I. FARMAKOKINETIK INSULIN
Insulin merupakan obat tertua yang digunakan untuk pengobatan diabetes, yakni
sejak tahun 1922. Insulin juga merupakan tonggak sejarah yang amat fenomenal dalam
bidang kedokteran. Awalnya insulin dibuat dari ekstrak binatang, seperti babi dan sapi.
Kemudian dengan kemajuan teknologi berhasil dibuat insulin manusia dengan teknologi
rekayasa genetik yang kemudian dipasarkan pada tahun 1980an. Seiring perjalanan
waktu, insulin sebagai terapi terus dikembangkan dengan harapan kerjanya dapat
menyerupai insulin endogen. Sehingga pada pertengahan tahun 1990an diperkenalkan
insulin analog pertama dengan kerja cepat.
Saat ini di pasaran tersedia berbagai jenis insulin. Ditinjau dari asalnya, terdapat
insulin manusia dan insulin analog (sudah direkayasa dengan kerja yang lebih baik dari
insulin manusia). Sedangkan bila ditinjau dari segi kerjanya terdapat insulin kerja
pendek (insulin manusia) atau cepat (insulin analog), kerja menengah (insulin manusia),
dan kerja panjang (insulin analog). Insulin kerja pendek atau cepat sering disebut
dengan insulin prandial karena digunakan untuk menurunkan glukosa darah setelah
makan, sedangkan insulin kerja menengah dan panjang sering disebut insulin basal
karena digunakan untuk menurunkan glukosa darah dalam keadaan puasa dan sebelum
makan. Selain itu di pasaran juga tersedia insulin campuran (premixed). Insulin
campuran ini merupakan campuran antara insulin kerja pendek dan kerja menengah
(insulin manusia) atau insulin kerja cepat dan kerja menengah (insulin analog).
Umumnya campuran tersedia dengan perbandingan tetap antara insulin kerja pendek
atau cepat dan kerja menengah (25% : 75% atau 30% : 70%).
Mengenal farmakokinetik setiap insulin yang tersedia adalah wajib bagi dokter
dalam praktik seharihari. Hal ini bertujuan agar setiap dokter dapat memanfaatkan
insulin dengan baik tanpa efek samping yang serius. Yang perlu diketahui terkait
farmakokinetik insulin adalah awal kerja, puncak kerja, dan lama kerja. Sesuai dengan
karakteristiknya, setiap insulin dapat dipilih dan digunakan sesuai dengan kebutuhan
pasien. Jenis dan profil kerja insulin dapat dilihat pada Tabel II.1 sedangkan
perbandingan farmakokinetik berbagai insulin eksogen dapat dilihat pada Gambar II.1.
faktor pertumbuhan, dan mediator sekunder. Melalui jejas jaringan secara langsung atau
melalui aktivasi mediator sekunder, stres oksidatif akibat hiperglikemia menyebabkan
jejas sel dan jaringan (Gambar III.3).
Uji klinik belakangan, menunjukkan bahwa kendali glukosa darah yang terlalu
ketat pada pasien kritis atau gawat medik yang dirawat di ruang terapi intensif
menunjukkan kematian yang lebih tinggi. Hal ini dikaitkan dengan kejadian
hipoglikemia yang lebih sering terjadi pada pasien dengan sasaran glukosa darah yang
lebih ketat. Buruknya luaran bukan dikaitkan secara langsung dengan terapi insulin,
namun terletak pada sasaran terapi.
III. Terapi Insulin Untuk Pasien Diabetes Mellitus Rawat Jalan
A. Indikasi Terapi Insulin
Diabetes merupakan penyakit yang progresif, di mana tanpa pengelolaan yang
baik pasien mudah mendapatkan komplikasi akut dan kronik. Kendali glikemik yang
buruk merupakan salah satu penyebab terpenting terjadinya komplikasi. Karenanya
dibutuhkan strategi terapi yang lebih agresif agar kendali glikemik yang baik dapat
tercapai, baik dengan obat hipoglikemik oral (OHO) atau kombinasi OHO dan insulin
(pada pasien DMT2), maupun dengan terapi insulin saja (misalnya pasien DMT1 atau
DMT2).
makan, sel beta mensekresi insulin pada kadar tertentu yang hampir sama sepanjang
waktu puasa dan sebelum makan. Konsep ini disebut dengan insulin basal, yang
bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa darah puasa atau sebelum makan selalu
dalam batas normal (pada orang normal kadar glukosa darah dibawah 100 mg/dL). Pada
setiap kali makan (makan pagi, makan siang, dan makan malam) ketika glukosa darah
naik akibat asupan dari luar, dibutuhkan sejumlah insulin yang disekresikan oleh sel
beta secara cepat dalam kadar yang lebih tinggi untuk menekan kadar glukosa darah
setelah makan agar tetap dalam batas normal (tidak lebih dari 140 mg/dL). Konsep ini
disebut insulin prandial (setelah makan) yang bertujuan untuk mempertahankan kadar
glukosa darah setelah makan tetap dalam batas normal.
Pada orang diabetes, baik DMT1 maupun DMT2, terjadi kekurangan baik
insulin basal maupun insulin prandial endogen. Berdasarkan konsep ini, sedian insulin
eksogen disesuaikan dengan kebutuhan seperti halnya pada orang normal, yaitu insulin
basal (yang bekerja menengah atau panjang) dan insulin prandial (yang bekerja
pendek/cepat). Insulin basal eksogen umumnya diberikan sebanyak 1 sampai 2 kali
sehari, sedangkan insulin prandial eksogen diberikan setiap kali sebelum makan.
C. Memulai dan Alur Pemberian Terapi Insulin
C.1. Diabetes Melitus Tipe 1
Semua pasien DMT1 diberikan terapi insulin begitu diagnosis ditegakkan.
Karena pada pasien ini ditemukan kekurangan insulin secara mutlak, maka seluruh
kebutuhan insulin tubuh harus diganti dari luar. Prinsipnya, pada DMT1 terjadi
kekurangan insulin endogen baik basal (pada saat puasa atau sebelum makan) maupun
prandial (setelah makan); oleh karena itu terapi insulin yang diberikan harus
mengandung dua komponen insulin tersebut. Di samping itu, agar sesuai dengan pola
sekresi insulin endogen, maka terapi insulin wajib diberikan multipel sesuai dengan
jadwal makan. Untuk menurunkan kadar glukosa darah setelah makan digunakan
insulin prandial dan untuk mempertahankan kadar glukosa basal digunakan insulin
basal.
Pada umumnya, dosis insulin yang diberikan pada pasien DMT1 yang baru
adalah 0,5 unit/kgBB/hari. Kemudian dosis insulin harian total berdasarkan perhitungan
ini, dibagi menjadi 60% bagian yang diberikan dalam bentuk insulin prandial
(selanjutnya dibagi tiga, diberikan sebelum makan pagi, makan siang dan makan
malam) dan 40% bagian diberikan dalam bentuk insulin basal pada malam hari. Insulin
basal yang bekerja intermediet jika diberikan satu kali sebaiknya diberikan malam hari,
namun demikian juga bisa diberikan dua kali sehari yaitu pagi dan malam hari. Untuk
insulin basal yang bekerja panjang (mendekati 24 jam) dapat juga diberikan pada pagi
hari, yang penting waktunya tetap. Contoh perhitungannya terlihat pada Gambar IV.1.
Walaupun ada rejimen baku terapi insulin pada pasien DMT1 yaitu dengan tiga
kali suntikan insulin prandial sebelum makan dan suntikan insulin basal pada malam
hari, namun berbagai variasi rejimen dapat diberikan sesuai dengan kenyamanan dan
kebutuhan kendali glikemik pasien seperti yang dianjurkan oleh Cheng and Zinman
(Tabel IV.1). Yang paling prinsip dalam rejimen ini adalah wajib ada insulin prandial
dan insulin basal, tidak boleh hanya diberikan salah satu jenis insulin. Dan, tidak
dianjurkan memberikan terapi insulin hanya dengan dua kali suntikan, karena amat sulit
mencapai kendali glikemik yang baik dengan cara tersebut. Rejimen terapi insulin pada
pasien DMT1 juga dapat diberikan dengan menggunakan pompa insulin (continuous
subcutaneous insulin infusion [CSII]) yang dosis insulinnya dapat diatur baik dengan
cara manual maupun automatis.
glukosa darah tercapai, obat oral dapat ditambahkan dan insulin mungkin bisa
dihentikan. Sedikit variasi seperti yang dianjurkan oleh AACE/ACE di mana terapi
insulin untuk pasien DMT2 baru terdiagnosis juga didasarkan ataskendali glikemik
(A1C >9).
D. Strategi Praktis Terapi Insulin
D.1. Insulin basal
Saat ini tersedia beberapa insulin basal di pasar Indonesia, yaitu insulin NPH
manusia (kerja menengah atau intermediet), insulin analog glargine dan detemir (kerja
panjang). Dibandingkan dengan insulin basal analog, insulin basal NPH mempunyai
variasi penyerapan yang lebih lebar dari hari ke hari, tidak cukup panjang kerjanya
hingga kurang memadai sebagai insulin basal ideal (bekerja selama 24 jam), dan lebih
sering menyebabkan efek samping hipoglikemia.
Dosis insulin basal pada awal pemberiannya adalah 10 unit perhari, yang dapat
diberikan pada saat sebelum tidur (kerja menengah atau panjang) atau pagi hari (kerja
panjang). Untuk penyesuaian dosis harian, dosis insulin dapat dinaikkan 2 unit setiap
tiga hari jika sasaran glukosa kadar darah puasa belum tercapai (antara 70130 mg/dl).
Dapat juga dinaikkan 4 unit setiap tiga hari jika kadar glukosa darah puasa masih diatas
180 mg/dl (Tabel IV.2).
10
11
12
premixed dari dua kali sehari menjadi tiga kali sehari adalah: tambahkan 26 unit atau
10% dosis total harian insulin premixed sebelum makan siang. Penurunan dosis pagi (2
sampai 4 unit) mungkin diperlukan setelah penambahan dosis siang hari. Pada
penggunaan insulin premixed ini dianjurkan untuk mentitrasi setiap tiga hari, namun
untuk kepentingan praktis dapat dilakukan setiap minggu. Untuk selanjutnya secara
bertahap menghentikan sulfonilurea dan tetap meneruskan metformin; glitazon
sebaiknya dihentikan pada penggunaan insulin.
E. Cara Pemberian Insulin
Cara pemberian insulin yang umum dilakukan adalah dengan semprit insulin (1
cc dengan skala 100 unit per cc) dan jarum, pen insulin, atau pompa insulin
(Continuous Subcutaneous Insulin Infusion [CSII]). Beberapa tahun yang lalu
penggunaan semprit dengan jarum adalah yang terbanyak digunakan, tetapi kini banyak
pasien yang lebih nyaman menggunakan pen insulin. Hal ini karena lebih sederhana dan
mudah dalam penggunaannya disamping jarumnya juga lebih kecil sehingga lebih
nyaman pada saat diinjeksikan. Penggunaan CSII masih terbatas di Indonesia, karena
sangat membutuhkan keterampilan pasien dan harganya relative mahal. Meskipun
demikian, cara ini merupakan cara pemberian yang paling mendekati keadaan fisiologis.
Penggunaan pen insulin kini lebih mudah dan nyaman dibandingkan semprit dan
jarum. Penggunaannya lebih mudah dan nyaman, pengaturan dosisnya lebih akurat, dan
bisa dibawa kemanamana dengan mudah pula.
F. Sasaran Terapi
Banyak anjuran yang diajukan oleh berbagai pusat atau asosiasi keahlian dalam
hal sasaran kendali glikemik. Apa yang dianjurkan oleh ADA (2010) merupakan salah
satu anjuran yang bias digunakan dalam praktik seharihari karena untuk pemeriksaan
kadar glukosa darah digunakan darah kapiler. Sasaran A1C dibawah 7% juga
merupakan sasaran yang memadai untuk pasien di Indonesia. Meskipun demikian, pada
pasien dengan keadaan tertentu maka dapat dipertimbangkan sasaran kendali glikemik
yang kurang ketat (<7,5%). Perlu diketahui dari laporan beberapa uji klinik besar
belakangan ini bahwa sasaran A1C yang terlalu ketat terutama pada usia lanjut dan
penyakit kardiovaskular menyebabkan angka kematian yang lebih tinggi. Salah satu
alasannya adalah kelompok ini lebih mudah jatuh ke dalam keadaan hipoglikemia dan
mudah terjadi fluktuasi kadar glukosa darah yang membahayakan jantung dan otak.
13
14
15
demikian, sebagian besar pasien yang dirawat di rumah sakit mempunyai stres akut
yang memicu peningkatan glukosa darah seperti adanya penyakit tambahan, komplikasi
dari diabetesnya atau yang akan menjalani pembedahan, sehingga memerlukan terapi
insulin untuk dapat menurunkan glukosa darahnya dengan cepat. Memang, dalam
keadaan yang memerlukan regulasi glukosa darah yang relative cepat dan tepat, insulin
adalah yang terbaik karena kerjanya cepat dan dosisnya dapat disesuaikan dengan hasil
kadar glukosa darah.
Seperti halnya terapi insulin pada pasien diabetes yang menjalani rawat jalan,
prinsip terapi insulin untuk pasien yang dirawat inap adalah sama. Mungkin
memerlukan terapi kombinasi oral dan insulin atau insulin saja. Terapi insulin diberikan
dengan cara subkutan secara terprogram atau terjadwal (tiga kali insulin prandial, 12
kali insulin basal, dan kalau diperlukan ditambah insulin koreksi atau suplemen). Pada
keadaan tertentu misalnya karena suatu penyakit, stres atau pemberian glukokortikoid,
selama perawatan terjadi fluktuasi kadar glukosa darah dan ini memerlukan injeksi
insulin prandial tambahan. Insulin prandial tambahan ini dikenal dengan nama insulin
koreksi atau insulin suplemen.
Secara umum, kebutuhan insulin dapat diperkirakan sebagai berikut: insulin
basal sebanyak 50% dari kebutuhan insulin harian total yaitu sekitar 0,2 unit/kg berat
badan; insulin prandial sebanyak 50% dari kebutuhan insulin harian total.
Untuk sebagian besar pasien bukan penyakit kritis yang diterapi dengan insulin,
sasaran glukosa darah sebelum makan umumnya <140 mg/dL dengan glukosa darah
acak <180 mg/dL, sepanjang sasaran ini dicapai dengan aman (tanpa hipoglikemia).
Untuk menghindari hipoglikemia, dosis terapi insulin hendaknya dinilai kembali jika
glukosa darah turun <100 mg/dL. Jika glukosa darah turun dibawah 70 mg/dL, harus
dilakukan modifikasi dosis.
Pemantauan glukosa darah di tempat rawat dengan glukometer dilakukan
sebelum makan dan waktu tidur bagi sebagian besar pasien dengan pola makan seperti
biasa. Pasien yang mendapatkan nutrisi enteral berkesinambungan (continuous enteral
feeding) atau nutrisi parenteral, pemantauan glukosa darah dilakukan setiap 4 jam.
Hingga saat ini belum ada rekomendasi yang mutlak mengenai kapan menggunakan
pemantauan glukosa darah mandiri. Hal ini tergantung dari individu, keadaan penyakit,
regimen pengobatan, stabilitas gula darah, serta biaya. Langkah pertama dalam
16
17
protokol lokal atau sesuai dengan sarana yang tersedia. Protokol manapun yang diacu,
yang penting hindari pasien jatuh ke hipoglikemia. Walaupun demikian, luaran yang
buruk dari mereka yang dirawat di ruang terapi intensif ini bukan hanya disebabkan
oleh karena hipoglikemia.
Faktorfaktor lainnya yang menyumbang luaran pasien adalah:
sistem pemantauan,
fluktuasi kadar glukosa darah,
hipokalemia,
asupan hipokalorik selama perawatan (tunjangan nutrisi yang kurang adekuat),
hipotensi atau hipovolumia,
dan berbagai macam keadaan morbid yang mendasari (gangguan saluran cerna, gagal
hati atau ginjal, defisiensi hormon kontraregulasi glukosa akibat insufisiensi pituitari
dan adrenal).
Pasien yang mendapatkan terapi insulin infus intravena biasanya akan
membutuhkan transisi ke insulin subkutan jika mereka memulai memakan makanan
biasa atau mereka akan pindah ke ruang biasa. Biasanya, dosis insulin subkutan
diberikan antara 7580% dari dosis insulin infuse intravena harian total, yang kemudian
dibagi proporsional menjadi komponen basal dan prandial. Perlu dicatat, bahwa insulin
subkutan harus diberikan 14 jam sebelum infus insulin intravena dihentikan untuk
mencegah hiperglikemia (Tabel V.2).
18
19
karena pemulihan masa otot dan lemak. Adanya asupan tambahan akibat kejadian
hipoglikemia, atau asupan makan yang lebih banyak karena merasa menggunakan
insulin juga dapat menyebabkan peningkatan berat badan. Penggunaan insulin detemir
sebagai insulin basal memberikan peningkatan berat badan yang lebih rendah
dibandingkan obat insulin yang lainnya.
D. Edema Insulin
Edema dapat terjadi pada pasien yang memiliki kendali glikemik yang buruk (termasuk
pasien dengan ketoasidosis) akibat retensi garam dan air yang akut. Edema akan
menghilang secara spontan dalam beberapa hari. Kalau diperlukan untuk sementara
dapat diberikan terapi diuretik. Edema pada pemberian insulin juga dapat terjadi pada
penggunaannya bersamaan dengan obat oral golongan glitazon. Kalau efek samping
tersebut menyebabkan perburukan klinik, maka sebaiknya obat golongan glitazon
dihentikan.
E. Lipoatrofi atau Lipohipertrofi
Suntikan insulin yang kurang murni ke dalam lemak subkutan kadangkadang dapat
menyebabkan kehilangan lemak terlokalisasi. Dengan insulin yang murni yang ada
belakangan ini, masalah ini jarang terjadi. Jika insulin disuntikkan di sekitar tempat
yang terjadi lipoatrofi, maka lemak subkutan akan kembali dalam beberapa bulan
sampai tahun. Kebalikan dengan liupoatrofi, lipohipertrofi mungkin terjadi pada tempat
suntikan. Tempat suntikan akan membengkak akibat penumpukan lemak subkutan
karena suntikan yang berulang. Sensitivitas nyeri mungkin berkurang pada tempat
tersebut, juga akan terjadi peningkatan masa jaringan ikat fibrosa. Penyerapan insulin
yang disuntikkan pada tempat lipohipertrofi mungkin tidak teratur dan tidak bisa
diramalkan. Penyuntikan dengan cara rotasi akan menghindari kejadian lipohipertrofi.
Dan jaringan yang bertambah akan berkurang secara perlahan bersamaan dengan waktu.
20
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. Standards of Medical Care in Diabetes2010.
Diabetes Care 2010; 33: S11S61.
Balasubramanyam A. Intensive Glycemic Control in the Intensive Care Unit: Promises
and Pitfalls. J Clin Endocrinol Metab. February 2009; 94:416417.
Dandona P,Aljada A, Chaudhuri A, Mohanty P, Garg R. Metabolic Syndrome. A
Comprehensive Perspective Based on Interactions Between Obesity,Diabetes, and
Inflammation.Circulation 2005; 111: 14481454.
Gisela Del Carmen De La Rosa GDC, Donado JH, Restrepo AH,Quintero AM,
Gonzlez LG, Saldarriaga NE, Bedoya M,Toro JM, Velsquez JB, Valencia JC, Arango
CM,Aleman PH, Vasquez PM, Chavarriaga JC, Yepes A,Pulido W, Cadavid CA and
Grupo de Investigacion en Cuidado intensivo: GICIHPTU. Strict glycaemic control in
patients hospitalised in a mixedmedical and surgical intensive care unit: a randomised
clinical trial. Critical Care 2008, 12:R120 (doi:10.1186/cc7017).
Griesdale DEG, de Souza RJ, van Dam RM,Heyland DK, Cook DJ, Malhotra A,
Dhaliwal R, Henderson WR, Chittock DR, Finfer S, Talmor D. Intensive insulin therapy
and mortality among critically illpatients: a metaanalysis including NICESUGAR
study data. CMAJ 2009;180:821827.
Moghissi ES, Korytkowski MT, Dinardo M, Einhorn D, Hellman R, Hirsch IB, Inzucchi
SE, Ismail Beigi F, Kirkman MS, Umpierrez GE. American Association of Clinical
Endocrinologists and American Diabetes Association Consensus Statement on Inpatient
Glycemic Control. Diabetes care 2009; 32: 11191131.
Nathan DM,Buse JB, Davidson MB, Ferrannini E, Holman RR, Sherwin R, Zinman B.
Medical Management of Hyperglycemia inType 2 Diabetes: A Consensus Algorithm for
the Initiation and Adjustment of Therapy. A consensus statement of the American
21
Diabetes Association and the European Association for the Study of Diabetes Diabetes
Care 2009; 32:193203.
Pollex EK, Feig DS, Lubetsky A, Yip PM, Koren G. Pollex EK Insulin Glargine Safety
in Pregnancy. A transplacental transfer study. Diabetes Care 2010; 33:2933.
Raccah D. Options for the Intensification of Insulin Therapi When Basal Insulin is Not
Enough in Type 2 Diabetes Mellitus. Diabetes Ob Met 2008; 10: 7682.
Rodbard
HW, Jellinger
PS,
Davidson
JA,Einhorn
D,Garber
AJ,Grunberger
22