BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anestesi
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan
aesthtos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi
digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846 (Latief
SA, 2009).
2.2 Preoperasi
2.2.1
Penilaian Preoperatif
Penilaian preoperative merupakan langkah awal dari serangkaian tindakan
pascabedah.
5. Mempersiapkan obat atau alat guna menanggulangi penyulit yang
diramalkan. (Wiryana dkk, 2010).
Tatalaksana evaluasi :
12
1. Anamnesis.
Anamnesis baik autoanamnesis maupun hetero anamnesis, yakni
meliputi identitas pasien, anamnesis khusus yang berkaitan dengan penyakit
bedah yang mungkin menimbulkan kerusakan fungsi organ, dan anamnesis
umum yang meliputi riwayat penyakit sistemik, riwayat pemakaian obatobatan, riwayat operasi/anesthesia terdahulu, kebiasaan buruk, dan riwayat
alergi. (Wiryana dkk, 2010)
2. Pemeriksaan fisik.
Yakni memeriksa status pasien saat ini yang meliputi kesadaran,
frekuensi nafas, tekanan darah, nadi, suhu tubuh, berat dan tinggi badan
untuk menilai status gizi/BMI. Disamping itu juga dilakukan pemeriksaan
fisik umum yang meliputi pemeriksaan status psikis, saraf, respirasi,
hemodinamik, penyakit darah, gastrointestinal, hepato-bilier, urogenital dan
saluran kencing, metabolik dan endokrin, otot rangka, integument. (Wiryana,
dkk, 2010).
Pada anestesi juga diperlukan pemeriksaan skor Mallampati yang
digunakan untuk memprediksi kemudahan intubasi.
13
Terlihat palatum mole dan durum, bagian atas tonsil dan uvula
14
koreksi dapat dilkukan mandiri oleh staf medis fungsional ataupun bersama
dengan staf medis lain di bangsal, pada kasus darurat koreksi dilakukan
bersama diruang resusitasi IRD atau di kamar operasi IRD (Wiryana dkk,
2010).
5. Menentukan prognosis pasien perioperatif.
Hal ini dapat menggunakan klasifikasi yang dibuat oleh American Society of
Anesthesiologist (ASA).
Tabel 1. Klasifikasi ASA (Twersky RS dan Phillip BK, 2008)
Kelas
Definisi
ASA 1
ASA 2
ASA 3
ASA 4
ASA 5
ASA 6
karena efek samping anestesi tidak dapat dipisahkan dari efek samping
pembedahan. Penilaian ASA diklasifikasikan menjadi 5 kategori. Kategori ke-6
selanjutnya ditambahkan untuk ditujukan terhadap brain-dead organ donor.
Status fisik ASA secara umum juga berhubungan dengan tingkat mortalitas
perioperatif. Karena penyakit yang mendasari hanyalah satu dari banyak faktor
yang berkontribusi terhadap komplikasi periopertif. Meskipun begitu,
15
Persiapan Preoperasi
a.
Masukan oral
Reflek laring mengalami penurunan selama anestesi. Regurgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan resiko
utama pada pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan risiko
tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan
anestesi harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode
tertentu sebelum induksi anestesi. Pada pasien dewasa umumnya puasa
6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam. Makanan tak
berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesi. Minuman
bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum
obat air putih dalam jumlah terbatas boleh I jam sebelum induksi
anesthesia (Twersky RS dan Phillip BK, 2008).
16
b. Terapi Cairan
Pasien yang puasa tanpa intake cairan sebelum operasi akan
mengalami deficit cairan karena durasi puasa . Dengan tidak adanya
intake oral, defisit cairan dan elektrolit bisa terjadi cepat karena
terjadinya pembentukan urin, sekresi gastrointestinal, keringat, dan
insensible losses yang terus menerus dari kulit dan paru. Defisit bisa
dihitung dengan mengalikan kebutuhan cairan maintenance dengan
waktu puasa (Twersky RS dan Phillip BK, 2008).
Tabel 3. Kebutuhan Maintenance Normal
Berat Badan
10kg pertama
10 kg berikutnya
Tiap kg di atas 20kg
c. Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian
Kadar (mL/kg/jam)
4
+2
+1
obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi
17
induksi anestesi. Jika disertai nyeri karena penyakitnya dapat diberikan opioid
misalnya petidin 50 mg intramuskular.
Cairan lambung 25 ml dengan pH 2,5 dapat menyebabkan
pneumonitis asam. Untuk meminimalkan kejadian di atas dapat diberikan
antagonis reseptor H2 histamin misalnya simetidin 600 mg atau oral ranitidin
150 mg 1-2 jam sebelum jadwal operasi. Untuk mengurangi mual-muntah
pasca bedah sering ditambahkan premedikasi suntikan intramuskular untuk
dewasa droperidol 2,5-5 mg atau ondansetron 2-4 mg.
Tabel 4. Obat-obatan yang bekerja di H2 receptor untuk mencegah
pnemonia aspirasi (Morgan, 2006).
Drug
Route
Dose
Onset
Duration
Cimetidine
(Tagamet)
PO
300800 mg
12 h
48 h
IV
300 mg
Ranitidine
(Zantac)
PO
150300 mg
12 h
1012 h
IV
50 mg
Famotidine
(Pepcid)
PO
2040 mg
12 h
1012 h
IV
20 mg
Nizatidine (Axid)
PO
150300 mg
0.51 h
1012 h
Nonparticulate
antacids (Bicitra,
Polycitra)
PO
1530 mL
510 min
3060 min
Metoclopramide
(Reglan)
IV
10 mg
13 min
12 h
PO
1015 mg
2.2.3
3060 min2
1. Anestesi Umum
Anestesi umum adalah meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel. Anestesi umum biasanya
dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang memerlukan ketenangan
pasien dan waktu pengerjaan lebih panjang serta tindakan operasi diatas
18
19
tubuh yang spesifik. Anestesi lokal bersifat ringan dan biasanya digunakan
untuk tindakan yang hanya perlu waktu singkat seperti insisi abses,
sirkumsisi, debridement luka terbuka, dan lain-lain. Oleh karena efeknya
hanya mampu dipertahankan selama kurun waktu sekitar 30 menit, maka
dapat diperlukan injeksi tambahan untuk melanjutkan tindakan anestesi.
Ada beberapa kriteria obat anestesi lokal antara lain: tidak
merangsang jaringan, tidak mengakibatkan kerusakan permanen terhadap
susunan saraf, toksisitas sistemik yang rendah, efektif dengan jalan injeksi
atau penggunaan setempat pada selaput lendir, mula kerjanya sesingkat
mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang cukup lama, dapat larut
dalam air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga tahan terhadap
pemanasan/sterilisasi. Dua golongan obat yang digunakan untuk anestesi
lokal yaitu golongan ester dan amida. Golongan ester yaitu Tetrakain,
Benzokain, dan Prokain. Senyawa amida contohnya adalah Dibukain,
Lidokain, Mepivakain dan Prilokain (Latief SA, 2009).
2.2.3.1 Anastesi Umum ( General Anastesi)
Anestesi Umum (General Anestesi) adalah tindakan meniadakan
nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible.
Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidaksadaran, analgesia,
relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien
(Latief SA, 2009).
A. Syarat, indikasi, kontraindikasi serta komplikasi anastesi umum:
Adapun syarat ideal dilakukan anestesi umum adalah (Omuigui, 1995):
20
Memberikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tidak menimbulkan ESO
yang berlangsung lama.
Kontraindikasi mutlak dilakukan anestesi umum yaitu dekompresi kordis
derajat III IV, AV blok derajat II total (tidak ada gelombang P). Kontraindikasi
Relatif berupa hipertensi berat/tak terkontrol (diastolik >110), DM tak terkontrol,
infeksi akut, sepsis, GNA.
Induksi
21
Pemeliharaan
b. Intubasi Endotrakeal dengan napas spontan
Intubasi endotrakea adalah memasukkan pipa (tube) endotrakea (ET=
endotrakeal tube) kedalam trakea via oral atau nasal.
Indikasi ; operasi lama, sulit mempertahankan airway (operasi di bagian leher
dan kepala)
Prosedur :
1. Sama dengan diatas, hanya ada tambahan obat (pelumpuh otot/suksinil dgn
durasi singkat).
2. Intubasi setelah induksi dan suksinil
3. Pemeliharaan
Untuk persiapan induksi sebaiknya kita ingat STATICS:
S = Scope. Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope
T = Tubes. Pipa trakea. Usia > 5 tahun dengan balon (cuffed)
A = Airway. Pipa mulut faring (orofaring) dan pipa hidung faring (nasofaring)
yang digunakan untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak
menymbat jalan napas
T = Tape. Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut
I = Introductor. Stilet atau mandrin untuk pemandu agar pipa trakea mudah
dimasukkan
C = Connector. Penyambung pipa dan perlatan anestesia
S = Suction. Penyedot lendir dan ludah
Teknik Intubasi
1. Pastikan semua persiapan dan alat sudah lengkap
2. Induksi sampai tidur, berikan suksinil kolin fasikulasi (+)
3. Bila fasikulasi (-) ventilasi dengan O2 100% selama kira - kira 1 mnt
22
23
24
25
26
2.2.4
satu
tugas
utama
dokter
anestesi
adalah
monitoring
sangat
membantu
dalam
27
posisi
mata,
28
2.3.2
29
30
darah dan denyut jantung), fungsi ginjal dan saluran kencing, fungsi
saluran cerna, aktivitas motorik, suhu tubuh, masalah nyeri, posisi
pasien, pemantauan pasca anesthesia dan criteria pengeluaran yakni
dengan menggunakan Skor Aldrete.
o Pasien tetap berada dalam Recovery Room sampai pulih sepenuhnya
dari pengaruh anestesi, yaitu tekanan darah stabil, fungsi pernapasan
adekuat, saturasi oksigen minimal 95%, dan tingkat kesadaran baik.
o Semua pasien harus dievaluasi sebelum dikeluarkan dari Recovery
Room berdasarkan discharge criteria. Kriteria yang digunakan adalah
Aldrete Score. Kriteria ini akan menentukan apakah pasien akan didischarge ke Intensive Care Unit (ICU) atau ke ruangan biasa.
Cyanotic
Respiration
Can breathe deeply and
cough
Shallow
but
adequate
exchange
Apnea or obstruction
Circulation
Blood pressure within 20%
of normal
31
Blood pressure 20 1
50mmHg of normal
Blood pressure more than 0
50 mmHg of normal
Fully awake
Arousable on calling
2
1
Not responsive
Same
Same
Same
2
1
0
Nyeri minimal
2.4 Cholelithiasis
2.4.1
Definisi Cholelithiasis
Kolelitiasis (kalkulus/kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk
dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan
32
empedu yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi.
(Brunner & Suddart, 2002).
2.4.2
Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti, adapun
faktor
predisposisi
terpenting,
yaitu:
gangguan
metabolisme
yang
dan sekretin)
dapat
dikaitkan
dengan
keterlambatan
33
34
2.4.3
Patofisiologi
Sebagian besar batu empedu terbentuk di dalam kandung empedu dan
sebagian besar batu di dalam saluran empedu berasal dari kandung empedu.
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu
mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran atau setelah
dilakukan pengangkatan kandung empedu. Batu empedu di dalam saluran
empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis),
infeksi pankreas (pankreatitis) atau infeksi hati. Jika saluran empedu
tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan
infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan
menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya. Sebagian besar batu empedu
dalam jangka waktu yang lama tidak menimbulkan gejala, terutama bila batu
menetap di kandung empedu. Kadang-kadang batu yang besar secara
bertahap akan mengikis dinding kandung empedu dan masuk ke usus halus
atau usus besar, dan menyebabkan penyumbatan usus (ileus batu empedu).
Yang lebih sering terjadi adalah batu empedu keluar dari kandung empedu
dan masuk ke dalam saluran empedu. Dari saluran empedu, batu empedu
bisa masuk ke usus halus atau tetap berada di dalam saluran empedu tanpa
menimbulkan gangguan aliran empedu maupun gejala (Lesmana, 2007).
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu.
Pada kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan
pembentukan batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan
pengendapan kolesterol adalah: terlalu banyak absorbsi air dari empedu,
35
terlalu banyak absorbsi garam- garam empedu dan lesitin dari empedu,
terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu. Jumlah kolesterol dalam
empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel
hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak
dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak
dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu
empedu (Lesmana, 2007).
2.4.4
Manifestasi Klinis
Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat
mengalami 2 jenis gejala : gejala yang disebakan oleh penyakit kandung
empedu itu sendiri dan gejala yang disebabkan karena obsruksi pada lintas
empedu olem batu ginjal. Gejala bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan
epigastrium, seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada
kuadran kanan atas abdomen, dapat terjadi. Gangguan ini terjadi setelah
individu mengkonsumsi makanan yang berlemak atau yang digoreng
(Lesmana, 2007).
Rasa nyeri dan kolik biler. Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu
empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi.
Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada
abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada
abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan ;
rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual muntah dan bertambah hebat
36
dalam beberapa jam setelah makan makanan dalam porsi besar (Lesmana,
2007).
2.4.5
Diagnosis
2.
37
menunjukkan
kelainan
pada
pemeriksaan
38
Ultrasonografi
Pemeriksaan ini merupakan metode noninvasif yang sangat bermanfaat dan
a. Ultrasonografi transabdominal
Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa nyeri, murah dan tidak
membahayakan pasien. Hampir sekitar 97% batu empedu dapat didiagnosis
dengan
ultrasonografi
transabdominal,
namun
kurang
baik
dalam
39
40
d. CT scan
Menunjukan batu empedu dan dilatasi saluran empedu.
S, 2000).
41
Gambar 6. ERCP menunjukkan batu empedu di duktus ekstrahepatik (panah pendek) dan
di duktus intrahepatik (panah panjang)
42
2.4.6
Penatalaksanaan
a. Konservatif
1.
berhubungan
dengan
timbulnya
keluhan
selama
untuk
melarutkan
batu
empedu
kolesterol
terbatas
untuk
pasien
yang
benar-benar
telah
43
b. Operatif
1.
Open kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu
empedu simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi
adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi
yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan
infeksi (Sjamsuhidayat, 2005).
2. Kolesistektomi laparoskopik
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal,
pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan
perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi
tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra indikasi absolut
serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi
tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi.
Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump
duktus sistikus dan trauma duktus biliaris (Sjamsuhidayat, 2005).
3.
Kolesistektomi minilaparatomi.
Modifikasi dari tindakan kolesistektomi terbuka dengan insisi lebih
kecil dengan efek nyeri pasca operasi lebih rendah (Sjamsuhidayat,
2005).
44
2.4.7
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :
1. Obstruksi duktus sistikus
2. Kolik bilier
3. Kolesistisis akut (peradangan pada dinding kantung empedu); Empiema,
Perikolesistisis, Perforasi : Perforasi lokal biasanya tertahan dalam
omentum atau oleh
kandung
ferforasi
empedu.
bebas
lebih
jarang
terjadi
tetapi
Pencegahan
Dalam rangka mencegah terbentuknya batu empedu, tentunya upaya
yang dapat dikendalikan seperti faktor diet, mengatur berat badan dan
olahraga. Ada banyak cara untuk mencegah terjadinya batu empedu, antara
lain:
1) Membatasi asupan lemak.
2) Menjaga berat badan tetap sehat ideal.
3) Hindari diet tinggi lemak.
4) Membatasi konsumsi alkohol dan kopi.
5) Konsumsi serat pada buah dan sayuran hijau.