Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

ANALISA KASUS KEPERAWATAN JIWA


PASIEN DENGAN HALUSINASI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa I

Disusun oleh:
Melda Rahma Permatasari
Nanda Nur F
Nafiatun Alya
Nurindah Intan K
Pandhu Cahya A
Priska Cesaria
Rahmat Mitasari

NIM: P07120112026
NIM: P07120112027
NIM: P07120112028
NIM: P07120112029
NIM: P07120112030
NIM: P07120112031
NIM: P07120112032

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2014

ANALISA KASUS

KASUS :
Nn. H, 24 tahun, dirawatt di RS Jiwa karena tidak mau keluar rumah. Saat dikaji
berdasarkan hasil wawancara didapatkan data behwa klien mengatakan melihat
bayangan-banyangan terutama pada saat malam hari dan ia merasa takut
dengan kondisi tersebut. Klien mengatakan bahwa bayangan itu sering terlihat
ketika dia sedang menyendiri. Hasil pengamatan, klien lebih suka melamun,
jarang berinteraksi dengan teman sekamar. Selama dirawat di ruangan, klien
pernah menunjukkan perilaku tidak bersahabat yaitu memukul teman sekamar
dengan sapu ketika mengambil makanan miliknya.
A. IDENTIFIKASI DATA PENDUKUNG
1. Identitas pasien perlu untuk dikaji lebih lanjut
2. Faktor Predisposisi yang perlu dikaji:
a. Biologis
1) Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada system receptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan
pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan
atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak
tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
d. Faktor Perkembangan

Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan


interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress dan
kecemasan.
e. Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui,
tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
3. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan.
4. Faktor Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan
Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan
atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai mahkluk yang
dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga
halusinasi dapat dilihat dari dimensi yaitu :
a. Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang
eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat
ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien

tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan


kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls

yang

menekan,

namun

merupakan

suatu

hal

yang

menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian


klien dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
d. Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya
kecenderungan

untuk

menyendiri.

Individu

asyik

dengan

halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi


kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem control
oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa
ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh
karena

itu,

aspek

penting

dalam

melaksanakan

intervensi

keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi


yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan,
serta mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
e. Dimensi Spiritual

Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi


dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar.
Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga proses diatas
tidak terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya dan
halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat
halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol kehidupan
dirinya.
5. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu
dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping

dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan


masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu
seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan
mengadopsi strategi koping yang berhasil
6. Mekanisme Koping
Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal.
7. Rentang Respon
Respon Adaptif

Respon Maladaptif

Pikiran Logis

Pikiran kadang

Kelainan

Persepsi akurat
Emosi konsisten

menyimpang
Ilusi
Reaksi emosi

pikiran/delusi
Halusinasi
Ketidakmampuan

dengan

berlebihan/ kurang

mengalami emosi

pengalaman
Perilaku sesuai

Perilaku tidak lazim/

Ketidakteraturan

Hubungan sosial

ganjil
Menarik diri

perilaku
Isolasi Sosial

harmonis
B. ANALISA DATA

No
1

Data
DS:-

Masalah
Isolasi Sosial

DO:
-

Klien tidak mau keluar rumah


Klien jarang berinteraksi dengan teman
sekamar

DS:-

Gangguan Sensori Persepsi:


Klien

mengatakan

melihat

bayangan-

Halusinasi pengelihatan

bayangan terutama pada saat malam hari


-

dan merasa takut dengan kondisi tersebut


Klien mengatakan bayangan tersebut sering
terlihat ketika sedang menyendiri.

DO:
3

DS:DO:
-

Klien lebih suka melamun


Risiko Perilaku Kekerasan
Klien pernah menunjukkan perilaku tidak
bersahabat yaitu memukul teman sekamar
dengan sapu ketika mengambil makanan
miliknya

C. POHON MASALAH
Risiko Perilaku Kekerasan (Akibat)

Gannguan Sensori Perseptual: Halusinasi pengelihatan ( Masalah Utama)

Isolasi sosial

(Penyebab)

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi pengelihatan
2. Isolasi Sosial
3. Risiko Perilaku Kekerasan

E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Tujuan Umum
Klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain.

Keluarga mampu :
Merawat pasien di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.
TUJUAN KHUSUS
Setelah
3
pertemuan,
dapat
hubungan
percaya

pasien

KRITERIA EVALUASI
INTERVENSI
Klien dapat Menunjukan Bina hubungan saling
percaya
Ekspresi
wajah

RASIONAL
Hubungan saling percaya
merupakan

dasar

untuk

membina

bersahabat, menunjukkan

memperlancar

saling

rasa senang, ada kontak

interaksi selanjutnya.
Mengetahui masalah yang dialami

oleh klien.
Sikap perhatian menunjukan klien

mata,

mau

berjabat

tangan, mau menyebutkan


nama,
salam,

mau
mau

berdampingan
perawat,
mengutarakan
yang dihadapi.

menjawab
duduk
dengan
mau
masalah

Dorong klien mengungkapkan


perasaannya.
Dengarkan klien dengan penuh
perhatian dan empati.

merasa diperhatikan.

hubungan

Setelah

pertemuan,
dapat

x
pasien

Klien

dapat

menyebutkan

mengenal

isi

halusinasinya

dan

waktu,
frekuensi

timbulnya halusinasi.
Klien
dapat

Adakan

pertemuan

sering

Kontak sering dan singkat

dan

singkat

secara

selain

bertahap.
Observasi
klien

hubungan
tingkah

terkait

mengungkapkan

halusinasinya.

perasaan

tertawa

terhadap

halusinasinya.

upaya

laku
dengan

Bicara

tanpa

dan

stimulus,

juga

saling

dapat

saat

kanan

dalam

teman bicara.
Bantu
klien

mengenal

halusinasinya dengan cara :


- Jika menemukan klien
yang sedang halusinasi
tanyakan
-

apakah

suara yang di dengar.


Jika klien menjawab ada
lanjutkan

ada

apa

yang

dikatakan.
Katakan bahwa perawat
percaya
mendengar

klien
suara

itu,

memutuskan

halusinasi

memudahkan

ada

percaya

halusinasinya.
Mengenal perilaku

memandang ke kiri dan ke


seolah-olah

membina

intervensi.
Mengenal

pada
timbul

perawat
melakukan
halusinasi

memungkinkan klien untuk


menghindari
timbulnya halusinasi.

faktor

namun perawat sendiri


tidak

mendengarnya

(dengan nada sahabat


tanpa
-

menuduh/menghakimi).
Katakan
pada
klien
bahwa ada juga klien

lain yang sama seperti

dalam

dia.
Katakan bahwa perawat

keperawatan

akan membantu klien.


Diskusikan dengan klien situasi
yang

Peran serta aktif klien membantu

menimbulkan

dan

melakukan

intervensi

dan

Dengan

diketahuinya faktor predisposisi


membantu

dalam

mengontrol

untuk

memutus

halusinasi.

tidak

menimbulkan situasi serta faktor


Setelah
pertemuan,
dapat

Pasien

mengontrol

halusinasinya.

Klien

dapat

Upaya

siklus halusinasi sehingga

menyebutkan

tindakan

tindakan

yang

biasanya

jika

dilakukan

untuk

halusinasinya.
Klien

dapat

yang

dilakukan

terjadi halusinasi

halusinasi tidak berlanjut.

(tidur, marah, menyibukkan

mengendalikan

predisposisi terjadinya halusinasi


Identifikasi bersama klien

diri sendiri dan lain-lain)

Diskusikan
manfaat
cara
yang digunakan klien, jika

Reinforcement
mneingkatkan
klien.

dapat
harga

diri

menyebutkan

baru.
Klien
cara

cara

dapat

memilih
mengatasi

bermanfaat beri pujian


Diskusikan cara baru untuk

Memberikan

memutus/mengontrol

pilihan untuk mengontrol

halusinasi seperti yang

timbulnya halusinasi
Bantu klien memilih

telah

dan

didiskusikan

melatih

cara

halusinasi.
cara
untuk

memutus halusinasi secara

dengan klien.
Klien dapat melakukan

bertahap

cara yang telah dipilih


untuk

alternatif

Memotivasi

dapat

meningkatkan

keinginan

klien

mencoba

untuk

memilih salah satu cara

mengendalikan

untuk

halusinasi.

Klien dapat mengetahui


aktivitas kelompok.

Beri

kesempatan

mengendalikan

halusinasi

untuk

dan

melakukan cara yang telah

meningkatkan

dilatih.
Anjurkan

klien.
Memberi

untuk

klien

mengikuti

terapi

kelompok,

orientasi

dan stimulasi persepsi.

harga

diri

kesempatan

kepada

aktivitas

dapat

klien

untuk

mencoba cara yang telah

realita

dipilih.
Stimulasi

persepsi

mengurangi

dapat

perubahan

interprestasi realitas akibat


halusinasi.

Setelah

Pasien

pertemuan,
dapat

dukungan

dari keluarga dalam

Keluarga dapat saling

Membina

percaya

percaya

perawat.
Keluarga

dengan

hubungan

dengan

menyebutkan
dapat

pertemuan

mengontrol

menyebutkan

halusinasinya.

pengertian, tanda dan

dan ramah.
Diskusikan

tindakan

pada

mengendalikan
halusinasi.

untuk

saling

merupakan

nama, tujuan

dengan

untuk

hubungan

interaksi selanjutnya.
Mengetahui pengetahuan
keluarga

tentang

berkunjung

halusinasi dan menambah

tentang :
- Pengertian halusinasi
- Gejala halusinasi yang

pengetahuan keluarga cara

saat

dasar

memperlancar

sopan

halusinasinya

Hubungan saling percaya

dialami klien.
Cara
yang
dilakukan

dapat

klien

dan

keluarga untuk memutus


-

halusinasi.
Cara merawat
keluarga

anggota
yang

berhalusinasi di rumah,
misalnya : beri kegiatan,
jangan
makan

biarkan

sendiri,
bersama,

merawat anggota keluarga


yang mempunyai masalah
halusinasi.

bepergian bersama.
Beri
informasi
waktu
follow

up

atau

perlu

kapan

mendapat

bantuan : halusinasi tidak


terkontrol,

dan

mencederai

resiko

diri,

orang

lain dan lingkungan

Setelah
pertemuan,

Pasien

Klien
dapat

dapat

manfaat,

memanfaatkan
obat dengan baik.

keluarga

dan

menyebutkan
dosis

dan

Diskusikan
dan

dengan

klien

keluarga tentang dosis

Dengan
dosis,

menyebutkan
frekuensi

dan

dan frekuensi serta manfaat

manfaat obat diharapkan

efek samping obat.


Klien
dapat

minum obat.
Anjurkan
klien

klien

mendemonstrasikan

sendiri obat pada perawat

program pengobatan.
Menilai kemampuan klien

penggunaan

dan

dalam

obat

minta

merasakan

melaksanakan

pengobatannya

dengan benar.
Klien
mendapat

manfaatnya.
Anjurkan klien untuk bicara

sendiri.
Dengan mengetahui efek

informasi tentang efek

dengan

tentang

samping klien akan tahu

dan efek samping obat.


Klien dapat memahami

mafaat dan efek samping

apa yang harus dilakukan

dokter

akibat berhenti minum

obat tanpa konsutasi.


Klien
dapat

menyebutkan prinsip 5
benar
obat.

penggunaan

obat yang dirasakan.


Diskusikan akibat berhenti

setelah minum obat.


Program pengobatan dapat

minum obat tanpa konsultasi

berjalan dengan lancar.


Dengan mengetahui prinsip

dengan dokter.
Bantu klien menggunakan

penggunaan

obat,

maka

obat dengan prinsip 5 benar

kemandirian

klien

untuk

(benar

obat,

pengobatan

dapat

benar

ditingkatkan

secara

benar

dosis,

benar

waktunya,

caranya, benar pasiennya).

bertahap.

DAFTAR PUSTAKA
Hamid, Achir Yani. (2000). Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa
Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Hawari, Dadang. (2001). Pendekatan Holistik pada gangguan Jiwa Skizofrenia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Maramis, W. F. (2005). Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9. Surabaya: Airlangga
University Press.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan
Keluarga, Edisi I. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Stuart dan Laraia. (2007). Principle and Practice Of Psychiatric Nursing. edisi 6.
St. Louis: Mosby Year Book.
Townsend, Mary. C. (2000). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts Of
Care. Edisi 3. Philadelphia: F. A. Davis Company

Anda mungkin juga menyukai