PENDAHULUAN
Seksio sesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi
pada dinding abdomen dan uterus (Cunningham, 2005). Akan tetapi, persalinan
melalui seksio sesarea bukanlah alternatif yang lebih aman karena di perlukan
pengawasan khusus terhadap indikasi di lakukannya seksio sesarea maupun
perawatan ibu setelah tindakan seksio sesarea, karena tanpa pengawasan yang baik
dan cermat akan berdampak pada kematian ibu (Tenreng, 2009).
Periode postpartum, masa nifas atau puerperium adalah masa setelah
kelahiran sampai uterus dan organ-organ tubuh yang lain kembali ke keadaan seperti
sebelum hamil, biasanya berlangsung sekitar 6 minggu atau 40 hari. Perawatan masa
nifas adalah perawatan terhadap wanita yang telah selesai bersalin sampai alat-alat
kandungan kembali seperti sebelum hamil (Hanafiah, 2004). Lama perawatan setelah
persalinan perabdominal lebih lama dibandingkan dengan dengan persalinan yang
dilakukan pervaginam. (Novita, 2006). Perawatan postpartum bersifat kritis tetapi
sering diabaikan dalam komponen perawatan ibu dan bayi yang baru lahir. Lebih dari
60 % kematian ibu terjadi pada periode postpartum pada negara berkembang (Family
Health International, 2009). Morbiditas dan mortalitas maternal lebih sering terjadi
setelah tindakan seksio sesarea daripada setelah tindakan pervaginam. Komplikasi
yang ditimbulkan pada pembedahan seksio sesarea darurat atau yang tidak
direncanakan lebih tinggi dibandingkan dengan seksio sesarea yang telah
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Seksio Sesarea
1.
Pengertian
Seksio sesarea adalah melahirkan janin yang sudah mampu hidup (beserta
plasenta dan selaput ketuban) secara transabdominal melalui insisi uterus (Benson
dan pernoll, 2009. hal 456).
2.
Indikasi
a.
b.
Distosia
Disproporsi janin panggul : panggul sempit, janin makrosomia (> 4000
gram, malposisi dan malpresentasi, janin dengan anomali, kehamilan
multipel, kembar tiga atau lebih)
Kelainan persalinan (tenaga) : inersia uteri primer, partus macet, inersia
uteri karena CPD, induksi gagal
c.
Gawat janin
d.
e.
3.
Klasifikasi
Seksio sesarea dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu sebagai berikut:
a. Seksio Sesarea Transperitoneal Profunda
Suatu teknik pembedahan dengan melakukan insisi pada segmen bawah
uterus. Teknik seksio sesarea transperitoneal profunda memiliki beberapa
keunggulan, seperti kesembuhan yang lebih baik dan relatif tidak banyak
menimbulkan perlekatan. Namun kerugian dari teknik ini adalah terdapat
kesulitan dalam mengeluarkan janin sehingga dapat memungkinkan terjadi
luka insisi yang lebih luas dan disertai dengan perdarahan.
b. Seksio Sesarea Ekstraperitoneal
Suatu teknik yang dilakukan tanpa insisi peritoneum melainkan dengan
mendorong lipatan peritoneum ke atas dan kandung kemih ke bawah atau ke
garis-garis tengah, kemudian uterus dibuka dengan insisi di segmen bawah.
c. Seksio Sesarea Klasik
Suatu teknik pembedahan dengan melakukan insisi pada segmen atas uterus
atau korpus uteri. Teknik seksio sesarea klasik ini dilakukan apabila segmen
bawah rahim sulit untuk dicapai, misalnya oleh karena ada perlekatan pada
kandung kemih akibat pembedahan sebelumnya, mioma pada segmen bawah
uterus atau karsinoma serviks yang invasif. Kelemahan dari teknik ini, yaitu
penyembuhan dari luka insisi relatif sulit, memungkinkan untuk terjadi
perlekatan dengan dinding abdomen dan terjadinya ruptur uteri pada
kehamilan berikutnya.
d. Seksio Sesarea disertai Histerektomi
Pengangkatan uterus setelah tindakan seksio sesarea oleh karena atonia uteri
yang tidak dapat teratasi, pada keadaan uterus miomatousus besar dan banyak,
atau keadaan ruptur uteri yang tidak dapat diatasi.
4.
Komplikasi
Menurut Rustam (2002). Komplikasi akibat seksio sesaria antara lain:
1) Infeksi puerperal ( nifas )
Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum keadaan pembedahan sudah ada
gejala-gejala infeksi intra partum atau ada faktor-faktor yang merupakan
gejala infeksi.
a. Infeksi bersifat ringan : kenaikan suhu beberapa hari saja.
b. Infeksi bersifat sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai
dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung.
c. Infeksi bersifat berat : dengan peritonitis septis ileus paralitik, hal ini
sering kita jumpai pada partus teriambat, dimana sebelumnya telah
terjadi infeksi intraportal karena ketuban yang telah lama.
Penanganannya adalah dengan pemberian cairan elektrolik dan
antibiotik yang adekuat dan tepat.
2.
Perdarahan
Rata-rata darah hilang akibat sectio caesaria 2 kali lebih banyak dari pada yang
Emboli pulmonal
Terjadi karena penderita dengan insisi abdomen kurang dapat mobilisasi
dibandingkan dengan melahirkan melaui vagina (normal).
4.
Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonialisasi terlalu tinggi.
5.
B. Masa Nifas
1.
Definisi
Masa nifas adalah masa setelah melahirkan selama 6 minggu atau 40 hari.
Menurut Bobak, et.al (2005) periode postpartum adalah masa enam minggu sejak
bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil.
Pengertian lainnya, masa nifas adalah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta
dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, asa
nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Masyarakat Indonesia, masa nifas
merupakan periode waktu sejak selesai proses persalinan sampai 40 hari setelah itu.
Tujuan asuahan masa nifas adalah: (1) menjaga kesehatan ibu dan bayinya,
baik fisik maupun psikologik, (2) melaksanakan sharing yang komprehensif,
mendeteksi masalah, mengobata atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu
2.
ibu. Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap normal, di
mana proses-proses pada kehamilan berjalan terbalik. Banyak faktor, termasuk
tingkat energi, tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir dan perawatan serta
dorongan semangat yang diberikan oleh tenaga kesehatan, baik dokter, bidan maupun
perawat ikut membentuk respon ibu terhadap bayinya selama masa nifas ini (Bobak,
2009). Untuk memberikan asuhan yang menguntungkan terhadap ibu, bayi dan
keluarganya, seorang bidan atau perawat harus memahami dan memiliki
pengetahauan tentang perubahan-perubahan anatomi dan fisiologis dalam masa nifas
ini dengan baik.
1) Perubahan Sistem Reproduksi
Selama masa nifas, alat-alat interna maupun eksterna berangsur-angsur
kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan keseluruhan alat genetelia
ini disebut involusi. Pada masa ini terjadi juga perubahan penting lainnya,
perubahan-perubahan yag terjadi antara lain sebagai berikut:
a. Perubahan uterus
Pengerutan uterus merupakan suatu proses kembalinya uterus ke
keadaan sebelum hamil. Terjadi kontraksi uterus yang meningkat setelah bayi
keluar. Hal ini menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan plasenta (plasenta
site) sehingga jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus, mengalami
nekrosis dan lepas. Ukuran uterus mengecil kembali (setelah 2 hari pasca
persalinan, setinggi sekitar umbilikus, setelah 2 minggu masuk panggul, setelah
4 minggu kembali pada ukuran sebelum hamil (Suherni, et al. 2009). Proses
kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil di sebut involusi.
Segera setelah persalinan bekas implantasi plasenta berupa luka kasar
dan menonjol ke dalam cavum uteri. Penonjolan tersebut diameternya kira-kira
7,5 cm. Sesudah 2 minggu diameternya berkurang menjadi 3,5 cm. Pada minggu
keenam mengecil lagi sampai 2,4 cm, dan akhirnya akan pulih. Di samping itu,
di cavum uteri keluar cairan sekret di sebut lokia. Ada berapa jenis lokia
menurut Suherni, et al. (2009) yakni: lokia rubra/kruenta (merah): merupakan
cairan bercampur darah dan sisa-sisa penebalan dinding rahim (desidua) dan
sisa-sisa penanaman plasenta (selaput ketuban), berbau amis. Lokia rubra
berwarna kemerah-merahan dan keluar sampai hari ke-3 atau ke-4, Lokia
sanguinoleta: warnanya merah kuning berisi darah dan lendir. Ini terjadi pada
hari ke 3-7 pasca persalinan, lokia serosa: berwarana kuning dan cairan ini tidak
berdarah lagi pada hari 7-14 pasca persalinan, lokia alba: cairan putih yang
terjadi pada hari setelah 2 minggu, lokia parulenta: Ini karena terjadi infeksi,
keluar cairan seperti nanah berbau busuk, lokiaotosis: lokia tidak lancar
keluarnya.
2009). Jaringan penopang dasar panggul yang teregang saat ibu melahirkan akan
kembali ke tonus semula setelah enam bulan.
d. Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan dan 18 jam setelah
melahirkan serviks akan kembali ke bentuk semula dan konsistensinya menjadi
lebih padat kembali.
2) Perubahan pada Sistem Pencernaan
Ibu postpartum setelah melahirkan sering mengalami konstipasi. Hal ini
umumnya disebabkan karena makanan padat dan kurangnya berserat selama
persalian. Di samping itu rasa takut untuk buang air besar, sehubungan dengan
jahitan pada perineum, jangan sampai lepas dan juga takut akan rasa nyeri.
Buang air besar harus dilakukan 3-4 hari setelah persalian. Bilamana masih juga
terjadi konstipasi dan BAB mungkin keras dapat diberikan obat laksan peroral
atau per rektal.
3) Perubahan Perkemihan
Pada masa nifas, sistem perkemihan juga mengalami perubahan. Saluran kencing
kembali normal dalam waktu 2 sampai 8 minggu setelah melahirkan, tergantung
pada keadaan/status sebelum melahirkan. Menurut Saleha (2009) pelvis ginjal
dan ureter yang teregang dan berdilatasi selama kehamilan kembali normal pada
akhir minggu keempat setelah melahirkan.
4) Perubahan Tanda-Tanda Vital pada Masa Nifas
Pada ibu pascapersalinan, terdapat beberapa perubahan tanda-tanda vital sebagai
berikut: (a) suhu: selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkatkan menjadi
38C, sebagai akibat meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan
hormonal.
jam
terjadi, bila terjadi hubungan peningkatan kehilangan darah. (c) tekanan darah:
selama beberapa jam setelah melahirkan, ibu dapat mengalami hipotensi orthostik
(penurunan 20 mmHg) yang ditandai dengan adanya pusing segera setelah
berdiri, yang dapat terjadi hingga 46 jam pertama. Hasil pengukuran tekanan darah
seharusnya tetap stabil setelah melahirkan. Penurunan tekanan darah bisa
mengindikasikan penyesuain fisiologis terhadap penurunan tekanan intrapeutik
atau adanya hipovolemia sekunder yang berkaitan dengan hemorhagi uterus. (d)
pernafasan: fungsi pernafasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil
pada bulan ke enam setelah melahirkan (Maryunani, 2009).
5) Perubahan dalam Sistem Kardiovaskuler
Pada kehamilan terjadi peningkatan sirkulasi volume darah yang mencapai 50%.
2.
dengan sabun dan air sebelum menyentuh kelamin, anjurkan ibu tidak sering
menyentuh luka episiotomi dan laserasi, pada ibu post sectio caesaria (SC),
luka tetap di jaga agar tetap bersih dan kering, tiap hari di ganti balutan.
Istirahat dan tidur: Ibu nifas dianjurkan untuk: istirahat cukup untuk
mengurangi kelelahan, tidur siang atau istirahat selagi bayi tidur, kembali ke
kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan, mengatur kegiatan rumahnya
sehingga dapat menyediakan waktu untuk istirahat pada siang kira-kira 2 jam
dan malam 7-8 jam. Kurang istirahat pada ibu nifas dapat berakibat:
mengurangi jumlah ASI, memperlambat involusi, yang akhirnya bisa
menyebabkan perdarahan, depresi.
Eliminasi: BAB dan BAK. Buang air kecil (BAK) dalam enam jam ibu nifas
harus sudah BAK spontan, kebanyakan ibu nifas berkemih spontan dalam
waktu 8 jam, urine dalam jumlah yang banyak akan di produksi dalam waktu
12-36 jam setelah melahirkan, ureter yang berdiltasi akan kembali normal
dalam waktu 6 minggu. Selama 48 jam pertama nifas (puerperium), terjadi
kenaikan dueresis sebagai berikut: pengurasan volume darah ibu, autolisis
serabut otot uterus. Buang air besar (BAB) biasanya tertunda selama 2-3
hari, karena edema persalinan, diet cairan, obat-obatan analgetik, dan
perenium yang sangat sakit, bila lebih 3 hari belum BAB bisa diberikan obat
laksantia, ambulasi secara dini dan teratur akan membantu dalam regulasi
BAB, Asupan cairan yang adekaut dan diet tinggi serat sangat dianjurkan.