Arteri Sedang
Pembuluh ini mempunyai lumen bulat atau lonjong. Tunika intima selapis sel endotel dan
lapisan subendotel yang mengandung serat kolagen, serat elastin halus dan beberapa
fibroblas. Tunika elastika interna sangat jelas berupa jalinan padat serat elastin yang
bergelombang mengelilingi lumen. Tunika media tebal terdiri atas 40 lapisan sel otot
polos yang tersusun melingkar dengan serat elastn, kolagen, retikulin, dan sedikit
fibroblast di antaranya. Tunika elastika eksterna jelas. Tunika adventitia sering setebal
tunika media, terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengandung serat kolagen dan elastin
yang hampir seluruhnya tersusun memanjang. Dijumpai adanya vasa vasorum berupa
pembuluh darah yang kecil.
Arteri Kecil
Tunika intima: tipis
Tunika media: relati tebal, mempunyai otot polos 8 lapis
Tunika adventitia: tipis
Tidak mempunyai lamina elastika interna
Metarteriol
Yaitu arteri pra kapiler berupa peralihan antara arteri dan kapiler, mempunyai lumen
lebih lebar daripada kapiler dan serat otot polosnya tersebar di sana sini pada dindingnya.
Peralihan antara kapiler dan vena yaitu vena pasca kapiler, lumen lebih lebar daripada
kapiler, dindingnya selapis sel endotel dengan membran basal dan dibungkus oleh
jaringan ikat tipis yang mengandung perisit lebih banyak daripada yang terdapat pada
kapiler.
Kapiler
Menghubungkan arteri dan vena
Pembuluh darah paling kecil
Dindingnya hanya terdiri dari 1 lapis
Sel endotel hanya dilalui 1 sel darah merah
Sel endotel dihubungkan oleh tight junction
Jaringan pembuluh darah bentuk kapiler yang mengalirkan cairan yang mengandung
gas, metabolit, hasil limbah
Tempat terjadinya proses pertukaran gas dan metabolit
Perisit
Sel mesenkimal dengan cabang sitoplasma panjang yang memeluk sebagian sel
endotel
Sel perivaskuler ini juga berfungsi sebagai kontraktil
Ada cedera, berproliferasi, berdiferensiasi membentuk pembuluh darah baru
Inti menghadap ke luar lumen
Arteriole
Pembuluh ini mempunyai lumen bundar atau agak lonjong. Lapisan tunika intimanya
terdiri dari selapis sel endotel dan tunika elastika interna yang terlihat sebagai garis tipis
berkilau tepat di bawah sel endotel. Tunika media terdiri dari beberapa lapis sel otot
polos yang tersusun melingkar dengan serat serat elastin tersebar di antaranya. Tidak
terdapat tunika elastika eksterna. Tunika adventitia lebih tipis dari tunika media berupa
selapis jaringan ikat yang mengandung serat kolagen dan elastin yang tersusun
memanjang.
Venula
Lumen pembuluh ini biasanya tidak bundar, tetapi lonjong mengarah gepeng, dan lebih
besar dari arteriol yang setaraf. Tunika intimanya terdiri atas selapis sel endotel. Tidak
ada tunika elastika interna.Tunika media terdiri dari beberapa lapis sel otot polos yang
tersusun melingkar dengan serat serat elastin dan kolagen di antaranya. Tidak terdapat
tunika elastika eksterna. Tunika adventitia lebih tebal dibandingkan keseluruhan
dindingnya yang tipis.
Vena sedang
Pembuluh ini mempunyai dinding tipis dari arteri yang setaraf. Lumennya lebih lebar
dan mirip ban kempis. Lapisan tunika intima yang tipis terdiri dari selapis sel endotel
dan lapisan subendotel tidak jelas. Tunika elastika interna membentuk lapisan yang
tidak kontinu.
Tunika media terdiri atas berkas kecil sel otot polos yang tersusun melingkar,
dipisahkan oleh serat kolagen dan jalinan halus serat elastin. Tidak ada tunika elastika
eksterna. Tunika adventitia sangat berkembang dan membentuk sebagian besar
dindingnya, terdiri atas jaringan ikat longgar dengan berkas serat kolagen yang tersusun
memanjang. Dijumpai adanya vasa vasorum, juga pada lapisan yang lebih dalam.
Vena besar
Tunika intima terdiri dari lapisan endotel dengan lamina basal, dengan sedikit jaringan
penyambung subendotel dan otot polos. Batas tunika intima dan tunika media tidak
jelas. Tunika media relatif tipis dan mengandung otot polos, serat kolagen, dan fibroblas.
Sel otot jantung meluas dalam tunika media vena besar. Tunika adventitia terdiri dari
otot polos dengan serat kolagen, serat elastin, dan fibroblast.
jantung. Kegiatan listrik jantung dalam tubuh dapat dicatat dan direkam melalui elektrodaelektroda yang dipasang pada permukaan tubuh.
Kertas EKG
Kertas EKG adalah kertas grafik
terdiri dari kotak-kotak kecil dan
besar yang diukur dalam
milimeter. Garis
horisontal
merupakan waktu (1 kotak kecil
= 1mm = 0,1 mV). Pada
rekaman EKG standar dibuat
dengan kecepatan 25 mm/ detik.
Dasar Elektrokardiografi
Elektrokardiograf adalah alat medis yang digunakan untuk merekam beda potensial
bioelektrik di permukaan kulit yang dibangkitkan jantung dengan memasang elektroda rekam
(Ag/AgCl) pada tempat tertentu di permukaan tubuh.
Gambaran EKG normal menunjukkan bentuk dasar sebagai berikut :
Gelombang P
Berukuran kecil dan merupakan
hasil depolarisasi atrium kanan dan
kiri.
Segmen PR
Garis
isoelektrik
yang
menghubungkan gelombang P dan
gelombang kompleks QRS.
Gelombang Kompleks QRS
Suatu kelompok gelombang yang
merupakan
hasil
depolarisasi
ventrikel kanan dan kiri.
Segmen ST
Garis
isoelektrik
yang
menghubungkan kompleks QRS dan
gelombang T.
Gelombang T
Potensial repolarisasi ventrikel kanan dan kiri.
Gelombang U
Berukuran kecil dan sering tidak ada. Asal gelombang masih belum jelas.
a. Grafik EKG dibentuk oleh gelombang listrik yang mengalir melalui serabut syaraf
khusus yang ada pada jantung.
b. Listrik tersebut dibentuk oleh Nodus Sinuatria sebagai sumber primer dan nodus
atrio-ventrikular sebagai cadangan listrik sekunder. tetapi listrik jantung ini dapat pula
dibentuk oleh bagian lain dari jantung.
c. Gelombang P dibentuk oleh aliran listrik yang berasal dari nodus SA di atrium
sedangkan kompleks QRS terbentuk oleh aliran listrik di ventrikel. sedangkan PR
interval terbentuk ketika aliran listrik tersebut melewati bundle His. gelombang T
terbentuk ketika terjadi repolarisasi jantung.
d. Arah aliran listrik ini mengarah ke apex jantung dan sejajar sumbu jantung.
e. Setiap lead memandang aliran listrik jantung dari sudut pandang yang berbeda. Maka
untuk mengatahui letak kelainan, perlu diperhatikan lead mana yang mengalami
kelainan dan dari sudut pandang mana lead tersebut melihat jantung. lead dada
melihat jantung dari sudut pandang horizontal, hal ini bisa dilihat dari tabel di bawah
ini:
Sadapan dada
V1, V2
V3, V4
V5, V6
Sudut pandang
Lateral kanan jantung
Septum
Lateral kiri jantung
Lead ekstremitas melihat jantung secara vertikal. Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut:
Sebagai contoh: lead II melihat/mengintip jantung dari sudut pandang apex jantung.
a. Setiap aliran listrik tersebut menuju ke arah sudut pandang tempat melihat EKG,
maka pada lead tersebut harus positif. Sebagai contoh adalah lead II yang melihat
jantung dari sudut pandang di sekitar apex. Maka normalnya lead ini harus positif.
b. Karena otot jantung kiri lebih besar dari otot jantung kanan, maka yang terekam
dominan pada EKG adalah bagian jantung kiri.
Teknik Sadapan EKG
Untuk memperoleh rekaman EKG, pada tubuh dilekatkan elektroda-elektroda yang dapat
meneruskan potensial listrik dari tubuh ke sebuah alat pencatat potensial yang disebut
elektrokardiograf. Pada rekaman EKG yang konvensional dipakai 10 buah elektroda, yaitu 4
buah elektroda ekstremitas dan 6 buah elektroda prekordial. Elektroda-elektroda ekstremitas
masing-masing dilekatkan pada : lengan kanan (LKa), lengan kiri (LKi), tungkai kanan
(TKa), dan tungkai kiri (TKi).
jantung menurun dan dapat menyebabkan terjadinya kematian akibat suplai darah ke
otak yang tidak ada.
Fibrilasi atrium
Ditandai dengan depolarisasi atrium yang cepat, ireguler, dan tidak terkoordinasi
tanpa gelombang P yang jelas. Akibatnya, kontraksi atrium menjadi kacau dan tidak
sinkron. Karena impuls mencapai nodus AV secara tidak teratur, irama ventrikel
menjadi tidak teratur. Kompleks QRS berbentuk normal tetapi muncul secara
sporadis. Waktu denyutan 2 ventrikel tidak teratur sehingga ventrikel tidak
mempunyai cukup waktu untuk pengisian. Hal ini menyebabkan sangat sedikitnya
darah yang dapat dicurahkan keluar jantung sehingga tidak tercipta denyut jantung.
Terjadi pula pulsus defisit yang pada orang normal tidak terjadi.
Fibrilasi ventrikel
Kelainan irama yang sangat serius denagn otot ventrikel jantung memperlihatkan
kontraksi yang kacau dan tidak beraturan. Hal ini menunjukkan ventrikel tidak lagi
dapat aktif memompa darah ke seluruh tubuh dan perlu dilakukan defibrilasi listrik
Blok jantung
Adanya defek pada sistem penghantaran jantung. Kontraksi atrium tetap normal,
namun ventrikel kadang-kadang tidak berkontraksi setelah kontraksi atrium. Blok
yang terjadi dapat 2:1 atau 3:1 dan dapat dibedakan dengan flutter atrium. Pada blok
jantung, kecepatan aliran atrium normal, tetapi kecepatan ventrikel di bawah normal.
Sedangkan, pada flutter atrium, kecepatan atrium sangat tinggi sedangkan kecepatan
ventrikel normal. Blok jantung total ditandai dengan impuls dari atrium sama sekali
tidak dihantarkan ke ventrikel. Denyut atrium tetap diatur oleh nodus SA namun
ventrikel menciptakan impuls sendiri yang jauh lebih rendah. Pada EKG, gelombang
P memperlihatkan irama normal. Kompleks QRS dan gelombang T terjadi secara
teratur namun dalam kecepatan yang jauh lebih rendah daripadagelombang P dan
benar-benar independen terhadap gelombang P.
a. STEMI
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosa infark miokard gelombang Q
sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi trombus
tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak
ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami UAP atau NSTEMI.
Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q
disebut infark non Q. Sebelumnya, istilah infark transmural digunakan jika EKG
menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokard non
transmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan
gelombang T, namun ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan
lokasi infark (mural/transmural) sehingga terminologi infark miokard gelombang Q dan
non Q menggantikan infark miokard mural/transmural.
b. NSTEMI
Gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal penting yang
menentukan risiko pada pasien. Pada Trombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) III
Registry; adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupakan prediktor
outcome yang buruk. Kaul et al, menunjukkan peningkatan risiko outcome yang buruk
meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST, dan baik depresi
segmen ST maupun perubahan troponin T, keduanya memberikan tambahan informasi
prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.
c. UAP
Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun stratifikasi risiko pasien
UAP. Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan kemungkinan adanya iskemia
akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda iskemia atau NSTEMI. Perubahan
gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti depresi segmen ST kurang dari 0,05 mm
dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemia, dan dapat
disebabkan karena hal lain. Pada UAP, sebanyak 4% mempunyai EKG yang normal, dan
pada NSTEMI, sebanyak 1-6% EKG juga normal.
Letak Infark Berdasarkan Temuan EKG
Letak infark
EKG
A.Koronaria
Cab A.Koronaria
Kiri, LAM
LAD, LCx
Anteroseptal
V 1-3
Kiri
LAD
Anterolateral
I, aVL, V4-6
Kiri
LCx
Inferior
PDA
Posterior murni
V
1-2 Bervariasi kiri dan LCx, PLA
(resiprok)
kanan
LAM = left main artery, LAD = left anterior descending, LCX = left circumflex, PDA =
posterior descending artery, PLA = posteriolateral artery
Gambaran EKG pada Iskemia, Injuri, dan Infark Miokard
Sindroma koroner akut (SKA) merupakan suatu sindroma klinis yang terdiri dari angina
pektoris tidak stabil, infark miokard akut (IMA) tanpa elevasi segmen ST dan IMA dengan
elevasi segmen ST. Keadaan ini ditandai dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan
oksigen miokard dan kempampuan miokard. Mekanisme dasar SKA berupa disrupsi plak dan
pembentukan trombus akut pada arteri koroner.
Segmen ST dan gelombang T pada iskemia miokard
Sel miokard yang mengalami injuri tidak akan berdepolarisasi sempurna, secara elektrik lebih
bermuatan positif dibanding daerah yang tidak mengalami injuri dan pada EKG tampak
gambaran elevasi segmen ST pada sadapan yang berhadapan dengan lokasi injuri. Elevasi
segmen ST bermakna jika elevasi 1mm (1 kotak kecil) pada sadapan ekstremitas dan
2mm pada sadapan prekordial di dua atau lebih sadapan yang menghadap daerah anatomi
jantung yg sama. Aneurisma ventrikel harus dipikirkan jika elevasi segmen ST menetap
beberapa bulan setelah infark miokard.
Insufisiensi koroner dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita
hipertensi dibanding orang normal.
Tekanan darah sistolik diduga mempunyai pengaruh yang lebih besar. Kejadian PJK
pada hipertensi sering dan secara langsung berhubungan dengan tingginya tekanan
darah sistolik. Penelitian Framingham selama 18 tahun terhadap penderita berusia 4575 tahun mendapatkan hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya angina
pectoris dan miokard infark. Juga pada penelitian tersebut didapatkan penderita
hipertensi yang mengalami miokard infark mortalitasnya 3x lebih besar dari pada
penderita yang normotensi dengan miokard infark.
Hasil penelitian Framingham juga mendapatkan hubungan antara PJK dan Tekanan
darah diastolik. Kejadian miokard infark 2x lebih besar pada kelompok tekanan darah
diastolik 90-104 mmHg dibandingkan Tekanan darah diastolik 85 mmHg, sedangkan
pada tekanan darah diastolik 105 mmHg 4x lebih besar. Penelitian stewart 1979 & 1982
juga memperkuat hubungan antara kenaikan takanan darah diastolik dengan resiko
mendapat miokard infark. Apabila Hipertensi sistolik dari Diastolik terjadi bersamaan
maka akan menunjukkan resiko yang paling besar dibandingkan penderita yang tekanan
darahnya normal atau Hipertensi Sistolik saja. Lichenster juga melaporkan bahwa
kematian PJK lebih berkolerasi dengan Tekanan darah sistolik diastolik dibandingkan
Tekanan darah Diastolik saja.
Pemberian obat yang tepat pada Hipertensi dapat mencegah terjadinya miokard infark
dan kegagalan ventrikel kiri tetapi perlu juga diperhatikan efek samping dari obatobatan dalam jangka panjang. oleh sebab itu pencegahan terhadap hipertensi
merupakan usaha yang jauh lebih baik untuk menurunkan resiko PJK. Tekanan darah
yang normal merupakan penunjang kesehatan yang utama dalam kehidupan, kebiasaan
merokok dan alkoholisme. Diet serta pemasukan Na dan K yang seluruhnya adalah
faktor-faktor yang berkaitan dengan pola kehidupan seseorang. Kesegaran jasmani juga
berhubungan dengan Tekanan darah sistolik, seperti yang didapatkan pada penelitian
Fraser dkk. Orang-orang dengan kesegaran jasmani yang optimal tekanan darahnya
cenderung rendah. Penelitian di Amerika Serikat melaporkan pada dekade terakhir ini
telah terjadi penurunan angka kematian PJK sebayak 25%. Keadan ini mungkin akibat
hasil dari deteksi dini dan pengobatan hipertensi, pemakaian betablocker dan bedah
koroner serta perubahan kebiasaan merokok.
2. Hiperkolesterolemia.
Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup panting karena termasuk faktor
resiko utama PJK di samping Hipertensi dan merokok. Kadar Kolesterol darah
dipengaruhi oleh susunan makanan sehari-hari yang masuk dalam tubuh (diet). Faktor
lainnya yang dapat mempengaruhi kadar kolesterol darah disamping diet adalah
Keturunan, umur, dan jenis kelamin, obesitas, stress, alkohol, exercise. Beberapa
parameter yang dipakai untuk mengetahui adanya resiko PJK dan hubungannya dengan
kadar kolesterol darah:
a. Kolesterol Total.
Kadar kolesterol total yang sebaiknya adalah ( 200 mg/dl, bila > 200 mg/dl
berarti resiko untuk terjadinya PJK meningkat . Kadar kolesterol Total
normal
Agak
tinggi Tinggi
(Pertengahan)
2-239 mg/dl
>240 mg/dl
b. LDL Kolesterol.
LDL (Low Density Lipoprotein) kontrol merupakan jenis kolesterol yang bersifat
buruk atau merugikan (bad cholesterol) : karena kadar LDL yang meninggi akan
rnenyebabkan penebalan dinding pembuluh darah. Kadar LDL kolesterol lebih tepat
sebagai penunjuk untuk mengetahui resiko PJK dari pada kolesterol total.
Kadar LDL Kolesterol
Normal
Agak
tinggi Tinggi
(Pertengahan)
< 130 mg/dl
130-159 mg/dl
>160 mg/dl
c. HDL Koleserol
HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol merupakan jenis kolesterol yang bersifat
baik atau menguntungkan (good cholesterol) : karena mengangkut kolesterol dari
pembuluh darah kembali ke hati untuk di buang sehingga mencegah penebalan
dinding pembuluh darah atau mencegah terjadinya proses arterosklerosis.
Kadar HDL Kolesterol
Normal
Agak
tinggi Tinggi
(Pertengahan)
< 45 mg/dl
35-45 mg/dl
>35 mg/dl
Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar kemungkinan terjadinya PJK.
Kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan mengurangi berat badan, menambah
exercise dan berhenti merokok.
d. Rasio Kolesterol Total : HDL Kolesterol
Rasio kolesterol total: HDL kolesterol sebaiknya (4.5 pada laki-laki dan 4.0 pada
perempuan). makin tinggi rasio kolesterol total : HDL kolesterol makin meningkat
resiko PJK.
e. Kadar Trigliserida.
Trigliserid didalam yang terdiri dari 3 jenis lemak yaitu Lemak jenuh, Lemak tidak
tunggal dan Lemak jenuh ganda. Kadar triglisarid yang tinggi merupakan faktor
resiko untuk terjadinya PJK.
Kadar Trigliserid
Normal
Agak tinggi
< 150 mg/dl
150 250 mg/dl
Tinggi
250-500 mg/dl
Sangat Sedang
>500 mg/dl
Kadar trigliserid perlu diperiksa pada keadaan sbb : Bila kadar kolesterol total > 200
mg/dl, PJK, ada keluarga yang menderita PJK < 55 tahun, ada riwayat keluarga dengan
kadar trigliserid yang tinggi, ada penyakit DM & pankreas.
3. Merokok.
Pada saat ini merokok telah dimasukkan sebagai salah satu faktor resiko utama PJK
disamping hipertensi dan hiperkolesterolami. orang yang merokok > 20 batang perhari
dapat mempengaruhi atau memperkuat efek dua faktor utama resiko lainnya.
Penelitian Framingham mendapatkan kematian mendadak akibat PJK pada laki-laki
perokok 10X lebih besar dari pada bukan perokok dan pada perempuan perokok 4.5X
lebih dari pada bukan perokok. Efek rokok adalah Menyebabkan beban miokard
bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya komsumsi 02 akibat
inhalasi co atau dengan perkataan lain dapat menyebabkan Tahikardi, vasokonstrisi
pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5-10 %
Hb menjadi carboksi -Hb. Disamping itu dapat menurunkan HDL kolesterol tetapi
mekanismenya belum jelas . Makin banyak jumlah rokok yang dihidap, kadar HDL
kolesterol makin menurun. Perempuan yang merokok penurunan kadar HDL
kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki laki perokok. Merokok juga dapat
meningkatkan tipe IV abnormal pada diabetes disertai obesitas dan hipertensi, sehingga
orang yan gmerokok cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis dari pada
yang bukan perokok.
Apabila berhenti merokok penurunan resiko PJK akan berkurang 50 % pada akhir
tahun pertama setelah berhenti merokok dan kembali seperti yang tidak merokok
setelah berhenti merokok 10 tahun.
6. Obesitas.
Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada lakilaki dan > 21 % pada
perempuan . Obesitas sering didapatkan bersama-sama dengan hipertensi, DM, dan
hipertrigliseridemi. Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan LDL
kolesterol. Resiko PJK akan jelas meningkat bila BB mulai melebihi 20 % dari BB ideal.
penderita yang gemuk dengan kadar kolesterol yang tinggi dapat menurunkan
kolesterolnya dengan mengurangi berat badan melalui diet ataupun menambah exercise.
7. Diabetes.
Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit
pembuluh darah. Penelitian menunjukkan laki-laki yang menderita DM resiko PJK 50 %
lebih tinggi daripada orang normal, sedangkan pada perempuaan resikonya menjadi 2x
lipat.
8. Exercise.
Exercise dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki kolaterol koroner
sehingga resiko PJK dapat dikurangi. Exercise bermanfaat karena:
Memperbaiki fungsi paru dan pemberian 02 ke miokard
Menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang bersama-sama dengan
menurunkan LDL kolesterol.
Membantu menurunkan tekanan darah
Meningkatkan kesegaran jasmani.
9.
AT E R O S K E L R O S IS
O TA K
STROKE
JA N T U N G
ACS
S TA B L E A N G IN A
STEM I
NSTEM I
U N S TA B L E
A N G IN A
Jenis
Angina
Tidak
(APTS)
Temuan EKG
Depresi segmen T
Inversi gelombang T
Tidak ada gelombang Q
Enzim Jantung
Tidak meningkat
Depresi segmen ST
Inversi gelombang T
Meningkat minimal
2 kali nilai batas atas
normal
Hiperakut T
Elevasi segmen T
Gelombang Q
Inversi gelombang T
Meningkat minimal
2 kali nilai batas atas
normal
STABLE ANGINA:
Peningkatan kerja jantung saat aktivitas misalnya berolah raga atau naik tangga.
Tidak bersifat progresif dan reversibel
UNSTABLE ANGINA:
Kombinasi angina stabil dengan angina prinzmetal
Dijumpai pada individu dengan perburukan penyakit arteri koroner
Biasanya disertai peningkatan beban kerja jantung akibat arterosklerosis koroner,
yang ditandai oleh trombus yang tumbuh dan mudah mengalami spasme.
Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association
(AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) ialah
iskemi yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium,
sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil
bila pasien mempunyai keluhan iskemi sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CKMB, dengan ataupun tanpa perubahan ECG untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST
ataupun elevasi sebentar atau adannya gelombang T yang negatif.
STEMI: Serangan jantung atau infark miokard ini disebabkan oleh periode sumbatan
pembuluh darah yang lanjut. Ini mempengaruhi atau merusakkan area besar dari otot jantung,
dan menyebabkan perubahan EKG serta penanda kimia dalam darah.
NSTEMI: Serangan jantung atau infark miokard ini tidak menyebabkan perubahan khas pada
elektrokardiogram (EKG). Tetapi, terdapat penanda kimia (chemical markers) dalam darah
yang menunjukkan kerusakan yang telah terjadi pada otot jantung.
Berdasarkan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akut (SKA) menurut Braunwald (1993)
adalah:
- Kelas I : Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada
waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.
- Kelas II : Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu
istirahat.
- Kelas III : Akut, yakni kurang dari 48 jam.
Secara Klinis
- Kelas A : Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti anemia, infeksi,
demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan hipoksia karena gagal napas.
- Kelas B : Primer
- Kelas C : Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah diobati. Dengan anti
angina (penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis kalsium ) Antiangina dan
nitrogliserin intravena.
LO.3.5. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi dan Patogenesis Penyakit Jantung
Koroner
Hampir semua kasus infark miokardium disebabkan oleh aterosklerosis arteri koroner.
Jika terjadi penyempitan arteri koroner, iskemia miokardium merupakan peristiwa yang awal
terjadi. Daerah subendokardial merupakan daerah pertama yang terkena, karena berada paling
jauh dari aliran darah. Jika iskemia makin parah, akan terjadi kerusakan sel miokardium.
Infark miokardium adalah nekrosis atau kematian sel miokardium. Infark miokardium dapat
terjadi nontransmural (terjadi pada sebagian lapisan) atau transmural (terjadi pada semua
lapisan).7 Faktor-faktor yang berperan dalam progresi SKA :
lapisan subendotel, sel-sel ini mengalami differensiasi menjadi makrofag.2 Makrofag akan
mencerna LDL teroksidasi yang juga berpenetrasi ke dinding arteri, berubah menjadi sel
foam dan selanjutnya membentuk fatty streaks. Makrofag yang teraktivasi ini melepaskan
zat-zat kemoatraktan dan sitokin (misalnya monocyte chemoattractant protein-1, tumor
necrosis factor , IL-1, IL-6, CD40, dan c-reactive protein) yang makin mengaktifkan
proses ini dengan merekrut lebih banyak makrofag, sel T, dan sel otot polos pembuluh
darah (yang mensintesis komponen matriks ekstraseluler) pada tempat terjadinya plak. Sel
otot polos pembuluh darah bermigrasi dari tunika media menuju tunika intima, lalu
mensintesis kolagen, membentuk kapsul fi brosis yang menstabilisasi plak dengan cara
membungkus inti lipid dari aliran pembuluh darah.8 Makrofag juga menghasilkan matriks
metaloproteinase (MMPs), enzim yang mencerna matriks ekstraseluler dan menyebabkan
terjadinya disrupsi plak.
80%. Mayoritas kasus SKA terjadi karena ruptur plak aterosklerotik. Plak yang ruptur ini
kebanyakan hanya menyumbat kurang dari 50% diameter lumen. Mengapa ada plak yang
ruptur dan ada plak yang tetap stabil belum diketahui secara pasti. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa inti lipid yang besar, kapsul fi brosa yang tipis, dan infl amasi dalam
plak merupakan predisposisi untuk terjadinya ruptur.
Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks subendotelial akan terpapar
darah yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi trombosit yang diikuti aktivasi
dan agregasi trombosit, selanjutnya terbentuk trombus. Trombosit berperan dalam proses
hemostasis primer. Selain trombosit, pembentukan trombus juga melibatkan sistem
koagulasi plasma. Sistem koagulasi plasma merupakan jalur hemostasis sekunder.
Kaskade koagulasi ini diaktifkan bersamaan dengan sistem hemostasis primer yang
dimediasi trombosit. Ada 2 macam trombus yang dapat terbentuk:
a. Trombus putih: merupakan bekuan yang kaya trombosit. Hanya menyebabkan oklusi
sebagian.
b. Trombus merah: merupakan bekuan yang kaya fi brin. Terbentuk karena aktivasi
kaskade koagulasi dan penurunan perfusi pada arteri. Bekuan ini bersuperimposisi
dengan trombus putih, menyebabkan terjadinya oklusi total.
Patofisiologi STEMI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat
yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok,hipertensi dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak
arterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik
memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner
cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid
rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang
dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, efinefrin, serotonin)
memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboxan
A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Selain aktivasi trombosit memicu perubahan
konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor
mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin)
seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen
yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelets dan
agregasi.
Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor
VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian
mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan
mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang
jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme
koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.
LO.3.6. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Penyakit Jantung Koroner
1. Angina pectoris tak stabil: keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali
atau keluhan angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi
lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena
aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai
muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali
tidak ada yang khas.
2. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI): Nyeri dada tipikal (angina)
merupakan gejala cardinal pasien IMA. Sifat nyeri dada angina:
a. Lokasi di substernal, retrosternal, dan precordial.
b. Sifat nyerinya sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir.
c. Penjalaran biasanya ke lengan kiri, bisa juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
d. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
e. 25% pasien mengalami infark miokard akut yang asimptomatik, terutama pada
pasien diabetes yang mengalami gangguan presepsi nyeri karena adanya neuropati
perifer.
f. Berkeringat serta kulit dingin dan lembab terjadi karena aktivasi simpatis. Efek
vagal memicu timbulnya mual, muntah, serta lemas.
3. Infark Miokard Akut tanpa Elevasi ST: nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau
di epigastrium. Sifat nyeri sama dengan STEMI. Pasien dengan onset baru angina berat
me-miliki prognosis lebih baik dibandingan dengan yang memiliki nyeri pada waktu
istirahat. Gejala tambahannya sama dengan STEMI (Trisnohadi, 2009).
Manifestasi klinis PJK:
Penyakit jantung koroner pada pria berbeda dengan penyakit jantung pada wanita. Sebagai
contoh seorang pria akan merasakan nyeri pada bagian dada, sedangkan pada wanita akan
sering merasakan lebih cepat lelah dan lemah. Pria yang sedang berusia 40 tahun ke atas
memiliki resiko lebih tinggi terkena penyakit jantung koroner dibandingkan dingan wanita.
Berikut ini gejala yang umum terjadi pada penyakit jantung koroner :
a. Perasaan nyeri yang terdapat pada dada seakan-akan ada sesuatu yang mengganjal di
dalam dada dan meremas-remas atau disebut dengan angina.
b. Perasaan terbakar pada bagian dada
c. Sesak nafas
d. Sesak di bagian dada
e. Perasaan mual
f. Sering pusing
g. Mati rasa pada bagian dada
h. Detak jantung tidak teratur dan sering kali cepat.
i. Jika sesorang mengalami angina, gejala di atas akan sering muncul di saat melakukan
aktifitas fisik seperti olahraga. Karena tubuh pada saat itu memerlukan banyak pasokan
darah dan jantung pun menuntut arteri untuk memasok lebih banyak darah, namun karena
plak atau timbunan kolesterol di dalam arteri dan pembuluh darah yang menyempit maka
jantung tidak dapat memompa darah dengan banyak. Jika hal tersebut tidak segera
ditangani akan membuat pembekuan darah di dalam arteri sehingga menjadi serangan
jantung (Alwi, 2009).
Masa kerja lebih panjang bila menggunakan nitrat organik oral (isosorbid mononitrat,
isosorbid dinitrat, eritritil tetranitrat)
Nitrat organik dengan preparat transdermal (salep, plester). Plester nitrogliserin
(penggunaan 24jam-melepaskan 0.2-0.8 mg obat tiap jam). Bentuk salep nitrogliserin
(2%-pada kulit 2.5-5 cm) biasanya untuk mencegah angina yang timbul pada malam
hari.
Amilnitrit mempunyai bentuk cairan yang mudah menguap (volatile) cara inhalasi,
lebih cepat diabsorpsi dan menghindari efek metabolisme pertama dihati)
Tabel 2. Sediaan Nitrat Organik
Sediaan Nitrat
Interval
Lama kerja
Nitrat Kerja Singkat
0,18-0,3 ml
3-5 menit
Amilnitrit inhalasi
Preparat sublingual
1. Nitrogliserin
0,5-0,6 mg
10-30 menit
2. Isosorb dinitrat
2,5-5 mg
10-60 menit
Nitrat Kerja Panjang
Isoisorb dinitrat oral
10-60 mg
4-6 jam
Nitrogliserin oral
6,5-13 mg
6-8 jam
Kontraindikasi
Efek samping nitrat organik berhubungan dengan efek vasodilatasinya. Pada awalnya
ditemukan sakit kepala, flushing karena dilatasi arteri serebral. Bila hipotensi berarti
terjadi bersama refleks takikardi yang akan memperburuk keadaan.
Pada pasien stenosis aorta / kardiomiopati hipertrofik, nitrat organik menyebabkan
penurunan curah jantung dan hipotensi refrakter. Pemberian nitrat organik
dikontraindikasikan pada pasien yang mendapat slidenafil.
Indikasi
a. Angina pektoris
Untuk angina tidak stabil nitrat organik diberikan secara iv (dapat terjadi toleransi
cepat 24-48jam). Untuk angina variant diperlukan nitrat organik kerja panjang
dikombinasikan dengan antagonis Ca
b. Infark jantung
Nitrat organik dapat mengurangi luas infark dan memperbaiki fungsi jantung
c. Gagal jantung kongesif
Nitrat organik untuk GJK dalam bentuk kombinasi dengan hidralazin (lini kedua),
sedangkan lini pertama menggunakan vasodilator. Penggunaan nitrat organik sebagai
obat tunggal memperbaiki gejala dan tanda gagal jantung terutama pasien tersebut
menderita jantung iskemik
2. Penghambat Adrenoreseptor Beta (-Bloker)
-Bloker bermanfaat untuk mengobati angina pektoris stabil kronik. Golongan obat ini
dapat menurunkan angka mortalitas infark jantung efek aritmianya. -Bloker
menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung dengan menurunkan frekuensi denyut
jantung, tekanan darah dan kontraktilitass. Efek kurang menguntungkan -Bloker
peningkatan volume diastolik akhir yang meningkatkan kebutuhan oksigen.
Sifat farmakologi
Hati
+
kap 200 mg dan tab
400 mg
labetalol
Hati
+
100-600 mg/hari
bisoprol
tab 5 mg
nadolol
Ginjal
tab 40 dan 80 mg
atenolol
Ginjal
tab 50 dan 100 mg
metoprolol
Sedang
Hati
+
tab 50 dan 100 mg, tab
lepas lambat 100 mg
pindolol
Sedang
Ginjal
&
tab 5 dan 10 mg
hati
propanolol
Hati
tab 10 dan 40 mg,
kapsul lepas lambat
160 mg
penbutolol
hati
Efek Samping
Farmakologi : bradikardi, blok AV, gagal jantung, bronkospasme
Sal cerna
: mual, muntah, diare, konstipasi
Sentral
: mimpi buruk, insomnia, halusinasi, rasa capai, pusing, depresi
Alergi
: rash, demam dan purpura
Kontraindikasi
a. hipotensi
b. bradikardi simptomatik
c. blok AV derajat 2-3
d. gagal jantung kongesif
e. ekserbasi serangan asma (bronkospasme)
f. diabetes melitus dengan hipoglikemia
Indikasi
Angina pectoris, aritmia, hipertensi, infark miokard
3. Penghambat Kanal Ca (Calsium antagonis)
Farmakodinamik
a. Secara umum ada 2 jenis kanal Ca, pertama voltage-sensitive (VSC)/potentialdependent calcium channels (PDC membuka bila ada depolarisasi membran.
Kedua, receptor-operated calcium channel (ROC) membuka bila agonis
menempati reseptor dalam kompleks sistem kanal ini (contoh : hormon, norepinefrin)
b. Calsium antagonis mempunyai 3 efek hemodinamik yang berhubungan dengan
pengurangan kebutuhan otot jantung :
1) Vasodilatasi koroner dan perifer
2) Penurunan kontraktilitas jantung
3) Penurunan automatisitas serta konduksi pada nodus SA dan AV
Sedangkan untuk meningkatkan suplai oksigen otot jantung dengan cara : dilatasi koroner
dan penurunan tekanan darah da denyut jantung (sehingga perfusi subendokardial
membaik)
Farmakokinetik
Farmakokinetik penghambat kanal Calsium hampir semua absorpsi oralny sempurna
tetapi bioavailabilitasnya berkurang karena metabolisme lintas pertama dalam hati. efek
obat tampak 30-60 menit pemberian. Macam-macam Calsium antagonis
Dihidropiridin: nifedipin, nikardipin, felodipin, amlodipin
Difenilalkilamin: verapamil, galopamil, tiapamil
Benzotizepin: diltiazem
Piperazin: sinarizin, flunarizin
Lain-lain: prenilamin, perheksilin
Tabel 4. Efek Kardivaskular Antagonis Kalsium
Efek kardiovaskular
Nifedipin
Verapamil
Diltiazem
(N)
(V)
(D)
1. Vasodilatasi koroner 5
4
3
2. Vasodilatasi perifer
5
4
3
3. Inotropik negatif
1
4
2
4. Kronotropik negatif 1
5
5
5. Dromotropik negatif 0
5
4
* Angka menunjukkan perbandingan kekuatan relatif masing-masing obat
Pemberian nifedipin kerja singkat menyebabkan terjadinya penurunan tekanan
darah, sebagian besar terikat pada protein plasma (70-98%) dengan waktu paruh 1.364 jam.
Diltiazem mempunyai potensi vasodilator menyebabkan penurunan resistensi
perifer dan tekanan darah disertai refleks takikardi dan peningkatan curah jantung
kompensatoir
Pemberian verapamil peroral menyebabkan penurunan tekanan darah dan
resistensi perifer tanpa perubahan frekuensi denyut jantung.
Efek Samping
o Nyeri kepala berdenyut (*dihidropiridin)
o Muka merah (*verapamil)
o Pusing (*dihidropiridin)
o Edema perifer (*dihidropiridin)
o Hipotensi (*dihidropiridin)
o Takikardia (*dihidropiridin)
o Kelemahan otot (*nimodipin)
o Mual (*dihidropiridin)
o Konstipasidan hiperplasia ginggiva (*verapamil)
o Gagal jantung
o Syok kardiogenik
Penghambat kanal calsium dapat meningkatkan kadar digoksin plasma dan verapamil
tidak boleh digunakan untuk mengatasi keracunan digitalis, sebab akan terjadi
gangguan fungsi konduksi AV yang lebih berat.
Efek samping yang paling sering mual, muntah, dan diare. Yang dapat terjadi sampai
pada 20% pasien. Selain itu, antara lain, dapat terjadi perdarahan (5%), dan yang paling
berbahaya leukopenia (1%). Leukopenia dideteksi dengan pemantauan hitung jenis
leukosit selama 3 bulan pengobatan. Trombositopenia juga dilaporkan, sehingga perlu
dipantau hitung trombosit.
Tiklopidin terutama bermanfaat untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi aspirin.
Karena tiklopidin mempunyai mekanisme kerja yang berbeda dari aspirin, maka
kombinasi kedua obat diharapkan dapat memberikan efek aditif atau sinergistik.
4. Klopidogrel
5. -bloker
Banyak uji klinik dilakukan dengan -bloker untuk profilaksis infark miokard atau
aritmia setelah mengalami infark pertama kali. Dari The Norwegian Multicenter Study,
dengan timolol didapatkan bahwa obat ini dapat mengurangi secara bermakna jumlah
kematian bila diberikan pada pasien yang telah mengalami infark miokard. Akan tetapi,
tidak dapat dipastikan apakah hal tersebut disebabkan oleh efek langsung timolol
terhadap pembekuan darah.
6. Penghambat Glikoprotein IIb/IIIa
Terapi Bedah
Revaskularisasi terapi untuk lesi aterosklerotik mencakup:
Intervensi Koroner Perkutan atau Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
o Percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA)
Prosedur Balloon Angioplasty
Prosedur ini dilakukan dengan menyisipkan sebuah tabung plastik tipis (Kateter) ke
dalam arteri. Kateter disisipkan ke dalam arteri besar (aorta) ke arteri koroner. Setelah
kateter disisipkan (pada bagian arteri yang menyempit), ujung balon mengembang
dan mendorong plak terhadap dinding arteri. Angioplasty memungkinkan darah
mengalir lebih leluasa ke jantung. Prosedur ini efektif sekitar 85-90% dari waktu,
tetapi sampai 35% dari orang mengalami kembali pemblokiran arteri mereka dalam 6
bulan. Jika hal ini terjadi, angioplasty kedua dapat dipertimbangkan.
o Cutting balloon angioplasty
o Coronary stent placement
Bare stents
Drug-eluted stents
o Coronary atherectomy
Directional coronary atherectomy
Rotational coronary atherectomy or rotablator
Transluminal extraction catheter atherectomy
Excimer laser atherectomy
o AngioJet suction device
o Brachytherapy - Intracoronary radiation therapy
Gamma-ray devices
Beta-ray devices
Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3) menunjukkan prognosis
yang buruk. Adanya bruit di karotis atau penyakit vaskuler perifer menunjukkan bahwa
pasien memiliki kemungkinan juga penderita penyakit jantung koroner (PJK).
Anamnesis
Diagnosis seringkali berdasarkan keluhan nyeri dada yang mempunyai ciri khas sebagai
berikut:
Letak
Sering pasien merasakan nyeri dada di daerah sternum atau di bawah sternum (substernal),
atau dada sebelah kiri dan kadang-kadang menjalar ke lengan kiri, dapat menjalar ke
punggung, rahang, leher, atau ke lengan kanan. Nyeri dada juga dapat timbul di tempat
lain seperti di daerah epigastrium, leher, rahang, gigi, bahu.
Kualitas
Pada angina, nyeri dada biasanya seperti tertekan benda berat, atau seperti di peras atau
terasa panas, kadang-kadang hanya mengeluh perasaan tidak enak di dada karena pasien
tidak dapat menjelaskan dengan baik, lebih-lebih jika pendidikan pasien kurang.
Hubungan dengan aktivitas
Nyeri dada pada angina pektoris biasanya timbul pada saat melakukan aktivitas, misalnya
sedang berjalan cepat, tergesa-gesa, atau sedang berjalan mendaki atau naik tangga. Pada
kasus yang berat aktivitas ringan seperti mandi atau menggosok gigi, makan terlalu
kenyang, emosi, sudah dapat menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada tersebut segera hilang
bila pasien menghentikan aktivitasnya. Serangan angina dapat timbul pada waktu istirahat
atau pada waktu tidur malam.
Lamanya serangan
Lamanya nyeri dada biasanya berlangsung 1-5 menit, kadang-kadang perasaan tidak enak
di dada masih terasa setelah nyeri hilang. Bila nyeri dada berlangsung lebih dari 20 menit,
mungkin pasien mendapat serangan infark miokard akut dan bukan angina pektoris biasa.
Pada angina pektoris dapat timbul keluhan lain seperti sesak napas, perasaan lelah,
kadang-kadang nyeri dada disertai keringat dingin.
Pemeriksaan fisik
Pasien tampak cemas, tidak dapat istirahat (gelisah), sering kali ekstremitas pucat disertai
keringat dingin. Sekitar seperempat pasien infark anterior memiliki manifestasi hiperaktivitas
saraf simpatis ( takikardia dan/atau hipotensi), dan hampir setengah pasien infark inferior
menunjukkan hiperaktivitas saraf parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi) tanda fisis
lain pada disfungsi ventrikular adalah , dijumpai S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas
bunyi jantung pertama, split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan peningkatan
suhu sampai 38C dalam minggu pertama pasca STEMI.
Perbedaan nyeri dada jantung dan non jantung:
Jantung
Tegang tidak enak
Tertekan
Berat
Mengencangkan
Nyeri/pegal
Menekan
Angina pada wanita dan pria :
Non Jantung
Tajam
Seperti pisau
Ditusuk
Dijahit
Ditimbulkan tekanan
Terus-menerus seharian
a. Wanita: Paling sering angina (terkadang pasien hanya bilang sesak padahal maksudnya
nyeri dada)
b. Pria: Paling sering langsung miocard infark banyak yang sudden death.
EKG
Gambaran EKG saat istirahat dan bukan pada saat serangan angina sering masih normal.
Gambaran EKG dapat menunjukkan bahwa pasien pernah mendapat infark miokard di masa
lampau. Kadang-kadang menunjukkan pembesaran ventrikel kiri pada pasien hipertensi dan
angina; dapat pula menunjukkan perubahan segmen ST dan gelombang T yang tidak khas. 9
Untuk mendiagnosa STEMI dari EKG adalah adanya elevasi segmen ST > 1mm pada 2
sadapan ekstremitas atau elevasi ST > 2mm pada 2 sadapan prekordial yang berhubungan,
LBBB yang dianggap baru.
Perubahan EKG cukup spesifik, tetapi tidak peka untuk diagnosis IMA pada fase yang masih
dini. Berdasarkan kelainan EKG IMA dibagi atas 2 yaitu:
a. IMA dengan gelombang Q.
Mula-mula terjadi elevasi segmen ST yang konveks pada hantaran yang mencerminkan
daerah IMA. Kadang baru terjadi beberapa jam setelah serangan. Depresi segmen ST
yang resiprokal terjadi pada hantaran yang berlawanan.
Diikuti terbentuknya gelombang Q patologis yang menunjukkan IMA transmural
(terjadi 24 jam pertama IMA). Setelah elevasi segmen ST berkurang, gelombang T
terbalik (inversi). Keduanya dapat menjadi normal setelah beberapa hari atau minggu.
b. IMA non gelombang Q
Tidak ada Q patologis, hanya dijumpai depresi segmen ST dan inversi simetrik
gelombang T
WAVE / ELEVASI ST
V1 dan V2
A. KORONER
LAD
Anteroseptal
Anterior
V3 dan V4
LAD
Lateral
V5 dan V6
LCX
Anterior ekstrinsif
I, a VL, V1 V6
LAD / LCX
High lateral
I, a VL, V5 dan V6
LCX
Posterior
V7 V9 (V1, V2*)
LCX, PL
Inferior
II, III, dan a VF
PDA
Right ventrikel
V2R V4R
RCA
* Gelombang R yang tinggi dan depresi ST di V 1 V2 sebagi mirror image dari perubahan
sedapan V7 V9
LAD = Left Anterior Descending artery
LCX = Left Circumflex
RCA = Right Coronary Artery
PL
= PosteriorDescending Artery
Foto Dada
Foto rontgen dada sering menunjukkan bentuk jantung yang normal; pada pasien hipertensi
dapat terlihat jantung membesar dan kadang-kadang tampak adanya kalsifikasi arkus aorta.
Pemeriksaan radiologi tidak banyak menolong untuk menegakan diagnosis infark miokard
akut. Walau demikian akan berguna bila ditemukan adanya bendungan pada paru (gagal
jantung). Kadang-kadang dapat dilihat adanya kardiomegali.
Laboratorium
CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari.
cTn: ada dua jenis, yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila
ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat
dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam.
- Ceratinin Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
- Lactic dehydrogenase (LDH) : meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard,
mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.
a. CK (Kreatinin Fosfokinase)
Pada IMA konsentrasi dalam serum meningkat 6-8 jam setelah onset infark, mencapai puncak
setelah 24 jam dan turun kembali dalam waktu 3-4 hari. Enzim ini juga banyak terdapat pada
paru, otot skelet, otak, uterus, sel, pencernaan dan kelenjar tiroid. Selain pada infark miokard,
tingkat abnormalitas tinggi terdapat pada penyakit otot, kerusakan cerebrovaskular dan
setelah latihan otot.
b.
SGOT (Serum Glutamic Oxalo-acetic Transaminase)
Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati dan ginjal. Dilepaskan oleh sel otot
miokard yang rusak atau mati. Meningkat dalam 8-36 jam dan turun kembali menjadi normal
setelah 3-4 hari.
c.
Sebagai indikator nekrosis miokard dapat juga dipakai troponin T, suatu kompleks protein
yang terdapat pada filamen tipis otot jantung. Troponin T akan terdeteksi dalam darah
beberapa jam sampai dengan 14 hari setelah nekrosis miokard.
1. Teknik non invasif penentuan klasifikasi koroner dan anatomi koroner :
- Computed Tomography
- Magnetic Resonance Arteriography
2. Pemeriksaan invasif menetukan anatomi koroner
- Arteriografi koroner
- Ultrasound intravaskular (IVUS)
Diagnosa adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat dan tepat dan didasarkan pada
tiga kriteria, yaitu:
Gejala klinis nyeri dada spesifik
Gambaran EKG (elektrokardiogram)
Evaluasi biokimia dari enzim jantung.
1. Cardiac specific troponin (cTn)
a. Paling spesifik untuk infark miokard
b. Troponin C pada semua jenis otot
c. Troponin I & T pada otot jantung
d. Troponin I memiliki ukuran yang lebih kecil, sehingga mudah dideteksi
2. Myoglobin
a. Marker paling cepat terdeteksi (hal ini karena ukuran molekulnya sangat kecil),
1-2 jam sejak onset nyeri
b. Ditemukan pada sitoplasma semua jenis otot
3. Creatine Kinase (CK)
a. Ditemukan pada otot, otak, jantung
b. Murah, mudah, tapi tidak spesifik
4. Lactat Dehidrogenase (LDH)
a. Ditemukan di seluruh jaringan
b. LD1 & LD2 memiliki konsentrasi tinggi pada otot jantung, normalnya LD2 >
LD1
c. Pada pasien infark jantung: LD1 > LD2
5. Creatine Kinase-Myocardial Band (CKMB)
Cardiac Marker
cTn T
cTn I
CKMB
CK
Mioglobin
LDH
Meningkat
3 jam
3 jam
3 jam
3-8 jam
1-2 jam
24-48 jam
Puncak
12-48 jam
24 jam
10-24 jam
10-36 jam
4-8 jam
3-6 hari
Normal
5-14 hari
5-10 hari
2-4 hari
3-4 hari
24 jam
8-14 hari
1. Untuk mendeteksi problem pada pembuluh darah yang ada di dalam atau yang menuju
otak (contohnya, aneurysma, malformasi pembuluh datah, trombosis, penyempitan atau
penyumbatan)
2. Untuk mempelajari pembuluh darah otak yang letaknya tidak normal (karena tumor,
gumpalan darah, pembengkakan, spasme, tekanan otak meningkat, atau hydrocephalus)
3. Untuk menentukan pemasangan penjepit pembuluh darah pada saat pembedahan dan
untuk mencek kondisi pembuluh tersebut.
LO.3.9. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Penyakit Jantung Koroner
a. Upaya pencegahan primer, yaitu mencegah mereka yang sehat agar tidak mendapatkan
penyakit jantung koroner/serangan jantung.
b. Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan bagi penderita PJK agar tidak
mendapatkan komplikasi akibat PJK, termasuk serangan jantung baik yang pertama
maupun serangan jantung ulangan.
c. Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan bagi penderita PJK agar tidak mengalami
komplikasi lanjut / kecacatan akibat PJK
Pencegahan primer, sekunder dan tersier dapat dilakukan dengan:
1. Kenali dan Kendalikan Faktor Risiko Tinggi
Kenali apakah anda mempunyai faktor risiko utama seperti diabetes melitus (kencing
manis). Bila tidak tahu sebaiknya pernah melakukan srkining diabetes dengan
melakukan tes gula darah. Bila terdapat kondisi diabetes kendalikan kadar gula darah
dalam batas normal.
Kenali apakah mempunyai faktor risiko tinggi sepertikadar kolesterol tinggi, tekanan
darah tinggi(hipertensi), rokok, usia diatas 45 tahun (pria) atau diatas 55 tahun
(wanita), serta ada serangan jantung pada ayah/ibu. Bila terdapat faktor risiko tinggi
tersebut, kendalikan/terapi faktor risiko tersebut.
Faktor risiko lain yang harus dikendalikan/diterapi adalah termasuk kegemukan,
inaktifitas fisik (kebiasan hidup tidak aktif) dan stres. Kendali/terapi berbagai faktor
risiko tersebut dapat dilakukan dengan upaya obat dan bukan obat.
c. Olah raga rutin, seperti brisk walking, jogging, bersepeda dan berenang,
seminggu 3-4 kali latihan (Keluarga Jantung, 2012).
3. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai
penyakit arteri koroner multivesel.
4. Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi
vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi.
5. Aritmia paska STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf autonom,
gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi miokard.
6. Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien STEMI dan
tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah aktivitas ektopik
ventrikel pada pasien STEMI.
7. Takikardia dan fibrilasi ventrikel, dapat terjadi tanpa bahaya aritmia sebelumnya dalam
24 jam pertama.
8. Fibrilasi atrium
9. Aritmia supraventrikular
10. Asistol ventrikel
11. Bradiaritmia dan Blok
12. Komplikasi Mekanik : Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur
dinding ventrikel (Alwi, 2009).
LO.3.11. Memahami dan Menjelaskan Prognosis Penyakit Jantung Koroner
Kecirian prognosis penyakit jantung koroner
1. Dalam satu tahun setelah kambuhnya penyakit jantung, sekitar 42 persen penderita wanita
mungkin meninggal, angka itu lebih tinggi satu kali lipat daripada kaum lelaki.
2. Sesudah pertama kali penyakit jantung kaum wanita kambuh, keadaan itu lebih mudah
terjadi ulang dibandingkan dengan kaum lelaki.
Semua orang bisa sembuh dengan berbeda cara. Beberapa orang dapat mempertahankan
kehidupan yang sehat dengan mengubah diet mereka, berhenti merokok, dan minum obat
persis seperti resep dokter. Orang lain mungkin memerlukan prosedur medis seperti
angioplasti atau operasi. Meskipun setiap orang berbeda, deteksi dini PJK
umumnya menghasilkan hasil yang lebih baik.Tergantung daerah jantung yang terkena,
beratnya gejala, ada tidaknya komplikasi.
Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana, S3 gallop, kongesti paru
dan syok kardiogenik.
Klas
Definisi
Mortalitas (%)
I
Tak ada tanda gagal jantung kongestif
6
II
+S3 dan atau ronki basah
17
III
Edema paru
30-40
IV
Syok kardiogenik
60-80
Semua penderita penyakit jantung koroner berisiko tinggi untuk mendapatkan serangan
jantung. Prognosis penyakit jantung koroner tergantung pada kendali semua faktor risiko
utama dan faktor risiko tinggi, seperti kadar kolesterol tinggi, hipertensi, rokok, diabetes
melitus termasuk juga kegemukan. Kendali faktor risiko yang dapat dikendalikan lainnya
seperti kebiasan tidak aktif dan stres. Bila kendali semua hal diatas buruk maka prognosis
penyakit jantung koroner akan buruk, keluhan nyeri dada akan menjadi lebih sering seiring
dengan semakin tebalnya plak stabil di dinding pembuluh darah koroner, risiko timbulnya
serangan jantung menjadi meningkat.
Pada penderita paska angioplasti atau operasi pintas koroner, tanpa kendali faktor risiko maka
sumbatan koroner dapat terbentuk kembali (Alwi, 2009).