Makalah Ane
Makalah Ane
Liang telinga yang panjangnya sekitar 2-3 cm mempunyai lapisan epitel dengan bulu
halus disertai kelenjar keringat dan lemak (sebum) yang menghasilkan cerumen (wax).
Bagian laur liang telinga dibentuk oleh tulang rawan sehingga bersifat mobile, sedangkan
bagian dalam dibentuk oleh tulang tengkorak.2
Membrana tympani mempunyai posisi miring menghadap ke bawah. Bentuknya tidak
rata, tetapi menyerupai kerucut dengan diameter sekitar 10 mm. bagian tengahnya dinamakan
umbo merupakan kedudukan tulang pendengaran (os maleus). Membrana ini terdiri dari
bagian keras (pars tensa) yang merupakan bagian terbesar dan bagian lunak (pars flaccida) di
bagian atas. Pada keadaan normal, penyinaran pada membrana ini akan memberikan pantulan
berupa gambaran segitiga di bagian depan bawah dengan puncak pada tonjolan umbo.2
Ruang telinga tengah atau auris media terdapat di sebelah dalam membrana tympani
dengan ukuran sekitar 3-6 mm. dindingnya dibatasi oleh gendang telinga (membrana
tympani) beserta tulang di sebelah atas dan bawahnya.
Ke arah depan rongga ini mempunyai saluran yang berhubungan dengan
kerongkongan (nasopharynx), yaitu melalui tuba auditivia atau tuba eustachii. Saluran ini
perlu untuk menyesuaikan tekanan di dalam ruangan itu dengan tekanan udara luar.
Penyesuaian tekanan itu dilakukan melalui gerakan menelan ludah jika seseorang merasa
telinganya tidak nyaman. Pada orang pilek, terutama pada anak-anak, saluran ini sering
tersumbat sehingga para pederita sering didapat keluhan telinga penuh. Telinga yang penuh
itu jika dibiarkan akan dapat menyebabkan infeksi dan penyakit otitis media. Akibat telinga
yang terinfeksi yang menghasilkan nanah, gendang telinga akan pecah jika nanah sudah
terlalu banyak terkumpul.2
Ke belakang rongga ini berhubungan dengan rongga dalam tulang yang dinamakan
cellulae mastoidea, yaitu rongga yang berisi udara. Nanah yang banyak pada penderita otitis
media dapat juga mengalir ke sini sehingga didapati infeksi pada tulang yang dinamakan
mastoiditis.2
Dinding dalam auris media berbatasan dengan tulang pembatas telinga dalam. Pada
tulang ini terlihat penonjolan akibat keberadaan bangunan untuk penerima rangsang
keseimbangan bernama canalis semicircularis. Selain itu, terdapat tempat lekat tulang
pendengaran yaitu tulang sangurdi (os stapes). Di bawahnya terdapat lubang bulat (foramen
rotundum) yang tertutup membrana mucosa yang penting untuk memelihara keseimbangan
tekanan diruang telinga dalam. Selain itu, terdapat juga penonjolan akibat rumah siput
(cochlea) penerima rangsang pendengaran di telinga dalam. Getaran suara yang diterima
membrana tympani diteruskan melalui tulang pendengaran di telinga tengah, yaitu os maleus
(tukul), incus (landasan), dan stapes (sanggurdi). Selanjutnya, tulang ini meneruskan getaran
suara pada cairan endolymph dan setelah melalui reseptor pendengaran getaran dinetralkan
kembali melalui getaran membran pada foramen rotundum.2
Rongga telinga dalam dibatasi sekelilingnya oleh tulang tengkorak. Di dalamnya
terdapat sistem keseimbangan (vestibular) yang terdiri dari 3 saluran setengah lingkaran
(canalis semicircularis) bersama bagian bernama sacculus dan utriculus. Selain itu, terdapat
pula organ pendengaran yang terdiri dari cochlea. Cochlea ini menyerupai rumah siput
dengan permukaan dalam yang berbentuk spiral.2
Tuba auditiva (tuba eustachii) terdiri dari bagian tulang dan bagian tulang rawan (dua
pertiga depan), dengan penyempitan pada tempat peralihannya. Pada bayi dan anak kecil,
saluran ini pendek (10 mm) dan lurus, pada orang dewasa panjangnya sekitar 30-40 mmdan
melengkung. Pada posisi berbaring, tuba ini pada bayi dan anak kecil berkedudukan tegak
lurus sehingga memudahkan masuknya lendir (dan infeksi) dari sekitar hidung ke tuba ini.
Keadaan ini memudahkan terjadinya infeksi rongga telinga tengah pada bayi dan anak kecil
(otitis media acuta). (lihat gambar 2)
Nervus Vestibulocochlealis
Nervus vestibulocochlearis keluar dari peralihan pons menjadi medulla oblongata dan
memasuki meatus acusticus internus bersama nervus facialis. Di sini nervus facialis VII
terpecah menjadi nervus vestibularis dan nervus cochlearis (lihat gambar 3). Serabut
vestibular yang berhubungan dengan keseimbangan, adalah akson yang berasal dari neuron
dalam ganglion vestbulare; ujung-ujung perifer memasuki macula utriculi, macula sacculi,
dan ampulla ductus semicircularis. Serabut koklear yang berhubungan dengan indera
pendengar , adalah akson yang berasal dari neuron dalam ganglion spirale; ujung perifer
memasuki organ spirale corti.4
Meskipun nervus vestibularis dan nervus cochlearis pada hakekatnya bersifat mandiri,
kerusakan perifer seringkali menyebabkan gangguan klinis serempak karena hubungan yang
amat erat antara kedua saraf tersebut. Karena itu, kerusakan nervus craniales VIII dapat
menyebabkan tinitus (bunyi dering atau dengung dalam telinga), vertigo (kehilangan
keseimbangan), dan gangguan atau kehilangan pendengaran. Kerusakan sentral pada nervus
craniales VIII dapat terjadi entah pada bagian koklear atau bagian vestibular.4
Ada dua macam ketulian yaitu ketulian konduktif dan ketulian sensorineural. Ketulian
konduktif berhubungan dengan auris externa atau auris media (misalnya, disebabkan oleh
otitis media (peradangan auris media). Ketulian sensorineural yang disebabkan oleh penyakit
pada cochlea atau pada lintasan dari cochlea ke cerebrum. Neuroma akustik, tumor sel
schwann yang bersifat jinak dan tumbuh lambat, berawal sekeliling nervus vestibularis di
dalam meatus acusticus internus; gejala dini gangguan ini adalah kehilangan pendengaran.4
Proses Pendengaran
Gelombang Bunyi
Tipe Gelombang bunyi adalah gelombang longitudinal. Pada gelombang longitudinal,
getaran partikel media adalah sama arahnya dengan arah gerak gelombang. Gelombang
bergerak membentuk serangkaian kompresi dan ekspansi.
Gelombang bunyi pada gendang akan mengakibatkan peregangan (ekspansi)
pemampatan (kompresi) udara, yang akan menghasilkan gelombang longitudinal yang ke luar
dari udara. Gelombang bunyi (compressional waves) yang menyebabkan sebuah sumber
bervibrasi dan mampu menghasilkan sebuah sensasi dalam sistem audio disebut gelombang
bunyi.5
Ciri-ciri gel bunyi merupakan gelombang longitudinal, gelombang elastik, dan
getaran yang dapat didengar.
Jenis-Jenis Bunyi : - Bunyi infrasonik (sub sonik) < 20 Hz
- Bunyi sonik 20 Hz 1600 Hz
- Bunyi ultrasonik 16.000 Hz 20.000 Hz
Frekuensi getaran bunyi yang dapat merangsang telinga manusia berkisar antara 20
1600 Hz. Telinga manusia paling peka terhadap bunyi dengan frekuensi sekitar 1000 Hz. Hal
ini sangat menguntungkan, karena frekuensi ucapan-ucapan manusia berkisar sekitar
frekuensi tersebut, yaitu antara 300 3500 Hz ( daerah frekuensi bicara). Umur meningkat
maka kepekaan telinga terhadap bunyi menurun dan menurunnya daya dengar telinga pada
usia lanjut.5
Suara adalah sensasi yang timbul apabila getaran longitudinal molekul di lingkungan
eksternal, yaitu fase pemadatan dan pelonggaran molekul yang terjadi berselang-seling,
mengenai membran timpani. Plot gerakan-gerakan ini sebagai perubahan tekanan di
membran timpani per satuan waktu adalah serangkaian gelombang, dan gerakan semacam itu
dalam lingkungan secara umum disebut gelombang suara. Gelombang berjalan melalui udara
dengan kecepatan sekitar 344 m/det pada 200 C setinggi permukaan laut. Kecepatan suara
meningkat seiring suhu dan ketinggian.5
Gelombang suara dikumpulkan oleh telinga luar dan disalurkan sepanjang saluran
telinga ke gendang telinga. Dampak memukul suara gendang telinga menciptakan getaran
yang menyebabkan tiga tulang di telinga tengah - maleus, inkus, dan stapes (martil, landasan
dan sanggurdi) - untuk bergerak. Terkecil, stapes, cocok ke jendela oval antara telinga tengah
dan dalam. Ketika jendela oval bergetar, cairan di telinga dalam mengirimkan getaran ke
organ pendengaran, disebut koklea.5
Pusat ini menerjemahkan impuls ke otak suara bisa mengenali. Setelah getaran
memukul gendang telinga, reaksi berantai adalah berangkat. gendang telinga yang lebih kecil
dan lebih tipis daripada kuku di jari kelingkingnya, mengirimkan getaran ke tiga tulang
terkecil dalam tubuh.5 Pertama palu, kemudian landasan, dan akhirnya, sanggurdi. sanggurdi
yang melewati mereka getaran sepanjang bak melingkar di telinga bagian dalam yang disebut
koklea. Di dalam koklea terdapat ribuan ujung saraf rambut seperti, silia. Ketika Cochlea
bergetar, gerakan silia. Otak akan dikirim pesan-pesan ini (diterjemahkan dari getaran oleh
silia) melalui saraf pendengaran. Otak kemudian menerjemahkan semua itu dan memberitahu
anda apa yang anda dengar.5
Cara kerja telinga adalah sebagai berikut.
Getara suara > daun telinga > saluran telinga > gendang telinga > tiga tulang pendengaran >
rumah siput > sel-sel rambut dalam organ korti > sel saraf audiotori > otak.5
Pemeriksaan pendengaran
Pemeriksaan pendengaran dapat dilakukan dengan audiometer dan garpu penala.
Test Rinne
Test pendengaran yang dilakukan dengan menyamarkan telinga yang
berlawanan. Garpu tala digetarkan pada frekuensi 256,512,1024 Hz, kemudian
tangkai garpu tala yang bergetar itu ditempatkan secara berganti-gantian pada
processus mastoideus dan inci dari meatus acusticus externus sampai bunyi
getarannya tidak terdengar lagi pada salah satu posisi tersebut. Bila konduksi udara
lebih besar daripada konduksi tulang ( uji Rinne positif), hal tersebut menunjukkan
pendengaran normal atau tuli sensorineural. Bila konduksi tulang lebih besar daripada
konduksi udara (uji Rinne negatif), hal tersebut menunjukkan tuli konduktif.6
Test Schwabach
Test pendengaran yang dilakukan dengan menutup telinga yang berlawanan
dengan garpu tala 256, 512, 1024, dan 2048 Hz. Tangkai garpu tala yang bergetar
ditempatkan secar bergantian pada processus mastoideus pasien dan pemeriksa (yang
pendengarannya normal) sampai tidak lagi terdengar lebih lama oleh salah seorang
darinya. Hasilnya dinyatakan sebagai Schwabach memanjang, bila terdengar lebih
lama oleh pasien (menunjukkan gangguan pendengaran konduktif), sebagai
schwabach memendek atau berkurang, bila terdengar lebih lama oleh pemeriksa
(menunjukkan gangguan pendengaran sensorineural) dan sebagai schwabach normal,
bila terdengar untuk waktu yangg sama oleh kedua pihak.6
Test Weber
Tangkai garpu tala yang bervibrasi ditempatkan pada verteks atau garis tengah
dahi. Bila suara terdengar paling jelas pada telinga yang ditutup, gangguan mungkin
bersifat konduktif. Bila terdengar paling jelas pada telinga yang tidak ditutup,
gangguan mungkin bersifat sensorineural.6
walaupun tidak berhubungan dengan presbikusis misalnya degenerasi otot-otot pada telinga
tengah dan arthritis tulang-tulang di telinga tengah.6
Gejala atau perubahan yang dijumpai pada presbikusis secara umum dibedakan menjadi :
biasanya terjadi bersamaan pada kedua telinga. Telinga menjadi sakit bila lawan bicaranya
memperkeras suara. Selain itu penderita presbikusis juga mengalami kesulitan dalam
memahami percakapan terutama di lingkungan bising, hal ini disebabkan oleh berkurangnya
kemampuan membedakan (diskriminasi) suku kata yang hampir mirip.6
Penurunan fungsi dari organ tubuh yang terjadi pada proses menua disebut juga
sebagai proses degeneratif. Organ pendengaran juga tidak luput dari perubahan yang terjadi
pada proses degeneratif. Seringkali timbulnya gangguan pendengaran pada usia lanjut
dianggap sebagai suatu hal yang wajar saja dan membuat penderitanya tidak berobat atau
mencari tahu penyebab gangguan tersebut. Jenis ketullian yang dialami pada kelompok usia
lanjut umumnya dikarenakan adanya kerusakan pada saraf sehingga disebut juga sebagai tuli
saraf, namun juga dapat berupa tuli yang terjadi karena adanya gangguan hantaran udara (tuli
konduksi) atau campuran dari kedua jenis tuli tersebut.6
Selain mengenai saraf, proses degenerasi juga terjadi pada bagian telinga yang lain
antara lain berupa berkurangnya elastisitas dan bertambah besarnya ukuran daun telinga,
atrofi dan bertambah kakunya liang telinga, penumpukan serumen (kotoran tellinga),
penebalan dan kekakuan gendang telinga dan kekakuan sendi tulang-tulang pendengaran.
Selain itu kelenjar pada telinga yang menghasilkan serumen (sejenis (cairan minyak) juga
mengalami degenerasi sehingga serumen tersebut menjadi kering dan menggumpal (serumen
prop) yang menyumbat liang telingga yang tampak sebagai kotoran telingga yang sulit
dihilangkan . Gangguan-gangguan pada telingga tersebut akan menyebabkan penderitanya
mengalami gangguan pendengaran akibat adanya perubahan hantaran udara atau yang disebut
sebagai
tuli
konduktif.6
Tuli saraf pada usia lanjut atau yang dalam dunia medis dikenal sebagai presbikusis
merupakan gangguan pendengaran yang paling sering dialami pada usia lanjut dan biasanya
terjadi pada usia lebih dari 60 tahun dan perjalan penyakitnya lebih cepat pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Selain karena prosses degeneratif pada organ pendengaran
timbulnya gangguan ini didasari oleh berbagai faktor (multifaktor) antara lain faktor-faktor
herediter (keturunan), kekakuan pembuluh darah, metabolisme, infeksi, bising, pola makan,
gaya hidup. Proses degeneratif yang terjadi pada organ pendengaran mengakibatkan
berubahnya struktur dari rumah siput (koklea) dan saraf pendengaran (N. Auditorius).
Perubahan struktur tersebut antara lain berupa mengecilnya (atrofi) dan degenerasi pada selsel rambut penunjang pada organ corti yang disertai dengan perubahan pendarahan pada
struktur tersebut. Selain itu juga terjadi pengurangan jumlah dan ukuran dari saraf. Kelainan
pada struktur tersebut menyebabkan penderitanya berkurang pendengarannya terutama pada
nada frekuensi tinggi (frekuensi 1000 Hz atau lebih).6
Gangguan pendengaran tersebut terjadi secara perlahan-lahan dan semakin memburuk
(progresif), dan terjadi pada kedua telinga. Awal terjadinya gangguan pendengaran tersebut
tidak diketahui secara pasti. Namun jika kita menelusuri lebih lanjut maka penderitanya akan
mengeluhkan adanya kesulitan dalam memahamii pembicaraan walaupun tetap dapat
mendengar pembicaraan yang didengarnya terutama bila diucapkan dengan cepat di tempat
dengan latar belakang yang yang riuh sehingga sering disebut sebagai coctail party deafness.
Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga yang disebabkan adanya
faktor kelelahan saraf.6
Fungsi Alat Pendengaran
Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di
sekitar kita. Telinga merupakan indra pendengaran yang menerima rangsang berupa suara
(fonoreseptor). Selain berungsi sebagai indra pendengaran, telinga juga sebagai alat
keseimbangan. Telinga tersusun atas telinga bagian luar, telinga bagian dalam, telinga bagian
tengah.7
Indra pendengar adalah telinga yang terdiri dari :
1). Telinga bagian luar yaitu daun telinga, lubang telinga dan liang pendengaran
2). Telinga bagian tengah terdiri dari gendang telinga, 3 tulang pendengar ( martil, landasan
dan sanggurdi) dan saluran eustachius.
3). Telinga bagian dalam terdiri dari alat keseimbangan tubuh, tiga saluran setengah
lingkaran, tingkap jorong, tingkap bundar dan rumah siput (koklea)
10
memanjang, itu berarti dengungan yang diterima terdengar lebih lama oleh pasien
(menunjukan gangguan pendengaran konduktif).
Kesimpulan
Setelah melakukan pembuktian hipotesa, dapat ditunjukkan bahwa hipotesa tersebut
benar. Hipotesa tersebut adalah gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh usia yang
sudah lanjut.
Penurunan fungsi dari organ tubuh yang terjadi pada proses menua disebut juga
sebagai proses degeneratif. Organ pendengaran juga tidak luput dari perubahan yang terjadi
pada proses degeneratif. Jenis ketullian yang dialami pada kelompok usia lanjut umumnya
dikarenakan adanya kerusakan pada saraf sehingga disebut juga sebagai tuli saraf, namun
juga dapat berupa tuli yang terjadi karena adanya gangguan hantaran udara (tuli konduksif).
Proses degeneratif yang terjadi pada organ pendengaran mengakibatkan berubahnya struktur
dari rumah siput (koklea) dan saraf pendengaran (N. Auditorius).
12
Daftar Pustaka
1. Moore KL, Agur AMR. Laksman H,alih bahasa. Anatomi klinis dasar. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC;2002. hal 401-8.
2. Snell RS. Sugiharto L,alih bahasa. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2006. hal 782-92
3. Sherwood L. Fisiologi Manusia. Edisi 6.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2011.
hal 176-88
4. Moore KL, Agur AMR. Essential clinical anatomy.USA: Lippincott Williams &
Wilkins;2002. hal 457-9.
5. Ganong WF. Alih bahasa; M. Djauhari Widjaya K. [et all]. Buku ajar fisiologi
kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC: 2001. hal 76-88.
6. Soepardi A.Efiaty, Iskandar N.H. Buka ajar ilmu kesehatan telinga-hidungtenggorok.Jakarta:Fakultas Kedokteran Indonesia EGC;2003. hal 134-140
7. Sloane E.Anatomi dan fisiologi utnuk pemula.Jakarta:EGC;2003. hal 189-195.
13