LIKUIDA
EMULSI
(Re-New by: Risma)
I . PENDAHULUAN
Telah menjadi ketentuan umum bahwa yang disebut sebagai sediaan emulsi adalah menunjukkan pada
sediaan cair yang dimaksudkan untuk penggunaan oral. Emulsi untuk pengunaan eksternal biasanya
langsung disebut sebagai cream (sediaan semisolid), lotion atau liniment (sediaan liquid). (TPC, hal 82).
A. Definisi
FI IV, Hal 6: Emulsi adalah sistem dua fasa, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang
lain, dalam bentuk tetesan kecil.
RPP (Remington Pharmaceutical Practice): hlm : 242 Emulsi adalah sistem heterogen yang terdiri
dari tetesan-tetesan cairan yang terdispersi dalam cairan lain.
B. Keuntungan Sediaan
Keuntungan bentuk emulsi (Ansel, Hal 377 & Art of Compounding, Hal 314)
a. Pemakaian oral (biasanya tipe M/A). Tipe M/A bertujuan untuk:
Menutupi rasa minyak yang tidak enak.
Lebih mudah dicerna dan diabsorpsi karena ukuran minyak diperkecil.
Meningkatkan efikasi minyak mineral sebagai katalisator bila diberikan dalam emulsi (minyak
mineral sebagai katartik).
Ketersediaan hayati lebih baik karena sudah dalam bentuk terlarut. (mudah diabsorpsi ukuran
partikel minyak kecil).
b. Memperbaiki penampilan sediaan karena merupakan campuran yang homogen secara visual.
c. Meningkatkan stabilitas obat yang lebih mudah terhidrolisa dalam air.
d. Pembuatan sediaan yang depoterapi (RPS)
Penetrasi dan absorpsi dapat dikontrol
Kerja emulsi lebih lama
LIKUIDA
yang lebih rendah dari air). Emulsi M/A akan terjadi creaming pada arah ke atas.
5.
6.
7.
LIKUIDA
Uji Pewarnaan
Emulsi M/A : jika dicampur dengan pewarna larut air (mis. Amaranth) lalu dilihat di bawah
mikroskop, maka akan fasa kontinunya (fasa pendispersinya) akan terlihat berwarna. Emulsi
A/M : jika dicampur dengan pewarna larut minyak (mis. Sudan III) lalu dilihat di bawah
mikroskop, maka fasa kontinu/fasa pendispersinya akan terlihat berwarna. Pengujian ini dapat
memberikan hasil palsu jika terdapat emulgator ionik. (+ Lachman dysp, hal 201)
Uji Kertas Saring
M/A : akan menyebar dengan cepat ketika setitik emulsi M/A diletakkan dalam kertas saring.
Sebaiknya tidak digunakan untuk cream yang terlalu kental .
Uji Fluoresensi
Setitik sample emulsi yang akan diuji dipaparkan pada sinar UV dan dilihat di bawah
mikroskop. Karena kebanyakan minyak berfluoresensi di bawah lampu UV, maka emulsi A/M
menunjukkan fluoresensi pada fase kontinunya dan emulsi M/A berfluoresensi hanya pada
globulnya saja.
:
Jika 1 < 2 maka V menjadi negatif
terjadi creaming. Pada keadaan ini fase pendispersinya
lebih berat daripada fase terdispersi, biasanya ini terjadi di emulsi minyak air.
Jika 1 > 2 terjadi creaming ke bawah pada keadaan ini fase terdispersinya lebih berat daripada fase
pendispersinya, maka globulnya akan kebawah. Biasanya terjadi diemulsi air minyak.
Tambahan :
d2 (s o) g
v=
18o
d = diameter partikel (m)
o = viskositas (poise)
g = gravitasi
LIKUIDA
lipofil. Harga HLB makin besar berarti surfaktan makin bersifat hidrofil. Apabila surfaktan
LIKUIDA
dimasukkan ke dalam sistem minyak-air, maka gugus polar (hidrofil) akan terarah ke fasa air sedangkan
gugus nonpolar (lipofil) terarah ke fasa minyak.
Perhitungan HLB surfaktan:
a. Cara griffin
Untuk surfaktan yang merupakan ester polialkohol dengan asam lemak:
S
HLB = 20
1
A
Dimana,
E=
L
Dimana, H/L = HLB
Eo = etilen oksida dalam molekul.
Penentuan HLB butuh minyak didapat dari percobaan. Caranya:
Dibuat satu seri emulsi (HLB 4-13) dengan formula sederhana, misal:
R/ Minyak
20%
Emulgator 3%
Air ad
100%
Emulsi yang sudah jadi dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi yang ditempeli kertas grafik.
Tinggi endapan yang terj adi diukur.
Setelah diperoleh HLB pada emulsi yang stabil, ulangi percobaan pada range yang lebih kecil,
misal HLB 9 stabil, maka dibuat range: 8 ; 8,25 ; 8,5
Pada pembuatan emulsi emulgator yang digunakan harus memiliki HLB yang sama dengan HLB
butuh minyak. Umumnya dipakai kombinasi 2 emulgator dengan harga HLB rendah dan HLB tinggi.
(HLB butuh minyak ada diantara 2 emulgator yang akan dipakai). Kombinasi 2 emulgator akan
memberikan hasil yang lebih baik karena dapat terbentuk film yang lebih rapat serta diperoleh harga
HLB yang sama dengan HLB butuh minyak.
Perhitungan: misal R/ Minyak
20%
HLB = 7 (misal)
Emulgator
3%
Air ad
100%
Emulgator yang dipakai: Tween 80
HLB = 1
Span 80
HLB = 4,3
Misal, Tween 80 = X, maka Span 80 = (3 X)
Jadi:
16 x x + 4,3 (3 x) = 7 x 3
x = 0,692
LIKUIDA
Maka : Tween 80 = 0,692 Span 80 = 2,308Emulsi steril (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril, hal
169)
Pemakaian bentuk ini jarang, karena sangat sukar membuat sediaan emulsi parenteral stabil dengan
diameter < 1m, agar tak terjadi emboli pada aliran darah.
Umumnya sediaan parenteral berbentuk emulsi ditujukan untuk:
a. Sediaan emulsi untuk mencegah alergi, berupa emulsi A/M diberikan secara subkutan.
b. Sediaan emulsi lepas lambat, diberikan secara intramuskular, berupa emulsi M/A.
c. Sediaan emulsi untuk menambah makanan, berupa emulsi M/A, diberikan secara intravena.
Keterbatasan sediaan parenteral bentuk emulsi yaitu:
a. Pemilihan stabilisator dan zat pengemulsi sangat terbatas.
b. Lebih besar kemungkinan terjadi reaksi pirogen dan hemolisa.
I I . FORMULA
Sebelum menyusun formula harus diketahui dahulu:
a. Sifat-sifat fisika dan kimia zat berkhasiat.
b. Penggunaan emulsi (obat luar atau obat dalam).
c. Tipe emulsi (M/A atau A/M).
d. Konsistensi emulsi.
Formula umum sediaan emulsi:
a. Zat aktif
Harus memperhatikan:
Sifat fisika (kelarutan, titik leleh, sifat aktif permukaan,pH).
Sifat kimia (antaraksi kimia).
Stabilita (cahaya, panas, oksidasi-reduksi, hidrolisa).
b. Pembawa (minyak dan air)
Pemilihan fase minyak tergantung pada pertimbangan:
Jenis minyak: minyal alam/sintetik
Konsistensi minyak: encer/padat
Rasa
c. Emulgator
Formula emulsi oral/internal:
a. Zat aktif
b. Pembawa (air dan minyak)
c. Emulgator
d. Pengawet
e. Bahan pembantu: Antioksidan
Pemanis
Flavor
Pewarna
Formula emulsi parenteral:
a. Zat aktif
b. Pembawa (air dan minyak)
c. Emulgator
d. Pengawet
e. Antioksidan
d.
e.
Zat pengawet
Bahan pembantu sesuai kebutuhan: antioksidan, pemanis, pewangi, pewarna, dapar, anticaplocking,
anti busa, dll.
LIKUIDA
A. Bahan Pembantu
Hal yang perlu diperhatikan dalam penambahan bahan pembantu:
Elektrolit: penambahan elektrolit akan menurunkan potensial zeta sehingga emulsi tidak stabil.
Zat bersifat asam: penambahan zat bersifat asam harus diperhatikan karena dapat menyebabkan
emulsi menjadi pecah.
Penambahan zat yang menyebabkan perubahan emulgator dapat menyebabkan terjadinya inversi
fasa. Contoh: emulsi M/A yang distabilkan dengan emulgator natrium stearat akan berubah menjadi
emulsi A/M bila ditambah CaCl2.
Emulgator: konsentrasi emulgator yang tidak sesuai akan mempengaruhi kestabilan emulsi. Pilih
emulgator yang sesuai dengan tujuan pemakaian emulsi dan toksisitasnya.
Pengawet: pada pembuatan emulsi perlu ditambahkan pengawet untuk mencegah pertumbuhan
mikroba yang hidup dalam fase air dan yang dapat menyebabkan kerusakan atau penguraian
emulgator alam atau minyak alam sehingga emulsi pecah. Beberapa bahan pembantu yang akan
diuraikan lebih lanjut adalah:
1. Emulgator
2. Pengawet
3. Anti oksidan
4. Flavor atau pemanis
1.
Emulgator
Untuk mencegah penggabungan kembali globul-globul diperlukan suatu zat yang dapat membentuk
lapisan film diantara globul-globul tersebut sehingga proses penggabungan menjadi terhalang, zat
tersebut adalah zat pengemulsi (emulgator).
Emulgator yang dipilih harus memenuhi persyaratan:
a. Dapat tercampurkan dengan bahan formulatif lain.
b. Tidak mengganggu stabilitas atau efikasi dari zat terapetik.
c. Harus stabil.
d. Harus tidak toksik pada penggunaan yang dimaksud jumlahnya.
e. Harus berbau, berasa, dan berwarna lemah.
Dasar pemilihan dalam menggunakan zat pengemulsi :
(Lachman, The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, 1970, hlm. 469)
a. Toksisitas yang mungkin timbul bila dipaparkan.
b. OTT kimia.
c. Harga
d. Tipe emulsi yang diinginkan
e. Stabilitas (shelf life yang diinginkan)
f. Tujuan penggunaan / rute pemberian.
Emulgator dapat dibedakan berdasarkan Mekanisme kerja dan sumbernya.
a. Berdasarkan mekanisme kerjanya:
i. Golongan surfaktan
Memiliki mekanisme kerja menurunkan tegangan permukaan/antar permukaan minyak-air serta
membentuk lapisan film monomolekuler ada permukaan globul fase terdispersi. Film yang
terbentuk idealnyabersifat fleksibel (lentur), sehingga tahan benturan dan mudah kembali ke
keadaan semula bila terjadi benturan. Surfaktan juga membentuk lapisan film yang bermuatan
yang dapat menimbulkan gaya tolak-menolak antara sesama globul.
Jenis-jenis surfaktan:
Berdasarkan Jenis surfaktan
Secara kimiawi surfaktan terdiri dari gugus hidrofilik dan lipofilik dengan bagian lipofilik
dari molekul menyebabkan aktivitas permukaan dari molekul tersebut. (Ansel text book, hal
243)
- Surfaktan Anionik
Gugus lipofilik
: negatif
Contoh
: Na-lauril sulfat, Na-oleat, Na-stearat.
- Surfaktan Kationik
Gugus lipofilik
: positif
Contoh
- Surfaktan Non Ionik
Gugus lipofilik
Contoh
- Surfaktan Amfoterik
Contoh
LIKUIDA
Klasifikasi fungsi surfaktan menurut HLB-nya (Martin, Alfred, Farmasi Fisik, ed.3, vol2,
Jakarta, UI-Press,1993, 941)
HLB
1-3
3-8
7-9
8-16
13-16
16-19
Penggunaan
Anti busa
Emulgator emulsi air dalam minyak
Zat pembasah (wetting agent)
Emulgator emulsi minyak dalam air
Detergen
Solubilizing agent (meningkatkan kelarutan zat)
Klasifikasi fungsi surfaktan menurut HLB-nya (The Pharmaceutical Codex, 12th ed,
London, The Pharmaceutical Press, 1994)
HLB
1-3
4-6
7-9
8-18
13-15
10-18
Penggunaan
Anti busa
Emulgator emulsi air dalam minyak
Zat pembasah (wetting agent)
Emulgator emulsi minyak dalam air
Detergen
Solubilizing agent (meningkatkan kelarutan zat)
Nilai HLB butuh beberapa minyak (Lachman hlm 516 tahun 1986)
Minyak
Cetyl alcohol
Stearyl alcohol
Stearic acid
Lanolin anhydrous
Mineral oil, light and heavy
Cotton seed oil
Pecidatum
Beeswax
Parafin wax
Nb: Castrol oil (Codex,87)
Nilai HLB butuh beberapa minyak (Martin, 1993, Physical Pharmacy, hal.372):
Minyak
Cottonseed oil
Petrolatum
Beeswax
Paraffin wax
Mineral oil
Methyl silicone
Lanolin, anhydrous
Carnauba wax
Lauryl alcohol
o/w emulsion
6-7
8
9-11
10
10-12
11
12-14
12-14
14
w/o emulsion
5
4
5-6
8
-
Castor oil
Kerosene
Cetyl alcohol
Stearyl alcohol
Carbon tetrachloride
Lauric acid
Oleic acid
Stearic acid
14
12-14
13-16
15-16
16
16
17
17
Function
Antifoaming agent
Wetting agent
Solubilizers
Detergent
o/w emulsion
w/o emulsion
Nilai HLB beberapa emulgator: (Modul Praktikum Farmasi Fisika, hlm. 53-54)
Emulgator
Parsial ester asam lemak dari sorbitan:
Sorbitan mono laurat (Span 20)
Sorbitan mono palmitat (Span 40)
Sorbitan mono stearat (Span 60)
Sorbitan tri stearat (Span 65)
Sorbitan mono oleat (Span 80)
Sorbitan tri oleat (Span 85)
Parsial ester asam lemak dari polioksi etilensorbitan:
Polioksietilen sorbitan (20) mono laurat (Tween 20)
Polioksietilen sorbitan (4) mono laurat (Tween 21)
Polioksietilen sorbitan (20) mono palmitat (Tween 40)
Polioksietilen sorbitan (20) mono stearat (Tween 60)
Polioksietilen sorbitan (4) mono oleat (Tween 61)
Polioksietilen sorbitan tri stearat (Tween 65)
HLB
8,6
6,7
4,7
2,1
4,3
1,8
16,7
13,3
15,6
14,9
9,6
10,5
LIKUIDA
15,0
10,0
11,0
40,0
18,0
1,0
1,2
9,7
16,9
5,3
12,9
15,7
4,9
12,4
15,3
4,9
12,4
15,3
3,7
3,8
11,1
15,0
16,0
16,9
17,9
18,8
11,6
13,3
12
LIKUIDA
Gom Arab
Keuntungan: Penampilan bagus, rasa enak, relatif stabil pada pH 2-11.
Kerugian : Mahal, pada penyimpanan musilago gom arab akan bersifat asam karena adanya
aktifitas enzim yaitu enzim oksidase yang akan menguraikan zat aktif yang sensitif terhadap
oksidase.
Penggunaan:
a. Bentuk serbuk
1 gr serbuk dalam 4 mL minyak biasa
1 gr serbuk dalam 2 mL minyak atsiri
Menghasilkan emulsi yang lebih stabil
b. Bentuk musilago
1 gr musilago dalam 2 mL (umum)
Tragakan
Jarang digunakan sendiri karena membentuk emulsi yang keruh karena globul minyak
akan besar.
Menyebabkan meningkatnya viskositas,sehingga menjadi lebih stabil
Digunakan perbandingan 1 : 50 dengan minyak (lebih murah dari gom arab).
Penambahan alkali, natrium borat, alkohol dan larutan garam alkali harus ditambahkan
secara hati-hati, untuk mencegah cracking.
Biasanya emulgator golongan karbohidrat membentuk emulsi minyak dalam air.
Emulsi stabil dalam asam, netral dan tidak dalam alkali.
Penggunaan utama sebagai pengental dengan akasia dengan perbandingan 0,1 gr
tragakan untuk 1 gr akasia.
Agar
Terkadang dipakai sebagai emulgator untuk minyak mineral
Sebagai pengental dan biasa digunakan bersama akasia untuk meningkatkan stabilitas
dan mencegah creaming
Agar musilago disiapkan dengan melarutkan agar pada air mendidih.
Caranya :
1. emulsi utama yang mengandung minyak mineral, akasia dibentuk dahulu
2. dengan stirring konstan, 2 % agar musilago ditambah untuk membentuk 30-50% dari
volume akhir.
Male Extract
Terutama untuk emulsi cod-liver oil
Minyak ditambah perlahan-lahan dengan triturasi konstan, untuk membentuk ekstrak
semisolid pada mortar hangat.
Akan menghasilkan emulsi bewarna coklat yang bisa terpisah menjadi lapisan tapi tidak
menjadi crack bila minyak telah diemulsikan secara baik.
LIKUIDA
2. Pengawet
Pengawet diperlukan dalam sediaan emulsi karena:
Fasa air merupakan media tumbuh yang baik bagi bakteri/mikroorganisme
Pengawet terutama diperlukan pada saat sediaan M/A, karena air merupakan fasa yang jumlahnya
lebih besar (fasa eksternal).
Semua emulsi memerlukan bahan antimikroba karena fase air mempermudah pertumbuhan
mikroorganisme.(FI IV hal 7)
Penggunaan emulgator alam yang mudah terurai oleh mikroorganisme.
Kontaminasi dari mikroba selama proses, baik dari udara, peralatan, maupun dari personel.
Menghindari perubahan yang tidak diinginkan dari sediaan emulsi (seperti perubahan warna,
terbentuknya gas dan bau, perubahan sifat rheologi, pecah <Martin, 1161>) yang disebabkan oleh
organisme (stabiltas) <Martin, hal 494>
Bakteri dapat menguraikan emulgator non ionik dan anionik, gliserin, gum tumbuhan sebagai
pengental (Martin, 1161)
Persyaratan pengawet (codex,300)
Larut dalam kedua fasa (terutama dalam fasa air).
Tercampurkan dengan komponen lain dalam sediaan dan material pengemas (wadah)
Efektif dalam konsentrasi rendah, stabil pada rentang pH dan suhu yang luas.
Tidak toksik dan tidak merangsang/tidak mengiritasi.
Tidak menimbulkan rasa, warna, dan bau yang tidak enak/tidak sesuai.
Tambahan dari Martin, 1161
Pengawet terbagi lebih banyak dalam fase air
Pengawet harus dalam keadaan tidak terionisasi agar dapat berpenetrasi ke dalam membran bakteri
Tidak terikat oleh komponen lain karena pengawet efektif dalam bentuk bebas
Pemilihan pengawet tergantung (codex, 300)
Rute, dosis, dan frekuensi pemberian
Sifat fisika dan kimia pengawet, zat aktif, dan bahan pembantu lain, serta material
pengemas(wadah)
Adanya kemungkinan antaraksi antar pengawet dan komponen lain, terutama surfaktan, menyebabkan
harus dilakukan pemilihan konsentrasi yang tepat. Keefektifan pengawet lebih ditentukan dari
konsentrasi pengawet yang tidak terikat/bebas yang terdapat dalam fasa air.
Contoh pengawet:
Menurut FI IV, hal 7, pengawet yang biasa digunakan dalam emulsi adalah: metil-, etil-, propil-, dan butil
paraben, asam benzoat, dan senyawa amonium quartener.
a. Asam organik
Asam benzoat, digunakan pada pH 5, konsentrasi 0,1% digunakan CHCl 3 untuk emulsi parafin
cair.
Asam sorbat, digunakan pada pH 6,5, dapat mengiritasi kulit dan kurang efektif, konsentrasi
0,1 0,2%. (Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan Semisolid, revisi 2003: Asam
sorbat digunakan dalam sediaan yang mengandung surfaktan non ionik)
b. Ester dari asam p-hidroksi benzoat
Stabil, inert, tidak toksik, tidak berasa, efektif pada pH 7 9, terdispersi pada kedua fasa, konsentrasi
0,1 0,2%. Contoh metil paraben, etil paraben, propil paraben, butil paraben, dan garam-garam
natriumnya.
Modul Praktikum Teknologi Sediaan Likuida dan Semisolid, revisi 2003:
Metil-p-hidroksibenzoat dengan konsentrasi 0,1-0,2% untuk tipe M/A. Untuk bentuk ester yang lebih
tinggi (propil dan butil) digunakan konsentrasi mendekati larutan jenuhnya. Aktivitas pengawet
berkurang dengan adanya surfaktan non ionik atau di dalam sediaan krim dengan konsentrasi minyak
tinggi. Dapat diatasi dengan meningkatkan konsentrasi pengawet. Kombinasi pengawet dapat
digunakan untuk meningkatkan kelarutan pengawet, konsentrasi total meningkat, dan efektif
terhadap range mikroorganisme yang lebih besar. Kombinasi metil paraben dan propil paraben yaitu
LIKUIDA
Air
Alko Minyak
hol
Lainnya
C
(%)
s.d 0,001
Keterangan tambahan
insol
Sol
sol
Hingga 10 ppm
sebaiknya
ditambahkan pada
parafin likuid
d- tokoferol
(natural)
insol
Sol
Sol
BHA
insol
Sol
Sol
0,0050,02
ADI=max 0,5mg/kg
BB. Memiliki
aktivitas antimikroba.
Cahaya dan logam
dapat merubah warna
dan mengurangi
aktivitas antioksidan.
Digunakan untuk
memperlambat dan
mencegah oksidasi
lemak dan minyak
serta mencegah
menurunnya aktivitas
vitamin larut minyak.
BHT
insol
Sol
Sol
Sol dlm
kloroform,
eter, parafin
likuid
0,0050,02
ADI=max 125g/kg
BB.Memiliki aktivitas
antimikroba.
LIKUIDA
Propil galat
sl sol
Sol
Sl sol
0,0010,15
Agen pereduksi
Asam askorbat
Sol
Sol
Insol
Sol dlm
gliserol,
propilan glikol
0,01-0,5
Aseton sodium
bisulfit
0,2-0,4
Potasium
metabisulfit
Sol
Insol
Sodium metabisulfit
Sol
Sl sol
Sodium thiosulphate
Sol
Insol
Thioglycerol
Sol
Sl sol
Sinergis
antioksidan
Asam sitrat
Sol
Sol
Sl sol
Hydroquinolin sulfat
Sol
Sl sol
Asam fosfat
Sl sol
Sl sol
Natrium sitrat
Sol
Insol
Asam tartrat
sol
sol
Insol
Sol dlm
gliserol
0,01-1,0
0,1-1,0
0,0050,01
Inkompatibel dengan
potasium tartrat, basa,
asetat, dan sulfit.
0,0050,01
0,01-0,02
LIKUIDA
4. Flavor/Pemanis
Pemanis perlu ditambahkan untuk menutup bau yang tidak enak, oleh karena itu dipilih bau yang tahan
lama tetapi tidak terlalu merubah fasa sediaan. Flavour ditambahklan pada fasa luar setelah sediaan jadi.
Contoh: sorbitol (pemanis fasa air), vanilin (fase air).
B. Permasalahan Yang Dihadapi Dalam Penyusunan Formula
1. Pemilihan emulgator
2. Mendapatkan konsistensi yang tepat
Konsistensi suatu sediaan emulsi kadang-kadang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Untuk meningkatkan konsistensi emulsi cair, yaitu:
Meningkatkan kekentalan fasa luar.
Meningkatkan persentase volume fasa terdispersi.
Memperkecil ukuran partikel, meningkatkan homogenitasnya.
Menambah jumlah emulgator.
Menambah pengental atau emulagator hidrofob.
3. Persiapan mengatasi kemungkinan terjadinya oksidasi atau reaksi mikrobiologi (pemilihan
antioksidan dan pengawet yang cocok)
4. Cara pembuatan, termasuk alat yang digunakan.
5. Pemilihan wadah
I I I . P E M B U A TA N S E D I A A N E M U L S I
Sebelum membuat sediaan emulsi harus diperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Sediaan yang akan dibuat adalah emulsi oral........dengan kekuatan sediaan..
2. Sediaan emulsi akan dikemas dalam botol kaca dengan volume masing-masing botol adalah
3. Jumlah sediaan yang dibuat sebanyak....botol (untuk dikumpulkan + untuk evaluasi). Jadi jumlah
volume emulsi yang dibuat sebanyak = (....botol X volume @ botol)
4. Semua bahan yang diperlukan ditimbang sebanyak yang dibutuhkan.
5. Didihkan air yang akan digunakan sebagai pembawa, dinginkan sebelum digunakan.
6. Lanjutkan sesuai metode pembuatan emulsi yang dipilih.
A. Prosedur pembuatan sediaan diantaranya dijelaskan pada dua pustaka:
1. The art of Compounding, 1957, 9th ed., Hlm 327-329 & Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi,
Howart C. Ansel, ed. 4, 1989
2. RPS, 18th ed., Hlm. 1535-1536
1. Menurut The art of Compounding, 1957, 9th ed., Hlm 327-329 & Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi, Howart C. Ansel, ed. 4, 1989
Ada 3 cara, yaitu:
a. Metode Kontinental (Gom kering)
prosesnya cepat
Membuat emulsi primer/awal/utama terlebih dahulu dengan perbandingan minyak : air :
emulgator = 4 : 2 : 1. Cara membuatnya sbb : Masukkan emulgator/gom dalam mortir,
tambahkan minyak. Aduk hingga tercampur baik. Tambahkan sekaligus air, aduk cepat
hingga terbentuk emulsi utama yang encer, stabil dan mengeluarkan bunyi khas pada
pergerakan alu.
Tambahkan bahan formulatif lain (zat pengawet, penstabil, perasa, dll dilarutkan dahulu
dalam sedikit fase luar baru dicampur dengan emulsi utama).
Zat yang mengganggu stabilitas emulsi ditambahkan terakhir (misalnya elektrolit, garam
logam, alkohol).
Bila semua bahan sudah ditambahkan, emulsi dipindahkan ke gelas ukur dan sisa fase luar
ditambah hingga volume yang diinginkan.
b. Metode Inggris (Gom basah)
prosesnya lama
Cocok untuk membuat emulsi dari minyak-minyak yang sangat kental.
LIKUIDA
c. Metode Botol
Cocok untuk membuat emulsi minyak yang mudah menguap (minyak atsiri) dan mempunyai
viskositas rendah (minyak yang tidak kental karena percikan/semburan dapat dicegah.
Satu bagian emulgator kering dimasukkan dalam botol dan tambahkan 2 bagian minyak
atsiri. Kocok hingga tercampur baik. Kemudian tambahkan 2 bagian air sekaligus, kocok
hingga terbentuk emulsi. Tambahkan fase luar sisa sedikit demi sedikit, kocok setiap
penambahan.
Catatan :
Pengocokan yang tidak teratur lebih baik daripada pengocokan yang teratur.
Penimbangan bahan (terutama air/minyak) harus akurat dan menggunakan wadah yang
kering, demikian juga mortir yang digunakan harus kering.
2. Menurut RPS, 18 th ed., Hlm. 1535-1536, 21 s t ed., hlm. 762
Tujuan dalam membuat emulsi adalah mengurangi ukuran fase internal menjadi droplet-droplet kecil
dan dapat terdispersi dalam fase external. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan
mortir dan stamper atau dengan emulsifier kecepatan tinggi. Penambahan emulgator tidak hanya
untuk tujuan diatas, tetapi juga untuk menstabilkan emulsi.
Emulsi dapat dipersiapkan dengan 4 metoda:
a. Penambahan fase internal kedalam fase eksternal
Jika fase internal air dan fase eksternal minyak.
Larutkan bahan larut air dalam air secukupnya
Larutkan bahan larut minyak dalam minyak
Masukkan fase minyak kedalam fase air sambil diaduk
Masukkan sisa air kedalam emulsi yang telah terbentuk
LIKUIDA
1. Pemanasan (suhu)
Pada saat fasa minyak dan fasa air akan dicampur, keduanya harus mempunyai suhu yang sama. Hal
ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya fluktuasi suhu yang dapat mengakibatkan terjadinya
pemisahan fasa pada emulsi.
Pada pembentukan emulsi metode dispersi dengan peningkatan suhu, sukar menentukan suhu yang
paling baik untuk proses emulsifikasi. Suhu tinggi akan menyebabkan tegangan permukaan dan
viskositas turun sehingga proses emulsifikasi menjadi lebih mudah. Tetapi kenaikan suhu akan
meningkatkan energi kinetik globul sehingga kemungkinan untuk bertumbukan. Tabrakan antar
globul ini dapat menyebabkan lapisan monolayer molekular menjadi rusak dan menyebabkan
bersatunya globul-globul dan terjadilah koalesensi menjadi lebih besar. Umumnya suhu
pencampuran yang baik 60-70oC.
Pengaruh suhu juga dapat mengakibatkan terjadinya inversi fasa, bila suhu ditingkatkan, kelarutan
surfaktan dalam air berkurang akibatnya misel-misel tersebut pecah dan ukuran-ukuran globulglobul
yang teremulsi mulai meningkat. Kelarutan surfaktan dalam air berkurang dikarenakan putusnya
ikatan hidrogen oleh panas dan adanya elektrolit. Kenaikan suhu yang lebih tinggi lagi
mengakibatkan pemisahan antara fasa minyak, surfaktan dan fasa air.
a.
b.
c.
d.
LIKUIDA
Udara memiliki sifat non-polar sehingga cenderung melakukan kontak dengan minyak, sehingga
dapat menjadi "perantara" bagi globul-globul minyak untuk bersatu kembali dan menyebabkan
emulsi tersebut cepat memisah.
Bentuk emulsi yang tidak baik dan tidak homogen akibat adanya adanya gelembunggelembung
udara
Terjadinya reaksi oksidasi untuk zat yang mudah teroksidasi (fasa minyak) sehingga perlu
ditambahkan anti oksidan pada fasa minyak.
Dapat mengakibatkan tumbuhnya mikroorganisme karena dengan adanya air dan udara yang
terperangkap (oksigen) merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Untuk
mennghindari masalah ini dapat digunakan pengawet pada fasa air.
Pembentukan busa dapat dicegah dengan cara pengadukan yang dilakukan pada sistem tertutup atau
sistem vakum tetapi lebih efektif lagi jika dilakukan penambahan antibusa. Anti busa yang banyak
dipakai adalah golongan silikon dan alkohol berantai panjang. Penggunaan zat-zat anti busa pada
umumnya dapat menyebabkan ketidakcampuran secara kimia sehingga penggunaannya sebaiknya
dihindari.
Keuntungan pengadukan dengan menggunakan ultra turax adalah terbentuknya ukuran globul yang
lebih kecil, untuk formula emulsi dengan kadar minyak yang tinggi, dan juga dapat mengurangi
turbulensi dibandingkan stirer. Kerugian penggunaan ultra turax adalah lebih banyaknya udara yang
terperangkap dibandingkan dengan stirer.
4. Viskositas
Meningkatnya viskositas medium pensdispersi meningkatkan pula viskositas sediaan emulsi
secara signifikan, namun ini tidak berlaku untuk emulsi tipe air dalam minyak.
C. Kegagalan Emulsi
Kegagalan emulsi antara lain disebabkan oleh:
a. Pemilihan emulgator yang kurang tepat.
b. Emulgator terurai karena reaksi kimia atau rusak oleh faktor: oksigen, cahaya, elektrolit, suhu
c. Proses pengerjaan tidak tepat.
d. Apabila zat pengemulsi peka terhadap perubahan suhu, adanya perubahan suhu akan
menyebabkan pemisahan fasa, sebaliknya penurunan suhu akan merangsang pembentukan
kristal.
e. Adanya elektrolit dalam jumlah yang tidak tepat.
f. Perbandingan volume antara kedua fasa tidak tepat. Kondisi yang baik untuk fasa terdispersi
antara 40-60%.
g. Ukuran globul yang tidak seragam, sehingga globul globul kecil mengisi ruang ruang
diantara globul yang besar dan karena adanya gaya kohesi yang kuat maka globul globul akan
bergabung menjadi globul yang lebih besar.
h. Penyimpanan tidak sesuai. Kerja oksidasi air terhadap logam-logam meningkat dengan adanya
surfaktan dan ini dapat menyerang logam. Benturan mekanik juga dapat merusak film interaksi
dan akibatnya memecahkan emulsi atau membalikan fasa.
i. Ketengikan minyak.
j. Terjadinya thickening atau menjadi kristal (viskositas meningkat) setelah disimpan Penyebab:
pengembangan emulgator yang tidak maksimal, terlalu banyaknya zat-zat pada fasa eksternal,
malam atau wax, atau zat pengemulsi.
Pembuatan emulsi dengan emulsi cara basah memiliki keuntungan terutama bila yang digunakan
sebagai emulgator adalah bahan yang mengembang seperti kebanyakan koloid hidrofilik karena
pengembangannya akan maksimal (masih dipertanyakan?)
LIKUIDA
I V . E VAL U A S I S E D I A A N E M U L S I
Beberapa evaluasi yang perlu dilakukan terhadap sediaan emulsi adalah (modul praktikum Teknologi
Sediaan Liquid dan Semisolid, revisi 2003, hal 38) :
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.
pemeriksaan organoleptik
penentuan efektivitas pengawet
penentuan tipe emulsi
penentuan ukuran globul
penentuan sifat aliran dan viskositas sediaan
penentuan berat jenis
penentuan volume terpindahkan
penentuan tinggi sendimentasi
pengujian stabilita dipercepat
pengujian lain yang dipersyaratkan pada monografi bahan aktif
A. Pemeriksan Organoleptik
Secara organoleptik, sediaan emulsi yang disimpan pada temperatur kamar diperiksa warna, bau, dan
rasanya. Selama disimpan pada temperatur kamar tidak boleh terjadi perubahan terhadap bentuk fisik
(warna, rasa, dan bau) sediaan emulsi, yang dapat menyebabkan berkurangnya penampilan dan
penerimaan pasien (acceptabilitas).
LIKUIDA
Media
Untuk biakan awal mikroba uji, pilih media agar yang sesuai untuk pertumbuhan yang subur mikroba uji,
seperti Soybean-Casein Digest Agar Medium yang tertera pada Uji Batas Mikroba <51>.
Pembuatan Inokula
Sebelum pengujian dilakukan, inokulasi permukaan media agar bervolume yang sesuai, dengan biakan
persediaan segar mikroba yang akan digunakan. Inkubasi biakan bakteri pada suhu 30 0-350 selama 18
jam-24 jam, biakan Candida albicans pada suhu 200-250 selama 48 jam dan biakan Aspergillus niger
pada suhu 200-250 selama 1 minggu.
Gunakan larutan natrium klorida P 0,9% steril untuk memanen biakan bakteri dan Candida albicans,
dengan mencuci permukaan pertumbuhan dan hasil cucian dimasukkan ke dalam wadah yang sesuai dan
tambahkan larutan NaCl P 0,9% steril secukupnya untuk mengurangi angka mikroba hingga lebih kurang
100 juta per mL. Untuk memanen Aspergiillus niger, lakukan hal yang sama menggunakan larutan NaCl
P 0,9% steril yang mengandung polisorbat 80 P 0,05% dan atur angka spora hingga lebih kurang 100
juta per mL dengan penambahan larutan NaCl P 0,9% steril.
Sebagai alternatif,mikroba dapat ditumbuhkan di dalam media cair yang sesuai, dan panenan sel
dilakukan dengan cara sentrifugasi, dicuci dan diuspensikan kembali dalam larutan NaCL P 0,9% steril
sedemikian rupa hingga dicapai angka mikroba atau spora yang dikehendaki.
Tetapkan jumlah satuan pembentuk kolini tiap mL dari setiap suspensi dan angka ini digunakan untuk
menetapkan banyaknya inokula yang digunakan pada pengujian. Jika suspensi yang telah dibakukan
tidak segera digunakan, suspensi dipantau secara berkala dengan metode lempeng Angka Mikroba Aerob
Total seperti yang tertera pada Uji Batas Mikroba <51> untuk memetapkan penurunan viabilitas.
Untuk memantau angka lempeng sediaan uji yang telah diinokulasi, gunakan media agar yang sama
seperti media untuk biakan awal mikroba yang bersangkutan. Jika tersedia inaktivator pengawet yang
khas, tambahkan sejumlah yang sesuai ke dalam media lempeng agar.
Prosedur
Jika wadah sediaan dapat ditembus secara aseptik menggunakan jarum suntik melalui sumbat karet,
lakukan pengujian pada 5 wadah asli sediaan. Jika wadah sediaan tidak dapat ditembus secara aseptik,
pindahkan 20 mL sampel ke dalam masing-masing 5 tabung bakteriologik bertutup, berukuran sesuai dan
steril. Inokulasi masing-masing wadah atau tabung denagn salah satu suspensi mikroba baku,
menggunakan perbandingan 0,10 mL inokula setara dengan 20 mL sediaan, dan campur. Mikroba uji
dengan jumlah yang sesuai harus ditambahkan sedemikian rupa sehingga jumlah mikroba di dalam
sediaan uji segera setelah inokulasi adalah antara 100.000 dan 1.000.000 per mL. Tetapkan jumlah
mikroba viabel di dalam tiap suspensi inokula, dan hitung angka awal mikroba tiap mL sediaan yang
diuji dengan metode lempeng. Inkubasi wadah atau tabung yang telah diinokulasi pada suhu 20 0-250.
Amati wadah atau tabung pada hari ke 7, 14, 21, dan ke 28 sesudah inokulasi. Catat tiap perubahan yang
terlihat dan tetapkan jumlah mikroba viabel pada tiap selang waktu tersebut dengan metode lempeng.
Dengan menggunakan bilangan teoritis mikroba pada awal pengujian, hitung perubahan kadar dalam
persen tiap mikroba selama pengujian.
Penafsiran Hasil
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke 14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari jumlah awal.
b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang dari jumlah awal.
c. Jumlah mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau kurang dari bilangan
yang disebut pada a dan b.
LIKUIDA
yang peka terhadap aktivitas ion hidrogen, elektrode kaca, dan elektrode pembanding yang sesuai seperti
elektrode kalomel atau elektroda perak klorida.
Alat harus mampu menunjukkan potensial dari pasangan elektroda dan untuk pembakuan pH
menggunakan potensial dari pasangan elektroda dan untuk pembakuan pH menggunakan potensial yang
dapat diatur ke sirkuit dengan menggunakan pembakuan, nol, asimetri, atau kalibrasi dan harus
mampu mengontrol perubahan dalam milivolt per perubahan unit pada pembacaan pH melalui kendali
suhu dan/atau kemiringan. Pengukuran dilakukan pada suhu 25 0 20, kecuali dinyatakan lain dalam
masing-masing monografi.
Skala pH ditetapkan dengan persamaan sebagai berikut:
(E Es)
pH = pHs +
k
E dan Es berturut-turut adalah potensial terukur dengan sel galvanik berisi larutan uji, dinyatakan sebagai
pH dan Larutan dapar untuk pembakuan yang tepat, dinyatakan sebagi pHs; harga k adalah perubahan
dalam potensial per perubahan unit dalam pH dan secara teoritis sebesar {0,05916+0,000198 (t-25 0)}
volt pada suhu t.
E. Penentuan Ukuran Globul (Martin hal 430431; Lachman Practice ed III, hal 531)
Metode ini cukup banyak digunakan untuk evaluasi emulsi. Yang ditetapkan adalah ukuran droplet ratarata berikut distribusinya pada selang waktu waktu tertentu. Diasumsikan terjadi pembesaran ukuran
droplet. Analisis ukuran droplet ini dapat dilakukan dengan mikroskop (mengukur diameter) atau
penghitung elektronik (electronic counter), yang mengukur volume droplet.
Caranya: untuk mempermudah penentuan ukuran droplet, sediaannya diencerkan dulu dengan gliserin.
Dari sediaan yang telah diencerkan tadi, diambil 1-2 tetes, disimpan di atas kaca objek, lalu diberi
beberapa tetes larutan Sudan III, diaduk sampai rata. Setelah diberi kaca penutup, dilihat di bawah
mikroskop bermikrometer. Partikel yang diukur paling sedikit berjumlah 300.
Studi menggunakan emulsi yang stabil menunjukkan bahwa pada awalnya akan terjadi perubahan ukuran
droplet yang sangat cepat, yang menunjukkan kekurangsempurnaan pelapisan permukaan droplet oleh
emulgator selama proses emulsifikasi. Selanjutnya perubahan ukuran droplet yang lambat menunjukkan
adanya koalesensi droplet sampai tercapai kondisi yang relatif lebih stabil.
F.
LIKUIDA
Cara kerja :
5. catat waktu yang diperlukan oleh bandul untuk mencapai skala tersebut. Hitung RPM.
6. dengan menaikkan dan menurunkan beban maka di dapat pengukuran pada berbagai
RPM.
Perhatian : setiap kali pengukuran harus dimulai dari skala nol.
Untuk menghitung viskositas digunakan persamaan sebagai berikut :
Aliran Newton:
= Kv x
W
RPM
Aliran Plastik:
= Kv x
W - Wf
RPM
Kv
= konstanta
W
= beban yang diberikan
Wf
= beban pada yield value
RPM
= jumlah putaran per menit
Untuk menghitung K biasanya digunakan cairan pembanding yang telah diketahui
viskositasnya. Untuk mengetahui sifat alirannya, digambarkan kurva antara RPM vs beban
yang diberikan.
LIKUIDA
1.
2.
LIKUIDA
Volume terpindahkan penting untuk sediaan emulsi oral. Emulsi yang kental volumenya dilebihkan
sebesar 3 % (Farmakope Indonesia edisi III). Penentuan volume terpindahkan bertujuan untuk menjamin
bahwa sediaan yang dikemas dalam wadah jika dipindahkan dari wadah asli akan memberikan volume
sediaan seperti yang tertera pada etiket.
Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan selanjutnya ikuti prosedur
berikut untuk bentuk sediaan tersebut.
Larutan oral, suspensi oral, dan sirup dalam wadah dosis ganda, kocok isi 10 wadah satu persatu.
Serbuk dalam wadah dosis ganda yang mencantumkan penandaan volume untuk lautan oral atau
suspensi oral yang dihasilkan bila serbuk dikonstitusi dengan jumlah pembawa seperti tertera pada etiket,
konstitusi 10 wadah dengan volume pembawa seperti tertera pada etiket diukur secara seksama dan
campur.
Prosedur
Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah dengan kapasitas gelas ukur
tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk
menghindarkan pembentukan gelembung udara pada waktu penuangan dan diamkan selama tidak lebih
dari 30 menit. Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran: volume rata-rata
larutan, suspensi atau sirup yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak satupun
volume wadah yang kurang dari 95% dari volume yang dinyatakan pada etiket.
Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100% dari yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu
wadahpun volumenya kurang dari 95% dari volume yang tertera pada etiket, atau B tidak lebih dari satu
wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari 90% volume dari volume yang tertera pada
etiket, lakukan pengujian terhadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata larutan, suspensi, atau sirup
yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100% dari volume yang tertera pada etiket dan tidak
lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95% tetapi tidak kurang dari 90% seperti yang tertera
pada etiket.
I. Penentuan Tinggi Sendimentasi
Pengamatan terhadap emulsi akibat pengaruh waktu dan temperatur merupakan hal yang rutin dilakukan
untuk memprediksi shelf life produk emulsi.
Caranya:
Sediaan emulsi yang diuji disimpan dalam tabung sedimentasi selama beberapa waktu pada temperatur
kamar dan temperatur di atas temperatur kamar. Selang waktu tertentu dilakukan pengamatan terhadap
sediaan emulsi yang diuji dengan melihat terjadinya pembentukan lapisan seperti susu. Stabilitas fisik
emulsi ditentukan dengan berdasarkan perbandingan harga Hu dan Ho selama penyimpanan.
Hu = tinggi lapisan seperti susu
Ho = tinggi seluruh sediaan
Ho
Emulsi dikatakan stabil jika harga
= 1 atau mendekati 1
Hu
Efek penyimpanan pada temperatur tinggi adalah percepatan laju koalesensi atau creaming, yang
lazimnya juga diikuti dengan berkurangnya viskositas. Kebanyakan emulsi akan menjadi encer jika
disimpan pada temperatur tinggi dan akan menjadi keras jika dikembalikan pada temperatur kamar.
Pengerasan ini akan lebih intensif jika pendinginan tersebut tidak disertai dengan pengadukan.
Umumnya pendinginan akan lebih cepat merusak emulsi dibandingkan dengan pemanasan, karena
lazimnya kelarutan emulsi lebih sensitif terhadap pendinginan.
Beberapa emulsi diketahui sangat stabil pada temperatur 40-45 oC, tetapi tidak dapat mentoleransi
temperatur di atas 50 oC atau di atas 60 oC selama beberapa jam.
Perubahan temperatur dapat menimbulkan efek terhadap: viskositas, partisi emulgator, inversi fasa dan
kristalisasi jenis lipid tertentu. (Catatan kuliah Farfis bu Jessie)
LIKUIDA
b.
c.
D I PU STAK A
100g
10 g
30 g
gtt VI
21 g
50 ml
12,5 mg
10 ml
4 mg 6
ml
1 ml
300 mg
50 ml
12,5 mg
5 mg
2,5 ml
4 mg
100 ml
200 ml
5g
20g
750 ml
1000 ml
LIKUIDA
3. Lachman
Emulsi Oral (Hal: 203)
R/ Cottonseed oil winterrized
Sulfadiazin
Sorbitan monostearat
Polyoxyetylene (20) sorbitan
Monostearat
Sweetener
Water potebel
Flavour oil
460,0 g
200,0 g
84,0 g
2,0 g
qs
1000g
qs
5.
2g
8g
6g
2g
100g
25 ml
500 mg
2g
100 ml
Emulsi Parenteral
R/ Cotton seed oil
PEG 200 monopalmitat
Ester asam tartrat
Polyoxyetylene polyoxypropyllen
blok polimer
Isotonis glukosa
15,0 g
1,2 g
0,3 g
0,3 g
83,2 g
LIKUIDA
LIKUIDA
Metode
Kering
Basah
Didihkan air
Dinginkan
Emulgator
M:E:A = 4:2:1
Kembangkan
Lebih dulu
Campur dan
gerus
Minyak
Air
Emulgator
Korpus Emulsi
Campur dan
gerus
Kocok (alat
homodispers)
Emulsi
Emulsi
LIKUIDA
Tipe
M/A
BLA
Inversi fase
A/M
BLM
M/A
Fase air
A/M
Fase minyak
Masing2 Dipanaskan
Fase Minyak
Fase Minyak
Fase air
Fase air
Fase minyak
Emulsi
Emulsi
A/M
+ air>>>
A/M/A
Fase air
M/A
+ minyak>>>
M/A/M
LIKUIDA
LIKUIDA
Lebih dominan lipofilik dan tidak larut air. Merupakan emulgator yang lemah tetapi
efektif sebagai stabilisator emulsi.
b. Macrogol ester, co: polyoxyl 8 stearat, polyoxyl 40 stearat, polyoxyl 50 stearat
Angka 8,40,50 menunjuk pada banyaknya subunit oxyethylene yang membentuk
polimer. Biasa dikombinasi dengan cetostearyl alkohol sebagai stabilisator sistem emulsi
yang menggunakan makrogol.
c. Sorbitan ester, co: span
Predominan lipofilik. Menghasilkan emulsi A/M. Sering dikombinasi dengan
polysorbate untuk menstabilisasi sistem A/M atau M/A.
d. Polysorbat, co: Polysorbate 20 = polioksietilen 20 sorbitan monolaurat = tween 20
Menghasilkan emulsi M/A dengan stabilitas yang bail dan tidak banyak terpengaruh
perubahan pH.
e. Macrogol eter (polyoxyethylene alkyl ethers), co: cetomacrogol 1000 polyoxyl 20
cetostearyl ether
Menghasilkan emulsi stabil, tahan asam dan basa. Sering dikombinasi dengan alkohol
rantai panjang.
f. Alkohol rantai panjang, co: cetostearyl alkohol, etil alkohol, stearyl alkohol
Merupakan emulgator A/M yang lemah. Fungsi utamanya adalah menstabilisasi sistem
emulsi M/A.
g. Poloxamer (macrogol-polyoxypropylene-macrogol copolymers)
h. Polyvinyl alcohols
Berfungsi menstabilisasi emulsi.
4. Surfaktan amphoterik
Tidak untuk emulgator. Berfungsi sebagai bakterisidal dalam detergen ataupun sampo
yang tidak iritan terhadap mata.
Codex h.87-88 : Emulgator Alam untuk Emulsi
Emulgator alam lebih bekerja sebagai peningkat viskositas daripada sebagai surfaktan.
Keterbatasan : kontaminasi mikroba (harus ditambah cukup pengawet)
1. Polisakarida (Gom)
a. Tragakan, akasia, agar, starch, pektin
Baik untuk emulsi internal. Akasia stabil pada viskositas tidak terlalu tinggi dan biasanya
dikombinasi dengan gom lain seperti tragakan atau agar. Emulsi tragakan kurang stabil
dan memiliki tekstur yang lebih kasar daripada emulsi akasia. Agar merupakan
emulgator lemah tapi dapat menghasilkan mucilago ataupun gel yang kental jika
dikombinasi dengan emulsi akasia 1%. Starch merupakan emulgator lemah tapi bekerja
sebagai stabilisator emulsi dengan membentuk fase dengan kekentalan tinggi. Pektin
memiliki sifat yang sama dengan starch.
b. Karagenan
Lebih efektif sebagai peningkat viskositas daripada sebagai emulgator primer.
Karagenan dengan konsentrasi 1% digunakan sebagai pengental dan stabilisator emulsi
tetapi akan terpresipitasi pada pH<5 jika ada ion logam berat.
c. Hidroksipropilselulosa (HPC) (nonionik), metilselulosa (nonionik), carmellose sodium
(anionik)
Digunakan sebagai emulgator dan peningkat viskositas.
2. Material steroid, co: lanolin alkohol, wool fat, wool alkohol, beeswax, sodium
glycocholate, sodium taurocholate
a. Wool fat dan wool alkohol
Digunakan untuk emulsi topikal. Akan mengabsorbsi air dalam emulsi A/M dengan
minyal/lemak lain.
b. Minyak mineral dan lanolin alkohol
LIKUIDA
Campuran untuk emulgator (dengan melarutkan parafin cair). Menghasilkan emulsi A/M
tetapi bisa digunakan juga sebagai stabilisator emulsi M/A.
c. Kolesterol
Bersama asam empedu dan cairan pankreatik akan mengemulsi substansi lemak
2. Gliserid, co: monogliserid, digliserid
Digunakan sebagai emulgator.
3.
Fosfolipid
Bekerja aktif pada permukaan (memiliki sifat surfaktan), memiliki aktivitas antioksidan,
mudah rusak jika pada emulsi tidak terdapat pengawet.
Protein, co: gelatin, kasein
Memiliki keterbatasan sebagai emulgator. Gelatin tipe A digunakan untuk emulsi dengan
pH 3, gelatin tipe B digunakan untuk emulsi pH>8.
5. Saponin
Memiliki keterbatasan: iritan dan hemolitik.
Kombinasi emulgator
Codex h.89
Untuk mendapatkan lapisan film yang lebih kompak dikombinasi antara :
1. Surfaktan ionik dan surfaktan non ionik
Surfaktan non ionik digunakan sebagai emulgator sekunder atau sebagai stabilisator. Surfaktan
non ionik yang biasa digunakan :
Alkohol rantai panjang
Material steroid
Surfaktan non ionik HLB rendah
Jenis surfaktan tersebut merupakan emulgator A/M. Contoh surfaktan yang termasuk jenis ini
yaitu cetostearyl alkohol, beeswax, dan gliseril monostearat.
2. Surfaktan non ionik HLB tinggi dengan surfaktan non ionik HLB rendah
Hasil terbaik dapat dicapai jika keduanya memiliki panjang rantai karbon yang sama.
Contoh kombinasi :
a. Emulsifying wax BP (anionic emulsifying wax)
Cetostearyl alkohol90 g
Natrium lauryl sulfat
10 g
Purified water
4 mL
b.
Farfis, h. 1149-1151
Kombinasi setil sufat dan kolesterol: membentuk lapisan kompleks sehinga emulsi baik. Kombinasi setil
sulfat dan oleik alkohol : membentuk lapisan tidak kompak sehingga emulsi jelek. Kombinasi setil
alkohol dan natrium oleat : membentuk lapisan yang tertutup rapat tapi tidak kompleks sehingga emulsi
jelek.
Emulsi yang baik dapat dicapai dengan mengkombinasikan emulgator hidrofilik dengan emulgator
lipofilik agar lapisan antar muka diperkuat dan kestabilan emulsi M/A dapat ditingkatkan melawan
pengelompokkan partikel terdispersi. Contoh kombinasi :
span 80 dan tween 40
natrium stearat dan kolesterol
natrium lauril sulfat dan gliseril monostearat
tragakan dan
span