Anda di halaman 1dari 25

Naufal Kamal Yurnadi

1102014289
SASARAN BELAJAR
LO 1. Memahami dan Menjelaskan Limfadenopati
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
1.10

Definisi
Etiologi
Klasifikasi
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Diagnosis dan Diagnosis Banding
Penatalaksanaan
Pencegahan
Komplikasi
Prognosis

LO 1 Memahami dan Menjelaskan Limfadenopati


1.1

Definisi

Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran lebih besar
dari 1 cm. Kepustakaan lain mendefinisikan limfadenopati sebagai abnormalitas ukuran atau
karakter kelenjar getah bening. Terabanya kelenjar getah bening supraklavikula, iliaka, atau
poplitea dengan ukuran berapa pun dan terabanya kelenjar epitroklear dengan ukuran lebih
besar dari 5 mm merupakan keadaan abnormal.

1.2
Etiologi
Penyebab yang paling sering limfadenopati adalah:
a. Infeksi
Infeksi virus
Infeksi yang disebabkan oleh virus pada saluran pernapasan bagian atas seperti
Rinovirus, Parainfluenza Virus, influenza Virus, Respiratory Syncytial Virus (RSV),
Coronavirus, Adenovirus ataupun Retrovirus.
Virus lainnya, yaitu Epstein Barr Virus (EBV), Cytomegalovirus (CMV), Rubela,
Rubeola, Varicella-Zooster Virus, Herpes Simpleks Virus, Coxsackievirus, dan Human
Immunodeficiency Virus (HIV).
Infeksi HIV sering menyebabkan limfadenopati serivikalis yang merupakan salah
satu gejala umum infeksi primer HIV. Infeksi primer atau akut adalah penyakit yang
dialami oleh sebagian orang pada beberapa hari atau minggu setelah tertular HIV.
Gejala lain termasuk demam dan sakit kepala, dan sering kali penyakit ini dianggap
penyakit flu (influenza like illness).
Segera setelah seseorang terinfeksi HIV, kebanyakan virus keluar dari darah.
Sebagian melarikan diri ke sistem limfatik untuk bersembunyi dan menggandakan diri
dalam sel di KGB, diperkirakan hanya sekitar 2% virus HIV ada dalam darah. Sisanya
ada pada sistem limfatik, termasuk limpa, lapisan usus dan otak. Pada penderita HIV
positif, aspirat KGB dapat mengandung immunoblas yang sangat banyak. Pada
beberapa kasus juga tampak sel-sel imatur yang banyak. Pada fase deplesi, pada aspirat
sedikit dijumpai sel folikel, immunoblas dan tingible body macrophage, tetapi banyak
dijumpai sel-sel plasma.
Limfadenopati generalisata yang persisten (persistent generalized lymphadenopathy
/ PGL) adalah limfadenopati pada lebih dari dua tempat KGB yang berjauhan, simetris
dan bertahan lama. PGL adalah gejala khusus infeksi HIV yang timbul pada lebih dari
50% Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dan PGL ini sering disebabkan oleh infeksi
HIV-nya itu sendiri. PGL biasanya dialami waktu tahap infeksi HIV tanpa gejala,
dengan jumlah CD4 di atas 500, dan sering hilang bila kadar CD4 menurun hingga
kadar CD4 200. Kurang lebih 30% orang dengan PGL juga mengalami splenomegali.
Batasan limfadenopati pada infeksi HIV adalah sebagai berikut:
- Melibatkan sedikitnya dua kelompok kelenjar getah bening
- Sedikitnya dua kelenjar yang simetris berdiameter lebih dari 1 cm dalam setiap
kelompok
- Berlangsung lebih dari satu bulan
- Tidak ada infeksi lain yang menyebabkannya
Pembengkakan kelenjar getah bening bersifat tidak sakit, simetris dan kebanyakan
terdapat di leher bagian belakang dan depan, di bawah rahang bawah, di ketiak serta di
2

tempat lain, tidak termasuk di inguinal. Biasanya kulit pada kelenjar yang bengkak
karena PGL akibat HIV tidak berwarna merah. Kelenjar yang bengkak kadang kala sulit
dilihat, dan lebih mudah ditemukan dengan cara menyentuhnya. Biasanya kelenjar ini
berukuran sebesar kacang polong sampaisebesar buah anggur.

Infeksi bakteri
Peradangan KGB (limfadenitis) dapat disebabkan Streptokokus beta hemolitikus
Grup A atau Staphylococcus aureus. Bakteri anaerob bila berhubungan dengan caries
dentis dan penyakit gusi, radang apendiks atau abses tubo-ovarian.
Pada awal infeksi, aspirat mengandung campuran neutrofil dan limfosit. Kemudian
mengandung bahan pirulen dari neutrofil dan massa debris. Limfadenitis bakterial akut
biasanya menyebabkan KGB berwarna merah, panas dan nyeri tekan. Biasanya
penderita demam dan terjadi leukositosis neutrofil pada pemeriksaan darah tepi.
Pada infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis, aspirat tampak karakteristik sel
epiteloid dengan latar belakang limfosit dan sel plasma. Sel epiteloid berupa sel bentuk
poligonal yang lonjong dengan sitoplasma yang pucat, batas sel yang tidak jelas,
kadang seperti koma atau inti yang berbentuk seperti bumerang yang pucat, berlekuk
dengan kromatin halus.

b. Keganasan
Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma dan limfoma juga
dapat menyebabkan limfadenopati. Diagnosis defenitif suatu limfoma membutuhkan
tindakan biopsi eksisi, oleh karena itu diagnosis subtipe limfoma dengan menggunakan
biopsi aspirasi jarum halus masih merupakan kontroversi. Aspirat Limfoma non-Hodgkin
berupa populasi sel yang monoton dengan ukuran sel yang hampir sama. Biasanya tersebar
dan tidak berkelompok.
Diagnostik sitologi Limfoma Hodgkin umumnya dibuat dengan ditemukannya tanda
klasik yaitu sel Reed Sternberg dengan latar belakang limfosit, sel plasma, eosinofil dan
histiosit. Sel Reed Sternberg adalah sel yang besar dengan dua inti atau multinucleated
dengan sitoplasma yang banyak dan pucat.
Metastasis karsinoma merupakan penyebab yang lebih umum dari limfadenopati
dibandingkan dengan limfoma, khususnya pada penderita usia lebih dari 50 tahun. Dengan
teknik biopsi aspirasi jarum halus lebih mudah mendiagnosis suatu metastasis karsinoma
daripada limfoma.
c. Penyakit lainnya yang salah satu gejalanya adalah limfadenopati adalah penyakit
Kawasaki, penyakit Kimura, penyakit Kikuchi, penyakit Kolagen, penyakit Cat-scratch,
penyakit Castleman, Sarcoidosis, Rhematoid arthritis dan Sisestemic lupus erithematosus
(SLE).
d. Obat-obatan dapat menyebabkan limfadenopati generalisata. Limfadenopati dapat timbul
setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti
allupurinol, atenolol, captopril, carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin,
pirimetamine, quinidine, sulfonamida, sulindac).
e.

Imunisasi dilaporkan juga dapat menyebabkan limfadenopati di daerah leher, seperti


setelah imunisasi DPT, polio atau tifoid.

Meskipun demikian, masing-masing penyebab tidak dapat ditentukan hanya dari


pembesaran KGB saja, melainkan dari gejala-gejala lainnya yang menyertai pembesaran
KGB tersebut.
Etiologi Secara Patologi Anatomi
1. Limfadenitis Akut Non Spesifik
Limfadenitis ini bentuknya terbatas pada sekelompok kelenjar getah bening yang
mendrainase suatu fokus infeksi, atau mungkin generalisata apabila terjadi infeksi bakteri
atau virus sistemik. Secara histologis, tampak pusat germinativum besar yang
memperlihatkan banyak gambaran mitotik. Apabila keadaan ini disebabkan oleh
organisme piogenik, disekitar folikel dan di dalam sinus limfoid ditemukan infiltrat
neutrofilik. Pada infeksi yang parah, pusat germinativum mengalami nekrosis sehingga
terbentuk abses. Apabila infeksi terkendali, kelenjar getah bening akan kembali tampak
normal atau terjadi pembentukan jaringan parut apabila dekstruktif.
Makroskopik: KGB membengkak, abu-abu kemerahan
Mikroskopik: sentrum germinativum besar dengan beberapa mitosis.
2. Limfadenitis Kronik Non Spesifik
Menimbulkan tiga pola, bergantung pada agen penyebabnya: hiperplasia folikel,
hiperplasia limfoid parakorteks, atau histiositosis sinus.
Hiperplasia folikel
Disebabkan oleh proses yg mengaktivasi respon imun humoral (sel B). Beberapa
penyebabnya adalah artritis reumatoid, toksoplasmosis dan HIV. Diagnosis banding:
limfoma folikuler.
Beberapa hal yang dapat membantu diagnosis hiperplasia folikular:
- Masih terlihat susunan kelenjar limfe dengan jaringan limfoid normal diantara
sentrum germinativum
- Variasi bentuk & ukuran nodul limfoid yang jelas
- Campuran populasi limfosit dalam berbagai tahap diferensiasi
- Fagositik lebih banyak dalam sentrum germinativum
Mikroskopik: sentrum germinativum berukuran besar, terdapat dua daerah, yaitu zona
gelap mengandung sel B blast (sentroblast) dan zona terang mengandung sel B berinti
irregular atau cleave / terbelah (sentrosit)

Hiperplasia limfoid parakortikal


Hiperplasia ini disebabkan oleh proses yang mengaktivasi respon imun selular (sel
T) yang ditandai dengan perubahan reaktif di dalam daerah sel T yang mengalami
proliferasi dan transformasi menjadi imunoblas. Hiperplasia limfoid parakortikal dapat
ditemukan pada infeksi virus akut atau pasca vaksinasi dan induksi obat tertentu
(misalnya fenitoin / dilantin)

Histiositosis sinus (hiperplasia retikular)


Ditandai dengan pelebaran dan penonjolan sinusoid limfatik akibat hipertrofi sel
endotelial dan infiltrasi histiosit. Hiperplasia ini sering ditemukan pada kelenjar limfe
yang mendrainase kanker dan dapat mencerminkan adanya suatu respon imun terhadap
tumor.

3. Limfadenitis Kronik Spesifik (Tuberkulosis)


Limfadenitis tuberkulosis merupakan peradangan kelenjar getah bening yang
disebabkan spesies Mycobacterium tuberculosis sehingga dikatakan limfadenitis spesifik.
Limfadenitis TB dalam mikroskopis tampak kumpulan sel epiteloid dikelilingi oleh
limfosit membentuk tubercle (soft maupun hard tubercle) disertai nekrosis kaseosa pada
daerah tengah dari soft tubercle. Terdapat sel datia langhans (tapal kuda) dan banyak
infiltrasi sel-sel radang mononuklear (MN).
Makroskopik: berwarna putih kecoklatan, konsistensi lunak, pada penampang tampak
bagian yang nekrosis
Mikroskopik: sediaan kelenjar getah bening dengan kapsul jaringan ikat fibrosa yang
menebal. Tampak tuberkel-tuberkel dari sel-sel epiteloid, sebagian dengan nekrosis sentral
serta nekrosis luas. Tampak pula sebukan sel-sel radang menahun dan sel Datia Langhans.

4. Limfoma Non Hodgkin


Limfoma Non-Hodgkin terbagi atas sel Limfoma Sel T & B dimana sel Limfoma Sel B
kemudian terbagi lagi menjadi beberapa Limfoma kelas rendah atau kelas tinggi. Sulit
untuk menentukan penyebab pasti untuk pasien Limfoma Non-Hodgkin. Akan tetapi
beberapa faktor yang diketahui terkait dengan perkembangan Limfoma. Faktor-faktor
tersebut meliputi virus seperti HIV (Human Immunodeficiency Virus), Virus Epstein Barr
(EBV), HTLV-1 dan HHV-8. Faktor lainnya yang menjadi faktor penyebab adalah
karsinogen yang ada di lingkungan sekitar serta kelainan genetik tertentu seperti WiskottAldrich Syndrome
Gejala-gejala yang paling umum terjadi adalah:

Demam terus menerus dan berulang

Hilangnya berat badan tanpa alasan

Membengkaknya kelenjar getah bening

Keringat yang timbul di malam hari

Hilangnya selera makan


Klinik: limfadenopati lokal atau generalisata yangg tidak nyeri, diikuti splenomegali,
hepatomegali & terjangkitnya organ viseral, konsistensi lunak, abu-abu. Bila sudah lanjut
kelenjar yang terkena akan bersatu & melekat ke jaringan sekitar. Lebih banyak pada
usia lanjut, tetapi dapat ditemukan pada anak-anak.
Makroskopik: konsistensi kenyal, penampang putih pucat
5

Mikroskopik: Struktur folikel limfoid sudah tidak jelas lagi, tampak sel-sel tumor
berukuran lebih besar dari sel limfosit dengan inti hiperkromatik, kromatin menggumpal
dan tersebar difus. Tumor ini merupakan Diffuse non-Hodgkin lymphoma, lymphocytic
type.

5. Limfoma Hodgkin
Limfoma Hodgkin adalah kondisi medis yang ditandai dengan kanker pada sistem
getah bening (bagian dari sistem kekebalan tubuh yang mengalirkan saluran getah bening
menuju jantung). Kondisi ini berkembang ketika limfosit, biasanya sel B, berubah menjadi
kanker akibat mutasi genetik yang penyebabnya tidak diketahui. Sel-sel B yang mutasi ini
diketahui sebagai sel Reed-Sternberg (R-S), yang terus membelah dan menghasilkan selsel abnormal lebih banyak, yang menyebar melalui sistem getah bening ke kelenjar getah
bening yang berdekatan dan bahkan ke organ di luar sistem getah bening. Penderita
limfoma Hodgkin biasanya menunjukkan gejala tidak nyeri, pembengkakan kelenjar getah
bening di leher, lipat paha atau daerah ketiak.

Perjalanan penyakit:
Mula-mula hanya pembesaran 1 atau lebih KGB tanpa nyeri
Lalu timbul gejala demam, keringat malam, berat badan menurun, gatal
Prognosis ditentukan dari tingkat penyebaran tumor
Makroskopik: Jaringan kelenjar getah bening, putih kecoklatan, konsistensi kenyal
padat
Mikroskopik: Struktur folikel sudah tidak jelas lagi, tampak sel-sel tumor berukuran
besar dengan inti besar, satu atau beberapa inti yang disebut sel Reed-Sternberg, ada
sel-sel inflamasi non neoplastik, serta eosinofil, tampak susunan sklerotik noduler.

Gambaran limfoma Hodgkin: sel reed sternberg, eosinofil


6

Gambaran Limfoma Hodgkin sklerotik noduler

1.3
Klasifikasi
Berdasarkan luas, limfadenopati:
Generalisata: limfadenopati pada 2 atau lebih regio anatomi yang berbeda.
Lokalisata: limfadenopati pada 1 regio.
Dari semua kasus pasien yang berobat ke sarana layanan kesehatan primer, sekitar
penderita datang dengan limfadenopati lokalisata dan 1/4 sisanya datang dengan
limfadenopati generalisata.
1.4

Patofisiologi

Limfadenopati atau hiperplasia limfoid adalah pembesaran kelenjar limfe sebagai respons
terhadap proliferasi limfosit T atau limfosit B. Limfadenopati biasanya terjadi setelah infeksi
suatu mikroorganisme. Limfadenopati regional merupakan indikasi adanya infeksi lokal,
sedangkan limfadenopati generalisata biasanya merupakan indikasi adanya infeksi sistemik
seperti AIDS atau gangguan autoimun seperti artritis reumatoid atau lupus eritematosus
sistemik. Biasanya, limfadenopati dapat mengindikasikan adanya keganasan. (Corwin, 2009).
Limfadenopati adalah suatu tanda dari infeksi berat dan terlokalisasi. Limfadenopati terjadi
bila limfonodus local dan pembuluh darah mengalirkan materi terinfeksi, yang tertangkap
dalam jaringan folikular nodus. Peningkatan aliran limfatik adalah karakteristik dari inflamasi
local. Bila terjadi inflamasi pembuluh limfatik dsebut limfangitis dan bila inflamasi
mempengaruhi limfonodus disebut limfadenitis. Sistem limfe membantu mempertahankan
infeksi tetap terlokalisasi dan terisolasi dari aliran darah.
Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan sistem vaskular darah.
Biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam saluran limfe jaringan, dan limfe
yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan dan akhirnya bergabung kembali kedarah vena.
Bila daerah terkena radang, biasanya terjadi kenaikan yang menyolok pada aliran limfe dari
daerah itu. Telah diketahui bahwa dalam perjalanan peradangan akut, lapisan pembatas
pembuluh limfe yang terkecil agak meregang, sama seperti yang terjadi pada venula, dengan
demikian memungkinkan lebih banyak bahan interstisial yang masuk kedalam pembuluh
limfe. Bagaimanapun juga, selama peradangan akut tidak hanya aliran limfe yang bertambah,
tetapi kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan cara yang sama.
Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe menguntungkan
karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang meradang dengan
7

mengosongkan sebagian dari eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang dapat menimbulkan


cedera dapat dibawa oleh pembuluh limfe dari tempat peradangan primer ketempat yang jauh
dalam tubuh. Dengan cara ini, misalnya, agen-agen yang menular dapat menyebar.
Penyebaran sering dibatasi oleh penyaringan yang dilakukan oleh kelenjar limfe regional
yang dilalui oleh cairan limfe yang bergerak menuju kedalam tubuh, tetapi agen atau bahan
yang terbawa oleh cairan limfe mungkin masih dapat melewati kelenjar dan akhirnya
mencapai aliran darah. (Price, 1995; 39 - 40).
Beberapa plasma dan sel-sel (misalnya, sel-sel kanker, infeksi mikroorganisme) dalam ruang
interstitial, bersama dengan bahan tertentu seluler, antigen, dan partikel asing memasuki
pembuluh limfatik, menjadi cairan limfatik. Kelenjar getah bening menyaring cairan limfatik
dalam perjalanan ke sirkulasi vena sentral, menghilangkan sel-sel dan bahan lainnya. Proses
penyaringan juga menyajikan antigen ke limfosit yang terkandung dalam node. Respon imun
dari limfosit ini melibatkan proliferasi sel, yang dapat menyebabkan node untuk
memperbesar (limfadenopati reaktif). Mikroorganisme patogen dilakukan dalam cairan
limfatik dapat langsung menginfeksi node, menyebabkan limfadenitis (lihat Limfadenitis),
dan sel-sel kanker dapat mengajukan dan berkembang biak dalam kelenjar.

Peradangan Kenaikan Penembusan Cairan Interstisial ke dalam saluran limfa


jaringan Cairan Limfe, protein dan sel cairan limfe bertambah Pembengkakan
KGB

Sel bereplikasi dalam merespon antigen Sel-sel netrofil atau sel neoplasma
metatastik memasuki nodus dalam jumlah besar Bahan asing disimpan di dalam sel
histiosit Pelepasan sitokin lokal menyebabkan pembengkakan pembuluh darah dan
edema Jaringan nekrosis menyebabkan nanah

Principles and Practice of Pediatric Infectious Diseases


by Sarah S. Long, Larry K. Pickering, and Charles G. Prober
4th edition published by Elsevier

1.5

Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala secara umum:

Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38 oC.


Sering keringat malam.
Kehilangan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan.
Timbul benjolan di bagian leher.

Penyebab
Keganasan
- Limfoma

Karakteristik

Diagnostik

- Leukemia

Memar, splenomegali

Demam,
keringat
malam, Biopsi kelenjar
penurunan
berat badan, asimptomatik

Pemeriksaan hematologi, aspirasi

sumsum tulang
- Neoplasma kulit

Lesi kulit karakteristik

Biopsi lesi

- Sarkoma Kaposi

Lesi kulit karakteristik

Biopsi lesi

- Metastasis

Bervariasi
primer

Infeksi
- Bruselosis

tergantung

tumor Biopsi

Demam, menggigil, malaise

Kultur darah, serologi

- Cat-scratch disease

Demam,
menggigil,
asimptomatik

atau Diagnosis klinis, biopsi

- CMV

Hepatitis,
pneumonitis, Antibodi CMV, PCR
asimptomatik,
infl uenza-like illness

- HIV, infeksi primer

Nyeri, promiskuitas seksual

HIV RNA

Limfogranuloma Demam, malaise, splenomegali


venereum

Diagnosis klinis, titer MIF

- Mononukleosis

Demam, eksudat orofaringeal

Pemeriksaan hematologi, Monospot,


serologi EBV

- Faringitis

Ruam karakteristik, demam

Kultur tenggorokan

- Rubela

Demam,
keringat
hemoptisis,
riwayat kontak

malam, Serologi

- Tuberkulosis

Demam,
gigitan

tempat PPD, kultur sputum, foto toraks

ulkus

pada

- Tularemia

Kultur darah, serologi


Demam, konstipasi, diare, sakit
kepala, nyeri perut, rose spot

- Demam tifoid

Ruam, ulkus tanpa nyeri

Kultur darah, kultur sumsum tulang

- Sifilis

Demam, mual, muntah, diare, Rapid plasma reagin


ikterus

- Hepatitis virus

Artritis, nefritis, anemia, ruam,


penurunan berat badan

Serologi hepatitis, uji fungsi hati

Autoimun
Artitis simetris, kaku pada pagi Klinis,
ANA,ds
Lupus
eritematosus hari, demam
hematologi
9

DNA,

LED,

sistemik
- Artritis reumatoid

Perubahan kulit, kelemahan otot


Proksimal

- Dermatomiositis

Keratokonjungtivitis, gangguan EMG, kreatin kinase serum, biopsi


ginjal, vaskulitis
otot

- Sindrom Sjogren

Demam,
strawberry
Tongue

konjungtivitis, Uji Schimmer, biopsi bibir, LED,


Hematologi

Lain-lain/kondisi taklazim
- Penyakit Kawasaki
Perubahan
kulit,
dispnea,
adenopati
Hilar
- Sarkoidosis
Demam, urtikaria, fatigue
Iatrogenik
- Serum sickness
Limfadenopati asimptomatik
- Obat

1.6

Klinis, radiologi, faktor reumatoid,


LED,Hematologi

Diagnosis dan Diagnosis Banding


10

Kriteria klinis
ACE serum, foto toraks, biopsi paru/
kelenjar hilus
Klinis, kadar komplemen
Penghentian obat

11

Diagnosis
Diagnosis limfadenopati memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang apabila diperlukan.
a. Anamnesis
Umur penderita dan lamanya limfadenopati
Kemungkinan penyebab keganasan sangat rendah pada anak dan meningkat seiring
bertambahnya usia. Kelenjar getah bening teraba pada periode neonatal dan sebagian
besar anak sehat mempunyai kelenjar getah bening servikal, inguinal, dan aksila yang
teraba. Sebagian besar penyebab limfadenopati pada anak adalah infeksi atau penyebab
yang bersifat jinak.
Berdasarkan sebuah laporan, dari 628 penderita yang menjalani biopsi karena
limfadenopati, penyebab yang jinak dan swasirna (self-limiting) ditemukan pada 79%
penderita berusia kurang dari 30 tahun, 59% penderita antara 31-50 tahun, dan 39%
penderita di atas 50 tahun.
Di sarana layanan kesehatan primer, penderita berusia 40 tahun atau lebih dengan
limfadenopati mempunyai risiko keganasan sekitar 4%. Pada usia di bawah 40 tahun,
risiko keganasan sebagai penyebab limfadenopati sebesar 0,4%.2 Limfadenopati yang
berlangsung kurang dari 2 minggu atau lebih dari 1 tahun tanpa progresivitas ukuran
mempunyai kemungkinan sangat kecil bahwa etiologinya adalah keganasan.

Lokasi
12

Lokasi pembesaran KGB pada dua sisi leher secara mendadak biasanya disebabkan
oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada infeksi oleh penyakit kawasaki
umumnya pembesaran KGB hanya satu sisi saja. Apabila berlangsung lama (kronik)
dapat disebabkan infeksi oleh Mycobacterium, Toksoplasma, Epstein Barr Virus atau
Citomegalovirus.

Gejala penyerta
Gejala konstitusi, seperti fatigue, malaise, dan demam, sering menyertai
limfadenopat servikal dan limfositosis atipikal pada sindrom mononukleosis. Demam,
keringat malam, dan penurunan berat badan lebih dari 10% dapat merupakan gejala
limfoma B symptom. Pada limfoma Hodgkin, B symptom didapatkan pada 8% penderita
stadium I dan 68% penderita stadium IV. B symptom juga didapatkan pada10%
penderita limfoma non-Hodgkin. Gejala artralgia, kelemahan otot, atau ruam dapat
menunjukkan kemungkinan adanya penyakit autoimun, seperti artritis reumatoid, lupus
eritematosus, atau dermatomiositis. Nyeri pada limfadenopati setelah penggunaan
alkohol merupakan hal yang jarang, tetapi spesifik untuk limfoma Hodgkin.
Demam, nyeri tenggorok dan batuk mengarahkan kepada penyebab infeksi saluran
pernapasan bagian atas. Demam, keringat malam dan penurunan berat badan mengarah
kepada infeksi tuberkulosis atau keganasan. Demam yang tidak jelas penyebabnya, rasa
lelah dan nyeri sendi meningkatkan kemungkinan oleh penyakit kolagen atau penyakit
serum (serum sickness), ditambah adanya riwayat pemakaian obat-obatan atau produk
darah.

Riwayat penyakit
Riwayat penyakit sekarang dan dahulu seperti adanya peradangan tonsil
sebelumnya, mengarahkan kepada infeksi oleh Streptococcus, luka lecet pada wajah
atau leher atau tanda-tanda infeksi mengarahkan penyebab infeksi Staphylococcus, dan
adanya infeksi gigi dan gusi juga dapat mengarahkan kepada infeksi bakteri anaerob.
Transfusi darah sebelumnya dapat mengarahkan kepada Citomegalovirus, Epstein Barr
Virus atau HIV.

Riwayat pemakaian obat


Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan
isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti allupurinol, atenolol, captopril, carbamazepine,
cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin, pirimetamine, quinidine, sulfonamida,
sulindac. Pembesaran karena obat umumnya seluruh tubuh (limfadenopati
generalisata).

Riwayat pekerjaan
Paparan terhadap infeksi paparan/kontak sebelumnya kepada orang dengan infeksi
saluran napas atas, faringitis oleh Streptococcus, atau tuberculosis turut membantu
mengarahkan penyebab limfadenopati. Riwayat perjalanan atau pekerjaan, misalnya
perjalanan ke daerah-daerah di Afrika dapat mengakibatkan penyakit Tripanosomiasis,
orang yang bekerja dalam hutan dapat terkena Tularemia.
Pajanan
Anamnesis pajanan penting untuk menentukan penyebab limfadenopati. Pajanan
binatang dan gigitan serangga, penggunaan obat, kontak penderita infeksi dan riwayat
infeksi rekuren penting dalam evaluasi limfadenopati persisten. Pajanan setelah
13

bepergian dan riwayat vaksinasi penting diketahui karena dapat berkaitan dengan
limfadenopati persisten, seperti tuberkulosis, tripanosomiasis, scrub typhus,
leishmaniasis, tularemia, bruselosis, sampar, dan anthrax. Pajanan rokok, alkohol, dan
radiasi ultraviolet dapat berhubungan dengan metastasis karsinoma organ dalam, kanker
kepala dan leher, atau kanker kulit. Pajanan silikon dan berilium dapat menimbulkan
limfadenopati.
Riwayat kontak seksual penting dalam menentukan penyebab limfadenopati inguinal
dan servikal yang ditransmisikan secara seksual. Penderita acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS) mempunyai beberapa kemungkinan penyebab limfadenopati, risiko
keganasan, seperti sarkoma Kaposi dan limfoma maligna non-Hodgkin meningkat pada
kelompok ini. Riwayat keganasan pada keluarga, seperti kanker payudara atau familial
dysplastic nevus syndrome dan melanoma, dapat membantu menduga penyebab
limfadenopati.

b. Pemeriksaan Fisik
Karakter dan ukuran kelenjar getah bening
Secara umum malnutrisi atau pertumbuhan yang terhambat mengarahkan kepada
penyakit kronik seperti tuberkulosis, keganasan atau gangguan sistem kekebalan tubuh.
Karakteristik dari kelenjar getah bening dan daerah sekitarnya harus diperhatikan.
Kelenjar getah bening harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada
tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau
tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.
- Ukuran: normal bila diameter 0,5 cm dan lipat paha >1,5 cm dikatakan abnormal.
- Nyeri tekan: umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan.
- Konsistensi: keras seperti batu mengarah kepada keganasan, padat seperti karet
mengarah kepada limfoma, lunak mengarahkan kepada proses infeksi, fluktuatif
mengarah kepada terjadinya abses/pernanahan.
- Penempelan/bergerombol: beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan
bila digerakkan, dapat terjadi akibat tuberkulosis, sarkoidosis atau keganasan.
Kelenjar getah bening yang keras dan tidak nyeri meningkatkan kemungkinan
penyebab keganasan atau penyakit granulomatosa. Limfoma Hodgkin tipe sklerosa
nodular mempunyai karakteristik terfiksasi dan terlokalisasi dengan konsistensi kenyal.
Limfadenopati karena virus mempunyai karakteristik bilateral, dapat digerakkan, tidak
nyeri, dan berbatas tegas. Limfadenopati dengan konsistensi lunak dan nyeri biasanya
disebabkan oleh inflamasi karena infeksi. Pada kasus yang jarang, limfadenopati yang
nyeri disebabkan oleh perdarahan pada kelenjar yang nekrotik atau tekanan dari kapsul
kelenjar karena ekspansi tumor yang cepat.
Pada umumnya, kelenjar getah bening normal berukuran sampai diameter 1 cm,
tetapi beberapa penulis menyatakan bahwa kelenjar epitroklear lebih dari 0,5 cm atau
kelenjar getah bening inguinal lebih dari 1,5 cm merupakan hal abnormal. Terdapat
laporan bahwa pada 213 penderita dewasa, tidak ada keganasan pada penderita dengan
ukuran kelenjar dibawah 1 cm, keganasan ditemukan pada 8% penderita dengan ukuran
kelenjar 1-2,25 cm dan pada 38% penderita dengan ukuran kelenjar di atas 2,25 cm.
Pada anak, kelenjar getah bening berukuran lebih besar dari 2 cm disertai gambaran
radiologi toraks abnormal tanpa adanya gejala kelainan telinga, hidung, dan
tenggorokan merupakan gambaran prediktif untuk penyakit granulomatosa
14

(tuberkulosis, catscratchdisease, atau sarkoidosis) atau kanker (terutama limfoma).


Tidak ada ketentuan pasti mengenai batas ukuran kelenjar yang menjadi tanda
kecurigaan keganasan. Ada laporan bahwa ukuran kelenjar maksimum 2 cm dan 1,5 cm
merupakan batas ukuran yang memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk menentukan ada
tidaknya keganasan dan penyakit granulomatosa

Lokasi limfadenopati

1. Limfadenopati daerah kepala dan leher


Kelenjar getah bening servikal teraba pada sebagian besar anak, tetapi ditemukan
juga pada 56% orang dewasa. Penyebab utama limfadenopati servikal adalah infeksi,
sedangkan pada anak, umumnya berupa infeksi virus akut yang swasirna. Pada
infeksi mikobakterium atipikal, cat-scratch disease, toksoplasmosis, limfadenitis
Kikuchi, sarkoidosis, dan penyakit Kawasaki, limfadenopati dapat berlangsung
selama beberapa bulan. Limfadenopati supraklavikula kemungkinan besar (54%85%) disebabkan oleh keganasan.
Kelenjar getah bening servikal yang mengalami inflamasi dalam beberapa hari,
kemudian berfluktuasi (terutama pada anak-anak) khas untuk limfadenopati akibat
infeksi Staphylococcus dan Streptococcus. Kelenjar getah bening servikal yang
berfluktuasi dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan tanpa tanda-tanda
inflamasi atau nyeri yang signifikan merupakan petunjuk infeksi Mycobacterium,
mikobakterium atipikal atau Bartonella henselae (penyebab cat scratchdisease).
Kelenjar getah bening servikal yang keras, terutama pada orang usia lanjut dan
perokok menunjukkan metastasis keganasan kepala dan leher (orofaring, nasofaring,
laring, tiroid, dan esofagus). Limfadenopati servikal merupakan manifestasi
limfadenitis tuberkulosa yang paling sering (63-77%kasus), disebut skrofula.
Kelainan ini dapatjuga disebabkan oleh mikobakterium nontuberkulosa.
2. Limfadenopati epitroklear
Terabanya kelenjar getah bening epitroklear selalu patologis. Penyebabnya
meliputi infeksi di lengan bawah atau tangan, limfoma, sarkoidosis, tularemia, dan
sifilis sekunder.
3. Limfadenopati aksila
Sebagian besar limfadenopati aksila disebabkan oleh infeksi atau jejas pada
ekstremitas atas. Adenokarsinoma payudara sering bermetastasis ke kelenjar getah
bening aksila anterior dan sentral yang dapat teraba sebelum ditemukannya tumor
primer. Limfoma jarang bermanifestasi sejak awal atau, apabila bermanifestasi,
hanya dikelenjar getah bening aksila. Limfadenopati antekubital atau epitroklear
dapat disebabkan oleh limfoma atau melanoma di ekstremitas, yang bermetastasis ke
kelenjar getah bening ipsilateral.
4. Limfadenopati supraklavikula
Limfadenopati supraklavikula mempunyai keterkaitan erat dengan keganasan.
Pada penelitian, keganasan ditemukan pada 34% dan 50% penderita. Risiko paling
tinggi ditemukan pada penderita di atas usia 40 tahun. Limfadenopati supraklavikula
kanan berhubungan dengan keganasan di mediastinum, paru, atau esofagus.
Limfadenopati supraklavikula kiri (nodus Virchow) berhubungan dengan keganasan
abdominal (lambung, kandung empedu, pankreas, testis, ovarium, prostat).

15

5. Limfadenopati inguinal
Limfadenopati inguinal sering ditemukan dengan ukuran 1-2 cm pada orang
normal, terutama yang bekerja tanpa alas kaki. Limfadenopati reaktif yang jinak dan
infeksi merupakan penyebab tersering limfadenopati inguinal. Limfadenopati
inguinal jarang disebabkan oleh keganasan. Karsinoma sel skuamosa pada penis dan
vulva, limfoma, serta melanoma dapat disertai limfadenopati inguinal. Limfadenopati
inguinal ditemukan pada 58% penderita karsinoma penis atau uretra.
6. Limfadenopati generalisata
Limfadenopati generalisata lebih sering disebabkan oleh infeksi serius, penyakit
autoimun, dan keganasan, dibandingkan dengan limfadenopati lokalisata. Penyebab
jinak pada anak adalah infeksi adenovirus. Limfadenopati generalisata dapat
disebabkan oleh leukemia, limfoma, atau penyebaran kanker pada stadium lanjut.
Limfadenopati generalisata pada penderita luluh imun (immunocompromised) dan
AIDS dapat terjadi karena tahap awal infeksi HIV, tuberkulosis, kriptokokosis,
sitomegalovirus, toksoplasmosis, dan sarkoma Kaposi. Sarkoma Kaposi dapat
bermanifestasi sebagai limfadenopati generalisata sebelum timbulnya lesi kulit.
Kelompok kelenjar getah bening dan daerah drainasenya dapat dilihat pada gambar
berikut:

16

Kesulitan diagnosis adalah jika anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak mengarah pada
diagnosis tertentu yang dapat dilanjutkan dengan uji spesifik. Tidak ada bukti yang
mendukung manfaat pemberian antibiotik atau steroid pada keadaan ini, bahkan sebaiknya
dihindari karena akan mengaburkan atau memperlambat diagnosis. Belum terdapat
kesepakatan lama observasi yang diperlukan pada keadaan limfadenopati yang tidak
diketahui penyebabnya. Beberapa ahli merekomendasikan perlunya evaluasi lebih spesifik
atau biopsi pada limfadenopati noninguinal yang tidak diketahui penyebabnya dan
berlangsung lebih dari 1 bulan.
c. Biopsi kelenjar

17

Jika diputuskan tindakan biopsi, idealnya dilakukan pada kelenjar yang paling besar,
paling dicurigai, dan paling mudah diakses dengan pertimbangan nilai diagnostiknya.
Kelenjar getah bening inguinal mempunyai nilai diagnostik paling rendah. Kelenjar getah
bening supraklavikular mempunyai nilai diagnostik paling tinggi. Meskipun teknik
pewarnaan imunohistokimia dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifi sitas biopsi
aspirasi jarum halus, biopsi eksisi tetap merupakan prosedur diagnostik terpilih. Adanya
gambaran arsitektur kelenjar pada biopsi merupakan hal yang penting untuk diagnostik
yang tepat, terutama untuk membedakan limfoma dengan hiperplasia reaktif yang jinak.
d. Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mendiagnosis
limfadenopati servikalis. Penggunaan USG untuk mengetahui ukuran, bentuk,
echogenicity, gambaran mikronodular, nekrosis intranodal dan ada tidaknya kalsifikasi.
USG dapat dikombinasi dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis
limfadenopati dengan hasil yang lebih memuaskan, dengan nilai sensitivitas 98% dan
spesivisitas 95%.

CT Scan
CT scan dapat mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan diameter 5 mm atau
lebih. Satu studi yang dilakukan untuk mendeteksi limfadenopati supraklavikula pada
penderita nonsmall cell lung cancer menunjukkan tidak ada perbedaan sensitivitas yang
signifikan dengan pemeriksaan menggunakan USG atau CT scan.

Gambar 6. Gray-scale sonogram metastasis pada KGB. Tampak adanya hypoechoic, round,
tanpa echogenic hilus (tanda panah). Adanya nekrosis koagulasi (tanda kepala panah).
Diagnosis Banding
1. Limfoma Hodgkin (Penyakit Hodgkin)
Limfoma Hodgkin adalah kanker jaringan limfoid, biasanya pada kelenjar limfe dan
limpa. Penyakit ini adalah salah satu jenis kanker yang paling sering dijumpai pada dewasa
muda, terutama pria muda. Penyakit Hodgkin merupakan gangguan klonal yang berasal dari
satu sel abnormal. Populasi sel abnormal tampak diturunkan dari sel B atau yang lebih jarang
dari sel T atau monosit. (Corwin, 2009)
Walaupun tumor yang berasal dari sel T juga ditemukan (jarang), sekarang disepakati
bahwa, pada sebagian besar kasus limfoma Hodgkin adalah neoplasma sel B pusat
18

germinativum yang mengalami transformasi. Prognosis setelah radioterapi dan kemoterapi


agresif untuk pasien dengan penyakit ini, termasuk mereka yang mengidap penyakit
diseminata (stadium III dan IV), umumnya sangat baik. (Kumar, 2007)
Gambaran klinis:
Pembesaran kelenjar limfe tanpa disertai nyeri, terutama di daerah leher dan di bawah
lengan
Dapat timbul demam malam hari dan keringat malam
Penurunan berat badan pada stadium penyakit
(Corwin, 2009)
2. Limfoma maligna non-Hodgkin
Limfoma non-Hodgkin biasanya terjadi pada individu yang lebih lanjut dan biasanya
ditemukan pada stadium yang lebih lanjut dari limfoma Hodgkin. Limfoma non-Hodgkin
tidak terbatas pada satu kelompok kelenjar limfe seperti limfoma Hodgkin, tetapi lebih
menyebar luas melalui organ limfoid, termasuk kelenjar limfe, hati, limpa, dan sumsum
tulang.
Penyebab limfoma non-Hodgkin masih belum jelas, tetapi infeksi virus, termasuk infeksi
HIV, tampaknya bertanggung jawab pada beberapa kasus. Secara keseluruhan, limfoma nonHodgkin memiliki prognosis yang lebih buruk dari limfoma Hodgkin. (Corwin, 2009)
Gambaran klinis:
Pembesaran kelenjar limfe yang tidak nyeri
Splenomegali
Dapat timbul komplikasi saluran cerna
Demam, keletihan
Penurunan berat badan
Nyeri punggung dan leher disertai hiper-refleksia
(Corwin, 2009)
3. Limfadenitis tuberkulosis
Limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah
bening yang disebabkan oleh basil tuberkulosis (Ioachim, 2009). Apabila peradangan terjadi
pada kelenjar limfe di leher disebut dengan scrofula (Dorland, 1998). Limfadenitis pada
kelenjar limfe di leher inilah yang biasanya paling sering terjadi (Kumar, 2004). Istilah
scrofula diambil dari bahasa latin yang berarti pembengkakan kelenjar. Hippocrates (460-377
S.M.) menyebutkan istilah tumor skrofula pada sebuah tulisannya (Mohaputra, 2009).
Limfadenitis tuberkulosis disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacteria tergolong dalam famili Mycobactericeae dan ordo Actinomyceales. Basil TB
adalah bakteri aerobik obligat berbentuk batang tipis lurus berukuran sekitar 0,4 x 3 m dan
tidak berspora. M. tuberculosis merupakan bakteri tahan asam dan mudah mengikat pewarna
Ziehl-Neelsen atau karbol fuksin (Kumar, 2004).
Gambaran klinis:
Pembengkakan kelenjar limfe dapat terjadi secara unilateral atau bilateral, tunggal
maupun multipel.
Benjolan biasanya tidak nyeri dan berkembang secara lambat dalam hitungan minggu
sampai bulan, paling sering berlokasi di regio servikalis posterior dan yang lebih jarang
di regio supraklavikular
19

Menunjukkan gejala sistemik seperti demam, penurunan berat badan, fatigue dan
keringat malam.

4. Limfadenitis kronik non spesifik


Merupakan radang kronis dari kelenjar limfe yang sering terjadi sekunder terhadap suatu
radang menahun ditempat lain. Misalnya radang kronis di tonsil akan berakibat limfadenitis
di kelenjar limfe leher. Limfadenitis kronik nonspesifik itu sendiri dapat terjadi karena:
Infeksi virus: yang disebabkan oleh virus pada saluran pernapasan bagian atas seperti
Rinovirus, Parainfluenza Virus, influenza Virus,
Respiratory
Syncytial
Virus,
Coronavirus, Adenovirus ataupun Retrovirus.
Infeksi bakteri: peradangan KGB (limfadenitis) dapat disebabkan Streptokokus
betahemolitikus Grup A atau
stafilokokus aureus. Bakteri anaerob
bila berhubungandengan caries dentis dan penyakit gusi, radang apendiks atau abses
tubo-ovarian.
Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma dan limfoma
jugadapatmenyebabkan limfadenopati.
Penyakit lainnya yang salah satu gejalanya adalah limfadenopati adalah penyakit
Kawasaki, penyakit Kimura, penyakit Kikuchi, penyakit Kolagen, penyakit Cat scratch, penyakit Castleman, Rhematoid arthritis dan Sistetmic lupus erithematosus
(SLE).
Obat-obatan dapat menyebabkan limfadenopati generalisata. Limfadenopati dapat
timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan isoniazid.
Obat-obatan lainnya seperti allupurinol, atenolol, captopril, carbamazepine,
cephalosporin,
emas,
hidralazine,
penicillin,
pirimetamine,
quinidine,
sulfonamida, sulindac.
Makroskopik
1. Kelenjar limfe membesar
2. Dapat digerakan dari jaringan sekitar
3. Berkapsul
4. Konsistensi keras, terutama jika ada fibrosis
Mikroskopik
1. Gambaran jaringan kelenjar limfe dengan sentrum germinativum membesar dan aktif
mengandung limfosit-limfosit muda yang menunjukkan mitosis atau proliferasi sel
retikulum yang sering mengandung kuman atau debris seluler yang telah difagositosis
2. Penambahan sel retikulum dan limfosit dalam sinus disebut sinus catarrh.
3. Fibrosis diantara jaringan limfoid.
4. Kapsul dari nodus limfatikus bisa mengalami periadenitis akan tampak tebal dengan
infiltrasi sel-sel radang kronis.
Diagnosis Banding
Benjolan di leher sering kali di salah artikan sebagai limfadenopati :

Gondongan : pembesaran kelenjar parotis akibat infeksi virus


Kista ductus thyroglosuss : berada di garis tengah dan bergerak dengan menelan
Kista dermoid : benjolan di garis tengah dapat padat atau berisi cairan

20

Hemangioma : kelainan pembuluh darah sehingga timbul benjolan berisi jalinan


pembuluh darah

1.7
Penatalaksanaan
Pengobatan limfadenopati kelenjar getah bening leher didasarkan kepada penyebabnya.
Banyak kasus dari pembesaran kelenjar getah bening leher sembuh dengan sendirinya dan
tidak membutuhkan pengobatan apapun selain observasi. Kegagalan untuk mengecil setelah
4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk dilaksanakan biopsi kelenjar getah bening. Biopsi
dilakukan terutama bila terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan.
Kelenjar getah bening yang menetap atau bertambah besar walau dengan pengobatan yang
adekuat mengindikasikan diagnosis yang belum tepat.
Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis supuratif yang biasa disebabkan
oleh Staphyilococcus. aureus dan Streptococcus pyogenes (group A). Pemberian antibiotik
dalam 10-14 hari dan organisme ini akan memberikan respon positif dalam 72 jam.
Kegagalan terapi menuntut untuk dipertimbangkan kembali diagnosis dan penanganannya.
Pembedahan mungkin diperlukan bila dijumpai adanya abses dan evaluasi dengan
menggunakan USG diperlukan untuk menangani pasien ini.
Penatalaksanaan menurut penyakit :
1. Limfoma Hodgkin (Penyakit Hodgkin)
Kemoterapi dengan multiobat
Terapi radiasi
Transplantasi sumsum tulang
Terapi berdasarkan target biologis, seperti penggunaan reseptor spesifik antibodi,
penghambat jalur antiapoptotik, dan induksi sitotoksitas spesifik, dapat ditoleransi
dengan lebih baik oleh pasien dan memiliki komplikasi jangka panjang yang lebih
sedikit.
(Corwin, 2009)
2. Limfoma maligna non-Hodgkin
Kemoterapi yang agresif digunakan untuk penyakit tahap lanjut
Kemotrapi konservatif mungkin digunakan untuk pertumbuhan limfoma yang lambat
Radioterapi
Pembedahan untuk mengangkat tumor yang berukuran besar
Pada praktik mutakhir, kombinasi obat yang diketahui sebagai CHOP (siklofosfamid,
doksorubisin, vinkristin dan prednison) ditambah radioterapi adjuvant telah digunakan.
Untuk pasien yang berusia kurang dari 61 tahun yang menderita limfoma sel-B luas
yang terlokalisasi, regimen intensif dengan kombinasi obat lainnya. ACVBP
(doksorubisin, siklofosfamid, vindesin, bleomisin, prednison) tampak lebih kuat dari
CHOP.
(Corwin, 2009)
3. Limfadenitis tuberkulosis
Terapi non farmakologis adalah dengan pembedahan

21

Pembedahan tidaklah merupakan suatu pilihan terapi yang utama, karena


pembedahan tidak memberikan keuntungan tambahan dibandingkan terapi
farmakologis biasa. Namun pembedahan dapat dipertimbangkan seperti prosedur
dibawah ini:
- Biopsy eksisional: Limfadenitis yang disebabkan oleh atypical mycobacteria bisa
mengubah nilai kosmetik dengan bedah eksisi.
- Aspirasi
- Insisi dan drainase

Terapi farmakologis
Memiliki prinsip dan regimen obatnya yang sama dengan tuberkulosis paru.
Menurut panduan WHO, regimen pengobatan TB terdiri atas 2 fase, yaitu fase awal dan
fase lanjutan. Regimen ini ditulis dengan kode baku sebagai berikut: angka di depan
satu fase menunjukkan jangka waktu pengobatan fase tersebut dalam bulan. Huruf
menunjukkan obat dan angka di belakang/di samping bawah huruf menunjukkan
frekuensi pemberian obat per minggu. Kalau tidak ada angka di belakang/ di samping
bawah huruf, menunjukkan pemberian obat setiap hari/minggu. Di mana huruf R
artinya Rifampisin, huruf H artinya isoniazid, huruf Z artinya pirazinamid dan huruf E
artinya Etambutol. (Gunawan, 2007)
Berdasarkan beberapa pedoman pengobatan TB, terdapat perbedaan pemberian
regimen. Pedoman internasional dan nasional menurut WHO memasukan limfadenitis
TB dalam kategori III dan merekomendasikan pengobatan selama 6 bulan dengan
regimen 2HRZ/4RH atau 2HRZ/4H3R3 atau 2HRZ/6HE. American Thoracic society
(ATS) merekomendasikan pengobatan selama 6 bulan sampai 9 bulan, sedangkan
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengklasifikasikan limfadenitis TB
kedalam TB di luar paru dengan paduan obat 2RHZE/10RH. British Thoracic Society
Research Committee and Campbell (BTSRCC) merekomendasikan pengobatan selama
9 bulan dalam regimen 2RHE/7RH.
Ada 2 (dua) kategori Obat Anti Tuberkulosa (OAT):
a. OAT Utama (first-line Antituberculosis Drugs), yang dibagi menjadi dua (dua) jenis
berdasarkan sifatnya yaitu:
- Bakterisidal, termasuk dalam golongan ini adalah isoniazid atau isonikotinil
hidrazid (INH), rifampisin, pirazinamid dan streptomisin.
- Bakteriostatik, yaitu etambutol.
b. OAT sekunder (second Antituberculosis Drugs)
Terdiri dari asam paraaminosalisilat (PAS), ethionamid, sikloserin, kanamisin dan
kapreomisin. OAT sekunder ini selain kurang efektif juga lebih toksik, sehingga
kurang dipakai lagi.
Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka
prinsip--prinsip yang dipakai adalah: Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk
mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT.

4. Limfadenitis kronik non spesifik

22

Penatalaksanaan yang spesifik pada limfadenitis tidak ada. Limfadenitis dapat terjadi
setelah terjadinya infeksi melalui kulit atau infeksi lainnya yang disebabkan oleh bakteri
seperti Streptococcus atau Staphylococcus. Terkadang juga dapat disebabkan oleh infeksi
seperti tuberculosis atau cat scratch disease (Bartonella). Oleh karena itu, untuk mengatasi
limfadenitis adalah dengan mengeliminasi penyebab utama infeksi yang menyebabkan
limfadenitis.
Limfadenitis biasanya ditangani dengan mengistirahatkan ekstremitas yang
bersangkutan dan pemberitan antibiotik, penderita limfadenitis mungkin mengalami
pernanahan sehingga memerlukan insisi dan penyaliran. Limfadenitis spesifik, misalnya
oleh jamur atau tuberculosis, biasanya memerlukan biopsi atau biakan untuk menetapkan
diagnosis.
Pengobatan sesuai gejala harus dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Pengobatan gejala harus dimulai segera seperti pemberian:
Analgesik (penghilang rasa sakit) untuk mengontrol nyeri
Antipiretik dapat diberikan untuk menurunkan demam
Antibiotik untuk mengobati setiap infeksi sedang sampai berat
- Obat anti inflamasi untuk mengurangi peradangan
Pengobatan tergantung dari organisme penyebabnya. Untuk infeksi bakteri, biasanya
diberikan antibiotic per-oral (melalui mulut) atau intravena (melalui pembuluh darah).
Untuk membantu mengurangi rasa sakit, kelenjar getah bening yang terkena bisa
dikompres hangat.
Biasanya jika infeksi telah diobati, kelenjar akan mengecil secara perlahan dan rasa
sakit akan hilang. Kadang-kadang kelenjar yang membesar tetap keras dan tidak lagi
terasa lunak pada perabaan. Pembesaran KGB biasanya disebabkan oleh virus dan sembuh
sendiri, walaupun pembesaran KGB dapat berlangsung mingguan.
Pengobatan pada infeksi KGB oleh bakteri (limfadenitis) adalah antibiotik oral 10 hari
dengan pemantauan dalam 2 hari pertama flucloxacillin 25 mg/kgBB empat kali sehari.
Bila ada reaksi alergi terhadap antibiotik golongan penicillin dapat diberikan cephalexin
25 mg/kg (sampai dengan 500 mg) tiga kali sehari atau erythromycin 15 mg/kg (sampai
500 mg) tiga kali sehari.
1.8

Pencegahan

Kehadiran penyakit limfadenopati ini dapat dicegah dengan cara menjaga


kebersihan.Mengingat penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus, kuman, bakteri dan
lainnya.Memastikan semua makanan dan minuman yang kita konsumsi bersih dan higenis,
menjaga kebersihan badan dengan rajin membersihkannya memakai sabun secara teratur
serta menjaga kebersihan tempat tinggal adalah beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk
mencegah penyakit ini. Selain itu, melakukan gaya hidup sehat juga dirasa perlu guna
menjaga diri jauh dari penyakit ini.
1.9

Komplikasi
Pembentukan abses
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi bakteri.
Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi.
Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel
yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan
23

infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah
putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah, yang
mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya
akan terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi
dinding pembatas abses; hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah
penyebaran infeksi lebih lanjut.Jika suatu abses pecah di dalam, maka infeksi bisa
menyebar di dalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi
abses.
Selulitis (infeksi kulit)
Selulitis adalah suatu penyebaran infeksi bakteri ke dalam kulit dan jaringan di bawah
kulit.Infeksi dapat segera menyebar dan dapat masuk ke dalam pembuluh getah
bening dan aliran darah.Jika hal ini terjadi, infeksi bisa menyebar ke seluruh tubuh.
Sepsis (septikemia atau keracunan darah)
Sepsis adalah kondisi medis yang berpotensi berbahaya atau mengancam nyawa, yang
ditemukan dalam hubungan dengan infeksi yang diketahui atau dicurigai (biasanya
namun tidak terbatas pada bakteri-bakteri)
Fistula (terlihat dalam limfadenitis yang disebabkan oleh TBC)
Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening, padat /
keras, multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain. Dapat pula sudah terjadi
perkijuan seluruh kelenjar, sehingga kelenjar itu melunak seperti abses tetapi tidak
nyeri.Apabila abses ini pecah ke kulit, lukanya sulit sembuh oleh karena keluar secara
terus menerus sehingga seperti fistula.Fistula merupakan penyakit yang erat
hubungannya dengan immune system / daya tahan tubuh setiap individual.

1.10

Prognosis

Prognosis untuk pemulihan adalah baik jika segera diobati dengan antibiotik.Dalam
kebanyakan kasus, infeksi dapat dikendalikan dalam tiga atau empat hari.Namun, dalam
beberapa kasus mungkin diperlukan waktu beberapa minggu atau bulan untuk pembengkakan
menghilang, panjang pemulihan tergantung pada penyebab infeksi.Penderita dengan
limfadenitis yang tidak diobati dapat mengembangkan abses, selulitis, atau keracunan darah
(septikemia), yang kadang-kadang fatal.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3 Revisi. Jakarta: EGC
Gunawan, S.G., Setiabudy, R.N. 2007. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta: FKUI
Kumar, V., Cotran, R.S., Robbins, S. 2007. Buku Ajar Patologi, Edisi 7, Volume 2. Jakarta:
EGC
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31369/4/Chapter%20II.pdf
November 2014
24

diakses pada 5

http://www.kalbemed.com/Portals/6/1_05_209Pendekatan%20Diagnosis
%20Limfadenopati.pdf diakses pada 5 November 2014
Sudiono, J., Budi, K., etc. 2001. Penuntun Pratikum Patologi Anatomi. Jakarta: EGC

25

Anda mungkin juga menyukai