LAPORAN KASUS
I.
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. M
Umur
: 08-09-1997
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
Suku/bangsa
: Jawa / Indonesia
Pekerjaan
: Pelajar
Status pernikahan
: Belum Menikah
Status Berobat
: Rawat Inap
Bangsal
: Alkautsar
Tanggal Masuk
: 11-01-16
No. RM
: 16 79 53
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan 12 januari 2016 Pk. 10.45 WITA di Perawatan Az
Zahra RSU Haji Prov. Sul-sel secara autoanamesis.
a. Keluhan Utama : benjolan pada bibir kemaluan sebelah kiri.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSU Haji Prov. Sul-sel dengan keluhan benjolan di
bibir kemaluan sebelah kiri. Benjolan diketahui pertama kali sejak 2
minggu yang lalu. Awalnya benjolan tersebut sebesar kelereng dan terasa
nyeri. Semakin hari benjolan bertambah besar. Nyeri yang dirasakan juga
semakin bertambah, sehingga mengganggu aktivitas sehari-harinya
seperti saat berjalan atau duduk. Benjolan tidak gatal. Pasien juga
mengeluhkan keluar keputihan berwarna kuning, kental, banyak dan
berbau amis. Untuk BAB dan BAK tidak ada keluhan, pasien tidak
merasakan demam. Riwayat berhubungan dengan pacar (+) sejak 2
minggu yang lalu. Pasien juga kurang menjaga kebersihan kemaluannya
c. Riwayat Penyakit Dahulu
: disangkal.
Riwayat asma
: disangkal.
: disangkal.
: disangkal.
: disangkal.
III.
Riwayat asma
Riwayat tekanan darah tinggi
Riwayat kencing manis
: disangkal.
: disangkal.
: disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal tanggal 12 januari 2015 Pk. 10.45
WITA
Keadaan umum
Kesadaran
Vital sign
: baik.
: compos mentis
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 38,0C
Status gizi
a. Status Internus
Kepala
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Leher
Torak
- Cor :
Inspeksi
Palpasi
: Mesocephal.
: Konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-)
: Deviasi (-), secret (-)
: Nyeri tarik (-), nyeri tekan (-)
: Bibir sianosis (-), faring hiperemis (-)
: deviasi (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
:
: ictus cordis tidak terlihat.
: ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicularis
Abdomen
: Tampak datar, simetris.
Ekstremitas
Superior : akral dingin (-/-), udem kedua tangan (-/-)
Inferior : akral dingin (-/-), udem kedua kaki (-/-)
b. Pemeriksaan ginekologi
IV.
tegas, hiperemis (+), fluor albus (+) warna putih kekuningan, darah (-).
Palpasi
: nyeri tekan (+), konsistensi kenyal kesan berisi cairan.
Pemeriksaan genitalia interna : tidak dilakukan pemeriksaan.
RESUME
wanita 18 tahun datang ke RSU Haji Prov. Sulsel dengan keluhan benjolan
di labia mayor sinistra, dirasakan sekitar 2 minggu yang lalu, disertai nyeri.
Benjolan awalnya kecil kemudian membesar. Pasien juga mengeluhkan flour
Albus, vaginal discharge purulent dan fishy oddor. Pasien pernah mengalami
keluhan yang sama sekitar 1 tahun yang lalu.
DIAGNOSIS
Abses bartholini.
VI.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 12 Januari 2016.
Darah rutin
Pemeriksaan
Hemoglobin
Lekosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
Limfosit
Monosit
Granulosit
Limfosit %
Monosit %
Granulosit %
VII.
Hasil
14,00
H 15,26
4,52
40,7
359
90,00
31,00
34,40
11,70
9,1
L18,30
8,30
6,8
L18,30
4,1
67,95
PENATALAKSANAAN
a. Non Medikamentosa
Nilai Normal
11,7-15,5
3,6 -11
3,8 5,2
35 42
150-440
80-100
26-34
32-36
11,5-14,5
7-11
17- 35
0,16-1
2,5- 7
25-340
4-6
50-80
Tirah baring
b. Medikamentosa
Ciprofloxacin 2 x 500 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg
Metronidazole 3 x 500 mg
c. Program Operasi
Incisi
Marsupialisasi
Drainage : pasang drain karet 2 lbr
VIII. MONITORING
a. Perbaikan kondisi umum pasien.
b. Monitoring tanda-tanda infeksi pada lesi.
c. Tanda vital pasien.
IX.
EDUKASI
a. Pasien diberitahu mengenai penyakitnya dan penyebab dari penyakitnya
tersebut.
b. Pasien diedukasi tentang pentingnya menjaga kebersihan di daerah
kewanitaannya.
c. Pasien diberitahu tentang tindakan operasi yang akan dilakukan dan
persiapan-persiapan sebelum operasi.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
ABSES BARTOLINI
I.
PENDAHULUAN
Organ kelamin wanita terdiri atas organ genitalia interna dan organ
vagina,
di
sebelah
bawah
himen.
Fungsinya
untuk
dari vestibulum. Kelenjar ini terletak bilateral di dasar labia minora, dan
mengalirkan hasil sekresinya melalui duktus sepanjang 2 2,5 cm, yang bermuara
ke dalam vestibulum pada arah jam 4 dan jam 8. Kelenjar ini biasanya berukuran
sebesar kacang dan ukurannya jarang melebihi 1 cm. Kelenjar ini tidak teraba
kecuali pada keadaan penyakit atau infeksi.(3,5)
Kelenjar bartolini (greater vestibular glands) merupakan homolog
dari kelenjar Cowper (kelenjar bulbourethral pada laki-laki). Pada masa
pubertas, kelenjar ini mulai berfungsi, memberikan kelembaban bagi vestibulum.
(6)
bartolini tidak teraba pada pemeriksaan palpasi.(1,2,7) seperti pada gambar dibawah
ini :
EPIDEMIOLOGI
Hasil penelitian tahun 2005 di Jepang pada pemeriksaan mikrobiologidari
224 kasus menunjukkan hasil positif pada organisme aerobik dan anaerobik
penyebab abses bartolini
ETIOLOGI
Banyak bakteri yang terisolasi menjadi bakteri yang patogen.Jenis bakteri
yang paling banyak adalah Escherichia coli, bakteri patogen yang menyebar
secara seksual Neisseria gonorrhoeaedanC. trachomatis.(5,8,9)
Dalam beberapa studi kasus bakteri Escherichia co1i didapatkan
sebagai bakteri penyebab utama dari beberapa penyakit infeksi traktus gentalia
V.
Organisme anaerobik
Staphylococcus aureus
Bacteroides fragilis
Neisseria gonorrhoeae
Clostridium perftingens
Escherichia coli
Peptostreptococcus species
Streptococcusfaecalis
Pseudomonas aeruginosa
Chlamydia trachomatis
Fusobacterium species
PATOGENESIS
Kelenjar bartolini berfungsi mensekresikan cairan ke permukaan vagina.
Cairan ini mengalir ke dalam duktus sepanjang 2,5 cm yang tersusun atas epitel
transisional. Duktus ini bermuara pada bagian luar himen dan labium, dimana
duktus pada bagian ini tersusun atas epitel skuamosa.(3)
Pada masa pubertas kelenjar ini memulai fungsinya untuk memberikan
kelembaban vestibula.Ukuran kelenjar bartolini seperti kacang polong dan jarang
melebihi 1 cm.(1, 3, 5)
Adanya peradangan pada kelenjar bartolini disebabkan oleh bakteri
Gonococcus atau bakteri lainnya yang menyebabkan terjadinya infeksi pada
kelenjar bartolini. Ada kalanya bartolinitis menjadi abses karena duktus kelenjar
tertutup dan terjadi proses pernahanan di dalam kelenjar tersebut. Kista bartolini
terjadi karena adanya sumbatan pada salah satu duktus sehingga mukus yang di
hasilkan tidak dapat di sekresi.Sumbatan dapat disebabkan oleh mukus yang
mengental, infeksi, inflamasi kronik, trauma, atau gangguan kongenital.Jika
terjadi infeksi pada kista bartolini maka kista ini dapat berubah dapat menjadi
abses, yang ukurannya dapat meningkat setiap hari dan sangat nyeri.Namun kista
tidak harus selalu ada mendahului terbentuknya abses.(3, 5)
VI.
GAMBARAN KLINIS
Gejala kista bartolini berbeda dengan abses bartolini. Adapun gejala dari
Dispareunia
PEMERIKSAAN PENUNJANG
pasien
afebris,
laboratorium
darah
tidak
VIII. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Sebagian besar pasien akan merasa demam, walaupun tidak spesifik
karena bergantung daya tahan tubuh pasien. Pasien akan mengeluh nyeri
pada perineum hebat yang terutama dirasakan saat berjalan, duduk, dan koitus.
Nyeri kemudian menghilang yang diikuti dengan munculnya duh.( 4, 6)
2. Pemeriksaan Fisis
Abses dapat didiagnosis melalui pemeriksaan fisik khususnya
dengan pemeriksaan ginekologis pelvik.Pemeriksaan fisik dengan posisi
litotomi. Adapun hasil pemeriksaan fisik yang diperoleh dari pemeriksaan
terhadap abses bartolini adalah sebagai berikut:(6)
DIAGNOSIS BANDING
1. Bartolinitis
Bartolinitis adalah sumbatan duktus utama kalenjar bartolin menyebabkan
Infeksi
ini
kemudian
menyumbat
mulut
kelenjar
tempat
datang
ke
tetap.
Selanjutnya
dilakukan
marsupialisasi
(nanah
diagnosis. Pada anamnesis dinyatakan tentang gejala seperti panas, gatal, Sudah
berapa lama gejala berlangsung, kapan mulai muncul, Apakah pernah berganti
pasangan seks, keluhan saat berhubungan, riwayat penyakit menulat seksual
sebelumnya, riwayat penyakit kelamin pada keluarga.(15,19)
Kista bartholini di diagnosis melalui pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan
dengan posisi litotomi, terdapat pembengkakan pada kista pada posisi jam 5 atau
jam 7 pada labium minus posterior. Jika kista terinfeksi, maka pemeriksaan kultur
jaringan dibutuhkan untuk mengidantifikasi jenis bakteri penyebab abses dan
untuk mengetahui ada tahu tidaknya infeksi menular.(15,18,19)
Apabila pasien dalam kondisi sehat, afebri, tes laboratorium darah tidak
diperlukan untuk mengevaluasi abses tanpa komplikasi atau kista. Kultur bakteri
dapat bermanfaat dalam menentukan kuman dan pengobatan yang tepat bagi abses
Bartholini.(15,18,19)
X.
PENATALAKSANAAN
Pemberian terapi pada abses bartolini hampir sama dengan kista bartolini
simptomatik. Adapun terapi yang dapat diberikan pada abses bartolini, yakni :
Sitz bath
Jika suatu abses timbul, penanganan konservatif dengan Sitz bath. Caranya
yaitu dengan duduk di dalam bak mandi yang di isi dengan air hangat dimana
bokong dan genital harus terendam air selama 10-15 menit pada satu waktu, 3-4
kali sehari.(4, 5)
sangat efektif untuk N.Gonorrhoea dan mempunyai tingkat efisiensi yang tinggi
terhadap resisten organisme.Ciprofloxacin 250 mg satu kali pemberian merupakan
alternatif pengobatan antibiotik selain ceftriaxon.Doxycycline 100 mg selama 7
hari diindikasikan untuk Chlamydia trachomatis.Azithromycin 1 gram peroral
dalam satu kali pemberian di gunakan juga untuk Chlamydia trachomatis.Jika
kista terinfeksi menjadi abses, diperlukan obat-obatan baik topikal maupun
anastesi lokal, untuk infeksi lokal, yang sering digunakan adalah antibiotik seperti
mupirocin. Sedangkan golongan anastesi digunakan topikal pada mukosa vagina
secara injeksi pada submukosa yaitu lidokain topikal 3-5mg/kgBB, injeksi 35mg/kgBB, bupivakain dengan dosis maksimal 225 mg dengan epinefrin, 175 mg
tanpa epinefrin di injeksikan ke dalam submukosa dan triamcinolon-acetonide 5
mg/i.c injeksi untuk mengurangi inflamasi pada kista secara cepat dan mudah.
Antibiotik biasanya diberikan segera setelah insisi dan drainase dilakukan.(3,18,20)
Kateter Word
Kateter word pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960-an. Kateter word
merupakan kateter kecil dengan balon yang dapat dikembangkan dengan salin
pada ujung distalnya.Prosedur ini harus dilakukan dalam teknik steril.Penting
untuk menarik dinding kista sebelum insisi dilakukan, jika tidak demikian maka
kemungkinan dapat mengakibatkan kolaps kista.Insisi tidak boleh dilakukan
diluar labium karena dapat terbentuk fistel yang permanent. Dengan
menggunakan scalpel no.11 dilakukan insisi 0,5 cm pada abses di permukaan
mukosa labia minora. Kateter ini dimasukkan ke dalam luka insisi setelah
dilakukan drainase cairan.Sebelum dimasukkan, ujung kateter diolesi dengan gel
untuk membantu lubrikasi. Jika insisi terlalu lebar kateter word akan terjatuh.
Ujung dari kateter dimasukkan dalam lubang, dan balon dikembangkan dengan 4
ml salin. Sementara ujung kateter lain dimasukkan kedalam vagina demi
kenyamanan pasien. Agar terjadi epitalisasi pada daerah insisi, kateter word di
pasang selama 4-6 minggu, hal ini juga bertujuan untuk memperkecil
rekurensi.Pasien dinasehati untuk mandi duduk sebanyak 2-3 kali selama 2 hari
dan tidak melakukan hubungan seksual sampai kateter di lepaskan.Kesederhanaan
teknik ini merupakan keuntungan utamanya.Tidak terlalu mengganggu pasien dan
mengembalikan fungsi kelenjar.Kateter word aman dan efektif untuk mengobati
abses bartolini.Kegagalan untuk menjaga kista terbuka dapat meningkatkan faktor
resiko rekurensi.(3,5,18,20)
Eksisi
Eksisi dapat dilakukan pada kista yang cenderung berulang beberapa
Marsupialisasi
Marsupialisasi dari kelenjar bartolin umumnya ditunjukkan bila ada abses
yang besar yang membuat bedah eksisi kelenjar menjadi sulit. Pada operasi ini,
ahli bedah akan membuka lebar dinding abses sehingga memungkinkan untuk
mengeluarkan eksudat purulen. Membran abses kemudian dijahit ke mukosa
vagina dan kulit pada introitus vagina untuk efek granulasi dan reepitelisasi
kelenjar bartolin adalah untuk menghilangkan abses sedemikian rupa sehingga
akan terjadi epitelisasi pada bagian dasar.(3, 5, 20)
Alternatif selain pemasangan kateter word adalah marsupialisasi dari kista
bartolini.Marsupialisasi
Setelah persiapan steril dan dilakukan anastesi local, dinding kista dijepit dengan
2 hemostat kecil. Kemudian insisi vertikal dibuat di ruang depan di tengah
tengah kista dan diluar cincin hymenal dengan sayatan sekitar 1,5-3 cm,
tergantung pada ukuran kista. Setelah kista dipotong secara vertikal, pada rongga
dilakukan irigasi dengan larutan garam dan jika perlu lokulasi dapat dipecah
dengan hemostat.Dinding kista kemudian diangkat dan diperkirakan ke tepi
vestibular mukosa dengan jahitan interuptus 2-0 yang dapat diserap.Sekitar 5 15
% dari kista bartolin dapat kambuh setelah marsupilisasi. Komplikasi yang
berkaitan dengan prosedur ini termasuk dispareunia, hematom, dan infeksi.(21)
Gambar Marsupialisasi
( Dikutip dari kepustakaan No.21)
I.
KOMPLIKASI
Dapat ditemukan nekrotik setelah drainase abses,namun jarang(3)
Toxic Shock Syndrome
Perdarahan, khususnya pada pasien dengan koagulopati(5)
II.
PROGNOSIS
Kesempatan sembuh baik sekali(3)
Angka rekuren umumnya dilaporkan kurang dari 20%.(3)
III.
PENCEGAHAN
Jika kista bartolini berkembang, pengobatan yang tepat dengan sitz bath
BAB IV
ANALISA KASUS
Dari anamnesis didapatkan data Ny. M, usia 19 tahun datang ke RSUD Haji
Provinsi Sulawesi selatan dengan keluhan benjolan di labia mayor sinistra,
dirasakan sekitar 2 minggu yang lalu, disertai nyeri. Benjolan awalnya sebesar
kelereng semakin membesar disertai
bertambah
sehingga
mengganggu
sehari-harinya.
Pasien
juga
mengeluhkan flour Albus, vaginal discharge purulent dan fishy oddor. Pasien
memiliki riwayat keluhan yang sama sekitar 1 tahun yang lalu. Dari anamnesa
juga diketahui pasien kurang menjaga higienitas.
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran kompos mentis. Febris
(38,0C), Tanda vital lain dalam batas normal
Pada pemeriksaan genetalia eksterna didapatkan : Inspeksi : massa (+) di
labia mayor sinistra, diameter 4 cm, batas tegas, hiperemis (+), fluor albus (+)
warna putih kekuningan, darah (-). Palpasi : nyeri tekan (+), konsistensi kenyal
kesan berisi cairan. Pemeriksaan genitalia interna : tidak dilakukan pemeriksaan.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan genitalia eksterna dan
pemeriksaan penunjang yang didapatkan sesuai dengan teori pada tinjauan
pustaka yang disebutkan mengenai tanda dan gejala abses bartholini. Factor resiko
dari kasus ini kemungkinan disebabkan oleh prilaku pasien yang kurang menjaga
higienitas serta memiliki riwayat keluhan yang sama.
Penanganan pada pasien ini diberikan terapi anti inflamasi nonsteroid
berupa injeksi ketorolak 3x30 mg IV. Untuk mengurangi peradangan pada reaksi
bakteri diberikan antibiotik spektum luas berupa Ceftriaxon 3x1 gr secara
intravena untuk menghambat sintesis mukopeptida pada dinding sel bakteri.
Pasien di berikan sulfas ferosus 300 mg 2x 1 tab untuk membantu pembentukan
sel darah merah. Setelah nyeri yang dirasakan menghilang akan dilakukan
penanganan pendukung yaitu operasi marsupialisasi
kisata dan mengeluarkan isi rongga.
BAB V
KESIMPULAN
Abses Bartolini merupakan suatu penyakit infeksi pada kelenjar
bartolini, dimana pada awalnya abses berkembang sebagai komplikasi dari
bartolinitis yang tidak diberikan pengobatan. Kelenjar Bartolini terletak bilateral
pada introitus posterior dan mengalir melalui saluran-saluran yang kosong.
Kelenjar bartolini berukuran seperti kacang yang teraba hanya jika duktus
bartolini menjadi kistik atau berkembang menjadi abses.
Abses bartolini terutama disebabkan oleh bakteri dan patogen menular
seksual hanya jarang terlibat dalam patogenesis tersebut. Biasanya terjadi pada
wanita usia reproduksi. Suatu abses bartolini menyebabkan rasa sakit selain
pembengkakan. Daerah bengkak sangat lembut dan kulit memerah. Berjalan dan
duduk mungkin sangat menyakitkan.
Jika suatu abses timbul penanganan konservatif dengan Sitz bath. Antibiotik
diberikan jika ada infeksi sekunder. Ketika tumor berfluktuasi, insisi dan drainase
sebaiknya dilakukan.Word kateter merupakan penatalaksanaan yang aman dan
efektif.
DAFTAR PUSTAKA
2011
10
Desember];
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/777112-overview.
6. Omole F, Barbara JS, Hacker Y. American Family Physician : Management
of Bartholin's Duct Cyst and Gland Abscess. 2011:p.135-40.
7. Sarwono Prawiro hardjo. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
2006.
8. Tanaka K, Mikamo H, et.all. Microbiology of Bartholin's Gland Abscess in
Japan. Journal of Clinical Microbiology. 2005:p.4258-61.
9. R.J.Hay, Adriaans BM. Virus Infection. In: Burns T, Breathnach S, Cox N,
Griffiths C, editors. Rook's Textbook of Dermatology. 7 ed. USA: Blackwell
Publishing; 2004. p. 27.1-.12.
10. Halpern AV, Heymann WR. Infection, Infestation and Bites. In: Bolognia J,
L.Jorizzo J, P.Rapini R, editors. Dermatology. 2 ed. USA: Clara Toombs;
2008.
11. A.Pinsky B, J.Baron E, Janda JM, Banaei N. Bartholin's abscess caused by
hypermucoviscous
Klebsiella
pnuemoniae.
USA:
Department
of
Juni
2009;
cited
2011
10
Desember];
Available
from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19445813.
17. Micali G. Benign Vulvar Lesions. 2011 [updated 14 July 2011; cited 2011
10
Desember];
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/264648-overview.
18. Sarwono Prawiro hardjo. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
2006.
19. Badziat, Ali. Endokrinologi Ginekologi. Jakarta : Media Aesculapius. 2003.
20. Cunningham, F.G., MacDonald, P.C. (2005). Obstetri Williams. Jakarta:
EGC.
21. R.Wheeless.JR C, L.Roenneburg M. Atlas of Pelvic Suregery : Bartholin's
Gland Cyst Marsupialization. [cited 2011 10 Desember]; Available from:
http://www.atlasofpelvicsurgery.com/1VulvaandIntroitus/3bartholinsglandcy
st/chap1sec3.html.
LAPORAN OPERASI
Nama pasien
: Ny. Nurkhayati
Usia
: 37 tahun.
No. RM
: 17 27 32.
PAV
: Bugenvil
Kelas
: III (UMUM)
Nama Operator
Nama Asisten
: dr. Hotland.
Tanggal operasi
: 24 Oktober 2013.
Operasi dimulai
Operasi selesai
Lama operasi
: 30 menit.
1.
2.
3.
4.
Keadaan Umum
S : nyeri pada benjolan.
O:
- KU : baik.
- Kesadaran : kompos mentis
- TV
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 80x
RR : 20x
Suhu : 37C
Tindakan
- RL 20 tetes per menit.
- Inj ketorolak 3x30 mg IV.
- Inj ceftriaxon 3x1 gram
IV.
- Vit Bc/C/SF 2x1 tab.
- Mempersiapkan
untuk
program marsupialisasi
- Pengawasan KU, TV.
Pemeriksaan :
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
- Thorax : cor dan pulmo dbn.
- Abdomen : supel, hepar dan lien
tidak teraba.
- Ekstremitas : akral dingin (-/-)
- BAK dbn
- BAB dbn
23-10-2013
D/ kista bartholini
S : nyeri pada benjolan.
O:
- KU : baik.
- Kesadaran : kompos mentis
- TV
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 84x
RR : 20x
Suhu : 37C
Pemeriksaan :
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
- Thorax : cor dan pulmo dbn.
- Abdomen : supel, hepar dan lien
tidak teraba.
- Ekstremitas : akral dingin (-/-)
- BAK dbn
- BAB dbn
D/ kista bartholini
24-10-2013
Pemeriksaan :
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
- Thorax : cor dan pulmo dbn.
- Abdomen : supel, hepar dan lien
tidak teraba.
- Ekstremitas : akral dingin (-/-)
- BAK dbn
- BAB dbn
25-9-2013
D/ kista bartholini
S : nyeri pada lokasi operasi
O:
- KU : baik.
- Kesadaran : kompos mentis
- TV
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 82x
RR : 20x
Suhu : 37C
Pemeriksaan :
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
- Thorax : cor dan pulmo dbn.
- Abdomen : supel, hepar dan lien
tidak teraba.
- Ekstremitas : akral dingin (-/-)
- BAK dbn
- BAB dbn
D/
kista
bartholini
post
marsupialisasi