Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit papulo eritro skuamosa merupakan penyakit kulit yang ditandai terutama oleh
adanya Papul, eritema dan skuama.1 Eritema merupakan kelainan pada kulit berupa
kemerahan yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah kapiler yang bersifat reversibel.
Skuama merupakan lapisan dari stratum korneum yang terlepas dari kulit. Maka, kelainan
kulit yang terutama terdapat pada penyakit papulo eritro skuamosa adalah berupa kemerahan
dan sisik/terkelupasnya kulit.2
Penyakit papulo eritro skuamosa terdiri dari beberapa penyakit kulit yang digolongkan di
dalamnya, antara lain: Psoriasis, Parapsoriasis, pitiriasis rosea, eritroderma, dermatitis
seboroik, dan liken planus.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PSORIASIS

Psoriasis merupakan salah satu peradangan kulit yang sering terjadi dan terdapat di
seluruh dunia, prevalensi penyakit ini bervariasi pada setiap Negara di dunia, hal ini
mungkin dikarenakan adanya factor ras, geografi dan lingkungan. Prevalensinya mulai dari
0,1% hingga 11,8%.1
Di literature lain ada yang menyebutkan 1-3% dari penduduk di Negara-negara Eropa dan
Amerika Utara pernah menderita psoriasis.3
Insiden pada orang kulit putih lebih tinggi dari pada orang yang memiliki kulit berwarna,
kasus psoriasis jarang dilaporkan pada bangsa Indian di Amerika mampu bangsa Afrika.
Karena kebanyakan penderita psoriasis memiliki lesi-lesi yang tidak hilang seumur
hidupnya, hal ini jelas merupakan masalah.4
1. Definisi
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, dimana bersifat kronik dan
residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama
yang kasar, berlapis-lapis dan transparan seperti mika; disertai dengan fenomena tetesan
lilin,Auspitz, dan Kobner. Psoriasis termasuk juga dalam sejenis penyakit kulit yang
penderitanya mengalami proses pergantian kulit yang terlalu cepat. Kemunculan penyakit
ini terkadang untuk jangka waktu lama dan berulang (kronik residif), penyakit ini secara
klinis sifatnya tidak mengancam jiwa, tidak menular tetapi karena timbulnya dapat terjadi
pada bagian tubuh mana saja sehingga dapat menurunkan kualitas hidup serta menggangu
kekuatan mental seseorang bila tidak dirawat dengan baik.1,3
Berbeda dengan pergantian kulit pada manusia normal yang biasanya berlangsung
selama tiga sampai empat minggu (27 hari), proses pergantian kulit pada penderita
psoriasis berlangsung secara cepat yaitu sekitar 3-4 hari, (bahkan bisa terjadi lebih cepat)
pergantian sel kulit yang banyak dan menebal.5
Sampai saat ini penyakit Psoriasis belum diketahui penyebabnya secara pasti,
2

sehingga belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan secara total penyakit ini.5
2. Sinonim
Psoriasis juga disebut psoriasis vulgaris berarti psoriasis yang biasa, karena ada
psoriasis lain, misalnya psoriasis pustulosa.1,3,4
3. Epidemiologi
Psoriasis dapat dijumpai di seluruh belahan dunia dengan angka kesakitan (insiden
rate) yang berbeda. Pada orang kulit putih lebih tinggi dibanding kulit berwarna. Di
Eropa dilaporkan sebanyak 3-7%, di Amerika Serikat 1-2%, sedangkan di Jepang 0,6%.
Insidens pada pria agak lebih banyak daripada wanita Sedangkan dari segi umur,
Psoriasis dapat mengenai semua usia, namun biasanya lebih kerap dijumpai pada orang
dewasa.3

4. Etiologi
Penyebab Psoriasis hingga kini belum diketahui secara pasti. Diduga beberapa
faktor sebagai pencetus timbulnya Psoriasis, antara lain1,3:

Faktor herediter (genetik).


Disebutkan bahwa seseorang beresiko menderita Psoriasis sekitar 34-39% jika
salah satu orang tuanya menderita Psoriasis, dan sekitar 12% jika kedua orang
tuanya tidak menderita Psoriasis. Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe
psoriasis yaitu tipe I dengan awitan dini bersifat familial, psoriasis tipe II dengan
awitan lambat bersifat nonfamilial. Hal lain yang menyokong adanya faktor
genetik ialah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I
berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57 dan Cw6, sedangkan psoriasis tipe
II berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2. Sedangkan psoriasis pustulosa
3

berkolerasi dengan HLA-B27.3,4


Faktor imunologik
Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis
sel, yakni limfost T, sel penyaji antigen (dermal), atau keratinosit. Keratinosit
psoriasis membutuhkan stimulasi untuk aktivasinya. Lesi psoriasis matang
umunya penuh dengan sebukan limfost T pada dermis yang terutama terdiri dari
limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfositik dalam epidermis. Sedangkan
pada lesi baru umumnya lebih banyak didominasi oleh limfosit T CD8. Pada lesi
psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel
Langerhans juga ikut berperan pada imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya
proliferasi epidermis diawali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen
maupun endogen oleh sel Langerhans. Nickoloff (1998) berkesimpulan bahwa
psoriasis merupakan penyakit autoimun. Lebih dari 90% kasus ini mengalami
remisi setelah diobati dengan imunosupresif.4

Berbagai Faktor Pencetus


Pada psoriasis disebutkan dalam kepustakaan, di antaranya stress psikis, infeksi
fokal, trauma (fenomena kobner), endokrin, gangguan metabolik, obat, juga
alcohol dan merokok. Stres psikis merupakan faktor pencetus utama. Infeksi
fokal mempunyai hubungan erat dengan salah satu bentuk psoriasis ialah
psoriasis gutata, sedangkan hubungannya dengan psoriasis vulgaris tidak jelas.
Pernah dilaporkan kasus-kasus psoriasis gutata yang sembuh setelah diadakan
tonsilektomi. Umumnya disebabkan oleh Streptococcus. Faktor endokrin
mempengaruhi perjalanan penyakit. Puncak insiden psoriasis pada waktu
pubertas dan menopause. Pada waktu kehamilan umumnya membaik, sedangkan
pada

masa

pascapartus

memburuk.
4

Gangguan

metabolism,

contohnya

hipokalsemia dan dialysis telah dilaporkan sebagai faktor pencetus. Obat yang
umumnya dapat menyebabkan residif ialah beta-adenergik blocking agent,
litium, antimalarial, dan penghentian mendadak kortikosteroid sistemik.3,4
5. Gambaran klinis
Pada tahap permulaan, mirip dengan penyakit-penyakit kulit dermatosis
eritroskuamosa (penyakit kulit yang memberikan gambaran bercak merah bersisik).
Namun gambaran klinis akan makin jelas seiring dengan waktu lantaran penyakit ini
bersifat menahun (kronis).4
Gejala-gejala Psoriasis adalah sebagai berikut sebagian penderita hanya mengeluh
gatal ringan. Tempat predileksi di kulit, terutama di siku, lutut, daerah tulang ekor
(lumbosakral).6
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan
skuama di atasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan
sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama
berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika serta trasnparan. Besar kelainan
bervariasi : lentikular, nummular atau plakat dan dapat berkonfluensi. jika seluruhnya
atau sebagian besar lentikular disebut dengan psoriasis gutata.7

Tempat predileksi pada


penyakit psoriasis

Tampak Plak Eritema dan Skuama Kasar pada kedua lutut pasien psoriasis
Pada Psoriasis terdapat fenomena tetesan lilies, Auspitz dan Kobner
(isomorfik).

Kedua fenomena yang disebut lebih dahulu dianggap khas,sedangkan fenomena


kobner dianggap tak khas, hanya kira-kira 47% yang positif dan didapati pula pada
penyakit lain, misalnya liken planus dan venula plana juvenilis. Fenomena tetesan lilin
ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih seperti lilin yang digores disebabkan
oleh karena berubahnya indeks bias. Cara menggores dapat menggunakan pinggir gelas
alas. Fenomena Auspitz tampak seperti serum atau darah berbintik-bintik yang
disebabkan oleh papilomatosis, caranya : skuama yang berlapis-lapis dikerik dengan
menggunakan pinggir gelas alas. Setalah skuamanya habis, pengerokan dilakukan
perlahan-lahan, jika terlalu dalam tidak akan tampak perdarahan yang berbintik-bintik
melainkan perdarahan yang merata. Trauma pada kulit penderita psoriasis misalnya
akibat garukan, dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis yang
6

disebut fenomena kobner yang timbul setelah 3 minggu.4,7

Tanda dan Gejala pada Psoriasis

6. Bentuk klinis
Berdasarkan bentuk klinis, psoriasis dibedakan menjadi beberapa macam, yakni:7
a. Psoriasis vulgaris
Bentuk ini ialah yang lazim ditemukan, karena itu disebut vulgaris. Dinamakan
juga tipe plak karena lesinya pada umumnya berbentuk plak. Tempat predileksinya
seperti yang telah diterangkan di atas.
b. Psoriasis gutata
Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbul mendadak dan
diseminata, umumnya setelah infeksi streptococcus di saluran napas bagian atas
sehabis influenza atau morbili, terutama pada anak dan dewasa muda. Selain itu juga
dapat timbul setelah infeksi yang lain, baik bakterial maupun viral.
c. Psoriasis inversa
Disebut juga psoriasis fleksural karena mempunyai tempat predileksi pada daerah
7

fleksor sesuai dengan namanya.


d. Psoriasis eksudativa
Bentuk ini sangat jarang dan kelainannya eksudatif seperti dermatitis akut.
e. Psoriasis seboroik
Gambaran klinis bentuk ini merupakan gabungan antara psoriasis dan dermatitis
seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak dan agak lunak.
f. Psoriasis pustulosa
Ada 2 pendapat mengenai psoriasis jenis ini, pertama dianggap sebagai
penyakit tersendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis. Terdapat 2 bentuk
psoriasis pustulosa, bentuk lokalisata dan generalisata. Bentuk lokalisata, contohnya
psoriasis pustulosa palmo-plantar (Barber). Sedangkan bentuk generalisata,
contohnya psoriasis pustulosa generalisata akut (von Zumbusch).7
- Psoriasis pustulosa palmo-plantar (Barber)
Penyakit ini bersifat kronik dan residif, mengenai telapak tangan atau telapak
kaki atau keduanya. Kelainan kulit berupa kelompok-kelompok pustul kecil
-

steril dan dalam, di atas kulit yang eritematosa, disertai rasa gatal.8
Psoriasis pustulosa generalisata akut (von Zumbusch)
Sebagai faktor provokatif banyak, misalnya obat yang tersering karena
penghentian kortikosteroid sistemik. Obat lain contohnya, penisilin dan
derivatnya (ampisilin dan amoksisilin) serta antibiotik betalaktam yang lain,
hidroklorokuin, kalium jodida, morfin, sulfapiridin, sulfonamida, kodein,
fenilbutason dan salisilat. Faktor lain selain obat, ialah hipokalsemia, sinar
matahari, alkohol, stres emosional, serta infeksi bakterial dan virus. 7,8
Penyakit ini dapat timbul pada penderita yang sedang atau telah menderita
psoriasis. Dapat pula muncul pada penderita yang belum pernah menderita
psoriasis. 7
Gejala awalnya ialah kulit yang nyeri, hiperalgesia disertai gejala umum
berupa demam, malaise, nausea, anoreksia. Plak psoriasis yang telah ada makin
eritematosa. Setelah beberapa jam timbul banyak plak edematosa dan

eritematosa pada kulit yang normal. Dalam beberapa jam timbul banyak pustul
milier pada plak-plak tersebut. Dalam sehari pustul-pustul berkonfluensi
membentuk lake of pus berukuran beberapa cm. 8
Kelainan-kelainan semacam itu akan berlangsung terus menerus dan dapat
menjadi eritroderma. Pemeriksaan laboratorium menunjukan leukositosis (dapat
mencapai 20.000/l), kultur pus dari pustul steril.
g. Psoriasis eritroderma
Dapat disebabkan oleh pengobatan topikal yang terlalu kuat atau oleh
penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak
tampak lagi karena terdapat eritema dan skuama tebal universal. Ada kalanya lesi
psoriasis masih tampak samar-samar, yakni lebih eritematosa dan kulitnya lebih
meninggi.9
7. Histopatologi
Psoriasis memberikan gambaran histopatologi yang khas yaitu parakeratosis dan
akantosis. Pada stratum spinosum terdapat kelompok leukosit yang disebut abses Munro.
Selain itu terdapat juga papilomatosis dan vasodilatasi subepidermal.4,7
8. Diagnosis banding
Pada diagnosis banding hendaknya selalu diingat, bahwa pada psoriasi terdapat tandatanda yang khas yakni skuama yang kasar, transparan dan berlapis-lapis,fenomena tetesan
lilin dan Auspitz.9
Pada stadium penyembuhan telah dijelaskan bahwa eritema dapat terjadi, hanya di
pinggir, hingga menyerupai Dermatofitosis. Perbedaannya ialah pada dermatofitosis
gatal sekali dan ditemukan jamur pada sediaan langsung. 10
Dermatitis seboroik, berbeda dengan psoriasis karena skuamanya berminyak dan
kekuningan serta bertempat predileksi di tempat yang seboroik. 7,9
9. Penatalaksanaan
Mengingat bahwa

hingga

kini

belum
9

dapat

diberikan

pengobatan

kausal

(menghilangkan penyebabnya), maka pengobatan yang dilakukan adalah upaya untuk


meminimalisir keluhan, yakni:5
a. Menekan atau menghilangkan faktor pencetus (stress, infeksi fokal, menghindari
gesekan mekanik, dll).
b. Mengobati bercak-bercak psoriasis.

Pengobatan topikal (obat luar: salep, krim, pasta, larutan) merupakan pilihan
utama untuk pengobatan psoriasis. Obat-obat yang lazim digunakan, antara lain:
-

Kortikosteroid topikal memberikan hasil yang baik. Potensi dan vehikulum


bergantung pada lokasi. Pada scalp, daerah muka, lipatan dan genitalia
eksterna dipilih potensi sedang. Pada batang tubuh dan ekstremitas
digunakan salap dengan potensi kuat atau sangat kuat bergantung pada lama
penyakit. Jika telah terjadi perbaikan maka potensinya dan frekuensinya
diturunkan perlahan-lahan.

Ter yang cukup efektif adalah yang berasal dari batu bara dan kayu.
Konsentrasi yang biasa digunakan 2-5%, dimulain dengan konsentrasi
rendah, jika tidak ada perbaikan konsentrasi dinaikkan. Antralin dikatakan
efektif. Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2-0,8%, dalam pasta, salap
atau krim. Lama pemakaian hanya - jam sehari sekali untuk mencegah
iritasi. Penyembuhan dalam 3 minggu.

Pengobatan penyinaran dengan ultraviolet. Sinar ultraviolet mempunyai


efek menghambat mitosis, sehingga digunakan untuk pengobatan psoriasis.
Sinar UV yang digunakan diantaranya sinar A yang dikenal dengan UVA.

Calcipotriol

Tazaroten
10

Emolen

Pengobatan sistemik (obat minum, suntikan). Cara ini dilakukan dengan


berbagai pertimbangan karena adanya kemungkinan efek samping yang
ditimbulkannya pada pemakaian jangka panjang. Obat-obat yang biasa
digunakan diantaranya:
-

Kortikosteroid dapart mengontrol psoriasis. Dosisi ekuivalen dengan


prednisone 30 mg perhari. Setelah membaik dosisi diturunkan perlahanlahan, kemudian diberikan dosis pemeliharaan.10

Metotreksat (MTX) adalah obat sitostatik yang biasa digunakan. Indikasinya


adalah psoriasis, psoriasis pustulosa. Cara penggunaan metotreksat ialah
mula-mula diberikan tes dosis inisial 5 mg per os untuk mengetahui apakah
ada gejala sensitivitas atau gejala toksik. Jika tidak terjadi efek yang tidak
dikehendaki diberikan dosis 3 x 2,5 mg dengan interval 12 jam dalam
seminggua dengan dosis total 7,5 mg. jika tidak tampak perbaikan dosis
dinaikkan 2,5 mg 5 mg per minggu.5

Retinoid digunakan bagi psoriasis yang sukar disembuhkan dengan obatobat lain mengingat efek sampingnya. Dosisnya bervariasi; pada bulan
pertama diberikan 1 mg/kgBB, jika belum terjadi perbaiakn dosis dapat
dinaikkan menjadi 1 mg/kgBB.5

Siklosporin berefek imunosupresif. Dosisnya 6 mg/kgBB sehari. Bersifat


nefrotoksik dan hepatotoksik.10

Pengobatan kombinasi, cara ini meliputi: kombinasi psoralen dengan penyinaran


ultraviolet (PUVA), kombinasi obat topikal dan sistemik.4,5,10

11

10. Prognosis
Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, namun penyakit ini bersifat kronik
residif. Belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan secara total karena penyebab
pasti psoriasis belum diketahui. Namun, psoriasis dapat dikendalikan agar tidak mudah
kambuh dengan cara menghindari faktor-faktor pencetusnya.7
B. PARAPSORIASIS
1. Definisi
Parapsoriasis merupakan penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, pada
umumnya tanpa keluhan, kelainan kulit ditandai dengan adanya eritema dan skuama,
pada umumnya tanpa keluhan dan berkembang secara perlahan-lahan dan kronik. Tahun
1902, Brock pertama kali menggambarkan 3 tanda utama yaitu Pitiriasis lichenoides
(akut dan kronik), Parapsoriasis plak yang kecil dan Parapsoriasis plak yang luas
(parapsoriasis dan plak).8
2. Epidemiologi
Diagnosis parapsoriasis jarang dibuat dikarenakan criteria diagnosis masih
controversial. Di Eropa lebih banyak dibuat diagnosis parapsoriasis daripada di Amerika
Serikat.11
3. Klasifikasi
Pada umumnya parapsoriasis dibagi menjadi 3 bagian yaitu : 1
a.
Parapsoriasis gutata
b.
Parapsoriasis variegate
c.
Parapsoriasis en plaque

4. Gambaran klinis
a. Parapsoriasis Gutata
Bentuk ini terdapat pada dewasa muda terutama pada pria dan relative paling
sering ditemukan. Ruam terdiri atas papul miliar serta lentikular, ertiema dan skuama
dapat hemoragik, kadang-kadang berkonfluensi, dan umumnya simetrik. Penyakit ini
12

sembuh spontan tanpa meninggalkan sikatriks. Tempat predileksi pada badan, lengan
atas dan paha, tidak tedapat pada kulit kepala, muka dan tangan.8,11
Bentuk ini biasanya kronik, tetapi dapat akut dan disebut parapsoriasis gutata
akut ( penyakit Mucha-Habermann). Gambaran klinisnya mirip varisela, kecuali
ruam yang telah disebutkan dapat ditemukan vesikel, papulonekrotik dan krusta. Jika
sembuh meninggalkan sikatriks seperti variola, karena itu dinamakan pula psoriasis
varioliformis akuta atau pitiriasis likenoides et varioliformis akuta atau pitiriasis
likenoides et varioliformis.12
b. ParapsoriasisVariegata
Kelainan ini terdapat pada badan, bahu dan tungkai, bentuknya seperti kulit
zebra; terdiri atas skuama dan eritema yang brgaris-garis. 12
c. Parapsoriasis en Plaque
Insidens penyakit ini pada orang kulit berwarna rendah. Umumnya mulai pada
usia pertengahan, dapat terus-menerus atau mengalami remisis, lebih sering pada pria
daripada wanita. Tempat predileksi pada badan dan ektremitas. Kelainan kulit berupa
bercak eritematosa, permukaan datar, bukat atau lonjong dengan diameter 2,5 cm
dengan sedikit skuama yang berwarna merah jambu, coklat atau agak kuning. Bentuk
ini sering berkembang menjadi mikosis fungoides. 11

Tanda dan Gejala Klinis pada parapsoriasis


4. Histopatologi
a. Parapsoriasis gutata
13

Terdapat sedikit infiltrat limfohistiositik di sekitar pembuluh darah superficial,


hyperplasia epidermal yang ringan dan sedikit spongiosis setempat.13
b. Parapsoriasis variegate
Epidermis tampak meinipis disertai keratosis setempat-setempat. Pada dermis
terdapat infiltrat menyerupai pita terutama terdiri atas limfosit.13
c. Parapsoriasis en plaque
Gambarannya tak khas, mirip dermatitis kronik.13
5. Diagnosis banding
Sebagai diagnosis banding adalah ptiriasis rosea dan psoriasis. Psoriasis berbeda
dengan parapsoriasis, karena pada psoriasis skuamanya tebal,kasar, berlapis-lapis, dan
terdapat fenomena tetesan lilin dan Auspitz. Selain itu gambaran histopatologiknya
berbeda.14
Ruam pada pitiriasis rosea juga terdiri atas eritema dan skuama, tetapi perjalanannya
tidak menahun seperti pada parapsoriasis. Perbedaan lain adalah pada pitiriasis rosea
susunan ruam sejajar dengan lipatan kulit dan kosta. Pitiriasis rosea ditandai dengan suatu
lesi yang berukuran 2-10 cm. Biasanya pitiriasis rosea berawal sebagai suatu bercak
tunggal dengan ukuran yang lebih besar, yang disebut herald patch atau mother patch.
Beberapa hari kemudian akan muncul bercak lainnya yang lebih kecil. Bercak sekunder
ini paling banyak ditemukan di batang tubuh, terutama di sepanjang tulang belakang dan
penyebabnya tidak diketahui.12
6. Penatalaksanaan
Penyinaran dengan lampu ultraviolet merupakan terapi yang paling sering
mendatangkan banyak manfaat dan dapat membersihkan sementara ataupun menetap,
atau bahkan hanya meninggalkan scar yang minimal. Penyakit ini juga dapat membaik
dengan pemberian kortikosteroid topikal seperti yang digunakan pada pengobatan
psoriasis. Meskipun demikian hasilnya bersifat sementara dan sering kambuh. Obat yang
digunakan diantaranya : kalsiferol, preparat ter, obat antimalaria, derivat sulfon, obat
14

sitostatik, dan vitamin E.1,13


Adapun pengobatan parapsoriasis gutata akut dengan eritromisin (40 mg/kg berat
badan) dengan hasil baik juga dengan tetrasiklin. Keduanya mempunyai efek
menghambat kemotaksis neutrofil. 12
7. Prognosis
Parapsoriasis secara khusus memiliki perjalanan penyakit yang kronik dan lama,
kecuali parapsoriasis en plaque yang berpotensi untuk menjadi mikosis fungoides, yang
berpotensi lebih fatal.11
C. PITIRIASIS ROSEA
1. Definisi
Pitiriasis rosea adalah salah satu penyakit kulit yang digambarkan oleh sebuah lesi
inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian disusul dengan lesi-lesi yang lebih
kecil pada badan, lengan, dan paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit.
Pitiriasis rosea bersifat self limited atau sembuh sendiri dalam 3-8 minggu.1
2. Etiologi
Penyebab pitiriasis rosea masih belum pasti, tetapi banyak gambaran klinis dan
epidemiologi yang menunjukkan bahwa agen penginfeksi bisa terlibat. Epidemik sejati
belum dilaporkan, dan kemungkinan bahwa pengalaman klinis terbaru dengan penyakit
ini dapat meningkatkan kecenderungan untuk mendiagnosa kasus-kasus selanjutnya bisa
mengarah pada kesan yang keliru bahwa penyakit ini menular. Akan tetapi, bukti
epidemiologi yang dilaporkan untuk keterlibatan infeksi (meskipun rendah) mencakup
perjangkitan yang jarang dalam keluarga atau rumah tangga, dengan fluktuasi musiman
dan dari tahun ke tahun, bukti statistik untuk pengelompokan dalam ruang dan waktu,
dan kejadian yang lebih tinggi diantara para ahli dermatologi dibanding para juru bedah
telinga, hidung dan tenggorokan dan ahli-dermatologi pra-spesialisasi.9
Riwayat alami penyakit, yakni lesi utama yang bisa terdapat pada tempat
inokulasi, erupsi sekunder menular setelah interval tertentu dan tidak seringnya serangan
15

kedua, menunjukkan ciri-ciri yang sama dengan banyak penyakit yang penyebabnya telah
dipastikan infeksi. Gejala-gejala konstitusional ringan yang sesekali telah dilaporkan dan
bisa mendukung keterlibatan infeksi pada penyakit ini, tetapi tidak sering ditemukan pada
108 pasien yang mengalami pitiriasis rosea dibanding dengan kontrol yang jumlahnya
sama. Perburukan kondisi yang menyertai terapi steroid oral ditemukan pada beberapa
kasus dan erupsi-erupsi mirip pitiriasis rosea telah dilaporkan setelah transplantasi
sumsum tulang, walaupun beberapa efek etiologi bisa terlibat pada situasi seperti ini.11
Ada beberapa laporan yang mengkaitkan erupsi-erupsi mirip pitiriasis rosea
dengan obat. Ruam-ruam yang disebabkan oleh arsenik, bismuth, emas dan
metopromazin tampaknya lebih besar kemungkinannya memiliki reaksi lichenoid
atipikal. Obat-obat lain yang terlibat mencakup antara lain metronidazol, barbiturat,
klonidin, captopril dan ketotifen. Pada beberapa laporan, kemiripan erupsi dengan
pityriasis rosea tidak terlalu dekat, dan pada beberapa laporan lainnya kemiripan yang
kebetulan ini bisa menjelaskan hubungan tersebut. Sehingga, meskipun beberapa erupsi
obat bisa menyerupai kondisi ini, belum ada bukti meyakinkan bahwa pityriasis rosea
tipikal bisa disebabkan oleh obat. Sementara ahli yang lain mengaitkan dengan berbagai
faktor yang diduga berhubungan dengan timbulnya Pitiriasis rosea, diantaranya:1,11,12
a. Faktor cuaca hal ini karena Pitiriasis rosea lebih sering ditemukan pada musim semi
dan musim gugur.
b. Faktor penggunaan obat-obat tertentu seperti bismuth, barbiturat, captopril,
merkuri,

methoxypromazine,

metronidazole,

D-penicillamine,

isotretinoin,

tripelennamine hydrochloride, ketotifen, dan salvarsan.


c. Diduga berhubungan dengan penyakit kulit lainnya (dermatitis atopi, seborrheic
dermatitis, acne vulgaris) dikarenakan Pitiriasis rosea dijumpai pada penderita
penyakit dengan dermatitis atopik, dermatitis seboroik, acne vulgaris dan ketombe.
16

3. Gejala klinis
Tahap awal Pitiriasis rosea ditandai dengan lesi pertama (herald patch), umumnya
dibadan, solitary, berbentuk oval dan anular, diameter sekitar 3 cm. ruam terdiri atas
eritema dan skuama halus dipinggir. Lamanya beberapa hari hingga beberapa minggu.
Rasa gatal ringan dialami oleh sekitar 75 % penderita dan 25 % mengeluh gatal berat.1
Tahap berikutnya timbul sekitar 1-2 minggu (rata-rata 4-10 hari) setelah lesi awal,
ditandai dengan kumpulan lesi (ruam) yang berbentuk seperti pohon cemara terbalik
(Christmas tree pattern). Tempat tersering (predileksi) adalah badan, lengan atas dan paha
atas. Pada tahap ini Pitiriasis rosea berlangsung selama beberapa minggu. Selanjutnya
akan sembuh sendiri dalam 3-8 minggu.11
Kecuali bentuk yang lazim berupa eritroskuamosa, pitiriasis rosea dapat juga
berbentuk urtika, vesikel, dan papul, yang lebih sering pada anak-anak.2

Tanda dan gejala klinis pada Pitiriasis Rosea

4. Diagnosis banding
Tinea korporis
17

Gambaran klinis mirip yaitu berupa eritema dan skuama di pinggir serta
bentuknya anular. Perbedaanny yaitu pada pitiriasis rosea rasa gatal tidak begitu berat
jika dibandingkan dengan tinea korporis, dan skuama pada tinea korporis lebih kasar.
Untuk memastikan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan KOH.1
5. Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan bersifat simptomatis, untuk gatal dapat diberikan
sedativa, sedangkan sebagai obat topical dapat diberikan bedak asam salisilat yang
dibubuhi mentol 1/2 1 %.11
6. Prognosis
Prognosis baik karena penyakit sembuh spontan biasanya dalam waktu 3-8 minggu.1
7. Edukasi
Walaupun Pitiriasis rosea bersifat self limited ( sembuh sendiri ), bukan tidak
mungkin penderita merasa risau dan sangat terganggu. Untuk itu diperlukan penjelasan
kepada penderita tentang penyakit yang dideritanya, antara lain:12
a. Menjelaskan kepada penderita dan keluarganya bahwa Pitiriasis rosea akan sembuh
dalam waktu lama.
b. Lesi kedua rata-rata berlangsung 2 minggu, kemudian menetap selama sekitar 2
minggu, selanjutnya berangsur hilang sekitar 2 minggu. Pada beberapa kasus
dilaporkan bahwa Pitiriasis rosea berlangsung hingga 3-4 bulan.

D. DERMATITIS SEBOROIK
1. Definisi
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering terdapat pada daerah
tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan muka, kronik dan superfisial,
didasari oleh faktor konstitusi.15

18

2. Etiologipatogenesis
Penyebabnya belum diketahui pasti. Faktor predisposisinya ialah kelainan konstitusi
berupa status seboroik (seborrhoeic state) yang rupanya diturunkan, bagaimana caranya
belum dipastikan. Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini
dengan infeksi oleh bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora normal kulit
manusia. Pertumbuhan P.Ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi,
baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis, maupun karena sel
jamur itu sendiri, melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Status seboroik sering
berasosiasi dengan meningginya suseptibilitas terhadap infeksi piogenik, tetapi tidak
terbukti bahwa mikroorganisme inilah yang menyebabkan D.S.1,15
D.S. berhubungan erat dengan keaktivan glandula sebasea. Glandula tersebut aktif pada
bayi yang baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 9-12 tahun akibat stimulasi
hormon androgen dari ibu berhenti. D.S. pada bayi pada umur bulan-bulan pertama,
kemudian jarang pada usia sebelum akil balik dan insidensnya mencapai puncaknya pada
umur 18-40 tahun, kadang-kadang pada umur tua. D.S. lebih sering terjadi pada pria
daripada wanita.1,11
19

Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor timbulnya D.S., tetapi
tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara keaktivan kelenjar tersebut dengan
suseptibilitas untuk memperoleh DS. DS dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis
yang meningkat seperti pada psoriasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan
sitostatik dapat memperbaikinya. Pada orang yang mempunyai faktor predisposisi,
timbulnya DS dapat disebabkan oleh faktor kelelahan, stres emosional, infeksi, atau
defisiensi imun.12
3. Gejala klinis
Kelainan kulit terdiri atas eritema skuama yang berminyak dan agak kekuningan,
batasnya agak kurang tegas. D.S. yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuamaskuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit
kepala dengan skuama-skuama yang halus dan kasar. Kelainan tersebut disebut pltiriasis
sika (ketombe, dandruff). Bentuk yang berminyak disebut pitiriasis steatoides yang dapat
disertai eritema dan krusta-krusta yang tebal. Rambut pada tempat tersebut mempunyai
kecenderungan rontok, mulai di bagian verteks dan frontal.15
Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan berminyak
disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela, telinga posaurikular dan
leher. Pada daerah dahi tersebut, batasnya sering cembung.15
Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepal tertutup oleh krusta-krusta yang kotor,
dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang kekuningan dan kumpulan debrisdebrepitel yang lekat pada kulit kepala disebut cradle cap.15
Pada daerah supraorbital, skuama-skuama halus dapat terlihat di alis mata, kulit di
bawahnya ,ski eritematosa dan gatal, disertai bercak-bercak skuama kekuningan, dapat
terjadi pula blefaritis, yakni pinggir kelopak mata merah disertai skuama-skuama halus.11
Selain tempat-tempat tersebut D.S. juga dapat mengenai liang telinga luar, lipatan
nasolabial, daerah sternal, areola mame, lipatan di bawah mame pada wanita, interskapular,
20

umbilikus, lipat di& paha, dan daerah anogenital. Pada daerah pipi, hidung, dan dahi
kelainan dapat berupa papul-papul. 15
D.S. dapat bersama-sama dengan akne yang berat. Jika meluas dapat menjadi
eritroderma, pada bayi disebut penyakit Leiner.1
1. Diagnosis Banding
a. Psoriasis
Pada psoriasis dijumpai skuama yang lebih tebal, kasar, berlapis-lapis, putih
seperti mutiara dan tak berminyak. Selain itu ada gejala yang khusus untuk psoriasis.
Tanda lain dari psoriasi seperti pitting nail atau onycholysis distal dapat untuk
membantu membedakan.1,15
b. Kandidosis
Pada Kandidosis terdapat eritema berwarna merah cerah berbatas tegas dengan
stelit-satelit di sekitarnya. Pada pemeriksaan histologis kandidiasis menghasilkan
pseudohifa.1,15
c. Otomikosis
Pada otomikosis terlihat elemen jamur pada sediaan langsung1,15
d. Otitis Eksterna
Pada Otitis Eksterna terdapat tanda-tanda radang dan jika akut terdapat pus.1
8. Penatalaksanaan
Kasus-kasus yang telah mempunyai faktor konstitusi agak sukar disembuhkan, meskipun
penyakitnya dapat terkontrol. Faktor predisposisi hendaknya diperhatikan, misalnya stres
emosional dan kurang tidur. Mengenai diet, dianjurkan miskin lemak.15
a. Pengobatan sistemik
- Kortikosteorid digunakan pada bentuk yang berat, dosis prednison 20 - 30 mg
sehari. Jika telah ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Kalau disertai
-

infeksi sekunder diberi antibiotik.10,15


Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya mengurangi
aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi sampai 90%,
akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum. Dosisnya 0,10,3 mg per kg berat
21

badan per hari, perbaikan tampak setelah 4 minggu. Sesudah itu diberikan dosis
pemeliharaan 5-10 mg per hari selama beberapa tahun yang ternyata efektif untuk
-

mengontrol penyakitnya.10,15
Pada D.S. yang parah dapat diobati dengan narrow band UVB (TL-01) yang cukup
aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3 x seminggu selama 8 minggu,

sebagian besar penderita mengalami perbaikan.10


Bila pada sediaan langsung terdapat P. ovale yang banyak dapat diberikan

ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari.1,10


b. Pengobatan topikal
Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2-3 kali scalp dikeramasi selama 5-15
menit, misalnya dengan selenium sulfida (selsun). Jika terdapat skuama dan krusta
diberi emolien, misalnya krim urea 10%. Obat lain yang dapat dipakai untuk D.S.
ialah:15
- Ter, misalnya likuor karbonas detergens 2 - 5% atau krim pragmatar
- Resorsin 1-3%.
- Sulfur Praesipitatum 4 - 20%, dapat digabungkan dengan asam salisilat 3 - 6%.
- Kortikosteroid, misalnya krim hidrokortison 2 1/2 %
- Krim ketokonazol 2% dapat diaplikasikan, bila pada sediaan langsung terdapat
banyak P. Ovale.
9. Prognosis
Pada sebagian kasus yang mempunyai faktor konstitusi penyakit ini agak sukar
disembuhkan.1

E. ERITRODERMA
Eritroderma dianggap sinonim dengan Dermatitis Eksfoliativa, meskipun sebenarnya
mempunyai pengertian yang agak berbeda. Kedua istilah tersebut (keduanya boleh
22

digunakan) dipakai untuk menggambarkan keadaan dimana sebagian besar kulit berwarna
merah, meradang dan berskuama.16
1. Definisi
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritem universalis (90100%), biasanya disertai skuama. Bila ertiemanya antara 50-90% dinamakan preeritroderma. Pada definisi tersebut mutlak harus ada ialah eritema, sedangkan skuama tidak
selalu terdapat, misalnya pada eritroderma karena aleri obat sistemik, pada mulanya tidak
disertai skuama, baru kemudian pada stadium penyembuhan timbul skuama. Pada
eritroderma yang kronik, eritema tidak begitu jela karena bercampur dengan
hiperpigmentasi.17
2. Sinonim
Dermatitis eksfoliativa sebagai sinonim, sebenarnya tidak tepat karena pada dermatitis
eksfoliativa skuamanya berlapis-lapis.1
3. Epidemiologi
Seperti telah disebutkan jumlah pasien eritroderma di bagian kami makin bertambah.
Penyebab utama ialah psoriasis yang meluas. Hal tersebut seiring dengan meningkatnya
insidens psoriasis. Dapat mengenai pria ataupun wanita namun paling sering pada pria
dengan rasio 2 : 1, dengan onset usia rata-rata > 40 tahun17
4. Patofisiologi
Patofisiologi eritroderma belum jelas, yang dapat diketahui ialah akibat suatu agent
dalam tubuh, maka tubuh bereaksi berupa pelebaran pembuluh darah kapiler (eritema)
yang universal. Kemungkinan pelbagai sitokin berperan.18
Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke kulit
meningkat sehingga kehilangan panas bertambah. Akibatnya pasien merasa dingin dan
meng- gigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal jantung. Juga dapat terjadi
hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan cairan yang makin meningkat
23

dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat, kehilangan panas juga
meningkat. Pengaturan suhu terganggu. Kehilangan panas menyebabkan hipermetabolisme
kompensatoar dan peningkatan laju metabolisme basa!. Kehilangan cairan oleh transpirasi
meningkat sebanding dengan laju metabolisme basal.19
Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau lebih sehari sehingga menyebabkan kehilangan protein. Hipoproteinemia dengan berkurangnya albumin
dan peningkatan relatif globulin terutama globulin merupakan kelainan yang khas.
Edema sering teijadi, kemungkinan disebabkan oleh pergeseran cairan ke ruang ekstra
vaskuler.18
Eritroderma akut dan kronis dapat mengganggu mitosis rambut dan kuku berupa kerontokan rambut difus dan kehilangan kuku. Pada eritroderma yang telah berlangsung
berbulan-bulan dapat terjadi perburukan keadaan umum yang progresif.1,19

Mula-mula timbul bercak eritema, dapat meluas ke


seluruh tubuh dalam waktu 12-48 jam

Skuama timbul setelah 2-6 hari, sering mulai di


daerah lipatan.

Pengendalian regulasi suhu tubuh hilang tubuh


pasien menggigil

5. Manifestasi klinik
a. Eritroderma akibat alergi obat, biasanya secara sistemik. Biasanya timbul secara akut
dalam waktu 10 hari. Lesi awal berupa eritema menyeluruh, sedangkan skuama baru

24

muncul saat penyembuhan. 16


- Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit yang tersering addalah psoriasis dan
-

dermatitis seboroik pada bayi (Penyakit Leiner). 1,17


Eritroderma karena psoriasisDitemukan eritema yang tidak merata. Pada tempat
predileksi psoriasis dapat ditemukan kelainan yang lebih eritematosa dan agak
meninngi daripada sekitarnya dengan skuama yang lebih tebal. Dapat ditemukan

pitting nail. 18
Penyakit Leiner (eritroderma deskuamativum)Usia pasien antara 4-20 minggu
keadaan umum baik biasanya tanpa keluhan. Kelainan kulit berupa eritama

seluruh tubuh disertai skuama kasar.19


b. Eritroderma akibat penyakit sistemik, termasuk keganasan. Dapat ditemukan adanya
penyakit pada alat dalam, infeksi dalam dan infeksi fokal. 16
Sindrom Sezary
Penyakit ini termasuk limfoma, ada yang berpendapat merupakan stadium dini mikosis
fungoides. Pada pria rata-rata berumur 64 tahun, sedangkan pada wanita 53 tahun.
Sindrom ini ditandai dengan eritema berwarna merah membara yang universal disertai
skuama dan rasa sangat gatal. Selain itu terdapat pula infiltrat pada kulit dan edema.
Pada sepertiga hingga setengah para pasien didapati splenomegali, limfadenopati
superfisial, alopesia, hiperpigmentasi, hiperkeratosis palmaris dan plantaris, serta kuku
yang distrofik.

25

Tanda dan Gejala pada Eritroderma

6. Pengobatan
Hentikan semua obat yang mempunyai potensi menyebabkan terjadinya penyakit ini.
Rawat pasien di ruangan yang hangat.
Perhatikan kemungkinan terjadinya masalah medis sekunder (misalnya dehidrasi, gagal

jantung, dan infeksi).


Biopsi kulit untuk menegakkan diagnosis pasti.
Berikan steroid sistemik jangka pendek (bila pada permulaan sudah dapat didiagnosis

adanya psoriasis, maka mulailah mengganti dengan obat-obat anti-psoriasis.


Mulailah pengobatan yang diperlukan untuk penyakit yang melatarbelakanginya.
Umumnya pengobatan eritroderma dengan kortikosteroid. Pada golongan I, yang
disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dosis prednison 3 x 10 mg- 4 x 10 mg.
Penyembuhan terjadi cepat, umumnya dalam beberapa hari beberapa minggu.20
Pada golongan II akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan kortikosteroid.
Dosis mula prednison 4 x 10 mg- 4 x 15 mg sehari. Jika setelah beberapa hari tidak
tampak perbaikan dosis dapat dinaikkan. Setelah tampak perbaikan, dosis diturunkan
26

perlahan-lahan. Jika eritroderma terjadi akibat pengobatan dengan ter pada psoriasis,
maka obat tersebut harus dihentikan. Eritroderma karena psoriasis dapat pula diobati
dengan etretinat. Lama penyembuhan golongan II ini bervariasi beberapa minggu hingga
beberapa bulan, jadi tidak secepat seperti golongan I.1,18
Pengobatan penyakit Leiner dengan kortokosteroid memberi hasil yang baik.
Dosis prednison 3 x 1-2 mg sehari. Pada sindrome Sezary pengobatannya terdiri atas
kortikosteroid dan sitostatik, biasanya digunakan klorambusil dengan dosis 2-6 mg
sehari.19
Pada eritroderma yang lama diberikan pula diet tinggi protein, karena terlepasnya
skuama mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit perlu pula diolesi emolien
untuk mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh eritema, misalnya dengan salep lanolin
10%. 18
7. Prognosis
Eritroderma yang termasuk golongan I, yakni karena alergi obat secara
sistemik, prognosisnya baik. Penyembuhan golongan ini ialah yang
tercepat dibandingkan golongan yang lain.19
Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dengan
kortikosteroid hanya mengurangi gejalanya, penderita akan mengalami
ketergantungan kortikosteroid. 19
Sindrom Sezary prognosisnya buruk, pasien pria umumnya akan
meninggal setelah 5 tahun, sedangkan pasien wanita setelah 10 tahun.
Kematian disebabkan oleh infeksi atau penyakit berkembang menjadi
mitosis fungoides. 19

27

F. LIKEN PLANUS
1. Definisi
Liken planus ditandai timbulnya papul-papul yang mempunyai warna dan konfigurasi
yang khas. Papul-papul berwarna merah biru, berskuama, dan berbentuk siku-siku.
Lokasinya di ekstremitas bagian fleksor, selaput lendir, dan alat kelamin. Sangat gatal,
umumnya membaik dalam waktu 1-2 tahun.16
2. Epidemiologi
Insiden dan prevalensi liken planus secara pasti tidak diketahui. Namun diperkirakan
insidennya sekitar 0,14%-0,80% di seluruh dunia dan kira-kira 0,44% di Amerika Serikat.
Tidak ada perbedaan pada ras, jenis kelamin, dan geografik, distribusi umur rata-rata 30-60
tahun.16,17
3. Etiologi
Etiologinya belum diketahui secara pasti, ada hipotesis yang mengatakan oleh virus
berdasarkan : 18
a
b
c
d

Adanya inisial likenoma sebelum meluasnya penyakit


Trauma merupakan pencetus timbulnya penyakit pada infeksi virus laten
Penyembuhan setelah vaksinasi atau pemberian antibiotik
Fokus endemik atau timbulnya pada keluarga
Dugaan lain, etiologi liken planus adalah kelainan imunologik, gangguan neurologik

dan stress emosi. Pemeriksaan imunofluoresen menunjukkan menurunnya kadar IgA dan
IgM. Pada liken planus sering dijumpai reaksi graft vs host. Terdapat kelainan pada
susunan saraf, misalnya siringomieli, paralisis bulbar, neuritis perifer. Dan pada saat ini
yang diterima sebagai pencetus liken planus adalah trauma psikis.19
Dapat terjadi Lichen Planus like eruption karena bahan dari luar atau penyakit
sistemik. Bahan-bahan yang dapat menimbulkan erupsi semacam itu adalah : emas,
streptomisin, tetrasiklin, arsen, merkuri, yodida, quinakrin, dan klorokuin. 19

4. Gejala Klinis
28

Biasanya gatal, umumnya setelah satu atau beberapa minggu sejak kelainan
pertama timbul diikuti oleh penyebaran lesi. Tempat predileksi kelainan pertama ialah
pada ekstremitas, dapat di ekstremitas bawah, tetapi yang lebih sering di bagian fleksor
pergelangan tangan atau lengan bawah, distribusinya simetrik. Terdapat fenomena kobner
(isomorfik). Pada selaput lendir dapat terbentuk kelainan, tetapi tidak menimbulkan
keluhan. Kelainan yang khas terdiri atas papul yang poligonal, datar dan berkilat, kadangkadang ada cekungan di sentral (delle). Garis-garis anyaman berwarna putih (strie
Wickham) dapat dilihat pada permukaan papul. 18
Kelainan di mukosa sangat patognomonik, letaknya di bukal, lidah, bibir, dan
seluruh saluran gastrointestinal. Pada vagina dan vesika urinaria terdapat gambaran
retikular serupa jala yang terdiri atas garis-garis putih atau strie abu-abu. Kelainan
mukosa terdapat pada 2/3 penderita liken planus. 16

Papul eritema, edema,


konfluens dan strie
Whickham.

29

5. Bentuk Morfologik 17
- Hipertrofik
Terdiri atas plak yang verukosa berwarna merah coklat atau ungu, terletak pada
daerah tulang kering. Variasi ini sering sembuh dengan terbentuk scar dan hiper-

atau hipopigmentasi.
Folikular
Kelainan terdiri atas papul seperti duri pada kulit, selaput lendir, dan kulit kepala
merupakan trias pada liken planopilaris. Kelainan pada kulit kepala sangat sulit

dibedakan dengan pseudopelade.


Vesicular dan bulosa

Kelainan kulit sedikit terdiri atas vesikel dan bula pada tempat

tempat bekas liken planus.


Bentuk yang jarang terjadi. Bula yang luas tiba-tiba timbul pada
kulit yang normal atau bekas lesi, diikuti oleh gejala-gejala konstitusi. Ada
bentuk bula dengan gejala ulserasi pada kaki, menyebabkan alopesia
bersikatriks dan hilangnya kuku.

Liken planus vesikulo-bulosa.

Erosi dan ulseratif


Dapat terjadi pada mukosa yang didahului oleh liken planus. Variasi ini jarang
ditemukan. Bersifat kronik, bula dan ulkus yang nyeri di kaki. 19
Atrofi
Jarang terdapat. Timbul dengan karakteristik sedikit bengkak, papul putih kebirubiruan, atau plak dengan atrofi superfisial ditengahnya. Kadang-kadang lesi tampak

30

seperti kemerahan. Ukuran lesi dari beberapa milimeter sampai terlihat seperti
plakat. Sering pada ekstremitas bawah atau badan. 16
6. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil laboratorium tidak memberikan kelainan yang spesifik. Kadang-kadang terdapat
jumlah leukosit dan limfosit menurun. 18
7. Histopatologi
Papul menunjukkan penebalan lapisan granuloma, degenerasi membran basalis dan sel
basal. Terdapat pula infiltrat seperti pita terdiri atas limfosit dan histiosit pada dermis
bagian atas. Infiltrat tersebut padat dan mempunyai batas bawah yang tajam.19
Pelepasan epidermal kadang-kadang terlihat dan bila bertambah akan terbentuk bula
subepidermal. Strie Wickham mungkin ada hubungan dengan bertambahnya aktivitas fokal
liken planus bukan akibat penebalan lapisan granular. IgM dan fibrin terdapat pada dermis
papilar pada lesi yang aktif.16

8. Diagnosis
Diagnosis liken planus berdasarkan gejala klinis dan variasinya yang khas dibantu
dengan pemeriksaan histopatologi. Lichen planus-like eruption tidak dapat dibedakan
secara klinis dan histopatologik dari liken planus. Oleh karena itu, harus di singkirkan
riwayat kontak dengan bahan-bahan yang dapat menyebabkan Lichen planus-like
eruption.17
9. Diagnosis Banding
Mengenai kelainan kulitnya dibedakan dengan psoriasis, granuloma anulare, nevus unlus
lateralis atau liken striatus. Kelainan mukosa dapat menyerupai leukoplakia, kandidosis,
lupus eritematosus atau sifilis II.17
31

Jika pada alat kelamin hendaknya dibedakan dengan psoriasis, dermatitis seboroik, dan
scabies. Liken planus bentuk hipertrofi dibedakan dengan neurodermatitis atau
amiloidosis.19
10. Pengobatan
a. Glukokortikoid topical
Banyak pilihan terapi glukokortikoid topikal dan sistemik untuk penatalaksanaan
liken planus kutaneus, dan dalam menentukan pilihan harus memperhatikan faktor
simptomatologi, lamanya dan respon terhadap penatalaksanaan.1,11
Triamcinolone acetonide (5-10 mg/mL) efektif dalam penatalaksanaan liken planus
oral dan kutaneus. Sedangkan liken planus kuku diberikan setiap 4 minggu, selama 3-4
bulan. Untuk liken planus hipertrofik diberikan konsentrasi yang tinggi (10-20
mg/mL). 16
b. Glukokortikoid sistemik
Glukokortikoid sistemik sering bermanfaat dan efektif dalam dosis yang lebih besar
dari 20 mg/hari (dosisnya 30-80 mg prednisone) selama 4-6 minggu, kemudian
diturunkan perlahan-lahan 4-6 minggu. Liken planopilaris diterapi dengan
glukokortikoid topikal poten dikombinasi dengan glukokortikoid oral, 30-40 mg/hari
selama 3 bulan.17
c. Golongan Retinoid
Remisi dan tanda-tanda perbaikan terlihat setelah terapi dengan acitretin 30mg/hari
selama 8 minggu. Tretinoin oral digunakan dengan dosis 10-30 mg/hari dengan
perbaikan dan efek samping yang ringan. Etretinate dosis rendah (10-20 mg/hari)
d.

memberikan perbaikan pada liken planus kutaneus, oral dan kuku selama 4-6 bulan.19
Agen Imunosupresif
Siklosporine sistemik berhasil dalam penatalaksanaan liken planus rekalsitran
dengan dosis 3-10 mg/kg BB/hari. Gatal selalu menghilang setelah 1-2 minggu.

Kemerahan menghilang setelah 4-6 minggu.18


11. Prognosis

32

Penyakit ini dapat sembuh sendiri. Prognosisnya bergantung pada luasnya dan bentuknya,
yang mempengaruhi waktu penyembuhan cepat atau lambat. Hasil pengamatan Tompkins
menunjukkan bahwa kelainan kulit saja sembuh dalam waktu 11 bulan, bila kulit dan
selaput lender 17 bulan, selaput lender mulut saja 4 tahun, dan lesi yang hipertrofik 8
tahun 7 bulan. Kekambuhan yang terjadi sejumlah 12-20%.17

33

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam. Penyakit Kulit
Eritropapuloskuamosa. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia : 2010. Hlm. 189-203.
2. Siregar RS. Psoriasis dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta : EGC :
2003. Hal 94-100.
3. Hunter JAA. Psoriasis. Dermatologi Klinik Edisi ke Tiga. Jakarta : EGC : 2003. Hal
48-62.
4. Gawkrodger

DJ.

Psoriasis-epidemiology,

pathophysiology,

presentation,

complication and management. In: Dermatology an Illustrated Colour Text. Third


Edition. New York : Churchill Livingstone : 2002. p 26-29
5. Steven R.F Adele R.C. Treatment of Psoriasis: An Algorithm-based Approach for
primary Care Physicians. American : Family Physician : 2000. p 50-55
6. Buxton, P.K. Psoriasis. In: ABC of Dermatology. Fourth Edition. London : BMJ :
Publishing Group : 2003. p 8-16
7. Griffth CEM, Baker J. Psoriasis. In: Burn T, Breathnach S, Cox N. Griffith C, eds.
Rooks Textbook of Dermatology 7th ed. New York : Blackwell publishing : 2004. p
51-69.

34

8. Wood S, Hu HC, Garrett LA, Para Psoriasis, In: Wolff K, Goldsmith AL, Katz IS,
Gilchrest AB, Paller SA, Leffel JD editors. Fitzpatricks Dermatology In General
Medecine edition seven. New York : Mc Grew Hill Medical : 2008. p. 1786-1796

9. James WD. Miliaria. Andrew s Disease of The Skin : Clinical Dermatology edition
Nine. Pennsylvania : Saunders Elsevier : 2006. p. 23-24.
10. Woodfork KA, Dyke KV, Sikic BI. Antiinflammatory and antirheumatic drugs-The rational
basis for cancer. In: Modem pharmacology with clinical application. Sixth Edition.
Philadelphia : W.B Saunders : 1990. p 432-661.
11. Burns, Tony, et al Rooks Textbook of Dermatology sevent edition. Massachusetts : Blakwell
Publishing : 2004. p. 491-492
12. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ, eds. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine Volume one. Sevent edition.
New York: MeGraw Hill. 2008. Pp 169-193
13. Scher KR. Parapsoriasis en pluqe and its association with systemic malignant disease. New
York : Journal of the National Medical : 2000. p 842-344
14. Forman Louis. Parapsoriasis, In: MD Ingram TJ ed. Section of Dermatology.Vol 50. Paris:
Proceedings of the royal society of medicine : 2005. p 771-773
15. Benny E. Psoriasis. Penatalaksanaan ; dalam

Achmad Tjarta ; Sri Adi

Sularsito.Dalam Metode Diagnostik dan Penatalaksanaan Psoriasis dan Dermatitis


Seboroik. Jakarta : FKUI : 2003. Hal 32-52.
16. Arnoid, H.L. Deaseases Of The Skin edition eight. Philadelphia : Saunders Company : 1990.
194-227.

35

17. Hay, RJ. Greaves. Text Book of Dermathology Six Edition, Vol. 4. London : Blackwell
Scientific Publication : 1993. p 1993
18. Braud V, Winkelman. Dermatology three edition. Berlin : Springer-Verlag : 1990. Hal 445
19. Latcowski, J. Dermatology in General Medicine. New York : Mc Graw Hill : 2003. Hal 15371553

36

Anda mungkin juga menyukai