Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1102014289
SASARAN BELAJAR
LO 1. Memahami dan Menjelaskan Limfadenopati
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
1.10
Definisi
Etiologi
Klasifikasi
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Diagnosis dan Diagnosis Banding
Penatalaksanaan
Pencegahan
Komplikasi
Prognosis
Definisi
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran lebih besar
dari 1 cm. Kepustakaan lain mendefinisikan limfadenopati sebagai abnormalitas ukuran atau
karakter kelenjar getah bening. Terabanya kelenjar getah bening supraklavikula, iliaka, atau
poplitea dengan ukuran berapa pun dan terabanya kelenjar epitroklear dengan ukuran lebih
besar dari 5 mm merupakan keadaan abnormal.
1.2
Etiologi
Penyebab yang paling sering limfadenopati adalah:
a. Infeksi
Infeksi virus
Infeksi yang disebabkan oleh virus pada saluran pernapasan bagian atas seperti
Rinovirus, Parainfluenza Virus, influenza Virus, Respiratory Syncytial Virus (RSV),
Coronavirus, Adenovirus ataupun Retrovirus.
Virus lainnya, yaitu Epstein Barr Virus (EBV), Cytomegalovirus (CMV), Rubela,
Rubeola, Varicella-Zooster Virus, Herpes Simpleks Virus, Coxsackievirus, dan Human
Immunodeficiency Virus (HIV).
Infeksi HIV sering menyebabkan limfadenopati serivikalis yang merupakan salah
satu gejala umum infeksi primer HIV. Infeksi primer atau akut adalah penyakit yang
dialami oleh sebagian orang pada beberapa hari atau minggu setelah tertular HIV.
Gejala lain termasuk demam dan sakit kepala, dan sering kali penyakit ini dianggap
penyakit flu (influenza like illness).
Segera setelah seseorang terinfeksi HIV, kebanyakan virus keluar dari darah.
Sebagian melarikan diri ke sistem limfatik untuk bersembunyi dan menggandakan diri
dalam sel di KGB, diperkirakan hanya sekitar 2% virus HIV ada dalam darah. Sisanya
ada pada sistem limfatik, termasuk limpa, lapisan usus dan otak. Pada penderita HIV
positif, aspirat KGB dapat mengandung immunoblas yang sangat banyak. Pada
beberapa kasus juga tampak sel-sel imatur yang banyak. Pada fase deplesi, pada aspirat
sedikit dijumpai sel folikel, immunoblas dan tingible body macrophage, tetapi banyak
dijumpai sel-sel plasma.
Limfadenopati generalisata yang persisten (persistent generalized lymphadenopathy
/ PGL) adalah limfadenopati pada lebih dari dua tempat KGB yang berjauhan, simetris
dan bertahan lama. PGL adalah gejala khusus infeksi HIV yang timbul pada lebih dari
50% Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dan PGL ini sering disebabkan oleh infeksi
HIV-nya itu sendiri. PGL biasanya dialami waktu tahap infeksi HIV tanpa gejala,
dengan jumlah CD4 di atas 500, dan sering hilang bila kadar CD4 menurun hingga
kadar CD4 200. Kurang lebih 30% orang dengan PGL juga mengalami splenomegali.
Batasan limfadenopati pada infeksi HIV adalah sebagai berikut:
- Melibatkan sedikitnya dua kelompok kelenjar getah bening
- Sedikitnya dua kelenjar yang simetris berdiameter lebih dari 1 cm dalam setiap
kelompok
- Berlangsung lebih dari satu bulan
- Tidak ada infeksi lain yang menyebabkannya
Pembengkakan kelenjar getah bening bersifat tidak sakit, simetris dan kebanyakan
terdapat di leher bagian belakang dan depan, di bawah rahang bawah, di ketiak serta di
2
tempat lain, tidak termasuk di inguinal. Biasanya kulit pada kelenjar yang bengkak
karena PGL akibat HIV tidak berwarna merah. Kelenjar yang bengkak kadang kala sulit
dilihat, dan lebih mudah ditemukan dengan cara menyentuhnya. Biasanya kelenjar ini
berukuran sebesar kacang polong sampaisebesar buah anggur.
Infeksi bakteri
Peradangan KGB (limfadenitis) dapat disebabkan Streptokokus beta hemolitikus
Grup A atau Staphylococcus aureus. Bakteri anaerob bila berhubungan dengan caries
dentis dan penyakit gusi, radang apendiks atau abses tubo-ovarian.
Pada awal infeksi, aspirat mengandung campuran neutrofil dan limfosit. Kemudian
mengandung bahan pirulen dari neutrofil dan massa debris. Limfadenitis bakterial akut
biasanya menyebabkan KGB berwarna merah, panas dan nyeri tekan. Biasanya
penderita demam dan terjadi leukositosis neutrofil pada pemeriksaan darah tepi.
Pada infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis, aspirat tampak karakteristik sel
epiteloid dengan latar belakang limfosit dan sel plasma. Sel epiteloid berupa sel bentuk
poligonal yang lonjong dengan sitoplasma yang pucat, batas sel yang tidak jelas,
kadang seperti koma atau inti yang berbentuk seperti bumerang yang pucat, berlekuk
dengan kromatin halus.
b. Keganasan
Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma dan limfoma juga
dapat menyebabkan limfadenopati. Diagnosis defenitif suatu limfoma membutuhkan
tindakan biopsi eksisi, oleh karena itu diagnosis subtipe limfoma dengan menggunakan
biopsi aspirasi jarum halus masih merupakan kontroversi. Aspirat Limfoma non-Hodgkin
berupa populasi sel yang monoton dengan ukuran sel yang hampir sama. Biasanya tersebar
dan tidak berkelompok.
Diagnostik sitologi Limfoma Hodgkin umumnya dibuat dengan ditemukannya tanda
klasik yaitu sel Reed Sternberg dengan latar belakang limfosit, sel plasma, eosinofil dan
histiosit. Sel Reed Sternberg adalah sel yang besar dengan dua inti atau multinucleated
dengan sitoplasma yang banyak dan pucat.
Metastasis karsinoma merupakan penyebab yang lebih umum dari limfadenopati
dibandingkan dengan limfoma, khususnya pada penderita usia lebih dari 50 tahun. Dengan
teknik biopsi aspirasi jarum halus lebih mudah mendiagnosis suatu metastasis karsinoma
daripada limfoma.
c. Penyakit lainnya yang salah satu gejalanya adalah limfadenopati adalah penyakit
Kawasaki, penyakit Kimura, penyakit Kikuchi, penyakit Kolagen, penyakit Cat-scratch,
penyakit Castleman, Sarcoidosis, Rhematoid arthritis dan Sisestemic lupus erithematosus
(SLE).
d. Obat-obatan dapat menyebabkan limfadenopati generalisata. Limfadenopati dapat timbul
setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti
allupurinol, atenolol, captopril, carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin,
pirimetamine, quinidine, sulfonamida, sulindac).
e.
Mikroskopik: Struktur folikel limfoid sudah tidak jelas lagi, tampak sel-sel tumor
berukuran lebih besar dari sel limfosit dengan inti hiperkromatik, kromatin menggumpal
dan tersebar difus. Tumor ini merupakan Diffuse non-Hodgkin lymphoma, lymphocytic
type.
5. Limfoma Hodgkin
Limfoma Hodgkin adalah kondisi medis yang ditandai dengan kanker pada sistem
getah bening (bagian dari sistem kekebalan tubuh yang mengalirkan saluran getah bening
menuju jantung). Kondisi ini berkembang ketika limfosit, biasanya sel B, berubah menjadi
kanker akibat mutasi genetik yang penyebabnya tidak diketahui. Sel-sel B yang mutasi ini
diketahui sebagai sel Reed-Sternberg (R-S), yang terus membelah dan menghasilkan selsel abnormal lebih banyak, yang menyebar melalui sistem getah bening ke kelenjar getah
bening yang berdekatan dan bahkan ke organ di luar sistem getah bening. Penderita
limfoma Hodgkin biasanya menunjukkan gejala tidak nyeri, pembengkakan kelenjar getah
bening di leher, lipat paha atau daerah ketiak.
Perjalanan penyakit:
Mula-mula hanya pembesaran 1 atau lebih KGB tanpa nyeri
Lalu timbul gejala demam, keringat malam, berat badan menurun, gatal
Prognosis ditentukan dari tingkat penyebaran tumor
Makroskopik: Jaringan kelenjar getah bening, putih kecoklatan, konsistensi kenyal
padat
Mikroskopik: Struktur folikel sudah tidak jelas lagi, tampak sel-sel tumor berukuran
besar dengan inti besar, satu atau beberapa inti yang disebut sel Reed-Sternberg, ada
sel-sel inflamasi non neoplastik, serta eosinofil, tampak susunan sklerotik noduler.
1.3
Klasifikasi
Berdasarkan luas, limfadenopati:
Generalisata: limfadenopati pada 2 atau lebih regio anatomi yang berbeda.
Lokalisata: limfadenopati pada 1 regio.
Dari semua kasus pasien yang berobat ke sarana layanan kesehatan primer, sekitar
penderita datang dengan limfadenopati lokalisata dan 1/4 sisanya datang dengan
limfadenopati generalisata.
1.4
Patofisiologi
Limfadenopati atau hiperplasia limfoid adalah pembesaran kelenjar limfe sebagai respons
terhadap proliferasi limfosit T atau limfosit B. Limfadenopati biasanya terjadi setelah infeksi
suatu mikroorganisme. Limfadenopati regional merupakan indikasi adanya infeksi lokal,
sedangkan limfadenopati generalisata biasanya merupakan indikasi adanya infeksi sistemik
seperti AIDS atau gangguan autoimun seperti artritis reumatoid atau lupus eritematosus
sistemik. Biasanya, limfadenopati dapat mengindikasikan adanya keganasan. (Corwin, 2009).
Limfadenopati adalah suatu tanda dari infeksi berat dan terlokalisasi. Limfadenopati terjadi
bila limfonodus local dan pembuluh darah mengalirkan materi terinfeksi, yang tertangkap
dalam jaringan folikular nodus. Peningkatan aliran limfatik adalah karakteristik dari inflamasi
local. Bila terjadi inflamasi pembuluh limfatik dsebut limfangitis dan bila inflamasi
mempengaruhi limfonodus disebut limfadenitis. Sistem limfe membantu mempertahankan
infeksi tetap terlokalisasi dan terisolasi dari aliran darah.
Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan sistem vaskular darah.
Biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam saluran limfe jaringan, dan limfe
yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan dan akhirnya bergabung kembali kedarah vena.
Bila daerah terkena radang, biasanya terjadi kenaikan yang menyolok pada aliran limfe dari
daerah itu. Telah diketahui bahwa dalam perjalanan peradangan akut, lapisan pembatas
pembuluh limfe yang terkecil agak meregang, sama seperti yang terjadi pada venula, dengan
demikian memungkinkan lebih banyak bahan interstisial yang masuk kedalam pembuluh
limfe. Bagaimanapun juga, selama peradangan akut tidak hanya aliran limfe yang bertambah,
tetapi kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan cara yang sama.
Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe menguntungkan
karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang meradang dengan
7
Sel bereplikasi dalam merespon antigen Sel-sel netrofil atau sel neoplasma
metatastik memasuki nodus dalam jumlah besar Bahan asing disimpan di dalam sel
histiosit Pelepasan sitokin lokal menyebabkan pembengkakan pembuluh darah dan
edema Jaringan nekrosis menyebabkan nanah
1.5
Manifestasi Klinis
Penyebab
Keganasan
- Limfoma
Karakteristik
Diagnostik
- Leukemia
Memar, splenomegali
Demam,
keringat
malam, Biopsi kelenjar
penurunan
berat badan, asimptomatik
sumsum tulang
- Neoplasma kulit
Biopsi lesi
- Sarkoma Kaposi
Biopsi lesi
- Metastasis
Bervariasi
primer
Infeksi
- Bruselosis
tergantung
tumor Biopsi
- Cat-scratch disease
Demam,
menggigil,
asimptomatik
- CMV
Hepatitis,
pneumonitis, Antibodi CMV, PCR
asimptomatik,
infl uenza-like illness
HIV RNA
- Mononukleosis
- Faringitis
Kultur tenggorokan
- Rubela
Demam,
keringat
hemoptisis,
riwayat kontak
malam, Serologi
- Tuberkulosis
Demam,
gigitan
ulkus
pada
- Tularemia
- Demam tifoid
- Sifilis
- Hepatitis virus
Autoimun
Artitis simetris, kaku pada pagi Klinis,
ANA,ds
Lupus
eritematosus hari, demam
hematologi
9
DNA,
LED,
sistemik
- Artritis reumatoid
- Dermatomiositis
- Sindrom Sjogren
Demam,
strawberry
Tongue
Lain-lain/kondisi taklazim
- Penyakit Kawasaki
Perubahan
kulit,
dispnea,
adenopati
Hilar
- Sarkoidosis
Demam, urtikaria, fatigue
Iatrogenik
- Serum sickness
Limfadenopati asimptomatik
- Obat
1.6
Kriteria klinis
ACE serum, foto toraks, biopsi paru/
kelenjar hilus
Klinis, kadar komplemen
Penghentian obat
11
Diagnosis
Diagnosis limfadenopati memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang apabila diperlukan.
a. Anamnesis
Umur penderita dan lamanya limfadenopati
Kemungkinan penyebab keganasan sangat rendah pada anak dan meningkat seiring
bertambahnya usia. Kelenjar getah bening teraba pada periode neonatal dan sebagian
besar anak sehat mempunyai kelenjar getah bening servikal, inguinal, dan aksila yang
teraba. Sebagian besar penyebab limfadenopati pada anak adalah infeksi atau penyebab
yang bersifat jinak.
Berdasarkan sebuah laporan, dari 628 penderita yang menjalani biopsi karena
limfadenopati, penyebab yang jinak dan swasirna (self-limiting) ditemukan pada 79%
penderita berusia kurang dari 30 tahun, 59% penderita antara 31-50 tahun, dan 39%
penderita di atas 50 tahun.
Di sarana layanan kesehatan primer, penderita berusia 40 tahun atau lebih dengan
limfadenopati mempunyai risiko keganasan sekitar 4%. Pada usia di bawah 40 tahun,
risiko keganasan sebagai penyebab limfadenopati sebesar 0,4%.2 Limfadenopati yang
berlangsung kurang dari 2 minggu atau lebih dari 1 tahun tanpa progresivitas ukuran
mempunyai kemungkinan sangat kecil bahwa etiologinya adalah keganasan.
Lokasi
12
Lokasi pembesaran KGB pada dua sisi leher secara mendadak biasanya disebabkan
oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada infeksi oleh penyakit kawasaki
umumnya pembesaran KGB hanya satu sisi saja. Apabila berlangsung lama (kronik)
dapat disebabkan infeksi oleh Mycobacterium, Toksoplasma, Epstein Barr Virus atau
Citomegalovirus.
Gejala penyerta
Gejala konstitusi, seperti fatigue, malaise, dan demam, sering menyertai
limfadenopat servikal dan limfositosis atipikal pada sindrom mononukleosis. Demam,
keringat malam, dan penurunan berat badan lebih dari 10% dapat merupakan gejala
limfoma B symptom. Pada limfoma Hodgkin, B symptom didapatkan pada 8% penderita
stadium I dan 68% penderita stadium IV. B symptom juga didapatkan pada10%
penderita limfoma non-Hodgkin. Gejala artralgia, kelemahan otot, atau ruam dapat
menunjukkan kemungkinan adanya penyakit autoimun, seperti artritis reumatoid, lupus
eritematosus, atau dermatomiositis. Nyeri pada limfadenopati setelah penggunaan
alkohol merupakan hal yang jarang, tetapi spesifik untuk limfoma Hodgkin.
Demam, nyeri tenggorok dan batuk mengarahkan kepada penyebab infeksi saluran
pernapasan bagian atas. Demam, keringat malam dan penurunan berat badan mengarah
kepada infeksi tuberkulosis atau keganasan. Demam yang tidak jelas penyebabnya, rasa
lelah dan nyeri sendi meningkatkan kemungkinan oleh penyakit kolagen atau penyakit
serum (serum sickness), ditambah adanya riwayat pemakaian obat-obatan atau produk
darah.
Riwayat penyakit
Riwayat penyakit sekarang dan dahulu seperti adanya peradangan tonsil
sebelumnya, mengarahkan kepada infeksi oleh Streptococcus, luka lecet pada wajah
atau leher atau tanda-tanda infeksi mengarahkan penyebab infeksi Staphylococcus, dan
adanya infeksi gigi dan gusi juga dapat mengarahkan kepada infeksi bakteri anaerob.
Transfusi darah sebelumnya dapat mengarahkan kepada Citomegalovirus, Epstein Barr
Virus atau HIV.
Riwayat pekerjaan
Paparan terhadap infeksi paparan/kontak sebelumnya kepada orang dengan infeksi
saluran napas atas, faringitis oleh Streptococcus, atau tuberculosis turut membantu
mengarahkan penyebab limfadenopati. Riwayat perjalanan atau pekerjaan, misalnya
perjalanan ke daerah-daerah di Afrika dapat mengakibatkan penyakit Tripanosomiasis,
orang yang bekerja dalam hutan dapat terkena Tularemia.
Pajanan
Anamnesis pajanan penting untuk menentukan penyebab limfadenopati. Pajanan
binatang dan gigitan serangga, penggunaan obat, kontak penderita infeksi dan riwayat
infeksi rekuren penting dalam evaluasi limfadenopati persisten. Pajanan setelah
13
bepergian dan riwayat vaksinasi penting diketahui karena dapat berkaitan dengan
limfadenopati persisten, seperti tuberkulosis, tripanosomiasis, scrub typhus,
leishmaniasis, tularemia, bruselosis, sampar, dan anthrax. Pajanan rokok, alkohol, dan
radiasi ultraviolet dapat berhubungan dengan metastasis karsinoma organ dalam, kanker
kepala dan leher, atau kanker kulit. Pajanan silikon dan berilium dapat menimbulkan
limfadenopati.
Riwayat kontak seksual penting dalam menentukan penyebab limfadenopati inguinal
dan servikal yang ditransmisikan secara seksual. Penderita acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS) mempunyai beberapa kemungkinan penyebab limfadenopati, risiko
keganasan, seperti sarkoma Kaposi dan limfoma maligna non-Hodgkin meningkat pada
kelompok ini. Riwayat keganasan pada keluarga, seperti kanker payudara atau familial
dysplastic nevus syndrome dan melanoma, dapat membantu menduga penyebab
limfadenopati.
b. Pemeriksaan Fisik
Karakter dan ukuran kelenjar getah bening
Secara umum malnutrisi atau pertumbuhan yang terhambat mengarahkan kepada
penyakit kronik seperti tuberkulosis, keganasan atau gangguan sistem kekebalan tubuh.
Karakteristik dari kelenjar getah bening dan daerah sekitarnya harus diperhatikan.
Kelenjar getah bening harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada
tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau
tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.
- Ukuran: normal bila diameter 0,5 cm dan lipat paha >1,5 cm dikatakan abnormal.
- Nyeri tekan: umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan.
- Konsistensi: keras seperti batu mengarah kepada keganasan, padat seperti karet
mengarah kepada limfoma, lunak mengarahkan kepada proses infeksi, fluktuatif
mengarah kepada terjadinya abses/pernanahan.
- Penempelan/bergerombol: beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan
bila digerakkan, dapat terjadi akibat tuberkulosis, sarkoidosis atau keganasan.
Kelenjar getah bening yang keras dan tidak nyeri meningkatkan kemungkinan
penyebab keganasan atau penyakit granulomatosa. Limfoma Hodgkin tipe sklerosa
nodular mempunyai karakteristik terfiksasi dan terlokalisasi dengan konsistensi kenyal.
Limfadenopati karena virus mempunyai karakteristik bilateral, dapat digerakkan, tidak
nyeri, dan berbatas tegas. Limfadenopati dengan konsistensi lunak dan nyeri biasanya
disebabkan oleh inflamasi karena infeksi. Pada kasus yang jarang, limfadenopati yang
nyeri disebabkan oleh perdarahan pada kelenjar yang nekrotik atau tekanan dari kapsul
kelenjar karena ekspansi tumor yang cepat.
Pada umumnya, kelenjar getah bening normal berukuran sampai diameter 1 cm,
tetapi beberapa penulis menyatakan bahwa kelenjar epitroklear lebih dari 0,5 cm atau
kelenjar getah bening inguinal lebih dari 1,5 cm merupakan hal abnormal. Terdapat
laporan bahwa pada 213 penderita dewasa, tidak ada keganasan pada penderita dengan
ukuran kelenjar dibawah 1 cm, keganasan ditemukan pada 8% penderita dengan ukuran
kelenjar 1-2,25 cm dan pada 38% penderita dengan ukuran kelenjar di atas 2,25 cm.
Pada anak, kelenjar getah bening berukuran lebih besar dari 2 cm disertai gambaran
radiologi toraks abnormal tanpa adanya gejala kelainan telinga, hidung, dan
tenggorokan merupakan gambaran prediktif untuk penyakit granulomatosa
14
Lokasi limfadenopati
15
5. Limfadenopati inguinal
Limfadenopati inguinal sering ditemukan dengan ukuran 1-2 cm pada orang
normal, terutama yang bekerja tanpa alas kaki. Limfadenopati reaktif yang jinak dan
infeksi merupakan penyebab tersering limfadenopati inguinal. Limfadenopati
inguinal jarang disebabkan oleh keganasan. Karsinoma sel skuamosa pada penis dan
vulva, limfoma, serta melanoma dapat disertai limfadenopati inguinal. Limfadenopati
inguinal ditemukan pada 58% penderita karsinoma penis atau uretra.
6. Limfadenopati generalisata
Limfadenopati generalisata lebih sering disebabkan oleh infeksi serius, penyakit
autoimun, dan keganasan, dibandingkan dengan limfadenopati lokalisata. Penyebab
jinak pada anak adalah infeksi adenovirus. Limfadenopati generalisata dapat
disebabkan oleh leukemia, limfoma, atau penyebaran kanker pada stadium lanjut.
Limfadenopati generalisata pada penderita luluh imun (immunocompromised) dan
AIDS dapat terjadi karena tahap awal infeksi HIV, tuberkulosis, kriptokokosis,
sitomegalovirus, toksoplasmosis, dan sarkoma Kaposi. Sarkoma Kaposi dapat
bermanifestasi sebagai limfadenopati generalisata sebelum timbulnya lesi kulit.
Kelompok kelenjar getah bening dan daerah drainasenya dapat dilihat pada gambar
berikut:
16
Kesulitan diagnosis adalah jika anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak mengarah pada
diagnosis tertentu yang dapat dilanjutkan dengan uji spesifik. Tidak ada bukti yang
mendukung manfaat pemberian antibiotik atau steroid pada keadaan ini, bahkan sebaiknya
dihindari karena akan mengaburkan atau memperlambat diagnosis. Belum terdapat
kesepakatan lama observasi yang diperlukan pada keadaan limfadenopati yang tidak
diketahui penyebabnya. Beberapa ahli merekomendasikan perlunya evaluasi lebih spesifik
atau biopsi pada limfadenopati noninguinal yang tidak diketahui penyebabnya dan
berlangsung lebih dari 1 bulan.
c. Biopsi kelenjar
17
Jika diputuskan tindakan biopsi, idealnya dilakukan pada kelenjar yang paling besar,
paling dicurigai, dan paling mudah diakses dengan pertimbangan nilai diagnostiknya.
Kelenjar getah bening inguinal mempunyai nilai diagnostik paling rendah. Kelenjar getah
bening supraklavikular mempunyai nilai diagnostik paling tinggi. Meskipun teknik
pewarnaan imunohistokimia dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifi sitas biopsi
aspirasi jarum halus, biopsi eksisi tetap merupakan prosedur diagnostik terpilih. Adanya
gambaran arsitektur kelenjar pada biopsi merupakan hal yang penting untuk diagnostik
yang tepat, terutama untuk membedakan limfoma dengan hiperplasia reaktif yang jinak.
d. Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mendiagnosis
limfadenopati servikalis. Penggunaan USG untuk mengetahui ukuran, bentuk,
echogenicity, gambaran mikronodular, nekrosis intranodal dan ada tidaknya kalsifikasi.
USG dapat dikombinasi dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis
limfadenopati dengan hasil yang lebih memuaskan, dengan nilai sensitivitas 98% dan
spesivisitas 95%.
CT Scan
CT scan dapat mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan diameter 5 mm atau
lebih. Satu studi yang dilakukan untuk mendeteksi limfadenopati supraklavikula pada
penderita nonsmall cell lung cancer menunjukkan tidak ada perbedaan sensitivitas yang
signifikan dengan pemeriksaan menggunakan USG atau CT scan.
Gambar 6. Gray-scale sonogram metastasis pada KGB. Tampak adanya hypoechoic, round,
tanpa echogenic hilus (tanda panah). Adanya nekrosis koagulasi (tanda kepala panah).
Diagnosis Banding
1. Limfoma Hodgkin (Penyakit Hodgkin)
Limfoma Hodgkin adalah kanker jaringan limfoid, biasanya pada kelenjar limfe dan
limpa. Penyakit ini adalah salah satu jenis kanker yang paling sering dijumpai pada dewasa
muda, terutama pria muda. Penyakit Hodgkin merupakan gangguan klonal yang berasal dari
satu sel abnormal. Populasi sel abnormal tampak diturunkan dari sel B atau yang lebih jarang
dari sel T atau monosit. (Corwin, 2009)
Walaupun tumor yang berasal dari sel T juga ditemukan (jarang), sekarang disepakati
bahwa, pada sebagian besar kasus limfoma Hodgkin adalah neoplasma sel B pusat
18
Menunjukkan gejala sistemik seperti demam, penurunan berat badan, fatigue dan
keringat malam.
20
1.7
Penatalaksanaan
Pengobatan limfadenopati kelenjar getah bening leher didasarkan kepada penyebabnya.
Banyak kasus dari pembesaran kelenjar getah bening leher sembuh dengan sendirinya dan
tidak membutuhkan pengobatan apapun selain observasi. Kegagalan untuk mengecil setelah
4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk dilaksanakan biopsi kelenjar getah bening. Biopsi
dilakukan terutama bila terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan.
Kelenjar getah bening yang menetap atau bertambah besar walau dengan pengobatan yang
adekuat mengindikasikan diagnosis yang belum tepat.
Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis supuratif yang biasa disebabkan
oleh Staphyilococcus. aureus dan Streptococcus pyogenes (group A). Pemberian antibiotik
dalam 10-14 hari dan organisme ini akan memberikan respon positif dalam 72 jam.
Kegagalan terapi menuntut untuk dipertimbangkan kembali diagnosis dan penanganannya.
Pembedahan mungkin diperlukan bila dijumpai adanya abses dan evaluasi dengan
menggunakan USG diperlukan untuk menangani pasien ini.
Penatalaksanaan menurut penyakit :
1. Limfoma Hodgkin (Penyakit Hodgkin)
Kemoterapi dengan multiobat
Terapi radiasi
Transplantasi sumsum tulang
Terapi berdasarkan target biologis, seperti penggunaan reseptor spesifik antibodi,
penghambat jalur antiapoptotik, dan induksi sitotoksitas spesifik, dapat ditoleransi
dengan lebih baik oleh pasien dan memiliki komplikasi jangka panjang yang lebih
sedikit.
(Corwin, 2009)
2. Limfoma maligna non-Hodgkin
Kemoterapi yang agresif digunakan untuk penyakit tahap lanjut
Kemotrapi konservatif mungkin digunakan untuk pertumbuhan limfoma yang lambat
Radioterapi
Pembedahan untuk mengangkat tumor yang berukuran besar
Pada praktik mutakhir, kombinasi obat yang diketahui sebagai CHOP (siklofosfamid,
doksorubisin, vinkristin dan prednison) ditambah radioterapi adjuvant telah digunakan.
Untuk pasien yang berusia kurang dari 61 tahun yang menderita limfoma sel-B luas
yang terlokalisasi, regimen intensif dengan kombinasi obat lainnya. ACVBP
(doksorubisin, siklofosfamid, vindesin, bleomisin, prednison) tampak lebih kuat dari
CHOP.
(Corwin, 2009)
3. Limfadenitis tuberkulosis
Terapi non farmakologis adalah dengan pembedahan
21
Terapi farmakologis
Memiliki prinsip dan regimen obatnya yang sama dengan tuberkulosis paru.
Menurut panduan WHO, regimen pengobatan TB terdiri atas 2 fase, yaitu fase awal dan
fase lanjutan. Regimen ini ditulis dengan kode baku sebagai berikut: angka di depan
satu fase menunjukkan jangka waktu pengobatan fase tersebut dalam bulan. Huruf
menunjukkan obat dan angka di belakang/di samping bawah huruf menunjukkan
frekuensi pemberian obat per minggu. Kalau tidak ada angka di belakang/ di samping
bawah huruf, menunjukkan pemberian obat setiap hari/minggu. Di mana huruf R
artinya Rifampisin, huruf H artinya isoniazid, huruf Z artinya pirazinamid dan huruf E
artinya Etambutol. (Gunawan, 2007)
Berdasarkan beberapa pedoman pengobatan TB, terdapat perbedaan pemberian
regimen. Pedoman internasional dan nasional menurut WHO memasukan limfadenitis
TB dalam kategori III dan merekomendasikan pengobatan selama 6 bulan dengan
regimen 2HRZ/4RH atau 2HRZ/4H3R3 atau 2HRZ/6HE. American Thoracic society
(ATS) merekomendasikan pengobatan selama 6 bulan sampai 9 bulan, sedangkan
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengklasifikasikan limfadenitis TB
kedalam TB di luar paru dengan paduan obat 2RHZE/10RH. British Thoracic Society
Research Committee and Campbell (BTSRCC) merekomendasikan pengobatan selama
9 bulan dalam regimen 2RHE/7RH.
Ada 2 (dua) kategori Obat Anti Tuberkulosa (OAT):
a. OAT Utama (first-line Antituberculosis Drugs), yang dibagi menjadi dua (dua) jenis
berdasarkan sifatnya yaitu:
- Bakterisidal, termasuk dalam golongan ini adalah isoniazid atau isonikotinil
hidrazid (INH), rifampisin, pirazinamid dan streptomisin.
- Bakteriostatik, yaitu etambutol.
b. OAT sekunder (second Antituberculosis Drugs)
Terdiri dari asam paraaminosalisilat (PAS), ethionamid, sikloserin, kanamisin dan
kapreomisin. OAT sekunder ini selain kurang efektif juga lebih toksik, sehingga
kurang dipakai lagi.
Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka
prinsip--prinsip yang dipakai adalah: Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk
mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT.
22
Penatalaksanaan yang spesifik pada limfadenitis tidak ada. Limfadenitis dapat terjadi
setelah terjadinya infeksi melalui kulit atau infeksi lainnya yang disebabkan oleh bakteri
seperti Streptococcus atau Staphylococcus. Terkadang juga dapat disebabkan oleh infeksi
seperti tuberculosis atau cat scratch disease (Bartonella). Oleh karena itu, untuk mengatasi
limfadenitis adalah dengan mengeliminasi penyebab utama infeksi yang menyebabkan
limfadenitis.
Limfadenitis biasanya ditangani dengan mengistirahatkan ekstremitas yang
bersangkutan dan pemberitan antibiotik, penderita limfadenitis mungkin mengalami
pernanahan sehingga memerlukan insisi dan penyaliran. Limfadenitis spesifik, misalnya
oleh jamur atau tuberculosis, biasanya memerlukan biopsi atau biakan untuk menetapkan
diagnosis.
Pengobatan sesuai gejala harus dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Pengobatan gejala harus dimulai segera seperti pemberian:
Analgesik (penghilang rasa sakit) untuk mengontrol nyeri
Antipiretik dapat diberikan untuk menurunkan demam
Antibiotik untuk mengobati setiap infeksi sedang sampai berat
- Obat anti inflamasi untuk mengurangi peradangan
Pengobatan tergantung dari organisme penyebabnya. Untuk infeksi bakteri, biasanya
diberikan antibiotic per-oral (melalui mulut) atau intravena (melalui pembuluh darah).
Untuk membantu mengurangi rasa sakit, kelenjar getah bening yang terkena bisa
dikompres hangat.
Biasanya jika infeksi telah diobati, kelenjar akan mengecil secara perlahan dan rasa
sakit akan hilang. Kadang-kadang kelenjar yang membesar tetap keras dan tidak lagi
terasa lunak pada perabaan. Pembesaran KGB biasanya disebabkan oleh virus dan sembuh
sendiri, walaupun pembesaran KGB dapat berlangsung mingguan.
Pengobatan pada infeksi KGB oleh bakteri (limfadenitis) adalah antibiotik oral 10 hari
dengan pemantauan dalam 2 hari pertama flucloxacillin 25 mg/kgBB empat kali sehari.
Bila ada reaksi alergi terhadap antibiotik golongan penicillin dapat diberikan cephalexin
25 mg/kg (sampai dengan 500 mg) tiga kali sehari atau erythromycin 15 mg/kg (sampai
500 mg) tiga kali sehari.
1.8
Pencegahan
Komplikasi
Pembentukan abses
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi bakteri.
Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi.
Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel
yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan
23
infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah
putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah, yang
mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya
akan terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi
dinding pembatas abses; hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah
penyebaran infeksi lebih lanjut.Jika suatu abses pecah di dalam, maka infeksi bisa
menyebar di dalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi
abses.
Selulitis (infeksi kulit)
Selulitis adalah suatu penyebaran infeksi bakteri ke dalam kulit dan jaringan di bawah
kulit.Infeksi dapat segera menyebar dan dapat masuk ke dalam pembuluh getah
bening dan aliran darah.Jika hal ini terjadi, infeksi bisa menyebar ke seluruh tubuh.
Sepsis (septikemia atau keracunan darah)
Sepsis adalah kondisi medis yang berpotensi berbahaya atau mengancam nyawa, yang
ditemukan dalam hubungan dengan infeksi yang diketahui atau dicurigai (biasanya
namun tidak terbatas pada bakteri-bakteri)
Fistula (terlihat dalam limfadenitis yang disebabkan oleh TBC)
Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening, padat /
keras, multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain. Dapat pula sudah terjadi
perkijuan seluruh kelenjar, sehingga kelenjar itu melunak seperti abses tetapi tidak
nyeri.Apabila abses ini pecah ke kulit, lukanya sulit sembuh oleh karena keluar secara
terus menerus sehingga seperti fistula.Fistula merupakan penyakit yang erat
hubungannya dengan immune system / daya tahan tubuh setiap individual.
1.10
Prognosis
Prognosis untuk pemulihan adalah baik jika segera diobati dengan antibiotik.Dalam
kebanyakan kasus, infeksi dapat dikendalikan dalam tiga atau empat hari.Namun, dalam
beberapa kasus mungkin diperlukan waktu beberapa minggu atau bulan untuk pembengkakan
menghilang, panjang pemulihan tergantung pada penyebab infeksi.Penderita dengan
limfadenitis yang tidak diobati dapat mengembangkan abses, selulitis, atau keracunan darah
(septikemia), yang kadang-kadang fatal.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3 Revisi. Jakarta: EGC
Gunawan, S.G., Setiabudy, R.N. 2007. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta: FKUI
Kumar, V., Cotran, R.S., Robbins, S. 2007. Buku Ajar Patologi, Edisi 7, Volume 2. Jakarta:
EGC
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31369/4/Chapter%20II.pdf
November 2014
24
diakses pada 5
http://www.kalbemed.com/Portals/6/1_05_209Pendekatan%20Diagnosis
%20Limfadenopati.pdf diakses pada 5 November 2014
Sudiono, J., Budi, K., etc. 2001. Penuntun Pratikum Patologi Anatomi. Jakarta: EGC
25