Anda di halaman 1dari 38

PBL LANGKAH 3 SKENARIO 2 BLOK KARDIOVASKULAR

LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Vaskularisasi dan Inervasi Jantung


LO.1.1. Memahami dan Menjelaskan Vaskularisasi Jantung
Aorta Ascendens setelah keluar dari ventrikel kiri pada bagian pangkal, di atas katup
semilunaris aorta mempercabangkan dua buah pembuluh darah untuk mendarahi otot jantung,
terutama terjadi pada saat fase relaksasi (sebab pada saat kontraksi pembuluh darah jantung
tertekan):
Cabang cabang arteria coronaria sebagai berikut:
1. Arteria coronaria dextra dengan cabang:
Arteri marginalis untuk mendaarahi atrium dan ventricel dextra
Arteri interventrikularis posterior untuk mendarahi kedua dinding belakang
ventrikel, epicardium, atrium dextra, dan SA node.
2. Arteria coronaria sinistra mempercabangkan dua buah yaitu :
A. Interventrikulris anterior ( rami descendens anterior ) mendarahi bagian anterior ventricel
dextra dan sinistra dan arteria marginalis sinistra untuk samping atas ventrikel sinistra.
A. circumflexus mendarahi bagian belakang bawah ventrikel sinistra, atrium sinistra.
Pada permukaan jantung terdapat tiga buah alur (sulcus):
1. Sulcus coronarius: melingkari seluruh permukaan luar jantung, membagi jantung atas
dua bagian atrium dan ventricel. Pada alur tersebut dapat berjalan alat alat sebagai
berikut: A. Coronaria sinistra dan dextra, sinus coronarius, vena cordis parva.
2. Sulcus interventricularis anterior: pada alur ini berjalan A. Interventricularis anterior
dikenal dengan rami descendens anterior, cabang dari A. Coronaria sinistra dan vena
cordis magna. Sulcus ini memisahkan ventricel dextra dan sinistra.
3. Sulcus interventricular posterior: pada alur ini berjalan A. Interventricularis posterior
dikenal dengan rami descendens posterior cabang dari A. Coronaria dextra dan vena
cordis media.
Pembuluh darah:
Arteri Besar
Dindingnya terdiri dari lapisan lapisan:
o Tunika intima
- Lapisan endotel
- Subendotel mengandung serat elastin, kolagen, dan fibroblas.
- Membrana elastika interna: tidak begitu jelas
- Endotelium: merupakan epitel selapis gepeng yang berfungsi mengontrol aliran
substansi darah yang melewati lumen
- Sel sel endotel dihubungkan oleh tight junction dan gap junction
o Tunika media
- Lapisan paling tebal
- Serat elastin dalam bentuk lamel diantara lapisan otot
- Serat kolagen
- Tidak terdapat tunika elastika eksterna
o Tunika adventitia
Lapisan relatif tipis dan dijumpai vasa vasorum dan persarafan vaskuler

Arteri Sedang
Pembuluh ini mempunyai lumen bulat atau lonjong. Tunika intima selapis sel endotel dan
lapisan subendotel yang mengandung serat kolagen, serat elastin halus dan beberapa

fibroblas. Tunika elastika interna sangat jelas berupa jalinan padat serat elastin yang
bergelombang mengelilingi lumen. Tunika media tebal terdiri atas 40 lapisan sel otot
polos yang tersusun melingkar dengan serat elastn, kolagen, retikulin, dan sedikit
fibroblast di antaranya. Tunika elastika eksterna jelas. Tunika adventitia sering setebal
tunika media, terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengandung serat kolagen dan elastin
yang hampir seluruhnya tersusun memanjang. Dijumpai adanya vasa vasorum berupa
pembuluh darah yang kecil.

Arteri Kecil
Tunika intima: tipis
Tunika media: relati tebal, mempunyai otot polos 8 lapis
Tunika adventitia: tipis
Tidak mempunyai lamina elastika interna

Metarteriol
Yaitu arteri pra kapiler berupa peralihan antara arteri dan kapiler, mempunyai lumen
lebih lebar daripada kapiler dan serat otot polosnya tersebar di sana sini pada dindingnya.
Peralihan antara kapiler dan vena yaitu vena pasca kapiler, lumen lebih lebar daripada
kapiler, dindingnya selapis sel endotel dengan membran basal dan dibungkus oleh
jaringan ikat tipis yang mengandung perisit lebih banyak daripada yang terdapat pada
kapiler.

Kapiler
Menghubungkan arteri dan vena
Pembuluh darah paling kecil
Dindingnya hanya terdiri dari 1 lapis
Sel endotel hanya dilalui 1 sel darah merah
Sel endotel dihubungkan oleh tight junction
Jaringan pembuluh darah bentuk kapiler yang mengalirkan cairan yang mengandung
gas, metabolit, hasil limbah
Tempat terjadinya proses pertukaran gas dan metabolit

Perisit
Sel mesenkimal dengan cabang sitoplasma panjang yang memeluk sebagian sel
endotel
Sel perivaskuler ini juga berfungsi sebagai kontraktil
Ada cedera, berproliferasi, berdiferensiasi membentuk pembuluh darah baru
Inti menghadap ke luar lumen

Arteriole
Pembuluh ini mempunyai lumen bundar atau agak lonjong. Lapisan tunika intimanya
terdiri dari selapis sel endotel dan tunika elastika interna yang terlihat sebagai garis tipis
berkilau tepat di bawah sel endotel. Tunika media terdiri dari beberapa lapis sel otot
polos yang tersusun melingkar dengan serat serat elastin tersebar di antaranya. Tidak
terdapat tunika elastika eksterna. Tunika adventitia lebih tipis dari tunika media berupa
selapis jaringan ikat yang mengandung serat kolagen dan elastin yang tersusun
memanjang.

Venula
Lumen pembuluh ini biasanya tidak bundar, tetapi lonjong mengarah gepeng, dan lebih
besar dari arteriol yang setaraf. Tunika intimanya terdiri atas selapis sel endotel. Tidak
ada tunika elastika interna.Tunika media terdiri dari beberapa lapis sel otot polos yang
tersusun melingkar dengan serat serat elastin dan kolagen di antaranya. Tidak terdapat
tunika elastika eksterna. Tunika adventitia lebih tebal dibandingkan keseluruhan
dindingnya yang tipis.

Vena sedang
Pembuluh ini mempunyai dinding tipis dari arteri yang setaraf. Lumennya lebih lebar
dan mirip ban kempis. Lapisan tunika intima yang tipis terdiri dari selapis sel endotel
dan lapisan subendotel tidak jelas. Tunika elastika interna membentuk lapisan yang
tidak kontinu.
Tunika media terdiri atas berkas kecil sel otot polos yang tersusun melingkar,
dipisahkan oleh serat kolagen dan jalinan halus serat elastin. Tidak ada tunika elastika
eksterna. Tunika adventitia sangat berkembang dan membentuk sebagian besar
dindingnya, terdiri atas jaringan ikat longgar dengan berkas serat kolagen yang tersusun
memanjang. Dijumpai adanya vasa vasorum, juga pada lapisan yang lebih dalam.

Vena besar
Tunika intima terdiri dari lapisan endotel dengan lamina basal, dengan sedikit jaringan
penyambung subendotel dan otot polos. Batas tunika intima dan tunika media tidak
jelas. Tunika media relatif tipis dan mengandung otot polos, serat kolagen, dan fibroblas.
Sel otot jantung meluas dalam tunika media vena besar. Tunika adventitia terdiri dari
otot polos dengan serat kolagen, serat elastin, dan fibroblast.

LO.1.2. Memahami dan Menjelaskan Inervasi Jantung


Jantung dipersarafi oleh serabut simpatis dan parasimpatis susunan saraf otonom melalui
pleksus kardiakus yang terletak di bawah arkus aorta. Saraf simpatis bersal dari bagian
servikal dan torakal bagian atas trunkus simpatikus, dan persarapan parasimpatis bersal dari
nervus vagus.
Serabut serabut postganglionik simpatis berakhir di nodus atrioventrikularis,
serabut serabut otot jatung, dan arteria koronaria. Perangsang serabut serabut saraf ini
menghasilkan akselerasi jantung, meningkatnya daya kontriksi jantung dan dilatasi
arteria koronaria.
Serabut serabut postganglionik parasimpatis barakhir pada nodus sinu atrialis,
nodus atrioventrikularis dan arteria koronaria. Perangsangan saraf parasimpatis
mengakibatkan berkurangnya denyut dan daya kontriksi jantung dan kontriksi arteria
koronaria.
Serabut serabut aferen yang berjalan bersama saraf simpatis membawa impuls saraf yang
biasanya tidak dapat disadari. Akan tetapi bila suplai darah dari miokardium terganggu,
impuls rasa nyeri terasa melalui lintasan tersebut. Serabut serabut aferen yang berjalan
bersama nervus vagus mengambil bagian dalam refleks kardiovaskuler. ( Snell, 2006 )
LI. 2. Memahami dan Menjelaskan EKG
Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari aktifitas listrik jantung. Sedangkan
Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu grafik yang menggambarkan rekaman listrik

jantung. Kegiatan listrik jantung dalam tubuh dapat dicatat dan direkam melalui elektrodaelektroda yang dipasang pada permukaan tubuh.
Kertas EKG
Kertas EKG adalah kertas grafik
terdiri dari kotak-kotak kecil dan
besar yang diukur dalam
milimeter. Garis
horisontal
merupakan waktu (1 kotak kecil
= 1mm = 0,1 mV). Pada
rekaman EKG standar dibuat
dengan kecepatan 25 mm/ detik.

Dasar Elektrokardiografi
Elektrokardiograf adalah alat medis yang digunakan untuk merekam beda potensial
bioelektrik di permukaan kulit yang dibangkitkan jantung dengan memasang elektroda rekam
(Ag/AgCl) pada tempat tertentu di permukaan tubuh.
Gambaran EKG normal menunjukkan bentuk dasar sebagai berikut :

Gelombang P
Berukuran kecil dan merupakan
hasil depolarisasi atrium kanan dan
kiri.
Segmen PR
Garis
isoelektrik
yang
menghubungkan gelombang P dan
gelombang kompleks QRS.
Gelombang Kompleks QRS
Suatu kelompok gelombang yang
merupakan
hasil
depolarisasi
ventrikel kanan dan kiri.
Segmen ST
Garis
isoelektrik
yang
menghubungkan kompleks QRS dan
gelombang T.
Gelombang T
Potensial repolarisasi ventrikel kanan dan kiri.
Gelombang U
Berukuran kecil dan sering tidak ada. Asal gelombang masih belum jelas.
a. Grafik EKG dibentuk oleh gelombang listrik yang mengalir melalui serabut syaraf
khusus yang ada pada jantung.
b. Listrik tersebut dibentuk oleh Nodus Sinuatria sebagai sumber primer dan nodus
atrio-ventrikular sebagai cadangan listrik sekunder. tetapi listrik jantung ini dapat pula
dibentuk oleh bagian lain dari jantung.

c. Gelombang P dibentuk oleh aliran listrik yang berasal dari nodus SA di atrium
sedangkan kompleks QRS terbentuk oleh aliran listrik di ventrikel. sedangkan PR
interval terbentuk ketika aliran listrik tersebut melewati bundle His. gelombang T
terbentuk ketika terjadi repolarisasi jantung.
d. Arah aliran listrik ini mengarah ke apex jantung dan sejajar sumbu jantung.
e. Setiap lead memandang aliran listrik jantung dari sudut pandang yang berbeda. Maka
untuk mengatahui letak kelainan, perlu diperhatikan lead mana yang mengalami
kelainan dan dari sudut pandang mana lead tersebut melihat jantung. lead dada
melihat jantung dari sudut pandang horizontal, hal ini bisa dilihat dari tabel di bawah
ini:
Sadapan dada
V1, V2
V3, V4
V5, V6

Sudut pandang
Lateral kanan jantung
Septum
Lateral kiri jantung

Lead ekstremitas melihat jantung secara vertikal. Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut:

Sebagai contoh: lead II melihat/mengintip jantung dari sudut pandang apex jantung.
a. Setiap aliran listrik tersebut menuju ke arah sudut pandang tempat melihat EKG,
maka pada lead tersebut harus positif. Sebagai contoh adalah lead II yang melihat
jantung dari sudut pandang di sekitar apex. Maka normalnya lead ini harus positif.
b. Karena otot jantung kiri lebih besar dari otot jantung kanan, maka yang terekam
dominan pada EKG adalah bagian jantung kiri.
Teknik Sadapan EKG
Untuk memperoleh rekaman EKG, pada tubuh dilekatkan elektroda-elektroda yang dapat
meneruskan potensial listrik dari tubuh ke sebuah alat pencatat potensial yang disebut
elektrokardiograf. Pada rekaman EKG yang konvensional dipakai 10 buah elektroda, yaitu 4
buah elektroda ekstremitas dan 6 buah elektroda prekordial. Elektroda-elektroda ekstremitas
masing-masing dilekatkan pada : lengan kanan (LKa), lengan kiri (LKi), tungkai kanan
(TKa), dan tungkai kiri (TKi).

Elektroda-elektroda prekordial diberi


nama V1 sampai V6, dengan lokalisasi
sebagai berikut :
Lead V1 ditempatkan di ruang intercostal
IV di kanan sternum.
Lead V2 ditempatkan di ruang intercostal
IV di kiri sternum.
Lead V3 ditempatkan di antara sadapan
V2 dan V4.
Lead V4 ditempatkan di ruang intercostal
V di linea (sekalipun detak apeks
berpindah).
Lead V5 ditempatkan secara mendatar
dengan V4 di linea axillaris anterior.
Lead V6 ditempatkan secara mendatar
dengan V4 dan V5 di linea axillaris medialis.
EKG NORMAL
1. Lihat apakah EKG tersebut berirama sinus atau tidak. Irama sinus memiliki ciri
sebagai berikut:
a. Berasal dari SA node.
b. Karena adanya gel P tapi belum tentu berasal dari SA node. Jadi anda harus
bandingkan di dalam satu lead harus mempunyai bentuk gel P yang sama.
c. Selalu ada satu gelombang P yang diikuti oleh satu komplek QRS dan satu
gelombang T.
2. Lihat irama yang terbentuk. Apakah reguler atau aritmia/disritmia. Caranya adalah
memper-hatikan gelombang R. Jarak antar gelombang R atau R-R harus sama. Atau
jarak gelombang P/P-P harus sama untuk sebuah EKG yang normal.
3. Lihat HR.
4. Lihat Axis.
5. Lihat gelombang P, adakah kelainan dari gelombang P. Lihat pula bentuknya apakah P
mitral atau P pulmonal.
6. Hitung PR interval. Normalnya PR interval bernilai kurang dari 0,2 second. Jika PR
interval memanjang curiga sebagai suatu block jantung.
7. Hitung dan lihat bentuk QRS kompleks. Adanya kelainan kompleks QRS
menunjukkan adanya kelainan pada ventrikel (bisa suatu block saraf jantung atau
kelainan lainnya) karena komplek ini dibentuk oleh aliran listrik jantung di daerah
ventrikel.
8. Lihat apakah ada perubahan pada segmen ST dan gelombang T.
9. Hitung jumlah kotak R di V5 atau V6 kemudian tambahkan dengan jumlah kotak S
yang ada di V1. Normalnya akan bernilai dibawah 35. Jika > 35 maka bisa dianggap
suatu LVH. Hati-hati, terkadang voltase tidak mencapai 10mV. Maka harus dikonversi
dulu ke 10 mV (contoh: pada EKG tertulis 5 mV maka, untuk menjadi 10 mV, kotak
tersebut harus dikalikan 2).
10. Hitung jumlah kotak gelombang R di V5 atau V6 kemudian dibagi dengan jumlah
kotak S di V5 atau V6 tersebut. (untuk yang ini tidak diperlukan konversi).
Normalnya kurang dari 1. Jika lebih, maka dicurigai suatu RVH.

Kelainan pada Hasil EKG


Terdapat 12 nilai yang memiliki arti klinis dari grafik keluaran EKG untuk menentukan
kriteria kelainan, yaitu :
1. Irama
2. Frekuensi
3. Amplitudo gelombang P
4. Durasi gelombang P
5. Interval PR
6. Interval QRS 12. Keteraturan
7. Interval Q
8. Amplitudo R
9. Segmen ST
10. Interval QTc
11. Amplitudo T
12. Keteraturan
Beberapa kelainan yang sering terdeteksi dengan EKG adalah sebagai berikut :
1. Kelainan kecepatan
Kecepatan denyut jantung yang melebihi 100 denyut per menit dikenal sebagai
takikardia, sedangkan denyut yang lambat yang kurang dari 60 kali per menit disebut
dengan brakikardia.
2. Kelainan irama
Mengacu pada keteraturan diagram EKG. Setiap variasi irama normal dan urutan eksitasi
jantung disebut aritmia. Dapat terjadi akibat adanya fokus ektopik, perubahan aktivitas
pemacu nodus SA, atau gangguan hantaran. Kecepatan denyut jantung juga biasanya ikut
terlibat. Ekstrasistol atau denyut prematur adalah deviasi dari irama normal yang sering
terjadi. Selain itu, kelainan irama lainnya yg mudah terdeteksi adalah sbb :
Flutter atrium
Ditandai dengan urutan depolarisasi atrium yang reguler tetapi cepat dengankecepatan
antara 200-300 denyutan/menit. Ventrikel jarang dapat mengimbangi kecepatan
atrium ini. Karena periode masa refrakter jaringan penghantaran otot jantung pada
ventrikel lebih lama dibandingkan dengan otot jantung pada atrium, nodus AV tidak
dapat merespons semua impuls yang datang dari atrium. Hanya satu dari 2 atau 3
impuls atrium berhasil melalui nodus AV ke ventrikel. Keadaan ini disebut dengan
irama 2:1 atau 3:1. Kenyataan bahwa tidak setiap impuls atrium mencapai ventrikel
pada flutter atrium ini adalah hal penting karena akan mencegah peningkatan
kecepatan denyut ventrikel melebihi 200 kali/ menit. Kecepatan setinggi ini tidak
akan memberikan yang cukup bagi pengisian ventrikel. Hal ini menyebabkan curah

jantung menurun dan dapat menyebabkan terjadinya kematian akibat suplai darah ke
otak yang tidak ada.

Fibrilasi atrium
Ditandai dengan depolarisasi atrium yang cepat, ireguler, dan tidak terkoordinasi
tanpa gelombang P yang jelas. Akibatnya, kontraksi atrium menjadi kacau dan tidak
sinkron. Karena impuls mencapai nodus AV secara tidak teratur, irama ventrikel
menjadi tidak teratur. Kompleks QRS berbentuk normal tetapi muncul secara
sporadis. Waktu denyutan 2 ventrikel tidak teratur sehingga ventrikel tidak
mempunyai cukup waktu untuk pengisian. Hal ini menyebabkan sangat sedikitnya
darah yang dapat dicurahkan keluar jantung sehingga tidak tercipta denyut jantung.
Terjadi pula pulsus defisit yang pada orang normal tidak terjadi.

Fibrilasi ventrikel
Kelainan irama yang sangat serius denagn otot ventrikel jantung memperlihatkan
kontraksi yang kacau dan tidak beraturan. Hal ini menunjukkan ventrikel tidak lagi
dapat aktif memompa darah ke seluruh tubuh dan perlu dilakukan defibrilasi listrik

Blok jantung
Adanya defek pada sistem penghantaran jantung. Kontraksi atrium tetap normal,
namun ventrikel kadang-kadang tidak berkontraksi setelah kontraksi atrium. Blok
yang terjadi dapat 2:1 atau 3:1 dan dapat dibedakan dengan flutter atrium. Pada blok
jantung, kecepatan aliran atrium normal, tetapi kecepatan ventrikel di bawah normal.
Sedangkan, pada flutter atrium, kecepatan atrium sangat tinggi sedangkan kecepatan
ventrikel normal. Blok jantung total ditandai dengan impuls dari atrium sama sekali
tidak dihantarkan ke ventrikel. Denyut atrium tetap diatur oleh nodus SA namun
ventrikel menciptakan impuls sendiri yang jauh lebih rendah. Pada EKG, gelombang
P memperlihatkan irama normal. Kompleks QRS dan gelombang T terjadi secara
teratur namun dalam kecepatan yang jauh lebih rendah daripadagelombang P dan
benar-benar independen terhadap gelombang P.

3. Miopati jantung (rusaknya otot jantung)


Iskemia miokardium mengacu pada ketidakteraturan pasokan darah ke jaringan jantung.
Kematian atau nekrosis sel-sel otot jantung biasanya disebabkan oleh penyumbatan
pembuluh darah yang memperdarahinya. Hal ini dikenal dengan infark miokardium akut
(serangan jantung). Terlihat gelombang QRS abnormal ketika sebagian otot jantung
mengalami nekrosis.

a. STEMI
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosa infark miokard gelombang Q
sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi trombus
tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak
ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami UAP atau NSTEMI.
Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q
disebut infark non Q. Sebelumnya, istilah infark transmural digunakan jika EKG
menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokard non
transmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan

gelombang T, namun ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan
lokasi infark (mural/transmural) sehingga terminologi infark miokard gelombang Q dan
non Q menggantikan infark miokard mural/transmural.
b. NSTEMI
Gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal penting yang
menentukan risiko pada pasien. Pada Trombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) III
Registry; adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupakan prediktor
outcome yang buruk. Kaul et al, menunjukkan peningkatan risiko outcome yang buruk
meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST, dan baik depresi
segmen ST maupun perubahan troponin T, keduanya memberikan tambahan informasi
prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.
c. UAP
Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun stratifikasi risiko pasien
UAP. Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan kemungkinan adanya iskemia
akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda iskemia atau NSTEMI. Perubahan
gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti depresi segmen ST kurang dari 0,05 mm
dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemia, dan dapat
disebabkan karena hal lain. Pada UAP, sebanyak 4% mempunyai EKG yang normal, dan
pada NSTEMI, sebanyak 1-6% EKG juga normal.
Letak Infark Berdasarkan Temuan EKG
Letak infark
EKG
A.Koronaria

Cab A.Koronaria

Anterior ektensif I, aVL, V1-6

Kiri, LAM

LAD, LCx

Anteroseptal

V 1-3

Kiri

LAD

Anterolateral

I, aVL, V4-6

Kiri

LCx

Inferior

II, III, aVF

80% kanan, 20% kiri

PDA

Posterior murni

V
1-2 Bervariasi kiri dan LCx, PLA
(resiprok)
kanan
LAM = left main artery, LAD = left anterior descending, LCX = left circumflex, PDA =
posterior descending artery, PLA = posteriolateral artery
Gambaran EKG pada Iskemia, Injuri, dan Infark Miokard
Sindroma koroner akut (SKA) merupakan suatu sindroma klinis yang terdiri dari angina
pektoris tidak stabil, infark miokard akut (IMA) tanpa elevasi segmen ST dan IMA dengan
elevasi segmen ST. Keadaan ini ditandai dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan
oksigen miokard dan kempampuan miokard. Mekanisme dasar SKA berupa disrupsi plak dan
pembentukan trombus akut pada arteri koroner.
Segmen ST dan gelombang T pada iskemia miokard

Iskemia miokard akan memperlambat proses


repolarisasi, sehingga pada EKG dijumpai
perubahan segmen ST (depresi) dan gelombang
T (inversi) tergantung beratnya iskemia serta
waktu pengambilan EKG. Diduga iskemia jika
depresi segmen ST lebih dari 0,5 mm (setengah
kotak kecil) dibawah garis baseline (garis
isoelektris) dan 0,04 detik dari point.

Contoh EKG pada Iskemia Miokard

Perubahan EKG pada injuri miokard

Sel miokard yang mengalami injuri tidak akan berdepolarisasi sempurna, secara elektrik lebih
bermuatan positif dibanding daerah yang tidak mengalami injuri dan pada EKG tampak
gambaran elevasi segmen ST pada sadapan yang berhadapan dengan lokasi injuri. Elevasi
segmen ST bermakna jika elevasi 1mm (1 kotak kecil) pada sadapan ekstremitas dan
2mm pada sadapan prekordial di dua atau lebih sadapan yang menghadap daerah anatomi
jantung yg sama. Aneurisma ventrikel harus dipikirkan jika elevasi segmen ST menetap
beberapa bulan setelah infark miokard.

Perubahan EKG pada infark miokard kronis


Infark miokard terjadi jika aliran darah ke otot jantung mati. Sel infark yang tidak berfungsi
tersebut tidak mempunyai respon stimulus listrik sehingga arah arus yang menuju daerah
infark akan meninggalkan daerah yang nekrosis tersebut dan pada EKG memberikan
gambaran defleksi negatif berupa gelombang Q patologis dengan syarat durasi lebih dari 0,04
detik dan dalamnya harus minimal sepertiga tinggi gelombang R pada kompleks QRS yang
sama.

LI. 3. Memahami dan Menjelaskan Penyakit Jantung Koroner


LO.3.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Penyakit Jantung Koroner
Sindrom Koroner Akut (SKA) yang biasa dikenal dengan penyakit jantung koroner adalah
suatu kegawatdaruratan pembuluh darah coroner. Penyakit Arteri Koroner / PJK (Coronary
Artery Disease/Coronary Atherosclerosis Disease) adalah tidak cukupnya pasokan oksigen
organ jantung yang diakibatkan adanya penyumbatan (endapan lemak) yang berkumpul di
dalam sel yang melapisi dinding suatu arteri koroner dan menyebabkan penyempitan lumen
pembuluh darah. Pada dasarnya gangguan tersebut terjadi akibat peningkatan kebutuhan O2
atau berkurangnya penyediaan O2.

LO.3.2. Memahami dan Menjelaskan Etiologi Penyakit Jantung Koroner


A. FAKTOR UTAMA
1. Hipertensi
Merupakan salah satu faktor resiko utama penyebab terjadinya PJK. Penelitian di
berbagai tempat di Indonesia (1978) prevalensi Hipertensi untuk Indonesia berkisar 615%, sedang di negara maju mis : Amerika 15-20%. Lebih kurang 60% penderita
Hipertensi tidak terdeteksi, 20% dapat diketahui tetapi tidak diobati atau tidak
terkontrol dengan baik.
Penyebab kematian akibat Hipertensi di Amerika adalah Kegagalan jantung 45%,
Miokard Infark 35% cerebrovaskuler accident 15% dan gagal ginjal 5%. Komplikasi
yang terjadi pada hipertensi esensial biasanya akibat perubahan struktur arteri dan
arterial sistemik, terutama terjadi pada kasus-kasus yang tidak diobati. Mula-mula akan
terjadi hipertropi dari tunika media diikuti dengan hialinisasi setempat dan penebalan
fibrosis dari tunika intima dan akhirnya akan terjadi penyempitan pembuluh darah.
Tempat yang paling berbahaya adalah bila mengenai miokardium, arteri dan arterial
sistemik, arteri koroner dan serebral serta pembuluh darah ginjal. Komplikasi terhadap
jantung Hipertensi yang paling sering adalah Kegagalan Ventrikel Kiri, PJK seperti
angina Pektoris dan Miokard Infark. Dari penelitian 50% penderita miokard infark
menderita Hipertensi dan 75% kegagalan Ventrikel kiri akibat Hipertensi. Perubahan
hipertensi khususnya pada jantung disebabkan karena:
a. Meningkatnya tekanan darah.
Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga
menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri (faktor miokard).
Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi.
b. Mempercepat timbulnya arterosklerosis.
Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap
dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya
arterosklerosis koroner (faktor koroner) Hal ini menyebabkan angina pektoris,

Insufisiensi koroner dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita
hipertensi dibanding orang normal.
Tekanan darah sistolik diduga mempunyai pengaruh yang lebih besar. Kejadian PJK
pada hipertensi sering dan secara langsung berhubungan dengan tingginya tekanan
darah sistolik. Penelitian Framingham selama 18 tahun terhadap penderita berusia 4575 tahun mendapatkan hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya angina
pectoris dan miokard infark. Juga pada penelitian tersebut didapatkan penderita
hipertensi yang mengalami miokard infark mortalitasnya 3x lebih besar dari pada
penderita yang normotensi dengan miokard infark.
Hasil penelitian Framingham juga mendapatkan hubungan antara PJK dan Tekanan
darah diastolik. Kejadian miokard infark 2x lebih besar pada kelompok tekanan darah
diastolik 90-104 mmHg dibandingkan Tekanan darah diastolik 85 mmHg, sedangkan
pada tekanan darah diastolik 105 mmHg 4x lebih besar. Penelitian stewart 1979 & 1982
juga memperkuat hubungan antara kenaikan takanan darah diastolik dengan resiko
mendapat miokard infark. Apabila Hipertensi sistolik dari Diastolik terjadi bersamaan
maka akan menunjukkan resiko yang paling besar dibandingkan penderita yang tekanan
darahnya normal atau Hipertensi Sistolik saja. Lichenster juga melaporkan bahwa
kematian PJK lebih berkolerasi dengan Tekanan darah sistolik diastolik dibandingkan
Tekanan darah Diastolik saja.

Pemberian obat yang tepat pada Hipertensi dapat mencegah terjadinya miokard infark
dan kegagalan ventrikel kiri tetapi perlu juga diperhatikan efek samping dari obatobatan dalam jangka panjang. oleh sebab itu pencegahan terhadap hipertensi
merupakan usaha yang jauh lebih baik untuk menurunkan resiko PJK. Tekanan darah
yang normal merupakan penunjang kesehatan yang utama dalam kehidupan, kebiasaan
merokok dan alkoholisme. Diet serta pemasukan Na dan K yang seluruhnya adalah
faktor-faktor yang berkaitan dengan pola kehidupan seseorang. Kesegaran jasmani juga
berhubungan dengan Tekanan darah sistolik, seperti yang didapatkan pada penelitian
Fraser dkk. Orang-orang dengan kesegaran jasmani yang optimal tekanan darahnya
cenderung rendah. Penelitian di Amerika Serikat melaporkan pada dekade terakhir ini
telah terjadi penurunan angka kematian PJK sebayak 25%. Keadan ini mungkin akibat
hasil dari deteksi dini dan pengobatan hipertensi, pemakaian betablocker dan bedah
koroner serta perubahan kebiasaan merokok.
2. Hiperkolesterolemia.
Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup panting karena termasuk faktor
resiko utama PJK di samping Hipertensi dan merokok. Kadar Kolesterol darah
dipengaruhi oleh susunan makanan sehari-hari yang masuk dalam tubuh (diet). Faktor
lainnya yang dapat mempengaruhi kadar kolesterol darah disamping diet adalah
Keturunan, umur, dan jenis kelamin, obesitas, stress, alkohol, exercise. Beberapa
parameter yang dipakai untuk mengetahui adanya resiko PJK dan hubungannya dengan
kadar kolesterol darah:
a. Kolesterol Total.
Kadar kolesterol total yang sebaiknya adalah ( 200 mg/dl, bila > 200 mg/dl
berarti resiko untuk terjadinya PJK meningkat . Kadar kolesterol Total
normal
Agak
tinggi Tinggi
(Pertengahan)

< 200 mg/dl

2-239 mg/dl

>240 mg/dl

b. LDL Kolesterol.
LDL (Low Density Lipoprotein) kontrol merupakan jenis kolesterol yang bersifat
buruk atau merugikan (bad cholesterol) : karena kadar LDL yang meninggi akan
rnenyebabkan penebalan dinding pembuluh darah. Kadar LDL kolesterol lebih tepat
sebagai penunjuk untuk mengetahui resiko PJK dari pada kolesterol total.
Kadar LDL Kolesterol
Normal
Agak
tinggi Tinggi
(Pertengahan)
< 130 mg/dl
130-159 mg/dl
>160 mg/dl
c. HDL Koleserol
HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol merupakan jenis kolesterol yang bersifat
baik atau menguntungkan (good cholesterol) : karena mengangkut kolesterol dari
pembuluh darah kembali ke hati untuk di buang sehingga mencegah penebalan
dinding pembuluh darah atau mencegah terjadinya proses arterosklerosis.
Kadar HDL Kolesterol
Normal
Agak
tinggi Tinggi
(Pertengahan)
< 45 mg/dl
35-45 mg/dl
>35 mg/dl
Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar kemungkinan terjadinya PJK.
Kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan mengurangi berat badan, menambah
exercise dan berhenti merokok.
d. Rasio Kolesterol Total : HDL Kolesterol
Rasio kolesterol total: HDL kolesterol sebaiknya (4.5 pada laki-laki dan 4.0 pada
perempuan). makin tinggi rasio kolesterol total : HDL kolesterol makin meningkat
resiko PJK.
e. Kadar Trigliserida.
Trigliserid didalam yang terdiri dari 3 jenis lemak yaitu Lemak jenuh, Lemak tidak
tunggal dan Lemak jenuh ganda. Kadar triglisarid yang tinggi merupakan faktor
resiko untuk terjadinya PJK.
Kadar Trigliserid
Normal
Agak tinggi
< 150 mg/dl
150 250 mg/dl

Tinggi
250-500 mg/dl

Sangat Sedang
>500 mg/dl

Kadar trigliserid perlu diperiksa pada keadaan sbb : Bila kadar kolesterol total > 200
mg/dl, PJK, ada keluarga yang menderita PJK < 55 tahun, ada riwayat keluarga dengan
kadar trigliserid yang tinggi, ada penyakit DM & pankreas.
3. Merokok.
Pada saat ini merokok telah dimasukkan sebagai salah satu faktor resiko utama PJK
disamping hipertensi dan hiperkolesterolami. orang yang merokok > 20 batang perhari
dapat mempengaruhi atau memperkuat efek dua faktor utama resiko lainnya.
Penelitian Framingham mendapatkan kematian mendadak akibat PJK pada laki-laki
perokok 10X lebih besar dari pada bukan perokok dan pada perempuan perokok 4.5X

lebih dari pada bukan perokok. Efek rokok adalah Menyebabkan beban miokard
bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya komsumsi 02 akibat
inhalasi co atau dengan perkataan lain dapat menyebabkan Tahikardi, vasokonstrisi
pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5-10 %
Hb menjadi carboksi -Hb. Disamping itu dapat menurunkan HDL kolesterol tetapi
mekanismenya belum jelas . Makin banyak jumlah rokok yang dihidap, kadar HDL
kolesterol makin menurun. Perempuan yang merokok penurunan kadar HDL
kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki laki perokok. Merokok juga dapat
meningkatkan tipe IV abnormal pada diabetes disertai obesitas dan hipertensi, sehingga
orang yan gmerokok cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis dari pada
yang bukan perokok.
Apabila berhenti merokok penurunan resiko PJK akan berkurang 50 % pada akhir
tahun pertama setelah berhenti merokok dan kembali seperti yang tidak merokok
setelah berhenti merokok 10 tahun.

B. FAKTOR RESIKO LAINNYA.


1. Umur
Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat PJK. Sebagian besar
kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan
bertambahnya umur. Kadar kolesterol pada laki-laki dan perempuan mulai meningkat
umur 20 tahun. Pada laki-laki kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun. Pada
perempuan sebelum menopause ( 45-0 tahun ) lebih rendah dari pada laki-laki dengan
umur yang sama. Setelah menopause kadar kolesterol perempuan meningkat menjadi lebih
tinggi dari pada laki-laki.
2. Jenis kelamin.
Di Amerika Serikat gejala PJK sebelum umur 60 tahun didapatkan pada 1 dari 5 laki-laki
dan 1 dari 17 perempuan . Ini berarti bahwa laki-laki mempunyai resiko PJK 2-3 X lebih
besar dari perempuan.
3. Geografis.
Resiko PJK pada orang Jepang masih tetap merupakan salah satu yang paling rendah di
dunia. Akan tetapi ternyata resiko PJK yang meningkat padta orang jepang yang
melakukan imigrasi ke Hawai dan Califfornia . Hal ini menunjukkan faktor lingkungan
lebih besar pengaruhnya dari pada genetik.
4. Ras
Perbedaan resiko PJK antara ras didapatkan sangat menyolok, walaupun bercampur baur
dengan faktor geografis, sosial dan ekonomi . Di Amerika serikat perbedaan ras perbedaan
antara ras caucasia dengan non caucasia ( tidak termasuk Negro) didapatkan resiko PJK
pada non caucasia kira-kira separuhnya.
5. Diet.
Didapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah lemak di dalam susunan
makanan sehari-hari ( diet ). Makanan orang Amerika rata-rata mengandung lemak dan
kolesterol yang tinggi sehingga kadar kolesterol cendrung tinggi. Sedangkan orang Jepang
umumnya berupa nasi dan sayur-sayuran dan ikan sehingga orang jepang rata-rata kadar
kolesterol rendah dan didapatkan resiko PJK yang lebih rendah dari pada Amerika.

6. Obesitas.
Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada lakilaki dan > 21 % pada
perempuan . Obesitas sering didapatkan bersama-sama dengan hipertensi, DM, dan
hipertrigliseridemi. Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan LDL
kolesterol. Resiko PJK akan jelas meningkat bila BB mulai melebihi 20 % dari BB ideal.
penderita yang gemuk dengan kadar kolesterol yang tinggi dapat menurunkan
kolesterolnya dengan mengurangi berat badan melalui diet ataupun menambah exercise.
7. Diabetes.
Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit
pembuluh darah. Penelitian menunjukkan laki-laki yang menderita DM resiko PJK 50 %
lebih tinggi daripada orang normal, sedangkan pada perempuaan resikonya menjadi 2x
lipat.
8. Exercise.
Exercise dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki kolaterol koroner
sehingga resiko PJK dapat dikurangi. Exercise bermanfaat karena:
Memperbaiki fungsi paru dan pemberian 02 ke miokard
Menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang bersama-sama dengan
menurunkan LDL kolesterol.
Membantu menurunkan tekanan darah
Meningkatkan kesegaran jasmani.
9.

Perilaku dan Kebiasaan lainnya.


Dua macam perilaku seseorang telah dijelaskan sejak tahun 1950 yaitu : Tipe A dan Tipe
B. Tipe A umumnya berupaya kuat untuk berhasil, gemar berkompetisi, agresif, ambisi,
ingin cepat dapat menyelesaikan pekerjaan dan tidak sabar.Sedangkan tipe B lebih santai
dan tidak terikat waktu . Resiko PJK pada tipe A lebih besar daripada tipe B.
10. Perubahan Keadaan Sosial Dan stress.
Perubahan angka kematian yang menyolok terjadi di Inggris dan Wallas . Korban
serangan jantung terutama terjadi pada pusat kesibukan yang banyak mendapat stress.
Penelitian Supargo dkk ( 1981-1985 ) di FKUI menunjukkan orang yang stress 1 1/2 X
lebih besar mendapatkan resiko PJK stress disamping dapat menaikkan tekanan darah
juga dapat meningkatkan kadar kolesterol darah.
11. Keturunan
Hipertensi dan hiperkolesterolemi dipengaruhi juga oleh faktor genetik.
LO.3.3. Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Penyakit Jantung Koroner
Data WHO, 17 juta orang meninggal setiap tahun karena penyakit jantung dan pembuluh
darah di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, setiap tahunnya, 1,5 juta orang mengalami
serangan jantung dan 478000 orang meninggal karena penyakit jantung koroner,
Data dari World Heart Federation, baik wanita maupun pria memiliki risiko yang sama
terhadap risiko penyakit jantung. Di dunia hampir sekitar 8,5 juta wanita meninggal setiap
tahunnya akibat penyakit jantung.
Data dari RS Harapan Kita ternyata pasien penderita Penyakit Jantung Koroner baik yang
rawat jalan maupun rawat inap terjadi pengingkatan 10% setiap tahun. Bahkan dalam setahun
terdapat 500 orang pasien bedah jantung.
LO.3.4. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Penyakit Jantung Koroner

AT E R O S K E L R O S IS

O TA K
STROKE

JA N T U N G

ACS

S TA B L E A N G IN A

STEM I

NSTEM I

U N S TA B L E
A N G IN A

Jenis
Angina
Tidak
(APTS)

Penjelasan nyeri dada


Pectoris Angina pada waktu
Stabil istirahat/
aktivitas
ringan,
Crescendo
angina, Hilang dengan
nitrat.
NonST
elevasi Lebih berat dan lama
Miocard Infark
(> 30 menit), Tidak
hilang
dengan
pemberian nitrat. Perlu
opium
untuk
menghilangkan nyeri.
ST
elevasi Lebih berat dan lama
Miocard Infark
(> 30 menit), Tidak
hilang
dengan
pemberian nitrat. Perlu
opium
untuk
menghilangkan nyeri.

Temuan EKG
Depresi segmen T
Inversi gelombang T
Tidak ada gelombang Q

Enzim Jantung
Tidak meningkat

Depresi segmen ST
Inversi gelombang T

Meningkat minimal
2 kali nilai batas atas
normal

Hiperakut T
Elevasi segmen T
Gelombang Q
Inversi gelombang T

Meningkat minimal
2 kali nilai batas atas
normal

ACS: Penyakit Arteri Koroner / PJK (Coronary Artery Disease/Coronary Atherosclerosis


Disease) adalah tidak cukupnya pasokan oksigen organ jantung yang diakibatkan adanya
penyumbatan (endapan lemak) yang berkumpul di dalam sel yang melapisi dinding suatu
arteri koroner dan menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah. Pada dasarnya
gangguan tersebut terjadi akibat peningkatan kebutuhan O2 atau berkurangnya penyediaan
O2.

STABLE ANGINA:
Peningkatan kerja jantung saat aktivitas misalnya berolah raga atau naik tangga.
Tidak bersifat progresif dan reversibel
UNSTABLE ANGINA:
Kombinasi angina stabil dengan angina prinzmetal
Dijumpai pada individu dengan perburukan penyakit arteri koroner
Biasanya disertai peningkatan beban kerja jantung akibat arterosklerosis koroner,
yang ditandai oleh trombus yang tumbuh dan mudah mengalami spasme.
Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association
(AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) ialah
iskemi yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium,
sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil
bila pasien mempunyai keluhan iskemi sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CKMB, dengan ataupun tanpa perubahan ECG untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST
ataupun elevasi sebentar atau adannya gelombang T yang negatif.
STEMI: Serangan jantung atau infark miokard ini disebabkan oleh periode sumbatan
pembuluh darah yang lanjut. Ini mempengaruhi atau merusakkan area besar dari otot jantung,
dan menyebabkan perubahan EKG serta penanda kimia dalam darah.
NSTEMI: Serangan jantung atau infark miokard ini tidak menyebabkan perubahan khas pada
elektrokardiogram (EKG). Tetapi, terdapat penanda kimia (chemical markers) dalam darah
yang menunjukkan kerusakan yang telah terjadi pada otot jantung.
Berdasarkan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akut (SKA) menurut Braunwald (1993)
adalah:
- Kelas I : Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada
waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.
- Kelas II : Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu
istirahat.
- Kelas III : Akut, yakni kurang dari 48 jam.
Secara Klinis
- Kelas A : Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti anemia, infeksi,
demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan hipoksia karena gagal napas.
- Kelas B : Primer
- Kelas C : Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah diobati. Dengan anti
angina (penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis kalsium ) Antiangina dan
nitrogliserin intravena.
LO.3.5. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi dan Patogenesis Penyakit Jantung
Koroner
Hampir semua kasus infark miokardium disebabkan oleh aterosklerosis arteri koroner.

Untuk memahaminya secara komprehensif diperlukan pengetahuan tentang patofi siologi


iskemia miokardium. Iskemia miokardium terjadi bila kebutuhan oksigen lebih besar
daripada suplai oksigen ke miokardium. Oklusi akut karena adanya trombus pada arteri
koroner menyebabkan berkurangnya suplai oksigen ke miokardium . Contoh lain, pada
pasien dengan plak intrakoroner yang bersifat stabil, peningkatan frekuensi denyut jantung
dapat menyebabkan terjadinya iskemi karena meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium,
tanpa diimbangi kemampuan untuk meningkatkan suplai oksigen ke miokardium.

Jika terjadi penyempitan arteri koroner, iskemia miokardium merupakan peristiwa yang awal
terjadi. Daerah subendokardial merupakan daerah pertama yang terkena, karena berada paling
jauh dari aliran darah. Jika iskemia makin parah, akan terjadi kerusakan sel miokardium.
Infark miokardium adalah nekrosis atau kematian sel miokardium. Infark miokardium dapat
terjadi nontransmural (terjadi pada sebagian lapisan) atau transmural (terjadi pada semua
lapisan).7 Faktor-faktor yang berperan dalam progresi SKA :

PEMBENTUKAN PLAK ATEROSKLEROTIK


Pada saat ini, proses terjadinya plak aterosklerotik dipahami bukan proses sederhana karena
penumpukan kolesterol, tetapi telah diketahui bahwa disfungsi endotel dan proses infl amasi
juga berperan penting. Proses pembentukan plak dimulai dengan adanya disfungsi endotel
karena faktor-faktor tertentu. Pada tingkat seluler, plak terbentuk karena adanya sinyal-sinyal
yang menyebabkan sel darah, seperti monosit, melekat ke lumen pembuluh darah.
1. Inisiasi proses aterosklerosis: peran endotel
Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak di tunika intima arteri besar dan arteri
sedang. Proses ini berlangsung terus selama hidup sampai akhirnya bermanifestasi sebagai
SKA. Proses aterosklerosis ini terjadi melalui 4 tahap, yaitu kerusakan endotel, migrasi
kolesterol LDL (low-density lipoprotein) ke dalam tunika intima, respons infl amatorik,
dan
pembentukan kapsul fi brosis. Beberapa faktor risiko koroner turut berperan dalam proses
aterosklerosis, antara lain hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes, dan merokok.
Adanya infeksi dan stres oksidatif juga menyebabkan kerusakan endotel. Faktor faktor
risiko ini dapat menyebabkan kerusakan endotel dan selanjutnya menyebabkan disfungsi
endotel. Disfungsi endotel memegang peranan penting dalam terjadinya proses
aterosklerosis. Jejas endotel mengaktifkan proses infl amasi, migrasi dan proliferasi sel,
kerusakan jaringan lalu terjadi perbaikan, dan akhirnya menyebabkan pertumbuhan plak.
Endotel yang mengalami disfungsi ditandai hal-hal sebagai berikut:
a. Berkurangnya bioavailabilitas nitrit oksida dan produksi endothelin-1 yang berlebihan,
yang mengganggu fungsi hemostasis vaskuler.
b. Peningkatan ekspresi molekul adhesif (misalnya P-selektin, molekul adhesif antarsel,
dan molekul adhesif sel pembuluh darah, seperti Vascular Cell Adhesion Molecules-1
[VCAM-1]).
c. Peningkatan trombogenisitas darah melalui sekresi beberapa substansi aktif lokal.
2. Perkembangan proses aterosklerosis: peran proses inflamasi
Jika endotel rusak, sel-sel infl amatorik, terutama monosit, bermigrasi menuju ke lapisan
subendotel dengan cara berikatan dengan molekul adhesif endotel. Jika sudah berada pada

lapisan subendotel, sel-sel ini mengalami differensiasi menjadi makrofag.2 Makrofag akan
mencerna LDL teroksidasi yang juga berpenetrasi ke dinding arteri, berubah menjadi sel
foam dan selanjutnya membentuk fatty streaks. Makrofag yang teraktivasi ini melepaskan
zat-zat kemoatraktan dan sitokin (misalnya monocyte chemoattractant protein-1, tumor
necrosis factor , IL-1, IL-6, CD40, dan c-reactive protein) yang makin mengaktifkan
proses ini dengan merekrut lebih banyak makrofag, sel T, dan sel otot polos pembuluh
darah (yang mensintesis komponen matriks ekstraseluler) pada tempat terjadinya plak. Sel
otot polos pembuluh darah bermigrasi dari tunika media menuju tunika intima, lalu
mensintesis kolagen, membentuk kapsul fi brosis yang menstabilisasi plak dengan cara
membungkus inti lipid dari aliran pembuluh darah.8 Makrofag juga menghasilkan matriks
metaloproteinase (MMPs), enzim yang mencerna matriks ekstraseluler dan menyebabkan
terjadinya disrupsi plak.

Komponen primer pembentukan plak aterosklerosis karena disfungsi endotel


Peningkatan adhesivitas endotel
Peningkatan permeabilitas endotel (memudahkan migrasi LDL dan monosit ke tunika
intima pembuluh darah)
Migrasi dan proliferasi sel otot polos dan makrofag
Pelepasan enzim hidrolitik, sitokin, dan faktor pertumbuhan
Nekrosis fokal dinding pembuluh darah
Perbaikan jaringan dengan fibrosis
3. Stabilitas plak dan kecenderungan mengalami ruptur
Stabilitas plak aterosklerosis bervariasi. Perbandingan antara sel otot polos dan makrofag
memegang peranan penting dalam stabilitas plak dan kecenderungan untuk mengalami
ruptur. LDL yang termodifikasi meningkatkan respons infl amasi oleh makrofag. Respons
inflamasi ini memberikan umpan balik, menyebabkan lebih banyak migrasi LDL menuju
tunika intima, yang selanjutnya mengalami modifi kasi lagi, dan seterusnya. Makrofag
yang terstimulasi akan memproduksi matriks metaloproteinase yang mendegradasi
kolagen. Di sisi lain, sel otot pembuluh darah pada tunika intima, yang membentuk kapsul
fi brosis, merupakan subjek apoptosis. Jika kapsul fi brosis menipis, ruptur plak mudah
terjadi, menyebabkan paparan aliran darah terhadap zat-zat trombogenik pada plak. Hal ini
menyebabkan terbentuknya bekuan. Proses proinfl amatorik ini menyebabkan
pembentukan plak dan instabilitas.
Sebaliknya ada proses antiinfl amatorik yang membatasi pertumbuhan plak dan
mendukung stabilitas plak. Sitokin seperti IL-4 dan TGF- bekerja mengurangi proses infl
amasi yang terjadi pada plak. Hal ini terjadi secara seimbang seperti pada proses
penyembuhan luka. Keseimbangan ini bisa bergeser ke salah satu arah. Jika bergeser ke
arah pertumbuhan plak, maka plak semakin besar menutupi lumen pembuluh darah dan
menjadi rentan mengalami ruptur.
4. Disrupsi plak, trombosis, dan SKA
Kebanyakan plak aterosklerotik akan berkembangperlahan-lahan seiring berjalannya
waktu. Kebanyakan akan tetap stabil. Gejala muncul bila stenosis lumen mencapai 70-

80%. Mayoritas kasus SKA terjadi karena ruptur plak aterosklerotik. Plak yang ruptur ini
kebanyakan hanya menyumbat kurang dari 50% diameter lumen. Mengapa ada plak yang
ruptur dan ada plak yang tetap stabil belum diketahui secara pasti. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa inti lipid yang besar, kapsul fi brosa yang tipis, dan infl amasi dalam
plak merupakan predisposisi untuk terjadinya ruptur.
Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks subendotelial akan terpapar
darah yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi trombosit yang diikuti aktivasi
dan agregasi trombosit, selanjutnya terbentuk trombus. Trombosit berperan dalam proses
hemostasis primer. Selain trombosit, pembentukan trombus juga melibatkan sistem
koagulasi plasma. Sistem koagulasi plasma merupakan jalur hemostasis sekunder.
Kaskade koagulasi ini diaktifkan bersamaan dengan sistem hemostasis primer yang
dimediasi trombosit. Ada 2 macam trombus yang dapat terbentuk:
a. Trombus putih: merupakan bekuan yang kaya trombosit. Hanya menyebabkan oklusi
sebagian.
b. Trombus merah: merupakan bekuan yang kaya fi brin. Terbentuk karena aktivasi
kaskade koagulasi dan penurunan perfusi pada arteri. Bekuan ini bersuperimposisi
dengan trombus putih, menyebabkan terjadinya oklusi total.

Patofisiologi STEMI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat
yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok,hipertensi dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak
arterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik

memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner
cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid
rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang
dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, efinefrin, serotonin)
memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboxan
A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Selain aktivasi trombosit memicu perubahan
konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor
mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin)
seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen
yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelets dan
agregasi.

Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor
VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian
mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan
mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang
jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme
koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.
LO.3.6. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Penyakit Jantung Koroner
1. Angina pectoris tak stabil: keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali
atau keluhan angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi
lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena
aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai
muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali
tidak ada yang khas.
2. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI): Nyeri dada tipikal (angina)
merupakan gejala cardinal pasien IMA. Sifat nyeri dada angina:
a. Lokasi di substernal, retrosternal, dan precordial.
b. Sifat nyerinya sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir.
c. Penjalaran biasanya ke lengan kiri, bisa juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
d. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
e. 25% pasien mengalami infark miokard akut yang asimptomatik, terutama pada
pasien diabetes yang mengalami gangguan presepsi nyeri karena adanya neuropati
perifer.
f. Berkeringat serta kulit dingin dan lembab terjadi karena aktivasi simpatis. Efek
vagal memicu timbulnya mual, muntah, serta lemas.
3. Infark Miokard Akut tanpa Elevasi ST: nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau
di epigastrium. Sifat nyeri sama dengan STEMI. Pasien dengan onset baru angina berat
me-miliki prognosis lebih baik dibandingan dengan yang memiliki nyeri pada waktu
istirahat. Gejala tambahannya sama dengan STEMI (Trisnohadi, 2009).
Manifestasi klinis PJK:
Penyakit jantung koroner pada pria berbeda dengan penyakit jantung pada wanita. Sebagai
contoh seorang pria akan merasakan nyeri pada bagian dada, sedangkan pada wanita akan
sering merasakan lebih cepat lelah dan lemah. Pria yang sedang berusia 40 tahun ke atas

memiliki resiko lebih tinggi terkena penyakit jantung koroner dibandingkan dingan wanita.
Berikut ini gejala yang umum terjadi pada penyakit jantung koroner :
a. Perasaan nyeri yang terdapat pada dada seakan-akan ada sesuatu yang mengganjal di
dalam dada dan meremas-remas atau disebut dengan angina.
b. Perasaan terbakar pada bagian dada
c. Sesak nafas
d. Sesak di bagian dada
e. Perasaan mual
f. Sering pusing
g. Mati rasa pada bagian dada
h. Detak jantung tidak teratur dan sering kali cepat.
i. Jika sesorang mengalami angina, gejala di atas akan sering muncul di saat melakukan
aktifitas fisik seperti olahraga. Karena tubuh pada saat itu memerlukan banyak pasokan
darah dan jantung pun menuntut arteri untuk memasok lebih banyak darah, namun karena
plak atau timbunan kolesterol di dalam arteri dan pembuluh darah yang menyempit maka
jantung tidak dapat memompa darah dengan banyak. Jika hal tersebut tidak segera
ditangani akan membuat pembekuan darah di dalam arteri sehingga menjadi serangan
jantung (Alwi, 2009).

LO.3.7. Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Penyakit Jantung Koroner


ANTIANGINA
1. Nitrat organik
Nitrat organik adalah ester alkohol polisakarida dengan nitrat, sedangkan nitrit organik
adalah ester asam nitrit. Amilnitrit, ester asam nitrit dengan alkohol merupakan cairan
yang mudah menguap dan biasa diberikan melalui inhalasi. Sedangkan ester nitrat
lainnya yang berat molekulnya lebih tinggi (misalnya pentaeritrol tetranirat dan
isosorbit dinitrat berbentuk padat).
Farmakodinamik:
Nitrat organik (prodrug) yakni menjadi aktif setelah dimetabolisme dan
mengeluarkan mitrogen monoksida.
Biotransfromasi berlangsung di intraseluler, Mekanisme kerja dari nitrat dibagi
menjadi 2:
a. vasodilatasi non-endothelium dependent dengan cara nitrat organik melepas nitrit
oksida, lalu merangsang penglepasan cGMP yang memperantarai defosforilasi
miosin sehingga terjadilah relaksasi otot polos.
b. vasodilatasi endothelium dependent dengan cara melepaskan prostasiklin yang
menyebaban vasodilatasi pembulih darah.
Efek kardiovaskular :
Nitrat organik menurunkan dan dapat meningkatkan suplai oksigen dengan cara
mempengaruhi tonus vaskular menimbulkan vasodilatasi sistem vaskular
Nitrat organik memperbaiki sirkulasi koroner pada pasien aterosklerosis denagn
menimbullkan redistribusi aliran darah menyebabkan dilatasi pembuluh darah
koroner yang besar di daerah epikardial dan bukan pembuluh darah kecil
(arteriol), sehingga tidak terjadi steal phenomenon
Farmakokinetik
Nitrat organik diabsorpsi baik lewat kulit, mukosa sublingual dan oral. Metabolisme
obat dalam hati dilakukan oleh nitrat reduktase.

Masa kerja lebih panjang bila menggunakan nitrat organik oral (isosorbid mononitrat,
isosorbid dinitrat, eritritil tetranitrat)
Nitrat organik dengan preparat transdermal (salep, plester). Plester nitrogliserin
(penggunaan 24jam-melepaskan 0.2-0.8 mg obat tiap jam). Bentuk salep nitrogliserin
(2%-pada kulit 2.5-5 cm) biasanya untuk mencegah angina yang timbul pada malam
hari.
Amilnitrit mempunyai bentuk cairan yang mudah menguap (volatile) cara inhalasi,
lebih cepat diabsorpsi dan menghindari efek metabolisme pertama dihati)
Tabel 2. Sediaan Nitrat Organik
Sediaan Nitrat
Interval
Lama kerja
Nitrat Kerja Singkat
0,18-0,3 ml
3-5 menit
Amilnitrit inhalasi
Preparat sublingual
1. Nitrogliserin
0,5-0,6 mg
10-30 menit
2. Isosorb dinitrat
2,5-5 mg
10-60 menit
Nitrat Kerja Panjang
Isoisorb dinitrat oral
10-60 mg
4-6 jam
Nitrogliserin oral
6,5-13 mg
6-8 jam

Kontraindikasi
Efek samping nitrat organik berhubungan dengan efek vasodilatasinya. Pada awalnya
ditemukan sakit kepala, flushing karena dilatasi arteri serebral. Bila hipotensi berarti
terjadi bersama refleks takikardi yang akan memperburuk keadaan.
Pada pasien stenosis aorta / kardiomiopati hipertrofik, nitrat organik menyebabkan
penurunan curah jantung dan hipotensi refrakter. Pemberian nitrat organik
dikontraindikasikan pada pasien yang mendapat slidenafil.
Indikasi
a. Angina pektoris
Untuk angina tidak stabil nitrat organik diberikan secara iv (dapat terjadi toleransi
cepat 24-48jam). Untuk angina variant diperlukan nitrat organik kerja panjang
dikombinasikan dengan antagonis Ca
b. Infark jantung
Nitrat organik dapat mengurangi luas infark dan memperbaiki fungsi jantung
c. Gagal jantung kongesif
Nitrat organik untuk GJK dalam bentuk kombinasi dengan hidralazin (lini kedua),
sedangkan lini pertama menggunakan vasodilator. Penggunaan nitrat organik sebagai
obat tunggal memperbaiki gejala dan tanda gagal jantung terutama pasien tersebut
menderita jantung iskemik
2. Penghambat Adrenoreseptor Beta (-Bloker)
-Bloker bermanfaat untuk mengobati angina pektoris stabil kronik. Golongan obat ini
dapat menurunkan angka mortalitas infark jantung efek aritmianya. -Bloker
menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung dengan menurunkan frekuensi denyut
jantung, tekanan darah dan kontraktilitass. Efek kurang menguntungkan -Bloker
peningkatan volume diastolik akhir yang meningkatkan kebutuhan oksigen.
Sifat farmakologi

-Bloker diklasifikasikan sebagai kardioselektif , namun bisa menghilang sifatnya bila


dosis ditinggikan. Sifat larut lemak menentukan tempat metabolisme (hati) dan waktu
paruh memendek.
-Bloker mempunyai aktivitas simpatomimetik intrinsik yakni kurang menimbulkan
bradikardi atau penekanan kontraksi jantung.
Tabel 3. Sediaan Obat -Bloker
Obat
Kelarutan
Eliminasi
Kardioselektif Dosis antiangina
Dalam
lemak
asebutolol

Hati
+
kap 200 mg dan tab
400 mg
labetalol

Hati
+
100-600 mg/hari
bisoprol
tab 5 mg
nadolol

Ginjal
tab 40 dan 80 mg
atenolol

Ginjal
tab 50 dan 100 mg
metoprolol
Sedang
Hati
+
tab 50 dan 100 mg, tab
lepas lambat 100 mg
pindolol
Sedang
Ginjal
&
tab 5 dan 10 mg
hati
propanolol

Hati
tab 10 dan 40 mg,
kapsul lepas lambat
160 mg
penbutolol

hati
Efek Samping
Farmakologi : bradikardi, blok AV, gagal jantung, bronkospasme
Sal cerna
: mual, muntah, diare, konstipasi
Sentral
: mimpi buruk, insomnia, halusinasi, rasa capai, pusing, depresi
Alergi
: rash, demam dan purpura
Kontraindikasi
a. hipotensi
b. bradikardi simptomatik
c. blok AV derajat 2-3
d. gagal jantung kongesif
e. ekserbasi serangan asma (bronkospasme)
f. diabetes melitus dengan hipoglikemia
Indikasi
Angina pectoris, aritmia, hipertensi, infark miokard
3. Penghambat Kanal Ca (Calsium antagonis)
Farmakodinamik
a. Secara umum ada 2 jenis kanal Ca, pertama voltage-sensitive (VSC)/potentialdependent calcium channels (PDC membuka bila ada depolarisasi membran.
Kedua, receptor-operated calcium channel (ROC) membuka bila agonis
menempati reseptor dalam kompleks sistem kanal ini (contoh : hormon, norepinefrin)
b. Calsium antagonis mempunyai 3 efek hemodinamik yang berhubungan dengan
pengurangan kebutuhan otot jantung :
1) Vasodilatasi koroner dan perifer
2) Penurunan kontraktilitas jantung
3) Penurunan automatisitas serta konduksi pada nodus SA dan AV

Sedangkan untuk meningkatkan suplai oksigen otot jantung dengan cara : dilatasi koroner
dan penurunan tekanan darah da denyut jantung (sehingga perfusi subendokardial
membaik)
Farmakokinetik
Farmakokinetik penghambat kanal Calsium hampir semua absorpsi oralny sempurna
tetapi bioavailabilitasnya berkurang karena metabolisme lintas pertama dalam hati. efek
obat tampak 30-60 menit pemberian. Macam-macam Calsium antagonis
Dihidropiridin: nifedipin, nikardipin, felodipin, amlodipin
Difenilalkilamin: verapamil, galopamil, tiapamil
Benzotizepin: diltiazem
Piperazin: sinarizin, flunarizin
Lain-lain: prenilamin, perheksilin
Tabel 4. Efek Kardivaskular Antagonis Kalsium
Efek kardiovaskular
Nifedipin
Verapamil
Diltiazem
(N)
(V)
(D)
1. Vasodilatasi koroner 5
4
3
2. Vasodilatasi perifer
5
4
3
3. Inotropik negatif
1
4
2
4. Kronotropik negatif 1
5
5
5. Dromotropik negatif 0
5
4
* Angka menunjukkan perbandingan kekuatan relatif masing-masing obat
Pemberian nifedipin kerja singkat menyebabkan terjadinya penurunan tekanan
darah, sebagian besar terikat pada protein plasma (70-98%) dengan waktu paruh 1.364 jam.
Diltiazem mempunyai potensi vasodilator menyebabkan penurunan resistensi
perifer dan tekanan darah disertai refleks takikardi dan peningkatan curah jantung
kompensatoir
Pemberian verapamil peroral menyebabkan penurunan tekanan darah dan
resistensi perifer tanpa perubahan frekuensi denyut jantung.
Efek Samping
o Nyeri kepala berdenyut (*dihidropiridin)
o Muka merah (*verapamil)
o Pusing (*dihidropiridin)
o Edema perifer (*dihidropiridin)
o Hipotensi (*dihidropiridin)
o Takikardia (*dihidropiridin)
o Kelemahan otot (*nimodipin)
o Mual (*dihidropiridin)
o Konstipasidan hiperplasia ginggiva (*verapamil)
o Gagal jantung
o Syok kardiogenik
Penghambat kanal calsium dapat meningkatkan kadar digoksin plasma dan verapamil
tidak boleh digunakan untuk mengatasi keracunan digitalis, sebab akan terjadi
gangguan fungsi konduksi AV yang lebih berat.

Penghambat kanal calsium dikontraindikasikan pada aritmia karena konduksi


antegrad seperti Wolff-Parkinson-White atau fibrilasi atrium
ANTITROMBOTIK
1. Aspirin
Aspirin menghambat sintesis tromboksan A2 (TXA2) di dalam trombosit dan
prostasiklin (PGI2) di pembuluh darah dengan menghambat secara ireversibel enzim
sikloogsigenase (akan tetapi sikloogsigenase dapat dibentuk kembali oleh sel endotel).
Penghambatan siklooksigenase terjadi karena aspirin mengasetilasi enzim tersebut.
Aspirin dosis kecil hanya dapat menekan pembentukan TXA2, sebagai akibatnya terjadi
pengurangan agregasi trombosit. Dosis lebih tinggi, selain meningkatkan toksisitas
(terutama perdarahan), juga menjadi kurang efektif karena selain menghambat TXA2 juga
menghambat pembentukan prostasiklin.
Pada infark miokard akut nampaknya aspirin bermanfaat untuk mencegah kambuhnya
infark miokard yang fatal maupun nonfatal. Pada pasien TIA (transient ischemic attack),
penggunaan aspirin jangka panjang juga bermanfaat untuk mengurangi kambuhnya TIA,
stroke karena penyumbatan, dan kematian akibat gangguan pembuluh darah.
Berkurangnya kematian terutama jelas pada pria.
Efek samping aspirin misalnya rasa tidak enak di perut, mual, dan perdarahan saluran
cerna; biasanya dapat dihindarkan bila dosis per hari tidak lebih dari 325 mg. Penggunaan
bersama antasid atau antagonis H2 dapat mengurangi efek tersebut. Obat ini dapat
mengganggu hemostasis pada tindakan operasi dan bila diberikan bersama heparin atau
antikoagulan oral dapat meningkatkan risiko perdarahan.
2. Dipiridamol
Dipiridamol menghambat ambilan dan metabolisme adenosin oleh eritrosit dan sel
endotel pembuluh darah, dengan demikian meningkatkan kadarnya dalam plasma.
Adenosin menghambat fungsi trombosit dengan merangsang adenilat siklase dan
merupakan vasodilator. Dipiridamol juga memperbesar efek antiagregasi prostasiklin.
Dipiridamol sering digunakan bersama heparin pada pasien dengan katup jantung buatan.
Obat ini juga banyak digunakan bersama aspirin pada pasien infark miokard akut untuk
prevensi sekunder dan pada pasien TIA untuk mencegah stroke.
Efek samping yang paling sering yaitu sakit kepala; biasanya jarang menimbulkan
masalah dengan dosis yang digunakan sebagai antitrombotik. Bila digunakan untuk
pasien angina pektoris, dipiridamol kadang-kadang memperberat gejala karena terjadinya
fenomena coronary steal. Efek samping lain ialah pusing, sinkop, dan gangguan saluran
cerna.
Bioavailabilitas obat ini sangat bervariasi. Lebih dari 90% dipiridamol terikat protein
dan mengalami sirkulasi enterohepatik. Masa paruh eliminasi bervariasi: 1 12 jam.
Dosis untuk profilaksis jangka panjang pada pasien katup jantung buatan 400 mg/hari
bersama dengan warfarin. Untuk mencegah aktivasi trombosit selama operasi by-pass,
dosisnya 400 mg dimulai 2 hari sebelum operasi.
3. Tiklopidin
Tiklopidin menghambat agregasi trombosit yang diinduksi oleh ADP. Berbeda
Tiklopidin menghambat agregasi trombosit yang diinduksi oleh ADP. Berbeda dari
aspirin, tiklopidin tidak mempengaruhi metabolisme prostaglandin. Dari uji klinik secara
acak, dilaporkan adanya manfaat tiklopidin untuk pencegahan kejadian vaskular pada
pasien TIA, stroke, dan angina pektoris tidak stabil.

Efek samping yang paling sering mual, muntah, dan diare. Yang dapat terjadi sampai
pada 20% pasien. Selain itu, antara lain, dapat terjadi perdarahan (5%), dan yang paling
berbahaya leukopenia (1%). Leukopenia dideteksi dengan pemantauan hitung jenis
leukosit selama 3 bulan pengobatan. Trombositopenia juga dilaporkan, sehingga perlu
dipantau hitung trombosit.
Tiklopidin terutama bermanfaat untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi aspirin.
Karena tiklopidin mempunyai mekanisme kerja yang berbeda dari aspirin, maka
kombinasi kedua obat diharapkan dapat memberikan efek aditif atau sinergistik.
4. Klopidogrel
5. -bloker
Banyak uji klinik dilakukan dengan -bloker untuk profilaksis infark miokard atau
aritmia setelah mengalami infark pertama kali. Dari The Norwegian Multicenter Study,
dengan timolol didapatkan bahwa obat ini dapat mengurangi secara bermakna jumlah
kematian bila diberikan pada pasien yang telah mengalami infark miokard. Akan tetapi,
tidak dapat dipastikan apakah hal tersebut disebabkan oleh efek langsung timolol
terhadap pembekuan darah.
6. Penghambat Glikoprotein IIb/IIIa

Terapi Bedah
Revaskularisasi terapi untuk lesi aterosklerotik mencakup:
Intervensi Koroner Perkutan atau Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
o Percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA)
Prosedur Balloon Angioplasty
Prosedur ini dilakukan dengan menyisipkan sebuah tabung plastik tipis (Kateter) ke
dalam arteri. Kateter disisipkan ke dalam arteri besar (aorta) ke arteri koroner. Setelah
kateter disisipkan (pada bagian arteri yang menyempit), ujung balon mengembang
dan mendorong plak terhadap dinding arteri. Angioplasty memungkinkan darah
mengalir lebih leluasa ke jantung. Prosedur ini efektif sekitar 85-90% dari waktu,
tetapi sampai 35% dari orang mengalami kembali pemblokiran arteri mereka dalam 6
bulan. Jika hal ini terjadi, angioplasty kedua dapat dipertimbangkan.
o Cutting balloon angioplasty
o Coronary stent placement
Bare stents
Drug-eluted stents
o Coronary atherectomy
Directional coronary atherectomy
Rotational coronary atherectomy or rotablator
Transluminal extraction catheter atherectomy
Excimer laser atherectomy
o AngioJet suction device
o Brachytherapy - Intracoronary radiation therapy
Gamma-ray devices

Beta-ray devices

Coronary artery bypass surgery


Melibatkan pengambilan bagian pembuluh darah dari bagian lain dari tubuh (misalnya
kaki atau dada) dan relokasi itu di atas dan di bawah bagian yang tersumbat dari arteri
yang telah menghalangi aliran darah bebas ke jantung. Operasi biasanya memakan waktu
3 sampai 6 jam, tergantung pada seberapa banyak pembuluh darah perlu dijahit bersamasama (dicangkokkan). Penting untuk memahami bahwa operasi ini bukanlah obat untuk
aterosklerosis. Oleh karena itu, sangat penting bahwa langkah-langkah untuk mencegah
pengerasan pembuluh darah (misalnya olahraga, mendengar diet sehat, obat yang sesuai)
dilanjutkan.
Percutaneous transmyocardial laser
Ileal bypass surgery
Miscellaneous therapies
o Chelation therapy
Ethylenediaminetetraacetic acid
Hydrogen peroxide
o Plethysmography/extracorporeal counterpulsation for angina pectoris

Program Gaya Hidup Sehat


Hal ini melibatkan membuat perubahan gaya hidup. Jika seseorang itu merokok, mereka
harus berhenti merokok. Diet atau asupan makanan sehari-hari juga mungkin akan perlu
dimodifikasi unutk mengurangi kadar kolesterol, sentiasa memeriksa dan menjaga tekanan
darah, serta menjaga gula darah supaya terkawal jika seseorang itu menghidap diabetes.
Makanan yang rendah lemak, rendah garam, dan rendah kolesterol juga dianjurkan.
Seseorang itu juga perlu melakukan olahraga yang lebih untuk menjaga berat badan agar
sentiasa ideal tetapi periksa terlebih dahulu dengan dokter sebelum memulai program
olahraga (Robert Bryg, 2009).
Mengamalkan gaya hidup sehat merupakan salah satu pengobatan terbaik untuk penderita
PJK. PJK dapat dicegah dan diperlambatkan baik oleh diri sendiri ataupun dalam kombinasi
dengan perawatan medis. Semua pasien dengan PJK akan mendapatkan manfaat dari gaya
hidup sehat (Mayoclinic Staff, 2008).
LO.3.8. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Penyakit
Jantung Koroner
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan kondisi lain
sebagai konsekuensi dari APTS/NSTEMI.
Hipertensi tak terkontrol, anemia, tirotoksikosis, stenosis aorta berat, kardiomiopati
hipertropik dan kondisi lain, seperti penyakit paru.

Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3) menunjukkan prognosis
yang buruk. Adanya bruit di karotis atau penyakit vaskuler perifer menunjukkan bahwa
pasien memiliki kemungkinan juga penderita penyakit jantung koroner (PJK).
Anamnesis
Diagnosis seringkali berdasarkan keluhan nyeri dada yang mempunyai ciri khas sebagai
berikut:
Letak
Sering pasien merasakan nyeri dada di daerah sternum atau di bawah sternum (substernal),
atau dada sebelah kiri dan kadang-kadang menjalar ke lengan kiri, dapat menjalar ke
punggung, rahang, leher, atau ke lengan kanan. Nyeri dada juga dapat timbul di tempat
lain seperti di daerah epigastrium, leher, rahang, gigi, bahu.
Kualitas
Pada angina, nyeri dada biasanya seperti tertekan benda berat, atau seperti di peras atau
terasa panas, kadang-kadang hanya mengeluh perasaan tidak enak di dada karena pasien
tidak dapat menjelaskan dengan baik, lebih-lebih jika pendidikan pasien kurang.
Hubungan dengan aktivitas
Nyeri dada pada angina pektoris biasanya timbul pada saat melakukan aktivitas, misalnya
sedang berjalan cepat, tergesa-gesa, atau sedang berjalan mendaki atau naik tangga. Pada
kasus yang berat aktivitas ringan seperti mandi atau menggosok gigi, makan terlalu
kenyang, emosi, sudah dapat menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada tersebut segera hilang
bila pasien menghentikan aktivitasnya. Serangan angina dapat timbul pada waktu istirahat
atau pada waktu tidur malam.
Lamanya serangan
Lamanya nyeri dada biasanya berlangsung 1-5 menit, kadang-kadang perasaan tidak enak
di dada masih terasa setelah nyeri hilang. Bila nyeri dada berlangsung lebih dari 20 menit,
mungkin pasien mendapat serangan infark miokard akut dan bukan angina pektoris biasa.
Pada angina pektoris dapat timbul keluhan lain seperti sesak napas, perasaan lelah,
kadang-kadang nyeri dada disertai keringat dingin.
Pemeriksaan fisik
Pasien tampak cemas, tidak dapat istirahat (gelisah), sering kali ekstremitas pucat disertai
keringat dingin. Sekitar seperempat pasien infark anterior memiliki manifestasi hiperaktivitas
saraf simpatis ( takikardia dan/atau hipotensi), dan hampir setengah pasien infark inferior
menunjukkan hiperaktivitas saraf parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi) tanda fisis
lain pada disfungsi ventrikular adalah , dijumpai S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas
bunyi jantung pertama, split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan peningkatan
suhu sampai 38C dalam minggu pertama pasca STEMI.
Perbedaan nyeri dada jantung dan non jantung:
Jantung
Tegang tidak enak
Tertekan
Berat
Mengencangkan
Nyeri/pegal
Menekan
Angina pada wanita dan pria :

Non Jantung
Tajam
Seperti pisau
Ditusuk
Dijahit
Ditimbulkan tekanan
Terus-menerus seharian

a. Wanita: Paling sering angina (terkadang pasien hanya bilang sesak padahal maksudnya
nyeri dada)
b. Pria: Paling sering langsung miocard infark banyak yang sudden death.
EKG
Gambaran EKG saat istirahat dan bukan pada saat serangan angina sering masih normal.
Gambaran EKG dapat menunjukkan bahwa pasien pernah mendapat infark miokard di masa
lampau. Kadang-kadang menunjukkan pembesaran ventrikel kiri pada pasien hipertensi dan
angina; dapat pula menunjukkan perubahan segmen ST dan gelombang T yang tidak khas. 9
Untuk mendiagnosa STEMI dari EKG adalah adanya elevasi segmen ST > 1mm pada 2
sadapan ekstremitas atau elevasi ST > 2mm pada 2 sadapan prekordial yang berhubungan,
LBBB yang dianggap baru.
Perubahan EKG cukup spesifik, tetapi tidak peka untuk diagnosis IMA pada fase yang masih
dini. Berdasarkan kelainan EKG IMA dibagi atas 2 yaitu:
a. IMA dengan gelombang Q.
Mula-mula terjadi elevasi segmen ST yang konveks pada hantaran yang mencerminkan
daerah IMA. Kadang baru terjadi beberapa jam setelah serangan. Depresi segmen ST
yang resiprokal terjadi pada hantaran yang berlawanan.
Diikuti terbentuknya gelombang Q patologis yang menunjukkan IMA transmural
(terjadi 24 jam pertama IMA). Setelah elevasi segmen ST berkurang, gelombang T
terbalik (inversi). Keduanya dapat menjadi normal setelah beberapa hari atau minggu.
b. IMA non gelombang Q
Tidak ada Q patologis, hanya dijumpai depresi segmen ST dan inversi simetrik
gelombang T

Berdasarkan ditemukannya kelainan EKG, dapat diprediksi lokasi infark myocard.


LOKASI INFARK Q

WAVE / ELEVASI ST
V1 dan V2

A. KORONER
LAD

Anteroseptal
Anterior
V3 dan V4
LAD
Lateral
V5 dan V6
LCX
Anterior ekstrinsif
I, a VL, V1 V6
LAD / LCX
High lateral
I, a VL, V5 dan V6
LCX
Posterior
V7 V9 (V1, V2*)
LCX, PL
Inferior
II, III, dan a VF
PDA
Right ventrikel
V2R V4R
RCA
* Gelombang R yang tinggi dan depresi ST di V 1 V2 sebagi mirror image dari perubahan
sedapan V7 V9
LAD = Left Anterior Descending artery
LCX = Left Circumflex
RCA = Right Coronary Artery
PL
= PosteriorDescending Artery

Foto Dada
Foto rontgen dada sering menunjukkan bentuk jantung yang normal; pada pasien hipertensi
dapat terlihat jantung membesar dan kadang-kadang tampak adanya kalsifikasi arkus aorta.
Pemeriksaan radiologi tidak banyak menolong untuk menegakan diagnosis infark miokard
akut. Walau demikian akan berguna bila ditemukan adanya bendungan pada paru (gagal
jantung). Kadang-kadang dapat dilihat adanya kardiomegali.
Laboratorium
CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari.
cTn: ada dua jenis, yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila
ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat
dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam.
- Ceratinin Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
- Lactic dehydrogenase (LDH) : meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard,
mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.

a. CK (Kreatinin Fosfokinase)
Pada IMA konsentrasi dalam serum meningkat 6-8 jam setelah onset infark, mencapai puncak
setelah 24 jam dan turun kembali dalam waktu 3-4 hari. Enzim ini juga banyak terdapat pada
paru, otot skelet, otak, uterus, sel, pencernaan dan kelenjar tiroid. Selain pada infark miokard,
tingkat abnormalitas tinggi terdapat pada penyakit otot, kerusakan cerebrovaskular dan
setelah latihan otot.
b.
SGOT (Serum Glutamic Oxalo-acetic Transaminase)
Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati dan ginjal. Dilepaskan oleh sel otot
miokard yang rusak atau mati. Meningkat dalam 8-36 jam dan turun kembali menjadi normal
setelah 3-4 hari.
c.

LDH (Lactat Dehidrogenase)


Enzim ini terdapat di jantung dan eritrosit dan tidak spesifik. Dapat meninggi bila ada
kerusakan jaringan tubuh. Pada IMA konsentrasi meningkat dalam waktu 24-48 jam,
mencapai puncaknya dalam 3-6 hari dan bisa tetap abnormal 1-3 minggu. Isoenzimnya lebih
spesifik.

Sebagai indikator nekrosis miokard dapat juga dipakai troponin T, suatu kompleks protein
yang terdapat pada filamen tipis otot jantung. Troponin T akan terdeteksi dalam darah
beberapa jam sampai dengan 14 hari setelah nekrosis miokard.
1. Teknik non invasif penentuan klasifikasi koroner dan anatomi koroner :
- Computed Tomography
- Magnetic Resonance Arteriography
2. Pemeriksaan invasif menetukan anatomi koroner
- Arteriografi koroner
- Ultrasound intravaskular (IVUS)
Diagnosa adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat dan tepat dan didasarkan pada
tiga kriteria, yaitu:
Gejala klinis nyeri dada spesifik
Gambaran EKG (elektrokardiogram)
Evaluasi biokimia dari enzim jantung.
1. Cardiac specific troponin (cTn)
a. Paling spesifik untuk infark miokard
b. Troponin C pada semua jenis otot
c. Troponin I & T pada otot jantung
d. Troponin I memiliki ukuran yang lebih kecil, sehingga mudah dideteksi
2. Myoglobin
a. Marker paling cepat terdeteksi (hal ini karena ukuran molekulnya sangat kecil),
1-2 jam sejak onset nyeri
b. Ditemukan pada sitoplasma semua jenis otot
3. Creatine Kinase (CK)
a. Ditemukan pada otot, otak, jantung
b. Murah, mudah, tapi tidak spesifik
4. Lactat Dehidrogenase (LDH)
a. Ditemukan di seluruh jaringan
b. LD1 & LD2 memiliki konsentrasi tinggi pada otot jantung, normalnya LD2 >
LD1
c. Pada pasien infark jantung: LD1 > LD2
5. Creatine Kinase-Myocardial Band (CKMB)
Cardiac Marker
cTn T
cTn I
CKMB
CK
Mioglobin
LDH

Meningkat
3 jam
3 jam
3 jam
3-8 jam
1-2 jam
24-48 jam

Puncak
12-48 jam
24 jam
10-24 jam
10-36 jam
4-8 jam
3-6 hari

Normal
5-14 hari
5-10 hari
2-4 hari
3-4 hari
24 jam
8-14 hari

Angiografi dan Tujuannya


Angiografi berfungsi untuk memperlihatkan tumpukan plak pada pembuluh darah jantung,
mendeteksi plak pada arteri carotis di leher yang menggangu aliran darah ke otak yang
menyebabkan stroke, mengetahui kelainan pada pembuluh darah di otak, serta
mengidentifikasi aneurisma intracranial atau bahkan adanya aneurisma pembuluh darah aorta.
Tujuan:

1. Untuk mendeteksi problem pada pembuluh darah yang ada di dalam atau yang menuju
otak (contohnya, aneurysma, malformasi pembuluh datah, trombosis, penyempitan atau
penyumbatan)
2. Untuk mempelajari pembuluh darah otak yang letaknya tidak normal (karena tumor,
gumpalan darah, pembengkakan, spasme, tekanan otak meningkat, atau hydrocephalus)
3. Untuk menentukan pemasangan penjepit pembuluh darah pada saat pembedahan dan
untuk mencek kondisi pembuluh tersebut.
LO.3.9. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Penyakit Jantung Koroner
a. Upaya pencegahan primer, yaitu mencegah mereka yang sehat agar tidak mendapatkan
penyakit jantung koroner/serangan jantung.
b. Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan bagi penderita PJK agar tidak
mendapatkan komplikasi akibat PJK, termasuk serangan jantung baik yang pertama
maupun serangan jantung ulangan.
c. Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan bagi penderita PJK agar tidak mengalami
komplikasi lanjut / kecacatan akibat PJK
Pencegahan primer, sekunder dan tersier dapat dilakukan dengan:
1. Kenali dan Kendalikan Faktor Risiko Tinggi
Kenali apakah anda mempunyai faktor risiko utama seperti diabetes melitus (kencing
manis). Bila tidak tahu sebaiknya pernah melakukan srkining diabetes dengan
melakukan tes gula darah. Bila terdapat kondisi diabetes kendalikan kadar gula darah
dalam batas normal.
Kenali apakah mempunyai faktor risiko tinggi sepertikadar kolesterol tinggi, tekanan
darah tinggi(hipertensi), rokok, usia diatas 45 tahun (pria) atau diatas 55 tahun
(wanita), serta ada serangan jantung pada ayah/ibu. Bila terdapat faktor risiko tinggi
tersebut, kendalikan/terapi faktor risiko tersebut.
Faktor risiko lain yang harus dikendalikan/diterapi adalah termasuk kegemukan,
inaktifitas fisik (kebiasan hidup tidak aktif) dan stres. Kendali/terapi berbagai faktor
risiko tersebut dapat dilakukan dengan upaya obat dan bukan obat.

2. Skrining Penyakit Jantung Koroner


Penapisan ada tidaknya penyakit jantung koroner pada orang yang mempunyai
keluhan khas maupun tidak dapat dikonsultasikan kepada dokter.
3. Diet Sehat dan Hidup Aktif
Diet sehat jantung:
a. Hindari makanan berlemak tinggi, terutama kolesterol (lemak hewani) dan
lemak jenuh.
b. Hindari makanan yang padat kandungan energinya.
c. Batasi asupan garam.
d. Perbanyak makan sayur dan buah yang kaya akan serat.
Hidup aktif:
a. Lakukan berbagai pekerjaan rumah
b. Perbanyak berjalan kaki atau bersepeda, kurangi menggunakan kendaraan
bermotor

c. Olah raga rutin, seperti brisk walking, jogging, bersepeda dan berenang,
seminggu 3-4 kali latihan (Keluarga Jantung, 2012).

LO.3.10. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Penyakit Jantung Koroner


1. Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan pada
segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling
ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam
hitungan bulan atau 16 tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan
yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca
infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang
nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.
Gagal Jantung:
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting
dari defenisi ini adalah pertama defenisi gagal adalah relatif terhadap kebtuhan metabolic
tubuh, kedua penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara
keseluruhan. Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis
penyakit jantung kongestif maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan
gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir
atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan
beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Dan beban akhir
meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik.
Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada imfark miokardium dan kardiomiopati.
Pada penyakit jantung koroner, arteri pemasok darah ke jantung menyempit atau
tersumbat. Seseorang mengalami serangan jantung ketika aliran darah ke daerah jantung
tersumbat seluruhnya. Otot jantung menderita kerusakan ketika asupan darah berkurang
atau tersumbat. Jika kerusakan mempengaruhi kemampuan jantung untuk memompa
darah, gagal jantung terjadi. Beberapa serangan jantung terjadi tanpa disadari.
Kardiomiopati mungkin disebabkan oleh penyakit arteri jantung dan berbagai masalah
jantung lainnya. Kadang kala, penyebabnya tidak ditemukan, hal ini dikenal dengan
kardiomiopati idiopatik. Kardiomiopati dapat melemahkan otot jantung, menyebabkan
gagal jantung.
Tekanan darah tinggi merupakan penyebab umum gagal jantung lainnya. Tekanan darah
tinggi membuat jantung bekerja berat untuk memompa darh. Beberapa saat kemudian,
jantung tidak dapat menyesuaikan dan gejala gagal jantung timbul. Kerusakan katup
jantung, penyakit jantung keturunan, alkoholisme, dan penggunaan obat sembarangan
menyebabkan kerusakan jantung yang dapat menyebabkan gagal jantung.
2. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit
pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat gagal
pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.

3. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai
penyakit arteri koroner multivesel.
4. Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi
vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi.
5. Aritmia paska STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf autonom,
gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi miokard.
6. Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien STEMI dan
tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah aktivitas ektopik
ventrikel pada pasien STEMI.
7. Takikardia dan fibrilasi ventrikel, dapat terjadi tanpa bahaya aritmia sebelumnya dalam
24 jam pertama.
8. Fibrilasi atrium
9. Aritmia supraventrikular
10. Asistol ventrikel
11. Bradiaritmia dan Blok
12. Komplikasi Mekanik : Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur
dinding ventrikel (Alwi, 2009).
LO.3.11. Memahami dan Menjelaskan Prognosis Penyakit Jantung Koroner
Kecirian prognosis penyakit jantung koroner
1. Dalam satu tahun setelah kambuhnya penyakit jantung, sekitar 42 persen penderita wanita
mungkin meninggal, angka itu lebih tinggi satu kali lipat daripada kaum lelaki.
2. Sesudah pertama kali penyakit jantung kaum wanita kambuh, keadaan itu lebih mudah
terjadi ulang dibandingkan dengan kaum lelaki.

Semua orang bisa sembuh dengan berbeda cara. Beberapa orang dapat mempertahankan
kehidupan yang sehat dengan mengubah diet mereka, berhenti merokok, dan minum obat
persis seperti resep dokter. Orang lain mungkin memerlukan prosedur medis seperti
angioplasti atau operasi. Meskipun setiap orang berbeda, deteksi dini PJK
umumnya menghasilkan hasil yang lebih baik.Tergantung daerah jantung yang terkena,
beratnya gejala, ada tidaknya komplikasi.

Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana, S3 gallop, kongesti paru
dan syok kardiogenik.
Klas
Definisi
Mortalitas (%)
I
Tak ada tanda gagal jantung kongestif
6
II
+S3 dan atau ronki basah
17
III
Edema paru
30-40
IV
Syok kardiogenik
60-80
Semua penderita penyakit jantung koroner berisiko tinggi untuk mendapatkan serangan
jantung. Prognosis penyakit jantung koroner tergantung pada kendali semua faktor risiko
utama dan faktor risiko tinggi, seperti kadar kolesterol tinggi, hipertensi, rokok, diabetes
melitus termasuk juga kegemukan. Kendali faktor risiko yang dapat dikendalikan lainnya
seperti kebiasan tidak aktif dan stres. Bila kendali semua hal diatas buruk maka prognosis
penyakit jantung koroner akan buruk, keluhan nyeri dada akan menjadi lebih sering seiring
dengan semakin tebalnya plak stabil di dinding pembuluh darah koroner, risiko timbulnya
serangan jantung menjadi meningkat.
Pada penderita paska angioplasti atau operasi pintas koroner, tanpa kendali faktor risiko maka
sumbatan koroner dapat terbentuk kembali (Alwi, 2009).

Anda mungkin juga menyukai