Anda di halaman 1dari 21

PRESENTASI KASUS

HERPES ZOSTER

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat


Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RS PKU YOGYAKARTA

Diajukan kepada :
dr. Siti Aminah TSE, Sp, KK, M.Kes

Disusun oleh
Esa Dima Utama (20100310125)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016

LEMBARAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
Herpes Zoster
Disusun Oleh :
Esa Dima Utama (20100310125)

Telah dipresentasikan dan disetujui pada tanggal :

Mengetahui,
Dokter Pembimbing :

dr. Siti Aminah TSE, Sp, KK, M.Kes

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Herpes Zoster adalah suatu penyakit yang membuat rasa sangat
nyeri dan disebabkan oleh virus herpes yang juga mengakibatkan cacar air
(virus varisela zoster). Seperti virus herpes yang lain, virus varisela zoster
mempunyai tahapan penularan awal (cacar air) yang diikuti oleh suatu
tahapan tidak aktif. Kemudian suatu saat virus ini menjadi aktif kembali.
Herpes zoster (atau hanya zoster), umum dikenal sebagai penyakit ruam
saraf yang ditandai dengan ruam kulit yang menyakitkan dengan lepuh di
wilayah yang terbatas pada satu sisi tubuh, sering kali dalam satu garis.
Kurang-lebih 20 persen orang yang pernah cacar air lambat laun akan
berkembang menjadi herpes zoster. Keaktifan kembali virus ini
kemungkinan akan terjadi pada orang dengan sistem kekebalan yang
lemah, termasuk orang dengan penyakit HIV, dan orang di atas usia 50
tahun.
Herpes zoster hidup dalam jaringan saraf, termasuk dalam penyakit
infeksi virus yang manifestasinya terbatas pada area kulit yang diinervasi
oleh satu ganglion sensoris. Kekambuhan herpes zoster dimulai dengan
gatal, mati rasa, kesemutan atau rasa nyeri yang parah pada daerah
predileksi seperti di dada, punggung, atau hidung dan mata.
Walaupun jarang, herpes zoster dapat menular pada saraf wajah dan mata.
Ini dapat menyebabkan nyeri di sekitar mulut, pada wajah, leher dan juga
kepala, dalam dan sekitar telinga, atau pada ujung hidung. Penyakit ini
hampir selalu terjadi hanya pada satu sisi tubuh.
Setelah beberapa hari, ruam muncul pada daerah kulit yang berhubungan
dengan saraf yang meradang. Lepuh kecil terbentuk, dan berisi cairan.
Kemudian lepuh pecah dan berlubang. Jika lepuh digaruk, infeksi kulit
dapat terjadi. Ini membutuhkan pengobatan dengan antibiotik dan
mungkin menimbulkan bekas.
Biasanya, ruam hilang dalam beberapa minggu, tetapi kadang-kadang rasa
nyeri yang parah dapat bertahan berbulan- bulan bahkan bertahun-tahun.

Kondisi ini disebut neuralgia pasca herpes / neuralgia post herpetika


atau disingkat NPH

BAB II
LAPORAN PRESENTASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Bp. H

Usia

: 53 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Yogyakarta

Agama

: Islam

Pendidikan

: Petani

B. SUBJEKTIF
a. Keluhan Utama
Plenting pada kulit tangan serta punggung kanan
b. Riwayat penyakit sekarang
Seorang laki-laki usia 53 tahun datang ke poli kulit dan kelamin RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta dengan keluhan muncul plenting-plenting di
tangan serta punggung kanan sejak 2 hari yang lalu dan terasa sedikit nyeri
dan gatal sebelumnya hanya dilengan bawah sebelah kanan kemudian ada
di punggung belakang dan juga terdapat diwajah, awalnya hanya bentol
biasa kemudian berisi cairan tampak jernih beberapa sudah pecah karena
gesekan. Pasien mengaku banyak teman sekolahnya mengalami hal yang
sama.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien belum pernah mengalami hal serupa sebelumnyaAlergi obat (-),
asma (-)
d. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga tidak ada yang mengalami hal serupa, Alergi obat (-), asma (-)
e. Riwayat personal sosial
Riwayat kontak dengan penderita serupa (-).
B. OBJEKTIF
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
: baik
Kesadaran
: compos mentis
C. STATUS DERMATOLOGIS
Pada lengan bawah dan atas kanan, dan punggung belakang kanan tampak
vesikel dasar eritem berkelompok multiple
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan pemeriksaan tzank
E. DIAGNOSIS BANDING
- Varicella
- Herpes simpleks
F. PENATALAKSANAAN
Analgesik
Anti virus

dr. Esa Dima Utama


Sip 20100310165
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Jalan KAH Dahlan
Yogyakarta 29 Desember 2015
R/ Tab Acyclovir mg 800 No.LX
S 5 dd I
R/ Tab K.Diclofenac mg 50
S 3 dd I (p.r.n)
Pro : Bp.H
Umur : 53 Tahun

BAB III
PEMBAHASAN
A. ANALISIS KASUS
Riwayat penyakit sekarang
1. Sejak 2 hari yang lalu, muncul plenting pada tangan dan punggung
kanan.
Sejak 2 hari yang lalu menandakan penyakit ini bersifat akut,
mengenai plenting muncul mulai dari tangan kanan lalu menyebar ke
punggung kanan pasien, menjelaskan bahwa hal tersebut dikarenakan
mengikuti persyarafan dari dermatom torakal satu sampai empat.
2. Mulanya muncul merah merah dan plenting sedikit di dahi kiri lalu
bertambah banyak sampai.
Merah-merah atau kemerahan menandakan terjadinya proses
inflamasi, dan inflamasi merujuk pada interaksi antara infeksi dan
pertahanan tubuh.
3. Sehari sebelumnya pasien tidak enak badan dan demam ringan.
Sehari sebelumnya pasien tidak enak badan dan demam ringan. Tidak
enak badan dan demam ringan menunjukan terjadinya infeksi pada
pasien.
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat cacar air waktu kecil tidak diketahui.
Tidak diketahui mengindikasikan bahwa suatu kejadian bisa benar
terjadi atau tidak terjadi. Apabila memang benar dahulu pasien pernah

terkena penyakit cacar air berarti ada kemungkinan penyakit yang


sekarang adalah bangkitan dari penyakit cacar air yang dulu, karena
cacar air yang disebabkan oleh virus varisella zoster dapat dorman di
ganglion sensorik manusia dan sewaktu-waktu dapat bangkit apabila
sistem imun inang sedang turun drastis.
B. Pemeriksaan (Interprestasi hasil pemeriksaan)
Status dermatologi
Pada regio frontalis dan palpebra sinistra terdapat vesikel dan bula
multipel berkelompok, beberapa pecah menjadi erosi dan krusta
kekuningan.
Diatas telah dijelaskan mengenai timbulnya vesikel dan bula.
Barangkali yang perlu ditambahkan disini adalah mengenai vesikel dan
bula yang pecah menjadi erosi dan krusta kekuningan disebabkan karena
kombinasi antara agen infeksi dengan sistem imun yang berusaha
melawan agen infeksi tersebut sehingga terbentuklah nanah yang pada
kasus ini mengisi vesikel dan bula dimana apabila jumlahnya terus
meningkat sehingga vesikel atau bula sudah tidak mampu menahannya,
maka vesikel atau bula akan pecah.
C. Diagnosis Kerja dan Banding
Diagnosis banding untuk kasus ini yang pertama adalah tentunya berdasar
UKK erupsi vesikel. Beberapa diagnosis banding berdasar UKK erupsi
vesikel adalah varisela, variola, herpes zoster, herpes simplex, impetigo,
selulitis. Untuk memastikan diagnosis harus menggunakan pemeriksaan
tzanck untuk mengetahui gambaran mikroskopis apa yang ditemukan di
apusan vesikel atau bula. Atau dilakukan kultur dari ultiple yang diambil
dari vesikel atau bula tersebut. Berdasarkan temuan di anamnesis,
pemeriksaan fisik kulit, dan usulan pemeriksaan penunjang terhadap Bp.
H, maka diagnosis kerja adalah herpes zoster karena : 1. Adanya vesikel /
bula 2. Munculnya di punggung dan tangan kanan(menandakan unilateral)
3. Adanya nyeri di daerah yang timbul vesikel / bula 4. Adanya gejala
sistemik seperti tidak enak badan dan demam 5. Vesikel dan bula multiple
berkelompok (pada herpes zoster sebaran vesikel adalah berkelompok, jadi
dalam suatu daerah eritem akan tampak beberapa vesikel disana,
sedangkan pada varisela, vesikel lebih tersebar) 6. Pemeriksaan penunjang
menunjukan adanya multinukleated giant cell dan pertumbuhan virus
varisela
zoster.

D. Terapi (Alasan, tujuan terapi)


Penatalaksaan herpes zoster optalmikus bertujuan untuk:
1. Mengatasi infeksi virus akut oleh virus varisela zoster
2. Mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster dan
mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetik.
3. Menyembuhkan gejala yang muncul, gejala sistemik seperti demam.
4. Cegah komplikasi, misalnya infeksi sekunder oleh bakteri dan viremia
yang menyebar sampai ke organ.
5. Mencagah kekambuhan.
6. Perbaikan sistem imun.
DIAGNOSIS BANDING
Pada varicella diawali dengan gejala prodormal berupa demam
tidak terlalu tinggi kemudian ada gejala malaise dan nyeri kepala. Varicella
disebabkan oleh virus yang disebut varicella-zoster masa inkubasi
berlangsung 14 sampai 21 hari. Timbulnya erupsi kulit berupa papul
eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel.
Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun (tear drops), vesikel akan
berubah menjadi pustule dan kemudian menjadi krusta.
1. Variola yang disebabkan oleh virus poks (pox virus variolae), masa
inkubasinya 2 sampai 3 minggu terdapat 4 stadium :

Stadium inkubasi erupsi (prodormal)


Terdapa nyeri kepala, nyeri tulang dan sendi disertai
demam tinggi, menggigil, lemas, dan muntah-muntah yang
berlangsung selama 3-4 hari.

Stadium makulo-papular
Timbul makula-makula eritematosa yang cepat menjadi
papul-papul terutama di muka dan ekstremitas termasuk

telapak tangan dan kaki. Pada stadium ini suhu tubuh


normal kembali dan penderita merasa sehat kembali dan
tidak timbul lesi baru

Stadium vesikulo-pustulosa
Dalam waktu 5-10 hari timbul vesikel-vesikel yang
kemudian menjadi pustule-pustul dan pada saat ini suhu
tbuh meningkat.

Stadium resolusi
Stadium ini berlangsung dalam waktu 2 minggu, timbul
krusta-krusta dan suhu tbuh mulai menurun. Kemudian
krusta terlepas meninggalkan sikatrik-sikatrik.

2. Herpes Simpleks
Infeksi akut yang disebabkan oleh virus simpleks (virus
herpes hominis) tipe I atau

tipe II. Penularan melalui kontak

langsung dengan agen penyebab. Infeksi primer HSV-I biasanya


daerah pinggang keatas terutama daerah mulut dan hidung biasanya
dimulai pada usia anak-anak, sedangkan HSV-II predileksinya
daerah pinggang kebawah terutama daerah genital. Infeksi primer
berlangsung lebih lama dan lebih berat kira-kira 3 minggu disertai
gejala sistemik misalnya demam, malese dan anoreksia dan dapat
ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening. Kelainan klinis
yang dijumpai adanya vesikel yang berkelompok diatas kulit yang
sembab dan eritematosa berisi cairan jernih kemudian menjadi
suropurulen dapat menjadi krusta.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dapat dilakukan percobaan tzank dengan cara membuat sediian
hapusan yang diwarnai dengan Giemsa. Bahan diambil dari kerokan dasar
vesikel dan akan di dapati sel datia berinti banyak.

E. PENATALAKSANAAN
Perlu disampaikan kepada pasien hindari gesekan kulit agar tidak
mengakibatkan

pecahnya

vesikel,

istrahat.

Pengobatan

bersifat

simptomatik untuk mengatasi gejala prodormal diberikan analgesik


antipiretik. Untuk anti virus dapat diberikan Acyclovir, pada pasien ini
selama 7 sampai 10 hari. Lebih efektif diberikan pada 24 jam pertama
setelah timbul lesi. untuk local diberi bedak yang ditambah dengan anti
gatal (mentol,kamfora) untuk mencegah pecahnya vesikel.
F. PROGNOSIS
Jika perawatan kulit disertai higiene yang baik maka prognosis akan baik
dan jaringan parut yang terbentuk sedikit.

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Herpes Zoster (Shingles) adalah suatu infeksi yang


menyebabkan erupsi kulit yang terasa sangat nyeri berupa lepuhan yang
berisi cairan. Herpes zoster bisa terjadi pada usia berapapun tetapi paling
sering terjadi pada usia diatas 50 tahun (Sjamsoe, 2005 )
Penyebabnya adalah virus Varicela Zooster yang termasuk
kelompok virus sedang berukuran 140 200 m dan berinti DNA. Biasanya
terjadi pada usia dewasa, meski kadang juga pada anak- anak. Dimana
insidennya sama banyaknya pada pria dan wanita dan tidak tergantung
musim.
Herpes Zoster disebabkan oleh virus varicela zoster (VVZ) dan
tergolong virus berinti DNA yang termasuk subfamili alfa herpes viride
Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, pejamu, sifat sel
tempat hidup laten diklasifikasikan sitotoksik dan 3 subfamili alfa, beta
dan gama. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan
infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya
setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap
dalam bentuk laten di dalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini
pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik.
Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai tempat berkembang
biak yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek. Virus ini
Mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik
DNA polymerase dan virus spesifik deoxyperidine (thymidine) kinase
yang disintesa di dalam sel yang terinfeksi.
Infeksi awal oleh virus varicella-zoster (yang bisa berupa cacar air)
berakhir dengan masuknya virus ke dalam ganglia (badan saraf) pada saraf
spinalis maupun saraf kranialis dan virus menetap disana dalam keadaan
tidak aktif. Herpes zoster selalu terbatas pada penyebaran akar saraf yang
terlibat di kulit (dermatom). Virus herpes zoster bisa tidak pernah
menimbulkan gejala lagi atau bisa kembali aktif beberapa tahun kemudian.
Herpes zoster tejadi jika virus kembali aktif. Kadang pengaktivan kembali
virus ini terjadi jika terdapat gangguan pada sistem kekebalan akibat suatu
penyakit (misalnya karena AIDS atau penyakit Hodgkin) atau obat-obatan

yang mempengaruhi sistem kekebalan. Yang sering terjadi adalah


penyebab dari pengaktivan kembali virus ini tidak diketahui (Timur FJ,
2009).
C. PEMERIKSAAN KULIT
Lokalisasi bisa di semua tempat, dan paling sering pada servikal IV dan
lumbal II.
Efloresensi/ sifat- sifatnya, biasanya berupa kelompok- kelompok vesikel
sampai bula di atas daerah yang eritematosa. Lesi yang khas bersifat
unilateral pada dermatom yang sesuai dengan letak syaraf yang terinfeksi
virus.
GAMBARAN HISTOPATOLOGI
Tampak vesikula bersifat unilokular, biasanya pada stratum
granulosum, kadang- kadang subepidermal. Yang penting adalah temuan
sel balon yaitu sel stratum spinosum yang mengalami degenerasi dan
membesar, juga badan inklusi ( lipscuhtz) yang tersebar dalam inti sel
epidermis,dalam jaringan ikat dan endotel pembuluh darah. Dermis
mengalami dilatasi pembuluh darah dan sebukan lmfosit.
Jika menyerang wajah, daerah yang dipersarafi N V cabang atas
disebut herpes zoster frontalis. Jika menyerang cabang oftalmikus N V
disebut herpes zoster oftalmik. Jika menyerang saraf interkostal disebut
herpes zoster torakalis. Jika menyerang daerah lumbal disebut herpes
zoster abdominalis atau lumbalis.

PATOGENESIS
Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan
ganglion kranialis. Kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang
setingkat dengan daerah persarafan ganglion tersebut. Kadang-kadang
virus ini juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis
sehingga memberikan gejala-gejala gangguan motorik.
Selama proses infeksi varicella, VZV lewat dari luka di kulit dan
permukaan mukosa ke akhiran saraf yang berdekatan dan ditranspor secara
sentripetal ke saraf sensoris ke ganglia sensoris. Dalam ganglia, virus

membentuk infeksi laten yang bertahan untuk hidup. Herpes zoster terjadi
paling sering pada dermatom di mana ruam dari varisela mencapai
densitas tertinggi yang pertama diinervasi oleh (ophtalmic) divisi saraf
trigeminal dan oleh spinal sensori ganglia dari T1 ke L2.
Walaupun virus bersifat laten, ganglia mempertahankan potensi
untuk inefektivitas penuh, reaktifasi yang terjadi bersifat sporadis, jarang,
dan terkait dengan imunosupresi, radiasi dari columna vertebralis, tumor,
trauma lokal; manipulasi bedah tulang belakang dan sinusitis frontalis.
VZV mungkin juga mengaktifkan kembali tanpa menghasilkan penyakit
yang nyata. Walaupun asimtomatik reaktivasi VZV tidak terbukti pasti,
kuantitas kecil antigen virus yang dilepaskan selama reactivasi diharapkan
dapat merangsang dan mempertahankan kekebalan host terhadap VZV.
Ketika resistensi host jatuh di bawah tingkat kritis, virus
berkembang biak dan menyebar dalam ganglion, kemudian menyebabkan
nekrosis neuron dan peradangan hebat, sebuah proses yang sering disertai
neuralgia berat. Infeksi VZV kemudian menyebar ke saraf sensorik,
beresiko neuritis hebat, dan dilepaskan di sekitar ujung akhiran saraf
sensorik di kulit, di mana ia menghasilkan karakteristik kluster vesikula
zoster.
Penyebaran infeksi ganglionic secara proksimal sepanjang radix
saraf posterior menuju meninges dan corda menghasilkan leptomeningitis
lokal, cairan cerebrospinal pleocytosis, dan segmental myelitis. Infeksi
motor neuron di kornu anterior dan radang pada syaraf di bagian radix
anterior dicatat untuk palsies lokal yang mungkin menyertai erupsi
kutaneus, dan perluasan infeksi di dalam sistem saraf pusat dapat
dihasilkan

pada

komplikasi

jarang

herpes

zoster

(misalnya,

meningoensefalitis, transverse myelitis).


DIAGNOSIS BANDING
Herpes simpleks : hanya dapat dibedakan dengan mencari virus herpes
simpleks dalam embrio ayam, kelinci atau tikus.
Varisella : Biasanya lesi menyebar sentrifugal, selalu disertai demam.

Impetigo vesikobulosa Lebih sering pada anak- anak, dengan gambaran


vesikel dan bula yang cepat pecah dan menjadi krusta.
GEJALA KLINIS
Herpes Zoster dapat dimulai dengan respon sistemik, misalnya,
demam, anoreksia, dan kelelahan, yang merupakan gejala prodromal dari
Herpes Zoster. Dan hal tersebut biasanya kadang tidak disadari oleh pasien
ataupun klinisi sebagai gejala awal herpes zoster.
Gejala prodromal biasanya mencakup fenomena sensorik yang
terjadi 1 atau lebih pada bagian kulit berlangsung 1-10 hari (rata-rata 48
jam), yang biasanya dicatat sebagai sakit atau, jarang, paresthesias.
Manifestasi dari gejala prodromal herpes zoster antara lain ialah
dapat mensimulasikan sakit kepala, iritis, radang selaput dada, neuritis
brakialis, sakit jantung, radang usus buntu atau penyakit intraabdominal
lain, atau linu panggul, yang dapat mengakibatkan salah diagnosa. Interval
gejala prodromal sebelum muncul gambaran kelainan pada kulit
merupakan penyebaran partikel virus di sepanjang saraf sensorik, namun
sekitar 10% dari pasien melaporkan onset nyeri dan ruam secara
bersamaan.
Setelah timbul gejala prodromal, maka tanda-tanda dan gejala
berikut terjadi:
o Patch eritema, kadang-kadang disertai dengan indurasi, muncul
di wilayah dermatomal yang terlibat.
o Limfadenopati regional dapat muncul pada tahap ini atau
selanjutnya.
o peradangan pada saraf sensorik yang terlibat menyebabkan rasa
sakit yang parah.
o Muncul Vesikula awalnya jelas, tapi akhirnya, mereka awan,
pecah, kerak, dan sukar.
Gejala utama herpes zoster adalah terjadinya rasa sakit yang
biasanya muncul lebih dulu atau kadang muncul bersamaan dengan
terjadinya ruam pada kulit, yang biasanya dapat terus berlanjut walaupun
ruam yang terjadi pada kulit sudah menghilang.

Daerah yang paling sering terkena adalah daerah torakal, walaupun


daerah-daerah lain tidak jarang. Frekuensi penyakit ini pada pria dan
wanita sama, sedangkan mengenai umur lebih sering pada orang dewasa.
Sebelum timbul gejala kulit terdapat, gejala prodromal baik
sistemik (demam, pusing, malese), maupun gejala prodromal lokal (nyeri
otot tulang, gatal, pegal dan sebagainya). Setelah itu timbul eritema yang
dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar
kulit yang eritematosa dan edema. Vesikel ini berisi cairan yang jernih,
kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu), dapat menjadi pustul dan
krusta. Kadang-kadang vesikel mengandung darah dan disebut sebagai
herpes zoster hemoragik. Dapat pula timbul infeksi sekunder sehingga
menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatriks.
Masa tunasnya 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi
baru yang tetap timbul berlangsung kira-kira seminggu, sedangkan masa
resolusi berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Di samping gejala kulit dapat
juga dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi
penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan
tempat persarafan. Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik,
tetapi pada susunan saraf pusat kelainan ini lebih sering karena struktur
ganglion kranialis memungkinkan hal tersebut. Hiperestesi pada daerah
yang terkena memberi gejala yang khas. Kelainan pada muka sering
disebabkan oleh karena gangguan pada nevus trigeminus (dengan ganglion
gaseri) atau nervus fasialis dan otikus (dari ganglion genikulatum).
Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama
nervus trigeminus, sehingga menimbulkan kelainan pada mata, di samping
itu juga cabang kedua dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah
persarafannya. Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus
fasialis dan otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka
(paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan,
tinnitus, vertigo, gangguan pedengaran, nistagmus dan nausea, juga
terdapat gangguan pengecapan.

Herpes zoster abortif, artinya penyakit ini berlangsung dalam


waktu yang sangat singkat dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa
vesikel dan eritem. Pada herpes zoster generalisata kelainan kulitnya
unilateral dan segmental ditambah kelainan kulit yang menyebar secara
generalisata berupa vesikel yang soliter dan ada umbilikasi. Kasus ini
terutama terjadi pada orang tua atau pada orang yang kondisi fisiknya
sangat lemah, misalnya pada penderita limfoma malignum.
Neuralgia pascaherpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah
bekas penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh. Nyeri
ini dapat berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun
dengan gradasi nyeri yang bervariasi dalam kehidupan sehari-hari.
Kecenderungan ini dijumpai pada orang yang mendapat herpes zoster di
atas usia 40 tahun.
KOMPLIKASI
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa
komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi HIV,
keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering
menjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.
Salah satu komplikasi yang cukup banyak terjadi adalah neuralgia
pasca herpetik, dimana komplikasi ini dapat timbul pada umur di atas 40
tahun, persentasinya 10-15%. Makin tua penderita makin tinggi
persentasinya.
Kerusakan saraf perifer dan neurons di ganglion memicu signal
nyeri afferent. Peradangan pada kulit memicu signal nociceptive yang
menjelaskan nyeri kutaneus. Pelepasan berlebihan dari asam amino dan
neuropeptida yang diinduksi oleh impuls yang terus-menerus dari impuls
afferen selama fase prodormal dan akut dari herpes zoster bisa
menyebabkan

kerusakan

eksitotosik

dan

kehilangan

penghambat

interneurons pada kornu dorsal spinal. Kerusakan neurons di corda spinal


dan ganglion, dan juga pada saraf perifer adalah penting sebagai

pathogenesis dari NPH. Kerusakan saraf afferent primer bisa menjadi aktif
spontan dan hipersensitif ke stimuli perifer juga ke stimulasi simpatis.
Pada gilirannya, kelebihan aktifitas nociceptor dan impuls generasi
ektopik bisa membuat peka neurons system saraf pusat, menghasilkan
memperpanjang dan menambah respon sentral menjadi tidak merusak
\sebagaimana stimuli yang beracun. Secara klinis, hasil mekanisme ini ada
pada allodynia (nyeri dan/atau sensasi yang tidak nyaman ditimbulkan
oleh stimulus yang secara normal tidak sakit, contoh : sentuhan halus)
dengan sedikit atau tidak ada kehilangan sensoris, dan menjelaskan
bentukan nyeri dengan infiltrasi local lidokain.
Neuralgia pasca-herpetik adanya nyeri di daerh kulit yang
dipersarafi oleh saraf yang terkena. Nyeri ini bisa menetap selama
beberapa bulan atau beberapa tahun setelah terjadinya suatu episode
herpes zoster. Nyeri bisa dirasakan terus menerus atau hilang-timbul dan
bisa semakin memburuk pada malam hari atau jika terkena panas maupun
dingin. Nyeri paling sering dirasakan pada penderita usia lanjut; 25-50%
penderita yang berusia diatas 50% mengalami neuralgia pasca-herpetik.
Tetapi hanya 10% dari seluruh penderita yang mengalami neuralgia pascaherpetik. Pada sebagian besar kasus, nyeri akan menghilang dalam waktu
1-3 bulan; tetapi pada 10-20% kasus, nyeri menetap selama lebih dari 1
tahun dan jarang berlangsung sampai lebih dari 10 tahun. Pada sebagian
besar kasus, nyeri bersifat ringan dan tidak memerlukan pengobatan
khusus.
Perubahan Anatomis dan fungsional bertanggung jawab pada
kemunculan NPH yang akan dibentuk awal pada herpes zoster. Konsisten
dengan ini adalah korelasi untuk inisiasi nyeri hebat dan kehadiran nyeri
prodormal dengan pembentukan NPH dikemudiannya dan kegagalan
terapi antiviral untuk mencegah penuh NPH.
Komplikasi lain adalah yang terjadi pada mata akibat zoster
ophthalmikus baik sementara atau secara permanen dapat menyebabkan
penurunan ketajaman visual atau kebutaan. Komplikasi seperti infeksi

sekunder dan meningeal atau keterlibatan viseral dapat menghasilkan


morbiditas lebih lanjut dalam bentuk infeksi dan jaringan parut.
PENGOBATAN
Bila nyeri dapat diberikan analgesia dengan NSAID, misalnya
mefenamic acid 500 mg, indometasin 25 mg 3 kali sehari atau
ibuprofen 400 mg 3kali sehari.
Antibiotik bila mengalami infeksi yang merupakan penyebab utama
timbulnya jaringan parut atau keloid.
Gunakan bedak kalamin atau phenol-zinc lotion untuk fase vesikular.
Apabila mengenai mata, konsultasikan ke klinik mata.
Bila tersedia, gunakan asiklovir 800 mg 5 kali sehari selama
seminggu.atau

obat

antivirus

lainnya

(misalnya

famsiklovir/valasiklovir). Diberikan pada fase awal munculnya


penyakit.
Bila mengalami Postherpetic neuralgia, dapat diberikan:
~ Fenol 3-5% dalam bentuk krim atau salap, 2-6 kali sehari
~ Amitriptilin 10-25 mg/hari pada malam hari, atau gabapentin
100- 300 mg/hari. (Sjamsoe, 2008)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dapat dilakukan percobaan tzank dengan cara membuat sediian
hapus yang diwarnai dengan Giemsa. Bahan diambil dari kerokan dasar
vesikel dan akan di dapati sel datia berinti banyak.

BAB V
KESIMPULAN
1. Diagnosis pada pasien ini sudah tepat dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisik dapat diambil kesimpulan pasien terkena herpes zoster.
2. Pengobatan pada pasien ini juga sudah tepat.

Daftar Pustaka
Anonym., observer extra: Herpes Zoster. 2006. www.cdc.gov
Djuanda Adhi., 2005. Ilmu penyakit kulit dan kelamin: edisi IV,. Jakarta :
Fakultas kedokteran universitas Indonesia
Phylai Verasny., Herpes Zoster., 2009. www.wikipedia.com
Sjamsoe E.S ., medical multimedia Indonesia., 2005. Penyakit kulit yang
umum di Indonesia. Pt-mmi@medical-e-book.com

Siregar., 2003. Atlas Beerwarna Saripati Penyakit Kulit: edisi II,. Jakarta:
EGC
Stankus SJ., 2000. Management of Herpes Zoster (Singles) and
Postherpatic Neuralgia. American Academy of Family of Physician
Timur FJ., Herpes Zoster., 2009. www.e-medicine.com
Wolf Clause et all., 2007., Fitzhpatricks color atlas and synopsys of
clinical dermatology., Mc GrawHill Company

Anda mungkin juga menyukai