaan laboratorium (mikrobiologi) dapat dilakukan
seperti pemeriksaan kultur pus luka dan jaringan untuk mencari etiologi kuman
penyebab infeksi dan pemilihan antibiotik yang sesuai. Pada pasien ini diberikan
terapi antibiotik dan dilakukan pemeriksaan kultur. Namun, sebelum hasil kultur
ada, dapat diberikan terapi antibiotik secara empirik (Triple Blind Therapy), yaitu
golongan quinolon (Ciprofloxacin) untuk bakteri gram negatif, golongan
cephalosporin (Ceftriaxone) untuk bakteri gram positif, dan Metronidazole untuk
bakteri anaerob. Setelah hasil kultur ada, pasien selanjutnya diberikan antibiotik
yang sesuai dengan hasil kultur yaitu meropenem.
Adanya neuropati diabetik dapat ditegakkan dari anamnesis riwayat medis dan
pemeriksaan fisik. Gejala-gejala meliputi sensasi terbakar, tertusuk jarum, dan
kram otot yang terdistribusi secara simetris pada kedua kaki dan memberat pada
malam hari sering terjadi pada neuropati perifer. Pemeriksaan fisik pada kaki
untuk menilai persepsi nyeri superfisial (jarum), sensasi temperatur (logam panas
dan dingin), sensasi sentuhan lembut(cotton-wool), dan tekanan(SemmesWeinstein 5.07 monofilament).Etiologi pada kasus ini dicurigai neuropati diabetik
dan vaskulopati perifer berdasarkan anamnesis adanya rasa tebal dan kesemutan
pada ekstremitas yang terlibat serta hasil pemeriksaan neurologis didapatkan
penurunan sensasi sentuhan ringan dan nyeri pada kaki. Diperlukan juga evaluasi
dan pemeriksaan rutin untuk menilai keadaan vaskular pada ekstrimitas bawah.
Pemeriksaan rutin yang harus dilakukan adalah palpasi denyut secara bilateral dari
arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, arteri popliteal, dan arteri femoral
untuk menilai sirkulasi darah pada ekstrimitas bawah. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan pulsasi pada arteri tibialis posterior lemah serta hasil pemeriksaan
Doppler vascular ekstremitas inferior sinistra didapatkan aliran darah arteri

20

ekstremitas inferior kiri yang menurun yang membuktikan adanya penyakit


pembuluh darah perifer yang berat.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium, didapatkan kadar albumin 2.0 gr/dL yang
menunjukkan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia pada infeksi kaki diabetik bisa
disebabkan oleh nefropati diabetik dimana terjadi hilangnya protein akibat
gangguan filtrasi pada ginjal.1 Namun, pada pasien ini tidak terdapat gangguan
fungsi ginjal, terbukti oleh kadar ureum dan kreatinin yang masih dalam batas
normal. Kondisi hipoalbuminemia pada pasien ini kemungkinan diakibatkan oleh
kurangnya asupan nutrisi akibat infeksi itu sendiri. 2Jumlahleukosit yang tinggi
(WBC 2.2 x 103 /mm3) biasanya berkaitan dengan proses inflamasi atau infeksi
dimana pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan suhu tubuh yang
merupakan respon tubuh terhadap infeksi.
Di samping itu, terdapat anemia mikrositik hipokrom, dengan nilai Hb 7,7 gr/dL
Ferritin 150 g/dL TIBC 100 mg/dL yang menunjukkan jenis anemia adalah
anemia penyakit kronik. Hal ini disebabkan oleh penyakit kronis dan inflamasi
berkaitan dengan peningkatan ferritin sebagai respon fase akut. Sehingga sekarang
lebih dikenal sebagai defisiensi besi fungsional dimana sitokin proinflamasi
mencetuskan terbentuknya hepsidin yang akan mengikat ferroportin, protein yang
bertanggungjawab atas transportasi besi ke sumsum tulang, sehingga besi
terperangkap di dalam makrofag dan disimpan sebagai ferritin dan terjadi
kegagalan transportasi besi dari sistem retikuloendotelial menuju sumsum tulang.
Selain itu, sitokin pro inflamasi akan mengakibatkan terjadinya peningkatan
destruksi eritrosit di limpa sehingga pemendekan masa hidup eritrosit.3,4,5
Imbalans elektrolit, dengan nilai Na = 117 mmol/L dan K = 5,46 mmol/L
pada pasien ini terjadi akibat glukosuria yang meningkatkan tekanan osmotis pada
lumen tubulus ginjal sehingga terjadi diuresis dan natriuresis yang memicu
terjadinya hiponatremia dan hiperkalemia.6
Pada pasien ini diberikan penanganan DM dengan memperhatikan empat
pilar, yakni edukasi, terapi gizi medis dengan diet DM 1500 kkal, latihan jasmani,

21

dan pemberian insulin subkutan. Penanganan ulkus diabetik pada pasien ini
adalah perawatan luka, antibiotik, antiplatelet, adjuvant neuropati diabetikum, dan
terapi insulin intensif untuk mengontrol gula darah. Penatalaksanaan rawat luka
oleh BTKV penting untuk mencegah terjadinya infeksi yang lebih berat. Insulin
basal dan prandial diberikan sebagai terapi intensif untuk mengontrol gula darah.
Infeksi pada pasien ini merupakan indikasi untuk pemberian terapi insulin
intensif. Agar target glikemik tercapai, dilakukan pemeriksaan kontrol gula darah
preprandial dan gula darah puasa setiap hari selama perawatan. Dosis insulin baik
insulin basal maupun insulin prandial dapat ditingkatkan bertahap setiap hari
selama target gula darah yang terkontrol belum tercapai.
Selama perawatan, harus tetap dilakukan evaluasi berkala fungsi hati,
fungsi ginjal, dan status elektrolit. Ini bermanfaat untuk mendeteksi ada tidaknya
efek samping obat, komplikasi akibat infeksi, maupun komplikasi akibat
hiperglikemia.

TINJAUAN PUSTAKA

I.

PENDAHULUAN
Diabetes Melitus tipe 2 didefinisikan sebagai suatu gangguan

metabolisme kronis dengan multietiologi yang ditandai dengan tingginya


kadar glukosa darah disertai gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan

22

protein yang terjadi karena resistensi insulin dimana sel-sel tubuh tidak
memberikan respon terhadap insulin atau karena kurangnya produksi
insulin oleh pankreas akibat disfungsi sel pankreas7
Etiologi DM tipe 2 merupakan multi faktor yang belum
sepenuhnya diketahui dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh
lingkunganyang berperan menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain
obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang aktivitas fisik.
Komplikasi Diabetes Melitus Tipe 2 terbagi menjadi dua, yaitu
komplikasi akut dan kronik. Komplikasi akut meliputi Ketoasidosis
Diabetik, Hiperosmolar non Ketotik, Hipoglikemia. Adapun komplikasi
kronik terbagi menjadi dua yaitu makroangiopati ( Penyakit Jantung
Koroner, Penyakit PembuluhDarah Perifer, dan Penyakit Serebrovaskuler)
dan mikroangiopati (Retinopati Diabetik dan Nefropati Diabetik).
Secara global, dari sisi ekonomi, DM menelan biaya sebesar
11,6% dari anggaran kesehatan di seluruh dunia, atau mencapai 376 USD
pada tahun 2010. Sebagian besar biaya tersebut diakibatkan oleh
pengobatan jangka panjang dari komplikasi DM. dari data PT ASKES
tahun 2011, untuk satu pasien DM tanpa komplikasi, biaya yang
diperlukan sebear 40 USD per tahun. Akan tetapi, satu pasien DM dengan
komplikasi akan menghabiskan 900 USD per tahun. 8 Sementara itu, hasil
penelitian menunjukkan pasien DM tipe 2 yang mengalami komplikasi
memiliki risiko 11 kali lebih besar memiliki kualitas hidup yang lebih
rendah (tidak puas) daripada yang tidak mengalami komplikasi.9
Komplikasi kaki diabetik merupakan penyebab tersering
dilakukannya amputasi non traumatik. Risiko amputasi 15-40 kali lebih
sering pada penderita DM dibandingkan dengan non-DM.10Kasus ulkus
dan gangren diabetik merupakan kasus yang paling banyak dirawat di
rumah sakit. Lebih dari 15% penderita DM yang dirawat merupakan
penderita komplikasi kaki diabetik11
Istilah Kaki Diabetik digunakan untuk kelainan kaki mulai dari
ulkus sampai gangren yang terjadi pada penderita Diabetes Melitus. 12Kaki
diabetik merupakan hasil interaksi beberapa patomekanisme, antara lain
gangguan saraf perifer (neuropati), gangguan pembuluh darah perifer
23

(vaskulopati), gangguan biomekanik kaki, dan gangguan penyembuhan


luka. Gangguan pada pembuluh darah dan saraf perifer menyebabkan
ulserasi yang berujung pada amputasi. Kaki diabetik merupakan salah satu
komplikasi tersering Diabetes Melitus, khususnya dialami oleh penderita
Diabetes Melitus dengan kebiasaan jarang mengenakan alas kaki.13
II.

EPIDEMIOLOGI
Diabetes Melitus Tipe 2 merupakan penyakit kronis dengan angka

morbiditas dan mortalitas yang meningkat setiap tahunnya. Pada tahun


2014, 9% usia 18 tahun ke atas di dunia menderita Diabetes Melitus tipe 2.
Pada tahun 2012, Diabetes Melitus merupakan penyebab dari 1,5 juta
kematian di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian akibat Diabetes
Melitus terjadi di negara berpendapatan menengah ke bawah. 13 Indonesia
menduduki rangking keempat jumlah penyandang diabetes terbanyak
setelah Amerika Serikat, China dan India. Menurut Riset Kesehatan Dasar
tahun 2013 terjadi peningkatan angka prevalensi Diabetes Melitus dari 1,1
persen tahun 2007 menjadi 2,1 persen tahun 2013. 14 Adapun data dari
Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah penyandang diabetes
pada tahun 2003 sebanyak 13,7 juta orang dan berdasarkan pola
pertambahan penduduk diperkirakan pada 2030 akan ada 20,1 juta
penyandang diabetes dengan tingkat prevalensi 14,7 persen untuk daerah
urban dan 7,2 persen di rural.15
Sekitar 52% Diabetes Melitus mengalami progresifitas menjadi
komplikasi kronik, dengan 33,4% komplikasi makrovaskular dan 34,7%
komplikasi

mikrovaskular.

Komplikasi

makrovaskular

meliputi

kardiovaskular sebanyak 30,1%, serebrovaskular 6,8%, neuropati 17,8%,


dan nefropati 10,7%.16 Komplikasi vaskulopati (mikrovaskular dan
mikrovaskular) dan neuropati pada penderita Diabetes Melitus dapat
mengakibatkan trauma ringan berkembang menjadi ulkus. Lebih dari 15%
penderita DM yang dirawat merupakan penderita komplikasi ulkus
diabetik.

24

Data

di

Ruang

Perawatan

Penyakit

Dalam

RS

Cipto

Mangunkusumo tahun 2007 menunjukan, dari 111 pasien diabetes yang


dirawat dengan masalah kaki diabetik, angka amputasi mencapai 35%,
terdiri atas 30% amputasi mayor dan 70% amputasi minor. Jumlah angka
kematian akibat amputasi tersebut sekitar 15%. Sayangnya, data 20102011 justru memperlihatkan peningkatan angka amputasi menjadi 54%.
Sebagian besar merupakan amputasi minor, yakni bagian bawah
pergelangan kaki sebanyak 64,7%, dan amputasi mayor sejumlah 35,3%.

Berdasarkan data berbagai penelitian, angka amputasi pada


penderita Diabetes Melitus 15 kali lebih besar dibanding orang yang tidak
menderita Diabetes Mellitus. Angka kematian atau mortalitas pasca mayor
amputasi dari 1.000 pasien diabetes per tahun mencapai 273,9%,
sedangkan orang yang tidak terjangkit diabetes sekitar 36,4%. Selain itu,
Angka kematian atau mortalitas pasca minor amputasi dari 1.000 pasien
diabetes per tahun sejumlah 113,4%, lebih banyak dari mereka yang tidak
mengidap diabetes sebesar 36,4%.15

III.

PATOFISIOLOGI
Terbentuknya ulkus pada kaki diabetik merupakan akibat dari

neuropati perifer dan vaskulopati perifer.17


A. Neuropati Perifer
Kondisi hiperglikemia memicu peningkatan aktivitas enzim aldose
reduktase dan sorbitol dehydrogenase, dimana kedua enzim ini kemudian
mengonversi

glukosa

intraselular

menjadi

sorbitol

dan

fruktosa.

Akumulasi kedua produk ini berakibat pada penurunan sintesis


myoinositol sel saraf, suatu prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk
modulasi Na-K-ATPase yang mengatur konduksi saraf.

Penimbunan

sorbitol dan penurunan mioinositol menyebabkan gangguan pada sel


25

schwann dan akson. Proses ini menyebabkan demielinisasi dan degenerasi


akson.

Selain itu, konversi glukosa menjadi sorbitol

menyebabkan

penurunan simpanan nikotinamid adenine dinucleotida fosfat, yang


berperan dalam proses detoksifikasi oksigen radikal bebas dan sintesis
vasodilator oksida nitrit, sehingga menyebabkan peningkatan stress
oksidatif pada sel saraf dan vasonkonstriksi yang berujung pada iskemia,
kerusakan, hingga kematian sel.
Kondisi hiperglikemia juga mengakibatkan peningkatan sintesis
protein kinase C dan pengikatan gugus amino protein sel saraf oleh
glukosa yang disebut proses glikasi yangmenghasilkan AGE (Advanced
Glycation End Product). AGE dan Protein Kinase C, secara sinergis
memicu agregasi trombosit dan vasokonstriksi, sehingga berakibat
disfungsi saraf dan iskemia.
Neuropati pada pasien Diabetes Melitus bermanifestasi pada gangguan
saraf motorik, sensorik, dan otonom. Gangguan pada persarafan motorik
otot intrinsik kaki menyebabkan ketidakseimbangan antara gerakan fleksi
dan ekstensi yang kemudian menyebabkan deformitas pada kaki.
Deformitas tersebut mengakibatkan perubahan pada tulang dan titik tumpu
kaki yang meningkatkan risiko terjadinya luka. Gangguan persarafan
otonom berdampak pada gangguan fungsi kelenjar minyak dan keringat,
sehingga menyebabkan kulit kering dan mudah terkena infeksi. Gangguan
persarafan sensorik menyebabkan hilangnya sensasi perabaan dan nyeri
pada kaki sehingga meningkatkan risiko terpapar trauma dan berakibat
munculnya luka yang tidak diperhatikan.
B. Vaskulopati Perifer
Penyakit pembuluh darah perifer merupakan salah satu faktor yang
berkontribusi pada perkembangan ulkus diabetik dan biasanya mengenai
arteri peroneal dan tibial. Kondisi hiperglikemia menyebabkan penurunan
vasodilator endotel dan peningkatan tromboksan A2 ( agonis agregasi

26

platelet dan vasokonstriktor) yang mengakibatkan mudahnya terjadi


vasokonstriksi dan hiperkoagulabilitas vascular. Selain itu, terjadi
perubahan matriks ekstraseluler pembuluh darah yang dapat menimbulkan
stenosis lumen pembuluh darah. Apalagi ditambah dengan factor risiko
yang telah ada seperti kebiasaan merokok, hipertensi, dan dislipidemia,
maka dapat berakibat iskemia ekstremitas bawah dan peningkatan risiko
ulserasi pada pasien Diabetes Melitus.
Untuk tujuan klinis praktis, kaki diabetika dapat dibagi menjadi 3
katagori, yaitu kaki diabetika neuropati, iskemia, dan neuroiskemia. Pada
umumnya kaki diabetika disebabkan oleh faktor neuropati (82%) sisanya
adalah akibat neuroiskemia dan murni akibat iskemia.
Tabel 1. Perbedaan Ulkus neuropati dan Vaskular
Pemeriksaan
Kulit

Neuropati
Vaskular
Kulit hangat, kering, Kulit dingin, sianotik,

warna kulit normal


Pulsus di tungkai (arteri Teraba normal

hitam (gangren)
Tidak teraba atau

dorsalis pedis, tibialis

teraba lemah

posterior)
Refleks ankle
Sensitivitas local
Deformitas kaki

Reflex menurun/tak ada Normal


Menurun
Norma l
Clawed toe
Biasanya tidak ada
Trauma
Otot kaki atrofi

MOTORIK
SENSORIKCalus
OTONOM
MAKROVASKULAR
Lokalisasi ulkus
Sisi plantar kaki
Jari kaki
Karakter
ulkus
Luka
punched
out
di
area
Kelemahan/ atrofi
Hilang dari sensasi
Anhidrosis kulit Nyeri, dengan Penebalan
struktur
untuk perlindungan
kering
kapiler
area yang mengalami
nekrotik
Deformitas
hiperkeratotik
Ankle Brachial Index Normal (>1)
<0,7-0,9
(iskemia
Stress berlebihan
Tonus simpatik menurun ringan)
Aliran darah
(ABI)
menurun
Tekanan plantar
<0,4 (iskemia berat)
Transcutaneus oxygen Normal (>40 mmHg)
<0,4 mmHg
meningkat
tension (TcPO2)

Charcot

Iskemia

Deformitas struktur
27
ULKUS KAKI
DIABETIK

me

Gambar 1. Patomekanisme terjadinya ulkus diabetik.


IV.

PENILAIAN ULKUS KAKI DIABETIK


Melakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangatpenting

karena berkaitan dengan keputusan dalam terapi.Penilaian ulkus dimulai


dengan anamnesis dan pemeriksaanfisik dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis

aktivitasharian,

sepatu

yang

digunakan,

pembentukan

kalus,deformitas kaki, keluhan neuropati, nyeri tungkai saatberaktivitas,


durasi menderita DM, penyakit komorbid,kebiasaan (merokok, alkohol),
obat-obat

yang

sedangdikonsumsi,

ulkus/amputasisebelumnya.

Pemeriksaan

riwayat

menderita

fisik

diarahkan

untukmendapatkan deskripsi karakter ulkus, menentukan adatidaknya


infeksi, menentukan hal yang melatarbelakangiterjadinya ulkus (neuropati,
obstruksi vaskuler perifer,trauma atau deformitas), klasifikasi ulkus dan
melakukanpemeriksaan neuromuskular untuk menentukan ada/tidaknya
deformitas.18

28

Deskripsi

ulkus

DM

paling

tidak

harus

meliputi;

ukuran,kedalaman, bau, bentuk dan lokasi. Penilaian ini digunakanuntuk


menilai kemajuan terapi. Pada ulkus yangdilatarbelakngi neuropati ulkus
biasanya bersifat kering,fisura, kulit hangat, kalus, warna kulit normal dan
lokasibiasanya di plantar, lesi sering berupa punch out. Sedangkanlesi
akibat iskemia bersifat sianotik, gangren, kulit dingindan lokasi tersering
adalah di jari. Bentuk ulkus perludigambarkan seperti; tepi, dasar,
ada/tidak pus, eksudat,edema, kalus, kedalaman ulkus perlu dinilai
denganbantuan probe steril. Probe dapat membantu untukmenentukan
adanya sinus, mengetahui ulkus melibatkantendon, tulang atau sendi.2
Berdasarkan penelitian Reiber,lokasi ulkus tersering adalah dipermukaan
jari dorsal danplantar (52%), daerah plantar (metatarsal dan tumit: 37%)
dan daerah dorsum (11%).

Tabel 2. Penilaian ulkus diabetik


Variabel
Pemeriksaan

Keadaan kulit

Penjelasan

dermatologi

Keadaan ulkus, gangrene, infeksi : ukuran, kedalaman,


lokasi, tepi, eksudat

Etiologi ulkus

Ada tidaknya fisura dan kalus


Neuropatik
Iskemik
Neuroiskemik

29

Pemeriksaan

Deformitas structural

neuromuskular

Hammertoe, bunion
Deformitas charcot
Hallux valgus/rigiditas

Riwayat amputasi sebelumnya


Keterbatasan gerak sendi
Gangguan berjalan
Keadaan otot

Ada

tidaknya

- Atrofi
- Foot drop
- Kontraktur
infeksi Eritema, edema, bau, pus

Osteomielitis

Kultur dan sensitivitas pus


Curigai bila ulkus besar dan dalam
Ui probe to bone
Foto radiologi tulang
Kultur dan sensitivitas tulang

Derajat Infeksi

CT scan/MRI
Infeksi ringan : dijumpai lebih dari 2 tanda inflamasi (pus,
eritema, nyeri, nyeri tekan, hangat pada perabaan dan
indurasi), luas selulitis/eritema <2 cm sekitar ulkus, dan
infeksi terbatas di kulit/jaringan subkutan superficial,
tidak dijumpai komplikasi local/sistemik.
Infeksi sedang : criteria infeksi ringan + keadaan sistemik
dan metabolic stabil, ditambah dengan adanya >1 keadaan
(selulitis >2 cm sekitar ulkus, abses di jaringan dalam,
kebocoran sistem limfatika, gangrene, dengan melibatkan
jaringan otot, tulang, dan tendon)
Infeksi berat : pasien mengalami infeksi dengan gangguan
sistemik atau metabolic yang tidak stabil (demam,
takikardi,

Pemeriksaan vascular

hipotensi,

bingung,

muntah,

asidosis, hiperglikemia berat, azotemia)


Pemeriksaaan fisik :

30

lekositosis,

Palpasi(a.femoralis/popliteal./dorsalis/pedis/tib

alis posterior)
Kulit (sianotik, eritema, dingin)

Transcutaneus oxygen tension (TcPO2)


Pemeriksaan Ankle Brachial Index (ABI)
USG colour Doppler
Pemeriksaan neurologi

Angiografi
Persepsi vibrasi (garpu tala 128 cps)
Tes monofilament Semmes-Weinstein
Pemeriksaan reflex tendon patella/Achilles
Klasifikasi wagner (dijelaskan berikutnya)

Klasifikasi ulkus

V.

KLASIFIKASI KAKI DIABETIK


Ada

banyak

sistem

klasifikasi

yang

digunakan

untuk

mendeskripsikan derajat ulkus. Salah satunya adalah klasifikasi Wagner.


Klasifikasi Kaki Diabetik menurut Klasifikasi Wagner didasarkan pada
kedalaman luka dan luas jaringan nekrotik. Setelah dilakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisik, lesi pada kaki harus dinilai berdasarkan sistem
klasifikasi yang dapat membantu dalam keputusan terapi dan menentukan
prognosis penyembuhan atau risiko amputasi.
Tabel 3. Klasifikasi kaki diabetik berdasarkan Wagner5
Tingkat
0

Karakteristik Kaki
Tidak ada ulserasi tetapi beresiko tinggi untuk menjadi
kaki diabetik. Penderita dalam kelompok ini perlu
mendapat perhatian khusus, pengamatan berkala, dan
perawatan kaki yang baik serta penyuluhan penting

untuk mencegah ulserasi.


Ulkus superficial tanfa infeksi disebut juga ulkus
neuropatik. Oleh karena itu lebih sering ditemukan pada
daerah kaki yang banyak mengalami tekanan berat badan
yaitu di daerah ibu jari kaki dan plantar. Sering terlihat
31

adanya kallus.
Ulkus dalam, disertai selulitis tanpa abses atau kelainan
tulang. Adanya ulkus dalam sering disertai infeksi tetapi

tanpa adanya kelainan tulang.


Ulkus dalam disertai kelainan kulit dan abses luas yang

dalam
Gangrene terbatas, yaitu hanya pada ibu jari kaki, tumit.
Penyebab utama adalah iskemik. Oleh karena itu ulkus

iskemi yang terbatas pada daerah tertentu.


Gangrene seluruh kaki. Biasanya oleh karena sumbatan
arteri besar tetapi juga ada kelainan neuropati dan
infeksi.

VI.
DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan menggali gejala neuropati perifer dan
vaskulopati perifer.Gejala neuropati perifer yaitu, hipestesia, hyperestesia,
parestesia, dysesthesia, nyeri radikular, dan anhidrosis. Gejala vaskulopati
periferyaitu nyeri saat istirahat, riwayat nyeri saat berjalan dan berkurang
saat istirahat (klaudikasio intermiten), riwayat luka di kaki yang sulit
sembuh.19
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita dengan ulkus diabetes dibagi menjadi
3 bagian yaitu:20

Pemeriksaan ulkus dan keadaan umum ekstremitas


Penilaian kemungkinan isufisiensi vaskuler
Penilaian kemungkinan neuropati perifer

32

Pemeriksaan Ekstremitas
Ulkus diabetes mempunyai kecenderungan terjadi pada beberapa
daerah yang menjadi tumpuan beban terbesar, seperti tumit, area kaput
metatarsal di telapak, ujung jari yang menonjol (pada jari pertama dan
kedua). Ulkus dapat timbul pada malleolus karena pada daerah ini sering
mendapatkan trauma.
Kelainan-kelainan lain yang ditemukan pada pemeriksaa fisik:
oCallus hipertropik
o Kuku yang rapuh/pecah
oHammer toes
oFissure
Pemeriksaan Insufisiensi arteri perifer
Pemeriksaan fisik rnemperlihatkan hilangnya atau menurunnya
nadi perifer dibawah level tertentu. Penemuan lain yang berhubungan
dengan penyakit aterosklerosis meliputi adanya bunyi bising (bruit) pada
arteri iliaka dan femoralis, atrofi kulit, hilangnya rambut pada kaki,
sianosis jari kaki, ulserasi dan nekrosis iskemia, kedua kaki pucat pada
saat kaki diangkat setinggi jantung selama 1-2 menit.

Gambar 2 Pengukuran Ankle Brachial Index (ABI)


Pemeriksaan vaskuler noninvasif meliputi pengukuran oksigen
transkutan, anklebrachialindex (ABI), tekanan sistolik jari kaki. ABI
merupakan pemeriksaan noninvasif yang dengan mudah dilakukan dengan
menggunakan alat Doppler. Cuff tekanan dipasang pada lengan atas dan
33

dipompa sampai nadi pada brachialis tidak dapat dideteksi Doppler. Cuff
kemudian dilepaskan perlahan sampai Doppler dapat mendeteksi kembali
nadi brachialis. Tindakan yang sama dilakukan pada tungkai, dimana cuff
dipasang pada calf distal dan Doppler dipasang pada arteri dorsalis pedis
atau arteri tibialis posterior. ABI didapatkan dari tekanan sistolik ankle
dibagi tekanan sistolik brachialis.
Pemeriksaan Neuropati Perifer
Tanda neuropati perifer meliputi hilangnya sensasi rasa getar dan
posisi, hilangnya reflek tendon dalam, ulserasi tropik, foot drop, atrofi
otot, dan pemembentukan calus hipertropik khususnya pada daerah
penekanan misalnya pada tumit. Status neurologis dapat diperiksa dengan
menggunakan monofilament Semmes-Weinsten untuk mengetahui apakah
penderita masih memiliki "sensasi protektif'. Pemeriksaan menunjukkan
hasil

abnormal

jika

penderita

tidak

dapat

merasakan

sentuhan

monofilamen ketika ditekankan pada kaki dengan tekanan yang cukup


sampai monofilamen bengkok.

Gambar 3. Pemeriksaan Monofilamen


Alat pemeriksaan lain adalah garputala 128C, dimana dapat
digunakan untukrnengetahui sensasi getar penderita dengan memeriksanya
pada pergelangan kaki dansendi metatarsophalangeal pertama. Pada
neuropati metabolik terdapat gradien intensitasdan paling parah pada
daerah distal. Jadi pada pasien yang tidak dapat merasakan getaranpada
pergelangan ketika garputala dipindahkan dari ibu jari kaki ke

34

pergelanganmenunjukkan gardien intensitas karena neuropati metabolik.


Pada umumnya, seseorangtidak dapat merasakan getaran garputala pada
jari tangan lebih dari 10 detik setelah pasientidak dapat merasakan getaran
pada ibu jari kaki. Beberapa penderita dengan sensasinormal hanya
menunjukkan

perbedaan

antara

sensasi

pada

jari

kaki

dengan

tanganpemeriksa kurang dari 3 detik.


Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah : lekositosis mungkin menandakan adanya abses


atau infeksilainnya pada kaki. Penyembuhan luka dihambat oleh
adanya anemia. Adanyainsufisiensi arterial yang telah ada, keadaan

anemia menimbulkan nyeri saatistirahat.


Profil metabolik : pengukuran kadar glukosa darah, glikohemoglobin
dan kreatininserum membantu untuk menentukan kecukupan regulasi

glukosa dan fungsi ginjal


Pemeriksaan laboratorium vaskuler noninvasif : Pulse Volume
Recording (PVR),atau plethymosgrafi.

Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan

demineralisasi dansendi Charcot serta adanya ostomielitis.


Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance
Imanging (MRI):meskipun pemeriksa yang berpengalaman dapat
mendiagnosis abses denganpemeriksaan fisik, CT scan atau MRI
dapat digunakan untuk membantu diagnosisabses apabila pada

pemeriksaan fisik tidak jelas.


Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya
hasil false positifdan false negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan
99mTc-IabeIed ciprofloxacin sebagai penanda (marker) untuk

osteomielitis.
Arteriografi konvensional:
vaskuler

atauendovaskuler,

apabila

direncanakan

arteriografi

diperlukan

memperlihatkan luas dan makna penyakitatherosklerosis.

35

pembedahan
untuk

Alternatif selain angiografi konvensional


Magnetic Resonance Angiography (MRA): MRA merupakan
alternatif yangdapat digunakan pada penderita resiko tinggi atau
penderita yang alergibahan kontras. Kontras yang digunakan adalah
Gadolinum chelates,berpotensi menimbulkan 3 efek samping pada
penderita

dengan

insufisiensirenal:

acute

renal

pseudohipokalemia, dan fibrosis nefrogenic sistemik.


Multidetector Computed Tomographic Angiography

injury,
(MDCT)

menghindaripenusukan arteri. Dengan menggunakan injeksi kontras


intravenous, CT scanmultidetektor (16 atau 64 channel) dapat
meningkatkan resolusi gambarangiografi dan dengan kecepatan relatif

tinggi.
Carbondioxide Angiography merupakan salah satu alternatif pada
penderitadengan insufisiensi renal, tetapi tidak secara luas dapat
digunakan dan masihmembutuhkan bahan kontras iodium sebagai
tambahan gas karbondioksidauntuk mendapatkan gambar yang baik.

VII.

KOMPLIKASI
Infeksi merupakan komplikasi dan ancaman utama amputasi pada

penderitakaki diabetik. Infeksi superfisial di kulit apabila tidak segeradi


atas dapat berkembang menembus jaringan di bawah kulit,seperti otot,
tendon, sendi dan tulang, atau bahkan menjadiinfeksi sistemik. Tidak
semua ulkus mengalami infeksi. Adanyainfeksi perlu dicurigai apabila
dijumpai peradangan lokal, cairan purulen, sinus atau krepitasi.
Menegakkan adanya infeksi padapenderita DM tidaklah mudah. Respons
inflamasi pada penderitaDM menurun karena adanya penurunan fungsi
lekosit, gangguanneuropati dan vaskular. Demam, menggigil dan
lekositosis tidakdijumpai pada 2/3 pasien dengan infeksi yang mengancam
tungkai.18
Menentukan ada/tidak infeksi dan derajat infeksimerupakan hal
penting dalam manajemen ulkus DM. Elemen kunci dalam klasifikasi
klinis infeksi ulkus DM disingkatmenjami PEDIS (perfusion, extent/size,

36

depth/tissue loss, infection,and sensation). Infeksi dikatagorikan sebagai


derajat 1 (tanpainfeksi), derajat 2 (infeksi ringan: melibatkan jaringan kulit
dansubkutis), derajat 3 (infeksi sedang: terjadi selulitis luas atauinfeksi
lebih dalam) dan derajat 4 (infeksi berat: dijumpaiadanya sepsis). Secara
praktis derajat infeksi dapat dibagimenjadi dua, yaitu infeksi yang tidak
mengancam kaki/nonlimb-threatening infections (derajat 1 dan 2), dan
infeksi yangmengancam kaki/limb-threatening infections (derajat 3 dan 4).
Pada ulkus kaki terinfeksi dan kaki diabetik terinfeksi (tanpaulkus)
harus dilakukan kultur dan sensitifitas kuman. Metodeyang dipilih dalam
melakukan kultur adalah aspirasi pus/cairan.Namun standar kultur adalah
dari debridemen jaringan nekrotik.Kuman pada infeksi kaki diabetik
bersifat polimikrobial.Staphylococcus dan Streptococcus merupakan
patogen dominan.
Hampir

2/3

pasien

dengan

ulkus

kaki

diabetik

memberikankomplikasi osteomielitis. Osteomielitis yang tidak terdeteksi


akanmempersulit penyembuhan ulkus. Oleh sebab itu setiap terjadiulkus
perlu dipikirkan kemungkinan adanya osteomielitis.
Diagnosis osteomielitis tidak mudah ditegakkan. Secara klinisbila
ulkus sudah berlangsung >2 minggu, ulkus luas dan dalamserta lokasi
ulkus pada tulang yang menonjol harus dicurigaiadanya osteomielitis.
Spesifisitas dan sensitivitas pemeriksaanrontgen tulang hanya 66% dan
60%, terlebih bila pemeriksaandilakukan sebelum 1021 hari gambaran
kelainan tulang belumjelas. Seandainya terjadi gangguan tulang hal ini
masih

seringsulit

artropatineuropati.

dibedakan

antara

Pemeriksaan

gambaran

radiologi

perlu

osteomielitis
dilakukan

atau
karena

disamping dapat mendeteksi adanya osteomielitis juga dapatmemberikan


informasi adanya osteolisis, fraktur dan dislokasi,gas gangren, deformitas
kaki.
Untuk lebihmemastikan osteomielitis pemeriksaan MRI sangat
membantukarena memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih dari

37

90%.Namun

diagnosis

pasti

osteomielitis

tetap

didasarkan

padapemeriksaan kultur tulang


VIII. PENATALAKSANAAN
Manajemen ulkus diabetik dilakukan secara komprehensif melalui
upaya penangangan Diabetes Melitus dan penanganan kaki.

A. Penanganan Diabetes Mellitus


Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Konsentrasi
glukosa darah diusahakan agara selalu senormal mungkin, untuk
memperbaiki

berbagai

factor

terkait

hiperglikemia

yang

dapat

menghambat penyembuhan luka, dalam hal ini diperlukan pengendalian


kondisi Diabetes Melitus pada pasien kaki diabetik.5
Terdapat empat pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus, antara lain :21
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
Pengelolaan

DM

dimulai

dengan

pengaturan

makan

dan

latihanjasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar


glukosadarah

belum

mencapai

sasaran,

dilakukan

intervensi

farmakologisdengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan


insulin. Padakeadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal
ataulangsung

kombinasi,

sesuai

indikasi.

Dalam

keadaan

dekompensasimetabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat


badanyang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat
segeradiberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan
gejalahipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada

38

pasien,sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan


secaramandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup
danperilaku

telah

terbentuk

dengan

mapan.

Pemberdayaan

penyandangdiabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan


masyarakat.
Terapi Gizi Medis
Terapi

Gizi

Medis

(TGM)

merupakan

bagian

dari

penatalaksanaandiabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah


keterlibatansecara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi,
petugaskesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).Setiap penyandang
diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuaidengan kebutuhannya guna
mencapai sasaran terapi.Prinsip pengaturan makan pada penyandang
diabetes hampir samadengan anjuran makan untuk masyarakat umum
yaitu makananyang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat
gizi

masing-masing

individu.

Pada

penyandang

diabetes

perlu

ditekankanpentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis


danjumlah

makanan,

terutama

pada

mereka

yang

menggunakan

obatpenurun glukosa darah atau insulin. Nutrisi yang baik jelas membantu
kesembuhan luka.
Komposisi makanan yang dianjurkan pada penderita Diabetes Melitus
terdiri dari:
Karbohidrat

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupanenergi.


Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat

tinggi.
Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandangdiabetes dapat

makan sama dengan makanan keluarga yanglain


Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

39

Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula,asal tidak

melebihi batas aman konsumsi harian (AcceptedDaily Intake)


Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan
karbohidratdalam

sehari.

Kalau

diperlukan

dapat

asupan
diberikan

makananselingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari


kebutuhankalori sehari.
Lemak

Asupan

Tidakdiperkenankan melebihi 30% total asupan energi.


Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidakjenuh

tunggal.
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyakmengandung

lemak

dianjurkan

sekitar

20-25%

kebutuhan

kalori.

lemak jenuh dan lemak trans antara lain : dagingberlemak dan susu

penuh (whole milk).


Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari.

Protein

Dibutuhkan sebesar 10 20% total asupan energi.


Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi,dll),
daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendahlemak,

kacang-kacangan, tahu, tempe.


Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupanprotein menjadi
0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhanenergi dan 65%
hendaknya bernilai biologik tinggi.

Natrium

Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes samadengan


anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebihdari 3000 mg atau

sama dengan 6-7 g (1 sendok teh) garamdapur.


Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400mg garam

dapur.
Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda,dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natriumnitrit.

Serat
40

Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetesdianjurkan


mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan,buah dan sayuran
serta sumber karbohidrat yang tinggi serat,karena mengandung

vitamin, mineral, serat dan bahan lainyang baik untuk kesehatan.


Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/1000 kkal/hari.

Pemanis alternatif

Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanistak

bergizi. Termasuk pemanis bergizi adalah gula alcohol dan fruktosa.


Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol,sorbitol

dan xylitol.
Dalam

penggunaannya,

pemanis

bergizi

perlu

diperhitungkankandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan

kalorisehari.
Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandangdiabetes karena

efek samping pada lemak darah.


Pemanis
tak
bergizi
termasuk:

acesulfamepotassium, sukralose, neotame.


Pemanis aman digunakan sepanjang

aspartam,
tidak

melebihi

sakarin,
batas

aman(Accepted Daily Intake / ADI)


Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkanpenyandang

diabetes.

Di

antaranya

adalah

dengan

memperhitungkankebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori / kg


BB ideal,ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu
jeniskelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.Perhitungan berat badan
Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yangdimodifikasi adalah sbb:
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanitadi bawah 150
cm, rumus dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal 10 %
Kurus :< BBI - 10 %

41

Gemuk :> BBI + 10 %


Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh.
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/TB(m2)
Klasifikasi IMT*
BB Kurang <18,5BB Normal 18,5-22,BB Lebih >23,0
Dengan risiko 23,0-24,9Obes I 25,0-29,9Obes II >30

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :

Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan
kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/kg
BB.

Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5%
untuk dekade antara 40 dan59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60s/d
69 tahun dan dikurangi 20%, di atas 70 tahun.

Aktivitas Fisik atau Pekerjaan


kebutuhan

kalori

dapat

ditambah

sesuai

dengan

intensitas

aktivitasfisik. Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal


diberikan padakedaaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas
ringan, 30%dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat
berat.

Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% ber-gantung kepadatingkat
kegemukan. Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan
kebutuhanuntuk meningkatkan BB.Untuk tujuan penurunan berat
badan jumlah kalori yang diberikanpaling sedikit 1000 - 1200 kkal
perhari untuk wanita dan 1200 -1600 kkal perhari untuk pria.

42

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas


dibagidalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore
(25%)serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk
meningkatkankepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan
sesuai dengankebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap
penyakit lain, polapengaturan makan disesuaikan dengan penyakit
penyertanya.
Di klinis, untuk mudahnya diet DM diberikan dalam batasan sebagai
berikut.
1.
2.
3.

Pasien kurus : 2300-2500 kkal/hari


Pasien normal : 1700-2100 kkal/hari
Pasien gemuk : 1300 1500 kkal/hari

Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur(3-4
kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satupilar
dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalankaki ke
pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan.
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran jugadapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,sehingga
akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmaniyang dianjurkan
berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti:jalan kaki, bersepeda
santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmanisebaiknya disesuaikan
dengan umur dan status kesegaran jasmani.Untuk mereka yang relatif
sehat, intensitas latihan jasmani bisaditingkatkan, sementara yang sudah
mendapat komplikasi DM dapatdikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup
yang kurang gerak atau bermalas-malasan.
Intervensi Farmakologis
Intervensi

farmakologis

ditambahkan

jika

sasaran

glukosa

darahbelum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.


1.

Obat hipoglikemik oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:


A. pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):sulfonilurea dan glinid
43

B. penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin,Tiazolidindion


C. penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidasealfa.
A. Pemicu Sekresi Insulin
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkansekresi
insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakanpilihan utama untuk pasien
dengan berat badan normaldan kurang, namun masih boleh diberikan
kepada pasiendengan berat badan lebih.
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan padaberbagai
keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjaldan hati, kurang nutrisi
serta penyakit kardiovaskular, tidakdianjurkan penggunaan sulfonilurea
kerja panjang.
2. Glinid
Glinid

merupakan

obat

yang

cara

kerjanya

sama

dengansulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresiinsulin


fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obatyaitu: Repaglinid
(derivat asam benzoat) dan Nateglinid(derivat fenilalanin). Obat ini
diabsorpsi dengan cepatsetelah pemberian secara oral dan diekskresi
secara cepatmelalui hati.
B. Penambah sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada
PeroxisomeProliferator Activated Receptor Gamma(PPAR-), suatu
reseptor inti di sel otot dan sel lemak.Golongan ini mempunyai efek
menurunkan resistensiinsulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkutglukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
Tiazolidindion

dikontraindikasikan

pada

pasien

dengan

gagaljantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensicairan dan


juga

pada

gangguan

faal

hati.

Pada

pasien

yangmenggunakan

tiazolidindion perlu dilakukan pemantauanfaal hati secara berkala.

44

C. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksiglukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaikiambilan glukosa perifer.
Terutama

dipakai

pada

penyandangdiabetes

gemuk.

Metformin

dikontraindikasikan pada pasiendengan gangguan fungsi ginjal (serum


kreatinin

>

1,5

mg/dL)dan

kecenderunganhipoksemia

hati,

(misalnya

serta

pasien-pasien

penyakit

serebro-

dengan
vaskular,

sepsis,renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efeksamping


mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapatdiberikan pada saat atau
sesudah makan.
D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosadi usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkankadar glukosa darah sesudah
makan. Acarbose tidakmenimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek
samping yangpaling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
2. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:

Penurunan berat badan yang cepat


Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA,stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang tidak

terkendali dengan perencanaan makan


Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empatjenis, yakni:

insulin kerja cepat (rapid acting insulin)


insulin kerja pendek (short acting insulin)
insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)
insulin kerja panjang (long acting insulin)
45

B. Penanganan kaki
Penanganan kaki meliputi penanganan dan pencegahan infeksi dan
pengurangan beban tekanan (offloading).

Penanganan dan Pencegahan Infeksi


Infeksi pada ulkus diabetik sulit untuk disembuhkan mengingat
pada kondisi Diabetes Melitus, terjadi gangguan sirkulasi mikrovaskular
sehingga kadar antibiotic pada area infeksi menjadi rendah. Selain itu,
kondisi tersebut turut menghalagi akses sel fagosit ke area infeksi. Apabila
dicurigai

munculnya

infeksi,

maka

pilihan

antibiotik

sebaiknya

berdasarkan tingkat keparahan infeksi dan kecenderungan keterlibatan


kuman resisten.22
Pasien yang dikategorikan infeksi ringan dapat dirawat jalan
dengan pemberian antibiotic oral untuk

flora normal kulit seperti

Streptococcus dan Staphylococcus aureus. Antibiotic seperti cephalexin,


dicloxacillin, amoxicillin-clavunate, atau klindamisin merupakan pilihan
efektif. Apabila dicurigai terjadi infeksi yang resisten terhadap metisilin
(MRSA). Maka klindamisisn, kotrimoxazole, minosiklin, atau linezoid
dapat digunakan. Apabila dicurigai keterlibatan bakteri gram negative
dan/atau

anaerob,

terapi

kombinasi

dapat

diberikan,

misalnya

kotrimoxazole + amoxicillin-clavulanate atau klindamisin + florokuinolon.


Untuk infeksi sedang hingga berat, pasien harus dirawat inap dan
mendapat antibiotic parenteral. Terapi empiric dapat diberikan untuk flora
normal, MRSA, gram negative aerob, dan anerob. Untuk MRSA, dapat
diberikan vancomycin, linezolid, atau daptomycin. Untuk gram negative
aerob dan anaerob, dapat diberikan ampicillin-sulbactam, piperacillintazobactam, meropenem, atau ertapenem. Alternatif antibiotik antara lain
ceftriaxone, cefepime, levofloxacin, moxifloxacin, atau aztreonam

46

+metronidazol. Lamanya terapi berbeda tiap individu. Lama terapi


antibiotic perawatan jalan kurang lebih 7-14 hari dan perawatan inap tanpa
osteomielitis kurang lebih 2-4 minggu.18,22
Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih
lama dan sering kambuh. Maka pengobatan osteomielitis di samping
pemberian antibiotika juga harus dilakukan reseksi bedah (debridement).
Antibiotika diberikan secara empiris, melalui parenteral selama 6 minggu
dan kemudain dievaluasi kembali melalui foto radiologi. Apabila jaringan
nekrotik tulang telah direseksi sampai bersih pemberian antibiotika dapat
dipersingkat, biasanya memerlukan waktu 2 minggu.
Pengurangan beban tekanan (off loading)
Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan bebanyang
besar. Pada penderita DM yang mengalami neuropatipermukaan plantar
kaki mudah mengalami luka atau lukamenjadi sulit sembuh akibat tekanan
beban tubuh maupuniritasi kronis sepatu yang digunakan.
Salah satu hal yang sangat penting namun sampai kini
tidakmendapatkan

perhatian

adalahmengurangi

atau

loading).Upaya

off

dalam

menghilangkan
loading

perawatan
beban

berdasarkan

kaki
pada

penelitian

diabetik
kaki

(off

terbukti

dapatmempercepat kesembuhan ulkus. Metode off loading yang sering


digunakan adalah: mengurangi kecepatan saat berjalankaki, istirahat (bed
rest), kursi roda, alas kaki, removable castwalker, total contact cast,
walker, sepatu boot ambulatory.
Total contact cast merupakan metode off loading yang palingefektif
dibandingkan metode yang lain. Berdasarkan penelitianAmstrong TCC
dapat mengurangi tekanan pada luka secarasignifikan dan memberikian
kesembuhan antara 73%-100%.TCC dirancang mengikuti bentuk kaki dan
tungkai, dandirancang agar tekanan plantar kaki terdistribusi secaramerata.

47

Telapak kaki bagian tengah diganjal dengan karetsehingga memberikan


permukaan rata dengan telapak kakisisi depan dan belakang (tumit).18,20
IX.

PENCEGAHAN
Edukasi perawatan kaki harus diberikan kepada semua orang

dengan ulkus maupun neuropati perifer atau peripheral arterial disease.18


1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasar dan di air
2. Periksa kaki setiap hari, dan laporkan pada dokter apabila ada kulit
terkelupas atau daerah kemerahan atau luka
3. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya
4. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, dan mengoleskan krim
X.

pelembab ke kulit yang kering.


PROGNOSIS
Pada penderita diabetes, 1 diantara 20 penderita akan menderita

ulkus pada kaki dan 1 diantara 100 penderita akan membutuhkan amputasi
setiap tahun. Oleh karena itu, diabetes merupakan faktor penyebab utama
amputasi non trauma ekstremitas bawah di Amerika Serikat. Amputasi
kontralateral akan dilakukan pada 50 % penderita ini selama rentang 5
tahun ke depan.
Neuropati perifer yang terjadi pada 60% penderita diabetes
merupakan resiko terbesar terjadinya ulkus pada kaki, diikuti dengan
penyakit mikrovaskuler dan regulasi glukosa darah yang buruk. Pada
penderita diabetes dengan neuropati, meskipun hasil penyembuhan ulkus
tersebut baik, angka kekambuhanrrya 66% dan angka amputasi meningkat
menjadi 12%.11

DAFTAR PUSTAKA

48

1. Purnamasari Endah PB. Diabetes Mellitus dengan Penyulit Kronik. Majalah


Kesehatan PharmaMedika. 2011;3(2):276-81.
2. Sharad P. Diabetic Foot : A Clinical Atlas. New Delhi, India: Jaypee Brothers
Medical Publishers; 2003.
3. Thomas Christian TL. BIochemical Markers and Hematologic Indices in the
Diagnosis of Functional Iron Deficiency. Chemical Chemistry.2002;48(7):106676.
4. Wrigh J A OMJ, Richards T. Presence and Characterisation of Anaemia in
Diabetic Foot Ulceration. Hindawi Publishing Corporation. 2014;2014(8):1-8.
5. Supandiman Iman FH, Sukrisman Lugyanti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Sudoyo Aru W SB, Alwi Idrus, Marcellus Simadibrata K, editor. Jakarta:
Interna Publishing; 2010.
6. Haque HF AM, Uddin KN, Ahmed JU. Pattern of Electrolyte Imbalance in
Hospitalized Diabetic Patients : Experience in a Tertiary Care Hospital.Birdem
Medical Journal. 2012;2(1):14-8.
7. WHO. Definition, Diagnosis, and Classification of Diabetes Mellitus and its
Complications. Geneva: WHO, 1999.
8. L. Harga Sebuah Diabetes2012 15 march 2015.
9. Wahyu ND. Analisis Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe II2013 15
march 2015.
10. Singh Nalini AD, Lipsky Benjamin. Preventing Foot Ulcers in Patients With
Diabetes. Journal of American Medical Association. 2005;293(2):217-8.
11. Harrison's Principles of Internal Medicine. USA: McGRaw Hill Company.
12.Grace Pierce A BNR. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta: PT Gelora Aksara
Pratama; 2007.
13. WHO. Diabetes2015 march 15, 2015.
14. RI BPdPKKK. Riset Kesehatan Dasar2013.
15. Indonesia PRSS. RI Rangking Keempat Jumlah Penderita Diabetes Terbanyak
Dunia2011 15 March 2015.
16.

Zhaolan

Liu

CF,

Weibing

Wang,

Biao

Xu.

Prevalence

of

ChronicComplications of Type 2 Diabetes Mellitus in Outpatients - A Cross-

49

Sectional Hospital Based Survey in Urban China Health and Quality of Life
Outcomes.2010;8(62):1-9.
17. Clayton Warren ETA. A Review of The Pathophysiology, Classification, and
Treatment of Foot Ulcers in Diabetic Patients. Clinical Diabetes.2009;27(2):52-8.
18. Suharjo CJ. Manajemen Ulkus Kaki Diabetik. Jurnal Kedokteran dan Farmasi
Dexa Medica 2007;20(3):103-8.
19. Lopez RV. Diabetic Ulcers2010 15 March 2015.
20.

Hariani

Lynda

PD.

Perawatan

UIkus

Diabetes.

Surabaya:

UniversitasAirlangga; 2009.
21. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
di Indonesia Jakarta: PERKENI; 2006.
22. Lipsky Benjamin A BA, Pilo James. Clinical Practice Guideline for the
Diagnosis and Treatment of Diabetic Foot Infections. Clinical Infectious
Disease. 2012;54(12):132-73.

50

Anda mungkin juga menyukai