Anda di halaman 1dari 24

BAB I

LAPORAN KASUS
I.1. Identitas Pasien
Nama

: Ny. T.W

Umur

: 33th

Status Marital

: Menikah

Pekerjaan

: Pegawai Swasta

Agama

: Islam

Tanggal masuk

: 6 Januari 2016

I.2. Anamnesis Autoanamnesis tanggal 07 Januari 2016.


A. Keluhan Utama :
Nyeri pada telinga kiri sejak 5 hari SMRS
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 5 hari SMRS pasien mengeluhkan nyeri pada telinga kiri yang disertai
keluar cairan. Nyeri mulanya dirasakan dengan intensitas ringan-sedang
kemudian semakin lama semakin parah. Cairan yang keluar menurut pasien
berkonsistensi kental dan tidak kunjung berhenti. Pasien juga mengeluh
pendengaran pada telinga kiri berkurang.
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya
F. Riwayat Penggunaan Obat
Pasien sebelumnya sudah pernah mengobati keluhan ini serta diberikan obat
tetes telinga dan oral namun keluhan tidak membaik
I.3 PEMERIKSAAN FISIK (Obyektif)
Tanggal 07 Januari 2016
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda vital

: TD : 120/80 mmHg, Nadi: 80X/menit, reguler


Suhu: 36,10C, RR: 20x/menit

Kulit

: Sawo matang, ikterik (-/-), anemis (-/-)


1

Kepala

: Normocephal, rambut hitam, distribusi merata

Wajah

: Simetris, ekspresi tampak gelisah

Mata

: Eksoftalmos -/-, conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,

Telinga

: Bentuk auricula normal.

Otoskopi AS

:
CAE: Tampak sekret mukopurulen, edem difus (karbunkel) yang
menutupi hampir seluruh diameter CAE
MT: belum dapat dinilai (curiga sudah ada perforasi)

Hidung

: Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, sekret -/-

Mulut

: Mukosa bibir basah, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1

Leher
Thorak
Pulmo

:
:
I : Normochest, retraksi suprasternal dan interkostal (-)
P : Ekspansi dada simetris
P : Sonor di kedua lapang paru
A : Stridor inspirator (+)

Cor

I : Tidak tampak ictus cordis


P : Iktus cordis teraba, thrill (-)
P : Batas Kiri atas ICS II linea parasternal sinistra
Batas Kanan atas ICS II linea parasternal dextra
Batas kiri bawah ICS IV linea midclavicula
Batas kanan bawah ICS V linea parastemalis dextra
A : BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/-

Abdomen

: I : Bentuk datar, lesi (-)


A : Bising usus (+) normal
P : Dinding perut supel, turgor kulit baik, hepatomegali (-),
spleenomegali (-), nyeri tekan (-) , distensi vesica urinaria (-),
Balotement ginjal (-/-)
P : Timpani +, Nyeri Ketok CVA (-/-)

Ekstremitas

: Akral hangat, edema tungkai (-), sianosis (-),capilary


refill <2detik

I.4 PEMERIKSAAN LABORATORIUM (27/09/15)


Darah Rutin
Hb

: 13.5 g/dL

Ht

: 40,5 %

Eritrosit

: 4.38 juta / uL

Leukosit

: 9.4 ribu/mm3

Trombosit

: 241 ribu / mm3

Kimia Klinik
GDS

: 138 (74-106)

I.5 PEMERIKSAAN RONTGEN (07/01/2016)

X-Foto Mastoid:
o Mastoid air cell kanan cukup, kiri berkurang dan lebih suram
o Ostium aricula lebih sclerotic
o Tak tampak destruksi tulang
Kesan:
Gambaran mastoiditis kiri

I.4. Diagnosa
Mastoiditis Sinistra
OMSK Sinistra
OE Difus Sinistra
Dengan Hiperglikemi

I.5. Rencana Tatalaksana


Pro-Mastoidektomi Radikal
Ceftriaxone 2 x 1gr IV
Metronidazole infus 3 x 500mg
Dexamethasone 2 x 4mg
Ketorolac 3 x 30mg I.V Ketoprofen 4 x 50mg P.O
Ranitidine 2 x 150mg
BAB II
3

LANDASAN TEORI

1.1 Pendahuluan
Mastoiditis merupakan salah satu komplikasi intratemporal dari otitis media
baik kejadian akut maupun kronik yang tidak tertangani dengan baik. Mastoiditis adalah
segala proses peradangan pada sel-sel mastoid yang terletak pada tulang temporal.
Lapisan epitel dari telinga tengah adalah sambungan dari lapisan epitel mastoid air
cells yang melekat di tulang temporal. Mastoiditis dapat terjadi secara akut maupun
1,2
kronis.
Biasanya timbul pada anak-anak atau orang dewasa yang sebelumnya telah
menderita infeksi akut pada telinga tengah. Gejala-gejala awal yang timbul adalah
gejala-gejala peradangan pada telinga tengah, seperti demam, nyeri pada telinga,
hilangnya sensasi pendengaran, bahkan kadang timbul suara berdenging pada satu sisi
telinga (dapat juga pada sisi telinga yang lainnya).

Pada saat belum ditemukannya antibiotik, mastoiditis merupakan penyebab


kematian pada anak-anak serta ketulian/hilangnya pendengaran pada orang dewasa. Jika
tidak di obati, infeksi bisa menyebar ke sekitar struktur telinga tengah, termasuk di
antaranya otak, yang bisa menyebabkan infeksi yang serius. Saat ini, terapi antibiotik
ditujukan untuk pengobatan infeksi telinga tengah sebelum berkembang menjadi
mastoiditis, yang akhirnya bisa menyebabkan kematian.

Sebuah hasil pencitraan diagnostik merupakan sebuah referensi yang paling


berharga bagi ahli bedah kepala dan leher atau otolaryngologist,

yang sangat

dibutuhkan dari pasien. Karena banyaknya bagian pendukung dan struktur dalam dari
sebuah kepala dan leher yang pemeriksaannya bukan hanya sekedar pemeriksaan yang
bersifat topografi (anatomi atau penentuan letak struktur) saja, tetapi juga memerlukan
pemeriksaan yang bersifat fisiologi. Beberapa pasien mungkin hanya memerlukan
pencitraan dignostik konvensional seperti film tipis sinar-X, atau beberapa justru
4

membutuhkan pencitraan dengan teknologi tinggi untuk memperoleh hasil terbaik demi
rencana terapi yang akan dia jalani nantinya.4
2.1. Definisi
Otitis media (OM) khususnya yang kronik (otitis media supurasi kronik)
adalah infeksi telinga tengah yang ditandai oleh sekret telinga aktif atau berulang di
telinga tengah yang keluar melalui perforasi membran timpani yang kronik.
OMSK yang sukar disembuhkan dapat menyebabkan komplikasi luas. Umumnya
penyebaran bakteri merusak struktur di sekitar telinga atau telinga tengah itu sendiri.
Komplikasi ini bisa hanya otore yang menetap, mastoiditis, labirintitis, paralisis
saraf fasialis sampai komplikasi serius seperti abses intrakranial atau trombosis.
Walau dalam praktek kejadian komplikasi ini rendah, pengobatan harus secepat
dan seefektif mungkin untuk menghindari komplikasi.

Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada
telinga tengah, dan jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis. Mastoiditis adalah segala
proses peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak pada tulang temporal. Mastoiditis
akut (MA) merupakan perluasan infeksi telinga tengah ke dalam pneumatic
system selulae mastoid melalui antrum mastoid.

2.2. Anatomi Sistem Pendengaran

1,2

Gambar 1. Anatomi System Pendengaran

Gambar 2. Anatomi Tulang Temporal

Mastoid berkembang dari kantong sempit di epitympanum posterior bernama


aditus ad antrum. Pneumatisasi terjadi tak lama setelah kelahiran, setelah terjadi
aerasi telinga tengah. Proses ini selesai pada saat seseorang berumur 10 tahun. Sel udara
mastoid terbentuk oleh invasi kantung berlapis epitel antara spikula tulang baru dan oleh
degenerasi dan redifferensiasi
temporal

lainnya,

ruang

sumsum

tulang yang ada. Bagian

termasuk apeks petrosus dan akar zygomaticus,

tulang

mengalami

pneumatisasi yang sama. Antrum, mirip dengan sel-sel udara mastoid, dilapisi dengan
epitel respiratorius yang akan membengkak bila terjadi infeksi. Penyumbatan antrum oleh
mukosa yang mengalami inflamasi memerangkap infeksi di sel udara dengan menghambat
drainase dan menghalangi aerasi kembali dari sisi tengah telinga.
Mastoid dikelilingi oleh fossa cranial posterior, fossa kranial tengah, saluran
nervus fasialis, sinus sigmoid dan lateral, dan ujung petrosus tulang temporal.
Mastoiditis

bisa mengikis seluruh antrum dan meluas ke salah satu daerah yang

bersebelahan tersebut, menyebabkan morbiditas yang signifikan secara klinis dan


6

penyakit yang mengancam jiwa


Perjalanan Penyakit
Infeksi akut yang menetap dalam rongga mastoid dapat menyebabkan osteitis,
yang menghancurkan trabekula tulang yang membentuk sel-sel mastoid; oleh karena
itu, istilah mastoiditis coalescent digunakan. Coalescent mastoiditis pada dasarnya
merupakan empiema tulang temporal yang akan menyebabkan komplikasi lebih
lanjut, kecuali bila progresifitasnya dihambat, baik dengan mengalir melalui antrum
secara alami yang akan menyebabkan resolusi spontan atau mengalir ke permukaan
mastoideus secara tidak wajar, apeks petrosus, atau ruang intracranial. Tulang temporal
lain atau struktur di dekatnya, seperti nervus fasialis, labirin, atau sinus venosus, dapat
terlibat. Mastoiditis dapat berhenti pada tahap manapun.
Hal ini berlangsung dalam 5 tahapan:

Tahap 1 - hiperemia dari lapisan mukosa dari sel udara mastoid

Tahap 2 - Transudation dan eksudasi cairan dan / atau nanah dalam sel-sel

Tahap 3 - Nekrosis tulang yang disebabkan oleh hilangnya vascularity dari septa

Tahap 4 - hilangnya dinding sel dengan proses peleburan (coalescence) menjadi


rongga abses

Tahap 5 - Perluasan proses inflamasi ke daerah-daerah berdekatan

2.3. Epidemiologi
Masih belum diketahui secara pasti, tetapi biasanya terjadi pada pasien-pasien
2
muda dan pasien dengan gangguan sistem imun.
a. Di Amerika Serikat

Sebelum masa antimikroba, mastoidektomi dilakukan sebanyak 20% dari


pasien dengan AOM. Insiden mastoiditis telah menurun sejak berkembangnya
antimikroba dan telah menjadi langka. Pada tahun 1948, tingkat ini menurun sampai
kurang dari 3% dan saat ini diperkirakan kurang dari 5 kasus per 100.000 orang di
7

Amerika Serikat atau negara-negara maju lainnya. Insiden mastoiditis lebih tinggi
di

negara-negara

berkembang

daripada

di tempat lain, terutama

sebagai

konsekuensi dari otitis media yang tidak diobati. Walaupun insiden penyakit ini
telah menurun secara substansial di Amerika Serikat, namun masih merupakan infeksi
yang signifikan secara klinis dengan potensi komplikasi yang mengancam jiwa.
Yang menjadi perhatian besar adalah dilaporkannya peningkatan tajam insiden
mastoiditis akut pada dekade terakhir di beberapa lokasi. Peningkatan ini mungkin
karena meningkatnya
tahan

tingkat infeksi yang disebabkan

oleh organisme

yang

antibiotic, virulensi patogen yang meningkat dan penurunan penggunaan

antibiotika untuk mengobati otitis media akut. Kejadian ini kemungkinan besar
menurun dengan ketersediaan dan pemberian vaksin pneumokokus terkonjugasi,
yang telah diizinkan untuk penggunaan klinis pada tahun 2000.
b. Internasional

Negara-negara berkembang dan negara-negara di mana AOM tidak diobati


dengan antibiotik memiliki peningkatan insiden mastoiditis, mungkin dihasilkan
dari otitis media yang tidak diobati. Sebagai contoh, insiden mastoiditis akut di
Belanda, yang memiliki tingkat peresepan antibiotik rendah untuk AOM, dilaporkan
terdapat 3,8 kasus per 100.000 orang per tahun. Di semua negara lain dengan tingkat
peresepan antibiotik tinggi, kejadian ini jauh lebih rendah dari pada ini, yaitu 1,2-2
kasus per 100.000 orang per tahun.
2.4. Patofisiologi / Etiologi
Mastoiditis terjadi karena Streptococcus hemoliticus / pneumococcus.
Selain itu kurang dalam menjaga kebersihan pada telinga seperti masuknya air ke
dalam telinga serta bakteri yang masuk dan bersarang yang dapat menyebabkan
infeksi traktus respiratorius. Pada pemeriksaan telinga akan menunjukkan bahwa
terdapat pus yang berbau busuk akibat infeksi traktus respiratorius.

Mastoiditis adalah hasil dari infeksi yang lama pada telinga tengah, bakteri
yang didapat pada mastoiditis biasanya sama dengan bakteri yang didapat pada
infeksi telinga tengah. Bakteri gram negatif dan St. aureus adalah beberapa bakteri
yang paling sering didapatkan pada infeksi ini. Seperti telah disebutkan diatas,
bahwa keadaan-keadaan yang menyebabkan
seseorang

juga

dapat

menjadi

penurunan

dari sistem imun dari

faktor predisposisi mastoiditis. Pada beberapa

penelitian terakhir, hampir sebagian dari anak-anak yang menderita

mastoiditis,

tidak memiliki penyakit infeksi telinga tengah sebelumnya. Bakteri yang berperan
pada penderita anak-anak ini adalah S. Pnemonieae.

Seperti semua penyakit infeksi, beberapa hal yang mempengaruhi berat dan
ringannya penyakit adalah faktor tubuh penderita dan faktor dari bakteri itu sendiri.
Dapat dilihat dari angka kejadian anak-anak yang biasanya berumur di bawah dua
tahun, pada usia inilah imunitas belum baik. Beberapa faktor lainnya seperti
bentuk tulang, dan jarak antar organ juga dapat menyebabkan timbulnya penyakit.
Faktor-faktor dari bakteri sendiri adalah, lapisan pelindung pada dinding bakteri,
pertahanan

terhadap antibiotik

dan kekuatan penetrasi bakteri terhadap jaringan

keras dan lunak dapat berperan pada berat dan ringannya penyakit.

2.5.GejalaKlinis

Gambar 3. Mastoiditis dengan abses subperiosteum. Perhatikan hilangnya lekukan


kulit dan abses yang menonjol.

10

Pasien mungkin memiliki gejala unik dari mastoiditis akut dan kronis.
Mastoiditis akut umumnya timbul setelah episode baru atau terjadi bersamaan
dengan otitis media akut (AOM) dan sering menyebabkan demam. Presentasinya
bervariasi menurut usia dan tahap infeksi.
Penyakit kronis, yang dapat subklinis, sering terjadi sekunder pada
pengobatan sebagian AOM dengan antibiotik.
Otorrhea yang berlangsung lebih dari 3 minggu adalah tanda yang paling
konsisten yang menunjukkan bahwa proses kronis yang melibatkan mastoideus
telah terjadi.

Demam bisa ditemukan. Suhu pasien dapat tinggi.


o Demam dapat tak henti-hentinya pada mastoiditis akut dan
mungkin berhubungan dengan AOM terkait.
o Demam yang menetap, terutama jika pasien mendapatkan antimikroba
yang memadai dan tepat, adalah umum pada mastoiditis akut.

Nyeri dapat dilaporkan.


o Nyeri terlokalisir jauh di dalam atau di belakang telinga dan biasanya
lebih buruk pada malam hari.
o Nyeri yang menetap adalah tanda peringatan penyakit mastoideus.
Temuan ini mungkin sulit untuk mengevaluasi pada pasien muda.

Kehilangan pendengaran dapat terjadi.


o Hal ini biasa terjadi dengan semua proses melibatkan celah-tengah telinga.
o Lebih dari 80% pasien tidak memiliki riwayat otitis media yang berulang.

Gejala nonspesifik (paling umum diamati pada bayi) termasuk kehilangan


nafsu makan dan iritabilitas.

11

Pemeriksaan Fisik
Temuan pada mastoiditis akut dan kronis termasuk penebalan periosteal, abses
subperiosteal, otitis media, dan tonjolan nipplelike (seperti puting) dari membran
timpani pusat. Menentukan adanya penebalan periosteal memerlukan perbandingan
dengan bagian telinga yang lain. Perubahan posisi dari daun telinga ke arah bawah
dan ke luar (terutama pada anak-anak <2 tahun) atau ke atas dan ke luar (pada
anak-anak <2 tahun) dapat ditemukan. Abses subperiosteal merubah posisi aurikel
ke lateral dan melenyapkan lipatan kulit postauricular. Jika lipatan tetap ada, proses ini
terjadi di lateral periosteum. Otitis media terlihat pada pemeriksaan dengan otoskop.
Tonjolan nipplelike dari membran timpani sentral mungkin ada, ini biasanya
disertai rembesan nanah. Infeksi ringan persisten ( mastoiditis tersembunyi) dapat terjadi
pada pasien dengan otitis media rekuren atau efusi telinga persisten. Kondisi ini
dapat menyebabkan demam, sakit telinga, dan komplikasi lain.
Tanda-tanda mastoiditis akut adalah sebagai berikut:
o Bulging membran timpani yang erythematous
o Eritema, tenderness, dan edema di atas area mastoid
o Fluktuasi postauricular
o Tonjolan dari aurikula
o Pengenduran dinding kanalis posterosuperior
o Demam (terutama pada anak-anak <2 tahun)
o Otalgia dan nyeri retroauricular (terutama pada anak-anak <2 tahun)

12

Temuan pada mastoiditis

kronis mungkin konsisten

dengan komplikasi

ekstensi ke luar prosesus mastoideus dan periosteum yang mengelilinginya atau dengan
komplikasi lain intratemporal seperti lumpuh wajah.
Tanda-tanda meliputi:
o Membran timpani terinfeksi atau normal
o Demam berulang atau persisten
o Tidak adanya tanda-tanda eksternal dari peradangan mastoideus
Pemeriksaan neurologis umumnya menghasilkan temuan nonfocal. Namun,
keterlibatan saraf kranialis dapat terjadi pada penyakit lanjut.
Tanda-tanda meliputi:
o Palsy dari saraf abducens (saraf kranial VI)
o Palsy dari saraf wajah (saraf kranial VII)
o
5
Rasa nyeri dari keterlibatan cabang oftalmik dari saraf trigeminal.
2.6. Diagnosis
Diagnosis mastoiditis ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang radiologi yang menunjukkan mastoiditis baik foto polos mastoid
Schuller maupun CT scan mastoid. Dengan CT scan bisa dilihat bahwa air cell
dalam prosesus mastoideus terisi oleh cairan (dalam keadaan normal terisi oleh
1,6
udara) dan melebar.
Pemeriksaan penunjang yang dapat diminta adalah, pemeriksaan kultur
mikrobiologi, hitung sel darah merah dan sel darah putih yang menandakan adanya
infeksi, pemeriksaan cairan sumsum untuk menyingkirkan adanya penyebaran ke dalam
ruangan di dalam kepala. Pemeriksaan lainnnya adalah CT-scan kepala, MRI-kepala dan
foto polos kepala.

Pemeriksaan Laboratorium
Spesimen

dari

sel-sel

mastoid

yang

diperoleh

selama

operasi

dan

cairan myringotomy, ketika diperoleh, harus dikirim untuk kultur bakteri


aerobik dan anaerobik, jamur, mikobakteri dan basil tahan asam.
o Jika membran timpani sudah perforasi, saluran eksternal dapat
dibersihkan, dan sampel cairan drainase segar diambil.
o Ketelitian adalah penting untuk mendapatkan cairan dari telinga
tengah dan bukan saluran eksternal.
o Kultur dan pengujian kepekaan terhadap isolat dapat membantu
dalam memodifikasi terapi inisial antibiotik.
o Hasil kultur yang dikumpulkan dengan benar untuk bakteri
aerobik dan anaerobik sangat membantu untuk pilihan terapi definitif.
o Pewarnaan

Gram dari spesimen

awalnya

dapat

membimbing

terapi antimikroba empiris.

Kultur darah harus diperoleh.

Pemeriksaan darah rutin dan laju sedimentasi dihitung untuk mengevaluasi


efektivitas terapi seterusnya.
Pemeriksaan LCS untuk evaluasi jika dicurigai perluasan proses ke
intrakranial.

2.7. Komplikasi
Mortalitas dan Morbiditas
Mastoiditis, ketika berlanjut di luar 2 tahap pertama dianggap sebagai
komplikasi otitis media. Komplikasi dari mastoiditis adalah perluasan lebih lanjut di
dalam atau di luar mastoideus itu sendiri. Komplikasi yang umum terjadi termasuk
kehilangan pendengaran dan perluasan

dari

proses

infeksi

di

mastoideus, mengakibatkan komplikasi intrakranial atau ekstrakranial.


Komplikasi lainnya termasuk berikut ini :

luar

sistem

Perluasan posterior ke sinus sigmoid, menyebabkan trombosis

Perluasan ke tulang oksipital, yang mengakibatkan osteomyelitis calvaria


atau abses
Citelli

Perluasan superior ke fosa kranial posterior, ruang subdural, dan meninges

Perluasan anterior ke akar zygomatic

Perluasan lateral membentuk abses subperiosteal

Perluasan inferior membentuk abses Bezold

Perluasan medial ke apex petrous

Keterlibatan intratemporal saraf wajah dan / atau labirin.

2.8. Gambaran Radiologi, CT-Scan dan MRI Mastoid


Tulang temporal merupakan bagian paling kompleks dari keseluruhan struktur
tubuh kita. Pemeriksaan gangguan pada tulang temporal secara konvensional masih
berlaku di seluruh dunia. CT dan MRI saat ini sudah menjadi salah satu metode
pencitraan radiologi untuk sebagian

besar penyakit

pada telinga dan bila ada

kerusakan pada tulang temporal. Pada penyakit pengikisan tulang, seperti otitis media
kronik dengan kolesteatom, CT dengan pengaturan jendela tertentu akan memberikan
sumber informasi yang akurat. CT dengan penggunaan cairan kontras yang disuntikan
pada vena telah digunakan secara terus menerus pada pemeriksaan cerebellopontine
angle masses. Peralatan pencitraan lain untuk tulang temporal ini meliputi superlatif
angiography.

GAMBARAN RADIOLOGI

13

Gambar 4. Gambaran Tengkorak


Ada tiga jenis proyeksi

radiologik

yang paling

sering

dan cukup

bermanfaat serta dapat mudah dibuat dengan memakai alat rontgen yang tidak
terlalu besar untuk menilai tulang temporal, yaitu:
1. Posisi Schuller
Posisi ini menggambarkan penampakan lateral dari mastoid. Proyeksi
foto dibuat dengan bidang sagital kepala terletak sejajar meja pemeriksaan
dan berkas sinar X ditujukan dengan sudut 30 cephalo-caudad.
Pada posisi ini perluasan pneumatisasi mastoid serta struktur trabekulasi
dapat tampak dengan lebih jelas. Posisi ini juga memberikan informasi
dasar tentang besarnya kanalis auditorius eksterna dan hubungannya dengan
sinus lateralis.

Posisi Pasien

Pasien diposisikan prone.

Berikan tanda letak Mastoid yang akan diperiksa pada 2,5 cm posterior
dari MAE sebagai CP

Kepala diposisikan lateral, dengan menempatkan :


o MSP kepala sejajar dengan bidang film
o IPL tegak lurus dengan bidang film
o IOML sejajar dengan bidang film

Pastikan tidak terjadi pergerakan kepala dengan melakukan fiksasi

Letakkan CP agar terproyeksi dipertengahan film, pada daerah 2,5 cm


posterior MAE.
Central Ray diarahkanmenyudut 25 caudally menembus pertengahan
9
film.

Gambar 5. Posisi pasien pada teknik Schuller


Kriteria Gambaran
Tampak bagian os mastoid dan sebagian os petrosum dipertengahan film

Mastoid air cells tampak di bagian posterior petrous ridge

TMJ tampak di bagian anterior petrous ridge

Bagian mastoid danpetrossum yang tidakdiperiksaterproyeksi di bagian


inferior
9
Tampak marker R/L di tepi film.

Gambar 6 : Posisi Schuller

2. Posisi Owen
Posisi ini juga menggambarkan penampakan lateral mastoid dan proyeksi
dibuat dengan kepala terletak sejajar meja pemeriksaan atau film lalu
wajah diputar 30 menjauhi film dan berkas cahaya sinar X ditujukan dengan

sudut 30 - 40 cephalo- caudad. Umumnya posisi Owen dibuat untuk


memperlihatkan kanalis auditorius eksternus, epitimpanikum, bagian-bagian
tulang

pendengaran dan sel udara mastoid.

Gambar 7. Posisi Owen

3. Posisi Chausse III


Posisi ini merupakan penampakan frontal mastoid dan ruang telinga
tengah. Proyeksi dibuat dengan dengan oksiput terletak di atas meja
pemeriksaan, dagu ditekuk ke arah dada lalu kepala diputar 10-15 ke arah sisi
berlawanan dari telinga yang akan diperiksa.
Posisi ini merupakan posisi tambahan setelah pemeriksaan posisi
lateral mastoid. Posisi Chausse III ini merupakan posisi radiologik konvensional
yang paling baik untuk pemeriksaan telinga tengah terutama untuk pemeriksaan
otitis kronik dan kolesteatoma.

Gambar 8. Posisi Chausse III


2.8 Tatalaksana
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada
Otitis Media Supuratif Kronis dengan mastoiditis, antara lain mastoidektomi sederhana,
radikal mastoidektomi, mastoidektomi radikal dengan modifikasi, miringoplasti,
timpanoplasti, pendekatan ganda timpanoplasti.
Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau
kolesteatom, sarana yang tersedia serta pengalaman operator. Sesuai dengan luasnya
infeksi atau luas kerusakan yang telah terjadi, kadang-kadang dilakukan kombinasi dan
jenis operasi itu atau modifikasinya.
Mastoidektomi Sederhana
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif
tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari
jaringan patologik.Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada
operas ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.

Mastoidektomi Radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau kolesteatom yang
sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua
jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan liang telinga tengah dengan
rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu
ruangan.
Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah
komplikasi intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya.
Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol, supaya tidak terjadi infeksi kembali.
Pendengaran berkurang sekali, sehingga dapat menghambat pendidikan atau karier pasien.
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga operasi
serta membuat meatoplasti yang lebar, sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi
terdapat cacat anatomi, yaitu meatus liang telinga luar menjadi lebar.
Mastoidektomi Radikal dengan Modifikasi (Operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum
merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang
telinga direndahkan.
Tujuan operasi ialah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga
mastoid, dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.
Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan
nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani.
Tujuan operasi ialah mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe
aman dengan perforasi yang menetap.
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang sudah tenang dengan ketulian
ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.
Timpanoplasti

Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat
atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan medikamentosa. Tujuan operasi
ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran.
Pada operasi ini selain rekontruksi membran timpani sering kali harus dilakukan
juga rekontruksi tulang pendengaran Berdasarkan bentuk rekontruksi tulang pendengaran
yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II,III,IV, dan V.
Sebelum rekontruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani
dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang
pula operasi ini terpaksa dilakukan dua tahap dengan jarak 6 sampai dengan 12 bulan.
Timpanoplasti dengan Pendekatan Ganda
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus
OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas.
Tujuan operais untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran
tanpa melaukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang
telinga)
Membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani, dikerjakan
melalui dua jalan yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan
timpanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe bahaya belum disepakati oleh
para ahli, oleh karena sering terjadi kambuhnya kolesteatoma kembali.

DAFTAR PUSTAKA
1. Widodo P dkk. 2005. Pola Sebaran Kuman dan Uji Kepekaan Antibiotika Sekret
Telinga Tengah Penderita Mastoiditis Akutdi RS Dr Kariadi Semarang 2004-2005
2. http://emedicine.medscape.com/article/2056657-overview#a4
3. Brook, Itzhak. Mastoiditis. 2010.
http://emedicine.medscape.com/article/966099overview
4. Mastoiditis akut. http://medicastore.com/penyakit/824/Mastoiditis_Akut.htm
5. Thieme Pocket Atlas of Radiographic Anatomy 2nd ed, 2000
6. Efiaty S.A, dkk. 2007. Buku Ajar Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Lehe. FKUI.
Jakarta.
7. James, B.S, et.all. 2003. Ballengers Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery
16th.ed. BC Decker. Spain.
8. Rasad, sjahriar. Radiologi Diagnostik edisi ke 2. 2005. Jakarta:FKUI
9. Teknik

radiografi

mastoid

air

cells,

proyeksi

schullers. dari

http://www.posradiografer.com/2008/04/teknik-radiografi-mastoid-air- cells.html

Anda mungkin juga menyukai