PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Istilah " spondilolistesis " mengacu pada pergeseran atau listesis, dari
vertebra terhadap vertebra yang berdekatan (serena et al, 2008). Insiden
spondilolistesis bervariasi tergantung pada etnis, jenis kelamin, dan aktivitas
olahraga. Beberapa penelitian epidemiologi telah mengungkapkan bahwa
kejadian listesis pada populasi Kaukasia bervariasi dari 4 sampai 6 %, tapi
naik setinggi 26 % pada populasi Eskimo terpencil dan bervariasi 19-69 % di
antara saudara-saudara pasien yang terkena (Lai-Chang He et al , 2013)
Spondilolistesis diklasifikasikan berdasarkan etiologi menjadi lima
jenis YAITU, displastik ( kongenital ) , isthmic , degeneratif , trauma , dan
spondilolistesis patologis. Dua etiologi utama spondilolistesis adalah isthmic
dan degeneratif terkait dengan degenerasi permukaan sendi posterior dan atau
diskus intervertebralis. Spondilolisthesis degeneratif terjadi terutama pada
tingkat L4-5, sebagai lawan spondilolistesis isthmic, yang paling sering
terjadi pada tingkat lumbosakral ( L5 - S1 )(Kalichman et al, 2009).
Spondilolistesis degeneratif terutama mempengaruhi vertebra L4 dan
L5, terutama pada wanita. Etiologi dari spondilolistesis degeneratif bersifat
multi-faktorial.
Kehamilan,
kelemahan
sendi,
dan
ooforetomi
klinik,
diagnosis,
penatalaksanaan,
dan
prognosis
spondilolistesis degeneratif.
Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Kata spondylolisthesis berasal dari bahsa Yunani yang terdiri atas kata
spondylo yang berarti tulang belakang (vertebra) dan listhesis yang
berarti bergeser. Maka spondilolistesis adalah suatu pergeseran korpus
vertebrae (biasanya kedepan) terhadap korpus vertebra yang terletak
dibawahnya. Umumnya terjadi pada pertemuan lumbosacral (lumbosacral
joints) dimana L5 bergeser (slip) diatas S1, akan tetapi hal tersebut dapat
terjadi pula pada tingkat vertebra yang lebih tinggi (Serena et al, 2008).
B. KLASIFIKASI
Spondilolistesis diklasifikasikan berdasarkan etiologi menjadi lima jenis
yaitu:
a. Tipe I disebut dengan spondilolistesis displastik (kongenital) dan terjadi
akibat kelainan kongenital. Biasanya pada permukaan sacral superior dan
permukaan L5 inferior atau keduanya dengan pergeseran vertebra L5.
b. Tipe II, istmhik atau spondilolitik, dimana lesi terletak pada bagian
isthmus atau pars interartikularis, mempunyai angka kepentingan klinis
yang bermakna pada individu di bawah 50 tahun. Tipe II dibagi dalam tiga
subkategori :
Tipe IIA yang kadang-kadang disebut dengan lytic atau stress
spondilolistesis dan umumnya diakibatkan oleh mikro-fraktur rekuren
yang disebabkan oleh hiperekstensi. Juga disebut dengan stress fraktur
pars interarticularis dan paling sering terjadi pada laki-laki.
Tipe IIB umumnya juga terjadi akibat mikro-fraktur pada pars
interartikularis. Meskipun demikian, berlawanan dengan tipe IIA, pars
interartikularis masih tetap intak, akan tetapi meregang dimana fraktur
mengisinya dengan tulang baru.
Tipe IIC sangat jarang terjadi dan disebabkan oleh fraktur akut pada
bagian pars interartikularis. Pencitraan radioisotop diperlukan dalam
menegakkan diagnosis kelainan ini.
c. Tipe III, merupakan spondilolistesis degenerative, dan terjadi sebagai
akibat degenerasi permukaan sendi vertebra. Perubahan pada permukaan
3
wanita kulit hitam dibandingkan pada wanita kulit putih( North American
Spine Society , 2014).
D. ETIOLOGI
Spondilolistesis sebagian besar terjadi pada tulang belakang lumbal dan
dianggap memiliki dua etiologi utama, spondilolitik dan degeneratif.
Spondilolistesis spondilolitik dibedakan oleh fraktur pars interarticularis dan
diamati terutama selama masa kanak-kanak atau dewasa awal. Sponilolistesis
degeneratif mengacu pergeseran tanpa cacat di cincin vertebral posterior (
Lai-Chang He at al, 2013).
Etiologi dari spondilolistesis degeneratif bersifat multi-faktorial.
Kehamilan, kelemahan sendi, dan ooforektomi dipertimbangkan sebagai
faktor-faktor predisposisi terjadinya kondisi ini, serta alasan di balik
predominansinya pada wanita(Hayashi, 2015).
E. PATOFISIOLOGI
Peningkatan aktivitas fisik pada masa remaja dan dewasa sehari-hari
mengakibatkan spondilolistesis sering dijumpai pada remaja dan dewasa.
Spondilolistesis dikelompokkan ke dalam lima tipe utama dimana masingmasing mempunyai patologi yang berbeda. Tipe tersebut antara lain tipe
displastik, isthmic, degenerative, traumatic dan patologik. Spondilolistesis
displastik merupakan kelainan kongenital yang terjadi karena malformasi
lumbosacral joints dengan permukaan sendi yang kecil dan inkompeten.
Spondilolistesis displastik sangat jarang terjadi, akan tetapi cenderung
berkembang secara progresif, dan sering berhubungan dengan deficit
neurologis berat. Spondilolistesis displastik terjadi akibat defek arkus neural,
seringnya pada sacrum bagian atas atau L5. Pada tipe ini, 95 % kasus
berhubungan dengan spina bifida occulta. Terjaid kompresi serabut saraf pada
foramen S1, meskipun peregserannya minimal.
5-7
%.
Fredericson
et
al
menunjukkan
bahwa
defek
tampaknya
meningkatkan
tingkat
kolagenase
jaringan
dan
sebagai
spondilolistesis
degeneratif
dan
mungkin
relaxin
Progresifitas listesis pada individu dewasa muda biasanya terjadi bilateral dan
berhubungan dengan gambaran klinis/fisik berupa :
G. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan radiologis.
a. Gambaran Klinis
Nyeri punggung (back pain) pada regio yang terkena merupakan gejala
khas. Umunya nyeri yang timbul berhubungan dengan aktivitas. Aktivitas
membuat nyeri makin bertambah buruk dan istirahat akan dapat
menguranginya. Spasme otot dan kekakuan dalam pergerakan tulang
belakang merupakan ciri yang spesifik. Gejala neurologis seperti nyeri
pada bokong dan otot hamstring jarang terjadi, kecuali jika terdapatnya
bukti subluksasi vertebra. Keadaan umum pasien biasanya baik dan
masalah tulang belakang umumnya tidak berhubungan dengan penyakir
atau kondisi lainnya.
b. Pemeriksaan Fisik
Postur pasien biasanya normal, jika subluksasi yang terjadi bersifat ringan.
Dengan subluksasio berat, terdapat gangguan bentuk postur. Pergerakan
tulang belakang berkurang karena nyeri dan terdapatnya spasme otot.
Penyangga badan kadang-kadang memberikan rasa nyeri pada pasien, dan
nyeri
umumnya
terletak
pada
bagian
dimana
terdapatnya
yang
definitive
akan
terjadi.
CT
scan
dapat
10
merilekskan
otot
sekitarnya.
Cara
ini
sangat
11
Transcutaneous
electrical
nerve
stimulation
membantu
12
J. KOMPLIKASI
Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, trombosis,
dan strangulasi. Hemoroid strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan
suplai darah yang terganggu oleh sphingter ani.2
K. PROGNOSIS
Pasien dengan fraktur akut dan pergeseran tulang yang minimal kemungkinan
akan kembali normal apabila fraktur tersebut membaik. Pasien dengan
perubahan vertebra yang progresif dan degenerative kemungkinan akan
mengalami gejala yang sifatnya intermiten. Resiko untuk terjadinya
spondilolistesis degenerative meningkat seiring dengan bertambahnya usia,
dan pergeseran vertebra yang progresif terjadi pada 30% pasien. Bila
pergeseran vertebra semakin progresif, foramen neural akan semakin dekat
dan menyebabkan penekanan pada saraf, ha lini akan membutuhkan
dekompresi.
13
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian non-eksperimental
menggunakan metode survei deskriptif dengan pendekatan deskriptif
retrospektif untuk mengetahui distribusi frekuensi dan penatalaksanaan
hemoroid di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto periode Januari
2008 November 2013. Subjek penelitian adalah pasien dengan diagnosis
hemoroid yang masuk ke RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto,
periode Januari 2008 sampai November 2013.
B.
14
a.
b.
lengkap
3) Teknik pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara total sampling, yaitu
pengambilan seluruh sampel pada populasi terjangkau.
b. Besar sampel
Berdasarkan informasi dari rekam medik, diperoleh data bahwa
populasi terjangkau sebesar 480 pasien.
C. Pengumpulan Data
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah deskriptif retrospektif
dengan cara melihat data sekunder dari rekam medik pasien hemoroid yang
masuk ke RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto selama periode
Januari 2008 sampai November 2013. Data rekam medik pasien diambil dari
bagian Rekam Medik RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Pengambilan data dilakukan pada bulan November 2013. Rekam medis
dikumpulkan, dianalisis, dan dilakukan tabulasi sehingga dapat diketahui
distribusi frekuensi jenis kelamin dan penatalaksanaan.
D. Tata Urutan Kerja
1.
2.
3.
E. Analisis Data
Analisis data merupakan bagian dari suatu penelitian, di mana tujuan
dari analisis data adalah agar diperoleh suatu kesimpulan masalah yang
diteliti. Data yang telah terkumpul dari bagian rekam medik akan diolah dan
dianalisis secara deskriptif.
Analisis data yang digunakan adalah metode analisis univariat. Analisis
univariat digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel berupa
distribusi frekuensi dan persentase pada setiap variabel seperti jenis kelamin,
15
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Data hasil penelitian menunjukkan jumlah penderita hemoroid di
RSUD. Prof. dr. Margono Soekarjo pada bulan Januari 2008 November
2013 sebanyak 480 kasus. Dari 480 kasus tersebut, 104 kasus tidak ditemukan
data rekam medisnya, sehingga hanya terdapat 376 kasus yang dapat diteliti
pada studi ini. Berikut gambaran data pasien hemoroid berdasarkan jenis
kelamin, usia, keadaan pasien dan penatalaksanaan di RSUD. Prof. Dr.
Margono Soekarjo bulan Januari 2008 - November 2013.
Tabel 1. Distribusi frekuensi penderita hemoroid di RSUD. Prof. Dr. Margono
Soekarjo bulan Januari 2008 - November 2013
Tahun
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Jumlah
Jumlah kasus
62
63
70
46
71
64
376
Presentase
16,46 %
16,67 %
18,54 %
12,29 %
18,96 %
17,08 %
100 %
17
2009
2010
2011
2012
2013
Jumlah
34
29
36
23
40
37
(persentase)
199 (52,91 %)
Perempuan 28
34
34
23
31
27
177 (47,09 %)
62
63
70
46
71
64
376 (100 %)
Laki-laki
18
Usia
Jumlah
< 5 tahun
(prosentase)
0 (0 %)
5 25 tahun
45 (12,08 %)
26 45 tahun
115 (30,63 %)
46 65 tahun
141 (37,29 %)
66- 85 tahun
64 (17,08 %)
>85 tahun
11 (2,92 %)
Jumlah
376 (100%)
19
Jumlah
Hemoroid Ekterna
(persentase)
84 (22,49 %)
Hemoroid Interna
292 (77,51 %)
Jumlah
376 (100%)
Jumlah
(persentase)
2 (0,53%)
II
33 (11,24 %)
III
166 (56,86 %)
IV
91 (31,37 %)
20
Jumlah
292 (100%)
Jumlah
Operatif
(persentase)
284 (75,34%)
Konservatif
92 (24,66%)
Jumlah
376 (100%)
21
Jumlah
Operatif
(persentase)
61 (72,22%)
Konservatif
23 (27,78%)
Jumlah
84 (100%)
22
Jumlah
Operatif
(persentase)
233 (79,63%)
Konservatif
59 (20,37%)
Jumlah
292 (100%)
Pasien
Post
Perawatan Jumlah
Hemoroid
Hidup
(prosentase)
359 (99,42%)
Meninggal
0 (0%)
17 (4,58%)
23
Jumlah
376 (100%)
B. Pembahasan
Jumlah penderita hemoroid di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto pada bulan Januari 2008 November 2013 sebanyak 480 orang,
namun hanya 376 orang yang ditemukan rekam medisnya. Penderita
hemoroid terbanyak pada tahun 2012 yaitu sebanyak 71 orang dan paling
sedikit pada tahun 2011 yakni 46 orang.
Data yang didapatkan dari RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto menunjukkan bahwa persentase kejadian hemoroid pada laki-laki
sebesar 52,91 % yaitu 199 kasus, sedangkan pada perempuan sebesar 47,09
% yaitu 177 kasus. Hasil ini sesuai dengan Sark (2009) yang menyatakan
bahwa penderita hemoroid lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan
perempuan.12
Penderita hemoroid di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
pada bulan Januari 2008 - November 2013 pada kategori usia 5-25 tahun
sebanyak 58 orang (12,08 %), usia 26-45 tahun sebanyak 147 orang (30,63
%), usia 46-65 tahun sebanyak 179 orang (37,29 %), usia 66-85 tahun
sebanyak 82 (17,08 %), dan usia lebih dari 85 tahun sebanyak 14 orang (2,92
%). Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa distribusi penderita
hemoroid terbanyak pada kelompok usia 26-65 tahun, yaitu mencapai 67,92
24
25
BAB V
KESIMPULAN
1. Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen atau lebih vena-vena
hemoroidalis yang timbul akibat kongesti vena dikarenakan gangguan aliran
balik dari vena hemoroidalis. Hemoroid terbagi menjadi dua jenis yaitu
hemoroid eksterna dan hemoroid interna. Hemoroid eksterna merupakan
pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroidalis inferior, di dalam jaringan di
bawah epitel anus. Sedangkan hemoroid interna adalah pelebaran pleksus
vena hemoroidalis superior yang ditutupi oleh mukosa. Hemoroid interna
terbagi lagi menjadi 4 derajat.
2. Dasar diagnosis hemoroid dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang.
3. Penatalaksanaan dari hemoroid terdiri dari terapi konservatif, terapi non
operatif, dan terapi operatif.
4. Data penelitian ini diambil dengan pendekatan deskriptif retrospektif dengan
cara melihat data sekunder dari rekam medik pasien hemoroid yang masuk ke
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto selama periode Januari 2008
sampai November 2013.
5. Jumlah penderita hemoroid di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo pada bulan
Januari 2008 November 2013 sebanyak 480 orang, sedangkan subyek
dalam penelitian ini sebanyak 376 orang.
6. Berdasarkan jenis kelamin didapatkan data penderita hemoroid di RSUD.
Prof. Dr. Margono Soekarjo selama periode Januari 2008 - November 2013 :
a. Laki-laki
: 199 (52,91 %)
b. Perempuan
: 177 (47,09%)
7. Data penderita hemoroid menurut usia di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo
selama periode Januari 2008 - November 2013 :
a. < 5 tahun
: 0 kasus (0 %)
b. 5 25 tahun
: 58 kasus (12,08 %)
26
f. >85 tahun
: 14 kasus (2,92 %)
b. Konservatif
: 92 kasus (24,66 %)
11. Persentase keadaan pasien post perawatan atas indikasi hemoroid di RSUD.
Prof. Dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008 November 2013:
a. hidup
: 359 kasus (99,42 %)
b. meninggal
: 0 (0 %)
c. pulang APS : 17 (4,58 %)
27
DAFTAR PUSTAKA
1.
Riwanto Ign. 2010. Usus Halus, Apendiks, Kolon, Dan Anorektum. Dalam
: Sjamsuhidajat R, Jong WD, penyunting. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke3. Jakarta: EGC. hal. 788-792.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Anne L.M, Jacqueline H., dan Timothy SS. 2011. Hemorrhoids. Am Fam
Physician, vol.84(2): 204-210.
8.
H.Ali
Djumhana.
Patogenesis,Diagnosis
Dan
Pengelolaan
Medik
Alonso, CP., and Merc MC. 2003. Office Evaluation and Treatment Of
Hemorrhoids. Journal of family practice, vol. 52(5): 366-376.
10.
[cited
2013
28
Des
2].
Available
from
:http://emedicine.medscape.com/article/775407-
overview#aw2aab6b2b5
11.
Alonso, CP., Guyatt G., Heels AD., Johanson J. F., Lopez YM., Mills E.,
Zhou Q. 2005. Laxatives for The Treatment Of Hemorrhoids. Cochrane
Database Syst Rev, vol. 4: 1-19.
12.
13.
14.
Dearterialization
Is
An
Alternative
To
Operative
16.
29