Anda di halaman 1dari 5

4

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Konseling
Menurut BAC (British Association of Conselling, 2001) kata konseling
mencakup bekerja dengan banyak orang dan hubungannya mungkin saja bersifat
pengembangan diri, dukungan terhadap krisis pribadi, psikoterapi atau pemecahan
masalah.

Tugas

konseling

memberikan

kesempatan

bagi

klien

untuk

mengeksplorasi, menemukan dan cerdas dalam menghadapi sesuatu. Jadi inti dari
kegiatan konseling menekankan pada proses eksplorasi dan pemahaman diri.
Istilah konseling sering digunakan untuk mengindikasikan hubungan
profesional antara konselor yang telah terlatih dengan klien. Hubungan ini
biasanya bersifat individu per individu, walaupun terkadang melibatkan lebih dari
satu orang. Konseling didesain untuk menolong klien dalam memahami dan
menjelaskan pandangan mereka terhadap kehidupan, dan untuk menolongnya
mencapai tujuan penentuan diri (self determination) melalui berbagai pilihan yang
telah diinformasikan dengan baik dan bermakna bagi klien, melalui pemecahan
masalah emosi atau karakter interpersonal. Jadi konseling lebih menekankan pada
pola hubungan profesional dan bertujuan penemuan diri (Buks dan Steffire, 1997).
Pernyataan serupa juga disampaikan Gerald Corey (1987), yang
mengemukakan bahwa konseling adalah terapi yang bertujuan untuk memberikan
penyusunan kembali kepribadian seseorang, termasuk usaha-usaha penyembuhan
gangguan emosi, gangguan penyesuaian diri di lingkungan, pencapaian aktualisasi
diri, reduksi rasa cemas dan penghapusan perilaku maladaptif menuju
pembelajaran perilaku adaptif.
Selanjutnya, Feltham dan Dryden (1993) mengatakan bahwa konseling
merupakan sebuah profesi yang dibutuhkan oleh orang-orang yang berada dalam
tekanan

dan

kebingungan,

dimana

calon

klien

yang

berhasrat

untuk

mendiskusikan dan memecahkan semua persoalannya dalam sebuah hubungan


yang lebih terkontrol, lebih pribadi dibandingkan pertemanan, lebih simpatik dan

bertujuan pada perubahan perilaku, perbaikan pemeliharaan, menetapkan


hubungan interpersonal, menambah efektifitas dalam menyelesaikan masalah
sehingga klien mampu mengambil keputusan dan mengembangkan potensinya.
Sementara Bernard dan Fuller (dalam Pieter dan Namora Lubis, 2010)
mengatakan bahwa konseling bukan hanya suatu peristiwa yang terjadi di antara
dua individu, melainkan juga merupakan institusi sosial yang tertanam dalam
kultur masayarakat. Konseling dianggap suatu pekerjaan, disiplin keilmuan dan
profesi sehingga konseling merupakan bagian komprehensif dalam menolong
individu untuk tumbuh dengan memilih dan menentukan solusi tepat guna
memupuk perasaan berharga, berguna dan bertanggung jawab.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
konseling merupakan kegiatan profesional. Artinya dilaksanakan oleh konselor
yang telah memiliki kualifikasi profesional dalam pengetahuan, keterampilan,
pengalaman dan kualitas pribadi. Kegiatan profesioanal yang dimaksud adalah
bukan merupakan bentuk hubungan sosial, namun suatu pelayanan melalui
serangkaian wawancara tatap muka (pertemuan langsung) antara konselor dan
klien untuk memberikan bantuan secara individu kepada klien dalam pengambilan
keputusan atas problem yang dihadapi.
2.2 Tujuan Konseling
Haris (dalam Corey, 1988) mengatakan bahwa ada beberapa alasan
mengapa orang membutuhkan konseling, diantaranya mereka cukup menderita
terhadap masalah dan berniat untuk menghentikan, adanya keputusasaan pada
masalahnya dan adanya kejenuhan mengahadapi masalah yang tidak kunjung
selesai dan keinginan mereka untuk bisa berubah.
Menurut Corey (1988), tujuan konseling adalah membantu memecahkan
masalah, meningkatkan keefektifan seseorang dalam pengambilan keputusan,
membantu

kebutuhan

klien,

seperti

menghilangkan

perasaan

tertekan,

mengganggu dan mencapai kesehatan mental yang positif, mengubah sikap dan
pola tingkah laku yang negatif menjadi positif, dan yang merugikan klien menjadi
menguntungkan klien.
Adapun menurut Mc Leod (2008), tujuan dari kegiatan konseling antara
lain :

1. Pemahaman, yakni melalui konseling seseorang memahami terhadap akar


dan perkembangan kesulitan emosi, mengarah kepada peningkatan
kapasitas untuk lebih memilih kontrol yang rasional ketimbang perasaan
dan tindakan.
2. Berhubungan dengan orang lain. Dengan mengikuti konseling diharapkan
seseorang akan menjadi lebih dapat membentuk dan mempertahankan
hubungan yang bermakna dan memuaskan, misalnya dalam keluarga atau
tempat kerja.
3. Kesadaran diri. Seseorang akan menjadi lebih peka terhadap pemikiran
dan perasaan yang selama ini ditahan (ditolak). Disini tujuan konseling
sebagai usaha mengembangkan perasaan yang lebih akurat berkenaan
dengan sikap penerimaan orang lain terhadap dirinya.
4. Penerimaan diri. Melalui konseling diharapkan seseorang lebih dapat
mengembangkan sikap positif terhadap dirinya yang ditandai dengan
kemampuan menjelaskan pengalaman yang senantiasa menjadi subjek
kritik diri dan penolakan.
5. Aktualisasi diri. Konseling tidak lain bertujuan untuk pergerakan ke arah
pemenuhan potensi dan penerimaan integrasi bagian diri yang sebelumnya
saling bertentangan.
6. Pemecahan masalah. Pemecahan masalah tertentu yang tidak bisa
dipecahkan oleh klien sendiri menuntut kompetensi dari seorang konselor.
7. Pencerahan. Dengan konseling, konselor dapat membantu klien untuk
mencapai kondisi kesadaran spiritual yang lebih tinggi.
8. Pendidikan psikologi. Digunakan untuk membuat

klien

bisa

mengungkapkan ide dan teknik memahami dan mengontrol perilaku.


9. Pengubahan kognitif. Modifikasi atau mengganti kepercayaan yang tidak
rasional atau pola pemikiran yang maladaptif yang diasosiasikan dengan
perilaku dekstruktif.
10. Memiliki keterampilan sosial. Mempelajari dan menguasai keterampilan
sosial dan interpersonal seperti mempertahankan kontak mata, tidak
menyela pembicaraan orang lain, pengendalian emosi, kemarahan dan
asertif.
11. Perubahan tingkah laku. Modifikasi atau penggantian pola tingkah laku
maladaptif.

12. Perubahan sistem. Memperkenalkan perubahan dengan berbagai cara


beroperasinya sistem sosial, misalnya keluarga.
13. Penguatan. Berkenaan dengan keterampilan, kesadaran dan pengetahuan
yang akan membuat klien lebih mampu untuk mengontrol kehidupannya.
14. Restitusi, yakni membantu klien membuat perubahan kecil terhadap
perilaku maladaptif.
15. Reproduksi dan aksi sosial. Menginspirasikan dalam diri seseorang
tentang hasrat dan kapasitas untuk peduli kepada orang lain.
2.3 Konseling dalam Pelayanan Kebidanan
Konseling dalam kebidanan merupakan proses pemberian informasi yang
lebih objektif dan lengkap yang dilakukan secara sistematik berdasarkan panduan
keterampilan

komunikasi

interpersonal,

teknik

bimbingan,

penguasaan

pengetahuan klinik yang bertujuan membantu klien mengenali kondisinya saat ini,
masalah yang dihadapi klien dan membantunya untuk menentukan solusi atau
jalan keluar dalam upaya mengatasi masalah-masalahnya.
Dalam praktik kebidanan, peran konseling begitu banyak ditawarkan
dalam konteks hubungan dan fokus utamanya untuk pemecahan masalah, karena
kita tahu bahwa klien yang mengalami kesukaran berarti : (a) dia tidak tahu apa
penyebab kesukarannya; (b) mungkin dia tahu akar penyebab kesukarannya, akan
tetapi tidak mau mengemukakan kesukarannya; (c) mungkin klien mau
mengemukakan kesukarannya, namun bukan penyebab kesukaran yang benar; (d)
menganggap penyebab kesukaran sebagai hal biasa atau tidak mempersulit
keadaan.
Sebagai salah satu ilustrasi, seorang ibu hamil yang mengalami stres.
Setelah ditelusuri selama mengikuti konseling dengan bidan ternyata ditemukan
bahwa sumber-sumber penyebab dari kesukarannya adalah perasaan benci pada
ibu mertuanya. Namun, untuk mengemukakan rasa benci pada ibu mertuanya
dianggap tidak etis, tidak baik dan melanggar norma agama. Kemudian dia
mengalihkan rasa bencinya kepada hal-hal yang dianggap lebih aman dan tidak
mempersulit dirinya.
Mayoritas klien atau pasien yang mengikuti konseling dengan bidan
terdapat hubungan unik di antara mereka. Dalam konseling singkat tersebut bidan
berusaha untuk melihat berbagai kesulitan dan masalah-masalah yang dihadapi

klien. Dengan adanya perhatian dan perasaan empati dari bidan menjadikan bidan
sebagai orang yang spesial dan orang yang dapat dipercaya. Melalui pengalamanpengalaman seperti ini menjadikan bidan sebagai daya tarik bagi klien untuk
mengikuti sesi konseling berikutnya.
Namun, perlu diketahui oleh para bidan bahwa kegiatan konseling harus
dipahami dari sudut konteks sosial dan kultural. Artinya baik bidan dan klien
harus melakukan peran-peran sosial dan berbagai metode yang digunakan dalam
partisipan konseling, terutama untuk melogiskan tujuan dan intervensi kerja
konseling kebidanan dibentuk oleh kultur dimana mereka hidup.

Anda mungkin juga menyukai