Sains Kimia Vol - 9 No - 1 Januari 2005
Sains Kimia Vol - 9 No - 1 Januari 2005
SAINS KIMIA
(JOURNAL OF CHEMICAL SCIENCE)
Volume : 9, Nomor : 1, 2005
Daftar Isi
1. Pembuatan Surfaktan dari Minyak Kemiri Melalui Reaksi Interesterifikasi Diikuti
Reaksi Amidasi
Daniel ..................................................................................................................
1-7
8-15
16-20
4. Pemanfaatan Ekstrak Biji Buah Pinang (Areca Catechu L) Sebagai Anti Oksidan
Terhadap Minyak dan Lemak
Pina Barus ...........................................................................................................
21-24
25-27
28-34
35-37
38-45
9. Pengujian Terhadap Pengikatan dan Pelepasan Sefaleksin pada Eritrosit Secara In Vitro
Matheus T Simanjuntak.....................................................................................
46-50
JURNAL
SAINS KIMIA
(JOURNAL OF CHEMICAL SCIENCE)
Volume : 9, Nomor : 1, 2005
Kepada para mitra bestari Jurnal Sains Kimia yang telah mengevaluasi artikel-artikel Jurnal
Sains Kimia Volume 9 Nomor 1 Tahun 2005, kami mengucapkan banyak terima kasih:
1) Prof. Basuki Wirjosentono, M.S, Ph.D
(Bidang Kimia Polimer, Universitas Sumatera Utara)
2) Prof. Dr. Harlinah SPW, M.Sc
(Bidang Biokimia, Universitas Sumatera Utara)
3) Prof. Dr. Harlem Marpaung
(Bidang Kimia Sensor, Universitas Sumatera Utara)
4) Dr. Bastian Arifin, M.Sc
(Bidang Kimia Fisika, Universitas Syiah Kuala-Banda Aceh)
5) Drs. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phil
(Bidang Kimia Lingkungan, Universitas Sumatera Utara)
2 artikel
2 artikel
2 artikel
1 artikel
1 artikel
Pembuatan Surfaktan dari Minyak Kemiri Melalui Reaksi Interesterifikasi Diikuti Reaksi Amidasi
(Daniel)
Daniel
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Mulawarman
Abstrak
Metil ester asam lemak campuran yang berasal dari minyak kemiri dibuat secara reaksi interesterifikasi
trigliserida dengan menggunakan pereaksi methanol dan katalis H2SO4 dengan hasil reaksi sebesar 98-99%.
Selanjutnya metil ester asam lemak campuran diubah kedalam bentuk alkanolamida campuran melalui reaksi
amidasi. Reaksi dijalankan dengan mereaksikan metil ester asam lemak campuran dengan etanolamin pada suhu
refluks yang akan menghasilkan alkanolamida campuran sebesar 64%. Harga HLB pengamatan alkanolamida
campuran yang berasal dari minyak kemiri adalah sebesar 6,0 yang sesuai untuk digunakan sebagai bahan
pengemulsi.
Kata Kunci: Surfaktan, Metil Ester Asam Lemak, Interesterifikasi.
PENDAHULUAN
Turunan asam lemak etanolamida
banyak digunakan pada kosmetik, detergen
(bentuk bubuk maupun cairan), pelunak
pada pembuatan tekstil dan pencegah
korosif. Pembuatan senyawa alkanolamida
ini dilakukan dengan mereaksikan asam
lemak dan amina pada suhu 120oC
180oC. Sintesis senyawa etanolamida yang
telah dilakukan adalah melalui reaksi
antara asam lemak dengan etanolamina
ataupun dietanolamina dengan asam lemak
sering
terjadi
persaingan
antara
terbentuknya amida dan ester apabila
kondisi reaksi tidak diatur dengan baik.
(Maag, 1984). Reaksi ini juga dapat
dilakukan dengan menggunakan pelarut
xilen seperti reaksi yang dilakukan pada
asam lemak dan dietilena triamin.
Reaksi
antara
monoetanolamina
dengan metil ester asam lemak untuk
membentuk alkanolamida juga telah
dikembangkan untuk pembuatan seramida
(amida asam lemak) yang banyak
bahan-bahan surfaktan
tersebut. Nilai
HLB
masing-masing
alkanolamida
campuran dan alkanolamida dalam bentuk
tunggal ditentukan berdasarkan
nilai
Konsentrasi Kritik Misel (KKM) yang
dapat diukur dengan tensiometer DeNoay.
Metil ester asam lemak minyak kemiri
tersebut
disintesa
melalui
reaksi
esterifikasi antara minyak kemiri dengan
methanol dalam pelarut benzene dan
katalis asam sulfat, yang menghasilkan
ester asam lemak campuran, hasil reaksi
98-99 %. Komposisi metil ester asam
lemak dari minyak kemiri tersebut
ditentukan
berdasarkan
analisa
Kromatografi GLC/FID. Kondisi GLC/FID
yang
menggunakan
kolom
DEGS
20%/Chromosorb W, Kecepatan aliran gas
25 ml/menit, suhu kolom 100-185oC yang
diprogram 4oC/menit serta suhu injeksi
230oC. Berdasarkan analisa GLC/FID
tersebut diperoleh komposisi asam lemak
palmitat (7%), stearat (3%), oleat (24%),
linoleat (40%), linolenat (26%).
Pemurnian metil ester asam lemak
tersebut
dapat
dilakukan
dengan
preparative kromatografi lapisan tipis pasa
terbalik dengan adsorbent silica gel
tersalinasi, develover kloroform-metanolair
(7:2:1,
V/V/V).
Sedangkan
alkanolamida yang diperoleh dimurnikan
dengan cara yang sama, tetapi adsorben
yang digunakan silica gel tersalinasi F-254
serta developer kloroform-metanol-airasam asetat (70:20:5:5, V/V/V/V). Analisa
hasil reaksi dilakukan berdasarkan
prosedur analisa gravimetric dengan
pembentukan endapan dan kristalisasi.
Titik lebur alkanolamida 61oC. Sedangkan
analisa Kromatografi HPLC dengan
defector infra merah, kolom devosil 60-3
serta system pelarut etanol-asetonitril
(60:40, V/V).
Nilai
HLB
alkanolamida
yang
diperoleh
ditentukan
berdasarkan
konsentrasi kritik missel (KKM) yang
Pembuatan Surfaktan dari Minyak Kemiri Melalui Reaksi Interesterifikasi Diikuti Reaksi Amidasi
(Daniel)
rekromatografi
pada
kromatografi
lapisan tipis. Kromatografi lapisan tipis
ini menggunakan silica gel G-60 dan
developer
kloroform/methanol/asam
asetat (90;10;1. V/V/V) dan difiksasi
secara cepat dengan uap Iodium tipis.
Pita kromatogram metil ester dikerok
untuk dielusi dengan kloroformmethanol (8:2). Seluruh pita metil ester
lemak yang terjadi digabungkan
sebelum dilakukan perlakuan elusi.
Selanjutnya
pelarut
kloroform/
methanol diuapkan dan dilakukan
analisis secara kromatografi gas cair,
yang menggunakan 20% DEGS/
chromosorb W. suhu kolom 185oC dan
kecepatan aliran gas pembawa nitrogen
25 ml/menit. Suhu injeksi dan detector
230oC. Jenis detector yang digunakan
adalah Flame Ionization Detector
(FID).
.
Pembuatan Surfaktan Alkanolamida
dari Metil Ester Minyak Kemiri
Sebanyak 97,6 gr (0,1 mol) ester
minyak kemiri campuran dimasukkan
kedalam labu leher tiga yang
sebelumnya telah dilengkapi dengan
pendingin bola, termometer dan
pengaduk
magnet,
kemudian
ditambahkan 150 ml benzen kering.
Metil ester minyak kemiri dan benzen
diaduk hingga homogen. Selanjutnya
ditambahkan 100 ml etanolamin dan
katalis natrium metoksida, kemudian
direfluks selama 4-6 jam. Hasil refluks
kemudian didinginkan dan diuapkan
pelarutnya dengan rotarievaporator.
Selanjutnya dicuci dengan asam sitrat
10% untuk menghilangkan katalisnya.
Amida yang diperoleh kemudian dicuci
dengan diklorometan lalu disaring,
residu yang diperoleh dicuci dengan
petroleum eter sambil diaduk dan
dibiarkan pada suhu kamar. Hasil yang
diperoleh dikeringkan pada vakum
desikator. Hasil dianalisis dengan
3
Pembuatan Surfaktan dari Minyak Kemiri Melalui Reaksi Interesterifikasi Diikuti Reaksi Amidasi
(Daniel)
Gambar
2.
62
60
58
56
54
52
50
48
0
Saran
Diharapkan untuk penelitian lanjutan
agar dapat diuji kestabilan bahan surfaktan
tersebut.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini kami ucapkan
rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada
Rektor Universitas Sumatera Utara,
Promotor dan Co Promotor saya, Kepala
Laboratorium
Kimia
Organik/Proses
KImia FMIPA USU atas persetujuan dan
fasilitas yang digunakan dalam membantu
kelancaran pelaksanaan penelitian ini. Tak
lupa kami ucapkan terimakasih kepada
semua
asisten
laboratorium
kimia
organik/proses kimia FMIPA USU serta
semua pihak yang telah membantu
terlaksananya penelitian ini. Penelitian ini
merupakan penelitian pendahuluan bagi
penulis dalam rangka penyelesaian
disertasi pada Program Pascasarjana S3
Ilmu Kimia USU pada saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Balakrishnan, S.. and D. Raghavan, (2003),
Synthesis
of
13(140)-Hydroxy-cis-10nonadecenyl Amine Hydrochloride, J. Am.
Oil. Chem. Soc., 80 (3), 503
Billenstein, S dan Blaschke, G., (1984), Industrial
Production of Fatty Amines and Their
Derivatives, J. Am. Oil. Soc., 61 (2), 354.
Brahmana, H.R., Laporan Hasil Penelitian
Mengenai Sintesa Amida Sebagai Bahan
Pemantap Lateks, Lembaga Penelitian USU,
1991.
Brahmana, H.R., A Versatile Reaction to
Synthesize Related Aldehydes From PKO for
Perfumery Via Esterification, Amination and
Selective Reduction, dalam Proc. Of 1989
Int. P.O. Dev. Conference Chemistry,
Technology and Marketing, PORIM, Kuala
Lumpur, 142 (1990)
Hamilton,
R.J.,
Esterification
and
Interesterification, dalam Proc. Of 1989
Int. P.O. Dev. Conference Chemistry,
Technologi & Marketing, PORIM, Kuala
Lumpur, 67 (1990).
Pembuatan Surfaktan dari Minyak Kemiri Melalui Reaksi Interesterifikasi Diikuti Reaksi Amidasi
(Daniel)
George J. Piazza., Alberto, N., and Thomas A.
Foglia., (2003), Hydrolysis of Mono- and
Diepoxyoctadecanoates by Alumina , J.
Am. Oil. Chem. Soc., 80 (9), 901.
Martin, N.A., Swarbrick, J., and Cammarata, A.,
Physical Pharmacy, LEA & FEBIGER,
Phil., 1989.
Meffert, A., Technical Uses of Fatty Acid Ester,
dalam JAOCS, 61, 225 (1994)
Maag, H., (1984), "Fatty Acid Derivatives :
Important Surfactants for Household,
Cosmetic and Industrial Purposes", J. Am.
Oil. Chem. Soc., 61 (2), 259 - 267.
Urata, K. and N. Takaishi., (1998), "Applications of
Protecting Groups in the Synthesis of
Surfactants,
Lipids,
and
Related
Compounds", J. Sur. & Det., 1 (1) 73 - 82.
Yamane, I and Y. Miyawaki., (1990),
Manufacturing Process of Sulfo Methyl
Ester and Their Aplication to Detergen,
Proceeding of Palm Oil Development
Conference Chemistry Tecnologi and
Marketing, PORIM,
Kuala
Lumpur,
Malaysia, 132
Yingui, W. dan Herrington., (1997), Thermal
Reaction of Fatty Acid With Dietilen
Triamine, J. Am. Oil. Chem. Soc. 74, 21
Irfan Mustafa
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Syiah Kuala, 23111
Abstrak
Impregnasi polistirena bekas yang dimodifikasi dengan asam akrilat dan benzoil peroksida sebagai inisiator, ke
dalam Kayu Kelapa Sawit (KKS) walaupun telah memperbaiki sifat mekanik KKS, namun stabilitas termalnya
masih rendah. Untuk meningkatkan stabilitas termal, khususnya stabilitas panas dan ketahanan nyala KKS, maka
dilakukan pemantapan resin Polistirena dengan antioksidan 2,6, di-tert butil-4-metil fenol (BHT).
Dalam penelitian ini perbaikan sifat-sifat termal, dilakukan dengan penggunaan BHT sebagai stabiliser pada
resin pengimpregnasi. Proses pengimpregnasi dilakukan dalam impregnator dengan kondisi tekanan, suhu dan
waktu yang optimum. Kinerja dari bahan stabiliser pada resin untuk impregnasi KKS tersebut diamati
menggunakan Uji sifat mekanis, Mikroskop Elektron Payaran (SEM), Spektroskopi Infra Merah Fourier
Transform (FT-IR) dan Analisa Termal Differensial (DTA) dari specimen KKS terimpregnasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa stabilitas panas dan nyala KKS terimpregnasi dengan penambahan 0,02 g
BHT (10% dari resin) meningkat 5 sampai 8 kali dibandingkan tanpa antioksidan. Hal ini disebabkan oleh
kemampuan Butil Hidroksi Toluena dalam berinteraksi dengan resin dan KKS serta kemampuannya dalam
mendeaktifkan radikal makro yang terbentuk akibat adanya pengaruh termal.
Kata Kunci: Impregnasi, Stabilitas Termal, BHT, Antioksidan, Stabiliser
PENDAHULUAN
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia
menghasilkan limbah padat kayu kelapa
sawit (KKS) yang cukup banyak sementara
pemanfaatannya masih terbatas secara
ekonomis karena kualitasnya yang rendah
dan mudah rusak karena pengaruh cuaca
dan serangga (Wirjosentono, dkk,2000).
Limbah batang kelapa sawit yang
dihasilkan pada waktu peremajaan
tanaman menimbulkan pencemaran dan
masalah lingkungan lainnya, sehingga
mendorong untuk memanfaatkan limbah
kayu kelapa sawit yang banyak dijumpai di
Indonesia
untuk
mengganti
kayu
konvensional seperti Jati, Pinus, Meranti
dan lain sebagainya.
Perkembangan perkebunan kelapa
sawit yang banyak dijumpai di indonensia
terus meningkat dengan laju peremajaan
8
Peranan 2,6,-Di-Tret-4-Butil-4- Metil Fenol Terhadap Stabilitas dan Panas Kayu Kelapa Sawit
(Irfan Mustafa)
peroksida,
n-heksane
(P.a.E.Merck),
toluena dari Brataco Chemica. Polistirena
murni dan daur ulang, BHT (2,6 di-tertbutil-4-metil fenol)
Alat
Pisau Pemotong, dan ImpregnatorAlat
pencetak tekan di laboratorium Kimia
Polimer FMIPA USU. Uji tarik dan
kelenturan menggunakan alat uji tarik
model MFG SC-2 DE.
Prosedur Kerja
Penyediaan Bahan Baku Kayu Kelapa
Sawit (KKS)
Sampel Kayu Kelapa Sawit (KKS) yang
digunakan diambil dari bagian luar batang,
dikeringkan dalam udara terbuka selama
30 hari. Spesimen dipotong-potong dengan
ukuran panjang sesuai dengan ASTM
(American for Testing and Material) D
1324-60.
Penyediaan Resin Pengimpregnasi
Butiran
polistirena
bekas
tersebut
ditimbang sebanyak 20 gram dimasukkan
ke dalam gelas ukur dilarutkan dengan
toluena, dicampur selama 5 menit lalu
ditambahkan dengan 0,1 gram benzoil
peroksida dicampur lagi hingga tercampur
rata, kemudian dimasukkan 3,6 gram asam
akrilat, dan dicampur lagi sampai
homogen. Setelah campuran benar-benar
homogen, ditambahkan BHT dengan
variasi 0; 0,005; 0,01; 0,015; 0,02; 0,025;
0,03.
Pembuatan Specimen Polistirena Hasil
Modifikasi
Resin sebanyak 3 gr diletakkan diantara 2
(Dua) lempengan stainless stell ukuran 15
x 15 cm yang sebelumnya sudah dilapisi
9
10
Peranan 2,6,-Di-Tret-4-Butil-4- Metil Fenol Terhadap Stabilitas dan Panas Kayu Kelapa Sawit
(Irfan Mustafa)
Tabel 1. Data pengukuran sifat mekanis resin PS bekas modifikasi
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
20
20
20
20
20
20
20
20
3,6
3,6
3,6
3,6
3,6
3,6
3,6
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,005
0,01
0,015
0,02
0,025
0,03
KekuatanTarik
/ Kgf/mm2
Kemuluran
(%)
0,35
0,51
0,68
0,7
0,74
0,82
0,79
0,62
2,38
0,56
1,19
2,3
3,1
3,6
2,38
2,17
Waktu
Getas
(menit)
50
40
180
210
270
330
300
300
BHT
MoR
MoE
2
M.jenis
2
Keterangan
(gr)
(Kg/cm )
(Kg/cm )
(g/cm )
KKS Kering
119,8
12.372
0,36
Mampu nyala
KKS + resin
507,41
34.102
0,62
0,015
604,57
39,61
0,61
0,02
617,12
41,13
0,64
0,025
611,54
40.41
0.62
11
12
Spektroskopi
FT-IR
membantu
memberikan informasi tentang perubahan
gugus fungsi dan adanya interaksi secara
kimia.
Data spektrum FT-IR menunjukkan
serapan yang khas untuk resin polistirena
yaitu 3026,1; 2850,6;1600,8; 1492,8;
1452,3; 1373,2 cm-1 dan gugus asam
akrilat ( C= O) yaitu disekitar 1724,2 cm-1.
Dengan adanya penambahan antioksidan
Butil Hidroksil Toluena ke dalam resin,
ternyata spektrum FT-IR menunjukkan
adanya gugus baru di serapan 3440,8 cm-1
yang diperkuat dengan 1164,9 cm-1 adalah
merupakan gugus OH dari fenol atau Ar COH. Kemudian adanya serapan di 1870
1725 cm-1 semakin mempertajam interaksi
dari gugus C=O dengan munculnya dua
puncak. Data lainnya yang mendukung
adalah serapan 30803030 cm-1 sebagai
bentukan dari Ar C-H.
Peranan 2,6,-Di-Tret-4-Butil-4- Metil Fenol Terhadap Stabilitas dan Panas Kayu Kelapa Sawit
(Irfan Mustafa)
Tabel 3. Data FT-IR Resin Polistirena modifikasi (BHT)
Bil. Gel. (cm-1)
pergeseran
Gugus fungsi
Keterangan
CH (Aromatik)
Polistirena
1625-1575
1600,8
Ar C-C
1492,8 - 1450,4
1492,8 - 1452,3
Uluran CH2-
1300-1100
1373,2
(CH2)n
1728,1
C=O
3440,8
O-H
1164,9
Ar C-OH
840
800-700
1728,1
As.akrilat
BHT
Pergeseran
Gugus fungsi
Keterangan
OH
CH
C-C
CH3, CH2
C-O-C (sel)
CH (Aromatik)
Ar C-C
Uluran CH2C=O
Resin Polistirena
termodifikasi
3427,3
1164,9
OH
Ar C-OH
BHT
13
14
Peranan 2,6,-Di-Tret-4-Butil-4- Metil Fenol Terhadap Stabilitas dan Panas Kayu Kelapa Sawit
(Irfan Mustafa)
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian ini dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. KKS dapat diimpregnasikan dengan resin
polistirena termodifikasi asam akrilat dan
Butil Hidroksi Toluena, serta dapat
meningkatkan mutu KKS sehingga dapat
digunakan untuk kayu pertukangan dengan
interaksi fisik-kimia antara polistirena
dengan selulosa KKS.
2. Penggunaan 2,6 di-tert-butil-4-metil fenol
sebanyak 10 %, ternyata mampu
meningkattkan stabilitas termal KKS yang
diimpregnasi pada tekanan 1 kg/cm2,
waktu 9 jam dan konsentrasi resin 20
%(b/v).
3. KKS setelah dimpregnasi dengan resin
polistirena
termodifikasi,
kualitasnya
meningkat. Harga MoR dan MoE KKS
awal (119,8 dan 12.372,51) kg/cm2 setelah
diimpregnasi menjadi (617,12 dan 41,13)
kg/cm2. Menurut SNI tentang mutu kayu
dari harga MoR-nya KKS terimpregnasi
dikatagorikan pada kelas III dan dari harga
MoE-nya berada pada kelas IV.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Prof.Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D,
Dr.Purboyo Guritno, MSc, Drs.Thamrin, MSc
dan bapak Drs. Harry Agusnar, MSc, M.Phil
atas bimbingan selama melakukan penelitian
dan penulisan. Juga terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuannya.
Semoga Allah SWT melimpahkan rahmatNya
dan memberikan balasan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Andrew S, (2002),Ordered Nanoporous Polymers
from
Polystyrene-Polylactide
Block
Copolymers,
Journal
AM.Chem.Soc.
Vol.124.
Al-Malaika, S, (1997),Reaktive Modifiers For
Polymers,
Blanckie
Academic
and
professional, London.
Al-Malaika, S. and G. Scot, (1983), Degradasi and
Stabilisation of Polyoleofins, App. Sci.Publ,
Ltd. London
15
PENDAHULUAN
Limbah padat tandan kosong sawit
yang berasal dari perkebunan kelapa sawit
merupakan sumber karbohidrat dan
lignoselulosa tersedia melimpah ruah di
Indonesia sampai saat ini belum
dimamfaatkan secara optimal Dengan
kandungan selulosa yang cukup tinggi ,
tandan kosong sawit dapat digunakan
sebagai bahan baku pulp.Dalam hal lain ,
pulp tandan kosong sawit telah digunakan
sebagai pengisi matriks polimer karena
harganya murah dan tersedia dalam jumlah
banyak, Wirjosentono
menggunakan
serbuk tandan kosong sawit sebagai
pengisi matriks poliolefin untuk digunakan
sebagai film kemasan, tetapi dapat
terdegradasi oleh pengaruh mikroba dan
cuaca.
Polietilena adalah salah satu polimer
terbesar penggunaan. dan produksinya
pada pasca pemakaian sukar terdegradasi
16
Peranan Anhidrida Maleat Terhadap Kompabilitas Polietilena dan Karet Alam SIR 20
(Lely Risnawaty Daulay)
Bahan
Sifat Mekanik
Campuran polietilena, karet alam SIR
20 dan pengisi pulp tandan kosong sawit
dengan penambahan anhidrida maleat lebih
kompatibel daripada tampa anhidrida
maleat..Kekuatan
tarik
(MPa)
dan
kemuluran (mm) dari specimen campuran
terlihat pada Tabel 2. Terlihat perbedaan
yang nyata dari pengaruh penambahan
anhidrida maleat dan tampa anhidrida
maleat terhadap kekuatan tarik dari
campuran polimer. Ini berarti adanya
penambahan anhidrida maleat akan
meningkatkan kuat tarik dan juga
kemuluran. Ini disebabkan anhidrida
maleat yang bersifat polar mengikat gugus
non polar pada polietilena dan karet alam
SIR 20 dengan gugus polar pulp tandan
kosong sawit.
Metoda
Polietilena, karet alam SIR 20 dengan
pulp TKS ynag sudah halus, benzoil
peroksida dan anhidrida maleat dicampur.
Pencampuran
dilakukan
dengan
menggunakan labu plastomil computer
pada temperatur 135 0C, kecepatan putar
60 rpm selama 10 menit. Variasi komposisi
pencampuran seperti pada Tabel 1. Hasil
Tabel 1. Komposisi campuran polimer dalam labu plastomil
Polietilena
42
42
PTKS
30
30
28
28
Benzoil peroksida
Anhidrida maleat
2
2
Tabel 2. Kekuatan tarik (MPa) dan kemuluran (mm) dari campuran polietilena, karet alam SIR 20 dan pulp TKS
dengan anhidrida maleat dan tanpa anhidrida maleat
PE
42
42
42
Karet Alam
SIR 20
28
28
28
Komposisi (%)
Pulp TKS
30
30
30
BPO
AM
0,25
0,25
3,0
Kuat tarik
Kemuluran
2,79
2,82
4,38
26,02
30,92
63,52
17
Morphologi
Morphologi
permukaan
untuk
campuran polimer yang ditambah dengan
anhidrida maleat dan tampa anhidrida
maleat didasarkan pada SEM terlihat pada
Gambar 1a-1b. Permukaan antara matriks
polietilena, karet alam SIR 20 dan pengisi
pulp TKS tampa penambahan anhidrida
maleat menunjukkan adhesi yang lemah.
Pada permukaan specimen terlihat pengisi
selulosa tidak menyebar secara merata
dibandingkan
dengan
penambahan
anhidrida maleat yang terdistribusi secara
merata. Penambahan anhidrida maleat
telah mengubah permukaan polimer
sehingga matrik menjadi kompatibel
karena adanya interaksi antara polietilena,
karet alam SIR 20 dengan pulp tandan
kosong sawit.
(1a)
(1b)
Gambar 1a dan 1b. Fota SEM campuran polietilena, karet alam SIR 20 dan pulp TKS dengan
anhidrida maleat dan tampa anhidrida maleat
Gambar 2 a. Pengukuran termal diffrensial (DTA) campuran polietilena, karet alam SIR 20 dan pulp TKS
dengan anhidrida maleat
18
Peranan Anhidrida Maleat Terhadap Kompabilitas Polietilena dan Karet Alam SIR 20
(Lely Risnawaty Daulay)
Gambar 2 b. Pengukuran termal diffrensial (DTA) campuran polietilena, karet alam SIR 20, dan pulp TKS tanpa
anhidrida maleat
Spektroskopi inframerah
Spektroskopi
inframerah
yang
dihasilkan dari sampel film polietioenadan
karet alam SIR 20 dengan pengisi pulp
tandan kosong sawit dengan adanya
anhidrida maleat dan tampa anhidrida
maleat terlihat pada Gambar 3a 3b.
Absorbsi dengan panjang gelombang 3052
cm dan 3886 cm untuk pulp tandan kosong
sawit adalah karakterisasi dari ikatan
hidrogen atau sterching vibrasi untuk OH.
Absorbsi untuk panjang gelombang 23392923 cm untuk streching CH. Puncak 1701
karakterisasi untuk C=O dari anhidrida
maleat. Munculnya pita serapan 1029
adanya gugus C-O-C menunjukkan adanya
indikasi telah terjadi interaksi antara
polietilena dan karet alam SIR 20 dengan
pulp tandan kosong sawit dan anhidrida
maleat alam SIR 20 dan pulp TKS dengan
anhidrida maleat
Gambar 3 a. Spektra inframerah campuran polietilena, karet alam SIR 20 dan pulp TKS dengan anhidrida
maleat
Gambar 3 b. Spektra inframerah campuran polietilena, karet alam SIR 20 dan pulp TKS tanpa anhidrida maleat
19
20
Pemanfaatan Ekstrak Biji Buah Pinang (Areca Catechu L) Sebagai Anti Oksidan
(Pina Barus)
Pina Barus
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155
Abstrak
Ekstrak biji buah pinang (Areca catechu L) dapat digunakan sebagai antioksidan terhadap minyak/lemak. Dari
50 g bubuk biji buah pinang diekstraksi dengan etanol-air (4:1) v/v (ekstrak A); Aseton-air (4:1) v/v (ekstrak B)
dan dengan air pada suhu 80 0C (ekstrak C). Total polifenol dari ekstrak A, B dan C ditentukan secara volumetris
(AOAC). Uji aktivitas antioksidan ekstrak A, B dan C terhadap asam linoleat pada kosentrasi 200 dan 400 ppm.
1%
Aktivitas antioksidan ditentukan melalui pengukuran bilangan peroksida dan absorbansi pada E1 cm 232 nm
(Carotein Bleaching Method). Sebagai pembanding digunakan BHT dalam kosentrasi yang sama. Dari hasil
penelitian menyatakan bahwa ekstrak biji buah pinang dapat digunakan sebagai antioksidan terhadap minyak dan
lemak, walaupun tidak sebaik BHT. Uji statistik menunjukkan bahwa ketiga ekstrak tidak begitu nyata dalam hal
aktivitas antioksidannya.
Kata kunci: biji buah pinang, antioksidan, bilangan peroksida, absorbsi.
PENDAHULUAN
Pemanfaatan biji-bijian, daun, batang
dan akar berbagai tanaman telah dicoba
sebagai antioksidan terhadap minyak dan
lemak menggantikan antioksidan sintetis.
Hal ini dilakukan karena adanya dugaan
bahwa pemanfaatan antioksidan sintetis
seperti BHT dan BHA dapat menyebabkan
kanker. Dalam penelitian ini dicoba
menggunakan ekstrak biji buah pinang
(Areca catechu L) sebagai antioksidan
terhadap asam linoleat. Biji buah pinang
disebutkan mengandung tannin yaitu
senyawa polifenol dimana senyawa
polifenol
ini
mempunyai
aktivitas
antioksidan terhadap minyak atau lemak.
Ekstraksi dilakukan menggunakan tiga
jenis pelarut yaitu :
Etanal air =
(4:1) v/v; Aceton Air = (4:1) v/v dan Air
pada 80 0C. Ekstrak kasar dipekatkan
ditentukan
kadar
polifenol
secara
volumetris
(AOAC).
Selanjutnya
Metoda
Biji buah pinang dikeringkan pada
panas matahari lalu ditumbuk halus
60 80 mesh.
Selanjutnya
dilakukan
ekstraksi
menggunakan tiga jenis pelarut yaitu:
Etanol Air (4 : 1) v/v; Aceton Air (4 :
1) v/v dan Air pada 80 0C. Filtrat yang
diperoleh dibebaskan dari pelarut dengan
menguapkannya pada rotatorievoporator.
Kadar polifenol dalam masing-masing
ekstrak ditentukan secara volumetris
(AOAC). Selanjutnya dari masing-masing
ekstrak diuji aktivitas antioksidannya
terhadap asam linoleat. Kadar ekstrak
kasar yang digunakan masing-masing 200
dan 400 ppm. Aktivitas anti oksidannya
ditentukan pula dengan mengamati
perubahan bilangan peroksida (PV) dan
%
232 nm .
absorbansi pada E11cm
PENENTUAN TOTAL POLIFENOL
1. Metode volumetri
Penentuan
polifenol
dengan
volumetris.
Reagen
1. KMnO4 0,04 N
2. Larutan indigo carmine, larutkan
1,5 g indigo carmine (bebas dari
biru) dalam 1 L air yang berisi 50
ml H2SO4(p).
Prosedur
Tempatkan aliquot juice yang telah
disaring (10-20 ml berisi 0,01 g tannin)
dalam cawan porselin, tambahkan 20
ml indigo carmine dan
+
500 700 ml air.
Tambahkan KMnO4 dari buret 1 ml
dan digoyang sampai warna menjadi
hijau terang.
Kemudian tambahkan setetes sampai
warna menjadi pink. Catat ml KMnO4
(A).
Ke dalam 50 ml filtrat juice dalam labu
250 ml, tambahkan 25 ml larutan
gelatin dan sempurnakan volume
dengan larutan asam NaCl.
Pindahkan ke labu conikal, tambahkan
sedikit penyaring (kaolin, kieselgur),
biarkan 15 menit dan saring.
Ke dalam 50 ml filtrat (10 ml juice),
tambahkan 20 ml larutan indigo
carmine, dan tambahkan kira-kira 50
70 ml air, dan titrasi dengan larutan
KMnO4 (B).
Pemanfaatan Ekstrak Biji Buah Pinang (Areca Catechu L) Sebagai Anti Oksidan
(Pina Barus)
Reagen
a) Folin Denis Reagen
Ke 750 ml air, tambahkan 100 g
Na-tungstate (Na2WO4 . 2H2O), 20
g phospho molybic dan 50 ml
H3PO4 85%. Refluks campuran
selama
2 jam, didinginkan pada
25 0C dan dilarutkan dengan 1000
ml air.
b) Na2CO3 jenuh
Ke dalam 100 ml air tambahkan 35
gr Na2CO3 anhidrat, larutkan pada
70 80 0C dan dinginkan 1 malam
lebih.
c) Larutan standar asam tannat
Larutkan 100 mg asam tannik
dalam 1 l air. Siapkan larutan segar
untuk masing-masing penetapan
(1 ml = 0,1 mg asam tannik).
PV
(meg O2/kg
minyak)
%
E11cm
232 nm
298,7
156,7
136,9
283,0
268,0
278,0
245,3
236,6
216,0
27,04
13,46
10,25
25,12
22,06
26,61
23,74
22,06
20,13
23
24
Analisa Kadar Ion Cu2+ pada Glyserol dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom
(Zul Alfian)
Zul Alfian
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155
Abstrak
Telah dilakukan analisa logam Cu didalam glyserol yang berperan sebagai katalis dalam bentuk Cupper
Chromite. Sampel glyserol yang digunakan dalam pengujian diambil dari tangki penyimpanan sementara antar
tiap proses.
Kadar logam Cu dalam glyserol dapat ditentukan dengan menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom
(SSA), dimana serapan atom-atom yang teratomisasi kebentuk dasar sebanding dengan konsentrasi analit pada
panjang gelombang tertentu.
Kadar logam Cu dalam glyserol yang diperoleh adalah 0,777 ppm 1,579 ppm sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI).
Kata Kunci: Analisa, glycerol, SSA.
PENDAHULUAN
Perkembangan industri di negara kita
semakin pesat. Perkembangan ini mampu
untuk meningkatkan taraf hidup rakyat.
Kebanyakan industri menggunakan air
sebagai kebutuhan primer, namun efek
sampingnya adalah dihasilkannya limbah
cair yang banyak mengandung logam
berat.
Terkadang
industri
masih
mengabaikan suatu proses yang steril,
sehingga pada produk yang dihasilkan
masih terdapat logam-logam berat yang
berbahaya bagi proses selanjutnya atau
dikonsumsi manusia.
Pencemaran lingkungan oleh logamlogam berbahaya dapat terjadi jika orang
atau pabrik yang menggunakan logam
tersebut untuk proses produksinya tidak
memperhatikan keselamatan lingkungan.
Mereka tidak memantau buangan limbah
pabriknya sehingga berbahaya bagi
lingkungan hidup.
Pengawasan juga perlu dilakukan pada
produk yang dihasilkan, dimana produk
26
Analisa Kadar Ion Cu2+ pada Glyserol dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom
(Zul Alfian)
Tabel 1. Hasil pengukuran Cu pada air umpan
boiler
dengan
menggunakan
Spektrofotometer Serapan Atom Nyala =
udara asetilen.
Sampel
(ppm)
Absorbansi
(A)
Cu 0
0.0007
0
0
0.0851
0.5
0.0851
0.5
0.1598
1
0.1597
0.1595
Cu 2
0.5091
0.5095
1
2
0.3408
0.3409
Cu 3
0.5
0.3409
0.3406
0.5
0.0845
0.1598
RataRata
0.0009
0.0857
Cu 1
Konsentrasi
(ppm)
0.0005
0.0007
Cu 0.5
Ratarata
3
0.5091
0.5087
Sampel
Absorbansi
Konsentrasi
(ppm)
25-02-2003
G2
0.1203
0.777
14-03-2003
G2
0.2512
1.597
PEMBAHASAN
Penetapan kadar logam Cu dalam
glyserol yang berperan sebaga katalis dapat
dilakukan dengan metode spektrofotometri
serapan atom dengan cara destruksi kering.
Penetapan kadar logam Cu dalam
glyserol yang berbentuk cupper chromite
dapat dilakukan dengan berbagai metode,
antara lain dengan metode pengabuan, atau
cara spektrofotometri baik serapan atom
maupun UV- Visible.
Kadar logam Cu pada Glyserol
sebesar 0.777 ppm dan 1.597 ppm,
menurut dari hasil penelitian ini dapat
27
Abstrak
Estimasi kadar kurkumin pada sediaan herbal komersial telah ditentukan dengan metode spektrofotometri
derivatif tanpa adanya pemisahan dari sediaan awal. Metode ini didasarkan pada jarak antara dua puncak
(amplitudo puncak ke puncak) pada derivat spektrum standar dan ekstrak contoh. Puncak 441,5 dan 477 nm
derivat kedua dari ekstrak jamu Curmino dan puncak 452 nm derivat ketiga ekstrak Cursil70 dipilih sebagai
daerah kerja untuk estimasi kadar kurkumin.
Kurva kalibrasi dari amplitudo puncak ke puncak (DL) derivat kedua ekstrak Curmino (r = 0,9992) maupun
amplitudo puncak (DZ) derivat ketiga ekstrak Cursil-70(r = 0,9938) linear pada konsentrasi 2 10 ppm.
Kata kunci: Kurkumin, Spektrofotometri, Herbal.
PENDAHULUAN
Jaminan terhadap kualitas produk
biofarmaka (sumberdaya alam baik
tumbuhan, hewan, maupun mikroba yang
memiliki manfaat sebagai obat, makanan
fungsional dan suplemen diet (obat dan
nutraceutical) bagi manusia, hewan, dan
lingkungan) semakin meningkat dengan
meningkatnya
permintaan
terhadap
biofarmaka tersebut.
Untuk itu perlu
dilakukan standardisasi bahan baku
maupun produk biofarmaka.
Konsep
penggunaan obat tradisional yang semula
digunakan
oleh
masyarakat
untuk
swamedikasi seperti diakui WHO sudah
mengarah untuk dapat dipergunakan pada
sistem pelayanan kesehatan.
Dengan
demikian, tentunya persyaratan yang harus
dipenuhi bukan lagi berdasarkan data
empirik, namun harus sesuai dengan
kaidah yang diterapkan pada sistem
pelayanan kesehatan yaitu harus dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik
mutu, keamanan, dan khasiatnya. Salah
satu dari tiga konsep untuk menyusun
28
Estimasi Kandungan Kurkumin pada Sediaan Herbal Komersial Secara Spektrofotometri Derivatif
(Irmanida Batubara, Mohammad Rafi, Latifah K. Darusman)
2 .4
2 .3
2 .2
2 .1
2 .0
1 .9
1 .8
1 .7
1 .6
1 .5
1 .4
1 .3
400
30
450
500
55 0
nm
Estimasi Kandungan Kurkumin pada Sediaan Herbal Komersial Secara Spektrofotometri Derivatif
(Irmanida Batubara, Mohammad Rafi, Latifah K. Darusman)
2 .1
2 .0
1 .9
1 .8
1 .7
1 .6
1 .5
1 .4
1 .3
400
450
500
55 0
nm
) ekstrak Cursil70 (C = 10
ppm)
0 .0 0 5
0 .0 0 0
- 0 .0 0 5
- 0 .0 1 0
400
450
500
55 0
nm
(a)
0 .0 0 0 1 5
0 .0 0 0 1 0
0 .0 0 0 0 5
0 .0 0 0 0 0
- 0 .0 0 0 0 5
- 0 .0 0 0 1 0
- 0 .0 0 0 1 5
- 0 .0 0 0 2 0
400
450
500
550
nm
(b)
31
0 .0 0 0 0 0
400
450
500
nm
550
(c)
Gambar 3. Derivat spektra standar kurkumin (
ketiga
0 .0 0 5
0 .0 0 0
- 0 .0 0 5
- 0 .0 1 0
400
450
500
55 0
nm
(a)
0 .0 0 0 1 5
0 .0 0 0 1 0
0 .0 0 0 0 5
0 .0 0 0 0 0
- 0 .0 0 0 0 5
- 0 .0 0 0 1 0
- 0 .0 0 0 1 5
- 0 .0 0 0 2 0
400
450
(b)
32
500
550
nm
Estimasi Kandungan Kurkumin pada Sediaan Herbal Komersial Secara Spektrofotometri Derivatif
(Irmanida Batubara, Mohammad Rafi, Latifah K. Darusman)
0 .0 0 0 0 1
0 .0 0 0 0 0
400
450
500
nm
550
(c)
Gambar 4. Derivat spektra standar kurkumin (
ketiga
Perbedaan
hasil
pertumpangtindihan
spectra pada kedua sample ini terjadi karena
matriks yang terdapat dalam kedua sample ini
berbeda. Curmino hanya mengandung satu
macam ekstrak yaitu hanya ekstrak temulawak,
sehingga matrik lain pada sample sediaan
herbal komersial ini hanya berupa bahan
pengisi atau bahan pengikat ekstrak temulawak
saja. Sedangkan sample Cursil70 memiliki
matriks yang lebih kompleks. Hal ini terjadi
karena pada Cursil70 selain mengandung
ekstrak temulawak, juga terkandung ekstrak
kunyit yang juga mengandung kurkumin dan
ekstrak silimarin yang tidak mengandung
kurkumin. Selain ketiga jenis ekstrak tersebut,
dalam sediaan herbal komersial Cursil70
juga masih mengandung bahan pengisi atau
bahan pengikat ekstrak. Oleh karena itu
pertumpangtindihan spectra pada sample
Cursil70 lebih sulit untuk didapatkan.
Derivat kedua dan ketiga dari spektrum
deret standar kurkumin ditunjukkan pada
Gambar 5. Hubungan yang linear diperoleh
Curmino 2D 441,5-477,0
C (r = 0,9992)
Cursil70 3D 452
10 -6 C (r = 0,9938)
0 .0 0 0 4
0 .0 0 0 3
0 .0 0 0 2
0 .0 0 0 1
0 .0 0 0 0
- 0 .0 0 0 1
- 0 .0 0 0 2
- 0 .0 0 0 3
- 0 .0 0 0 4
400
500
600
700
nm
(a)
33
0 .0 0 0 0 1
0 .0 0 0 0 0
- 0 .0 0 0 0 1
400
50 0
600
700
nm
(b)
Gambar 5. Derivat spektrum deret standar kurkumin (2-10 pm) (a) kedua dan (b) ketiga
KESIMPULAN
Spektrofotometri
derivatif
dapat
digunakan untuk estimasi kandungan
kurkumin pada sediaan herbal komersial.
Metode yang dikembangkan ini lebih
mudah, cepat, dan murah karena tidak
membutuhkan banyak pelarut maupun
pereaksi. Selain itu, pengaruh matriks pada
sample
dapat
dihilangkan
bila
menggunakan analisis ini dibandingkan
dengan
menggunakan
metode
spektrofotometri konvensional. Metode ini
masih dalam pengembangan agar dapat
digunakan sebagai sebuah teknik analisis
yang akurat dalam menentukan kandungan
kurkumin.
DAFTAR PUSTAKA
ASEAN. 1993. Standard of ASEAN herbal
medicine. Vol 1.
Jakarta:
ASEAN
Countries.
Dirjen POM. 2000. Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat.
Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
El-Gindy
A.
2000.
First
Derivative
Spectrophotometric and LC Determination
of Benoxinate HCl and its degradation
Products. J Pharm Biomed Anal 22:215-234.
Hassan EM. 2000. Determination of Ipratropium
bromide in Vials Using Kinetic and FirstDerivative Spectrophotometric Methods. J
Pharm Biomed Anal 22: 1183-1189.
Karpinska J, Mikoluc B, Piotrowska. 1998.
Application of Derivative Spectrophotometry
for Determination of Coenzyme Q10 in
Pharmaceuticals and Plasma. J Pharm
Biomed Anal 17: 1345-1350.
34
PENDAHULUAN
Partikel karet dalam lateks distabilkan
oleh protein dalam bentuk koloid. Asam
protein amino memiliki dua muatan yang
berlawanan, positif dan negatif. Jika ujungujung molekul protein yang lengket dengan
partikel karet bermuatan positif, maka ujung
yang lain akan membentuk lapisan yang
bermuatan negatif yang akan mengganggu
partikel karet dari saling mendekati.
Fenomena ini menghindari koagulasi karet
dalam lateks. Jika molekul protein diambil
dari lateks, maka partikel karet saling
mendekati dan terjadilah penggumpalan
(koagulasi). Dengan demikian, dalam
medium
alkalin
Stabilizer
protein
bermuatan negatif kemudian distabilkan oleh
kelompok hidroksil yang bermuatan negatif.
Dilapangan, lateks karet distabilkan dengan
amonia. Pada sisi lain, didalam medium asam
muatan negatif lapisan penstabil dinetralisir
oleh proton asam, dengan lapisan yang
runtuh (collap), partikel karet menggumpal.
Pada beberapa pusat koagulasi dilapangan ini
dilakukan dengan asam formik.
Limbah koagulasi karet dari perusahaan
banyak mengandung jumlah protein secara
mendasar seperti yang diuraikan diatas. Jika
Analisa Kebauan
1. Analisa terdiri dari mencium kebauan
dari sampel yang diuji, diambil dari
sampel besar, dan kemudian diencerkan
dengan air suling hingga tidak ada lagi
bau yang terdeteksi. Faktor dilusi telah
dicatat.
2. Prosedur alternatif, sampel dilintaskan
pada sebuah kolom sinter yang disertai
dengan 2 gr kitosan yang ditutupi dengan
wol kaca. 10 ml Eluen telah dikoleksi,
kebauan diuji dan diencerkan sama
seperti sebelumnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh pH
pH sangat berpengaruh untuk penyerapan
parsial atau penyerapan menyeluruh dalam
pengujian RCE. Dengan 22 ppm kitosan
yang ditambahkan ke sampel 350 NTU
turbiditas yang belum diuji, pH optimum
untuk turbuditas minimum sampel yang telah
diuji adalah 5-6. Diluar batasan ini, turbiditas
yang lebih tinggi menunjukkan penyerapan
yang tidak sempurna (Seperti pada tabel 1).
Dengan tes lainnya, bilamana penyesuaian
pH dibutuhkan, dilakukan untuk memenuhi
nilai ini.
Pengaruh Jumlah Kitosan
Gambar 33.2 menunjukkan bahwa makin
banyak kitosan yang dipakai, makin baiklah
sampel yang diuji. Namun demikian, limbah
nampak jika jumlah besar kitosan dipakai
untuk reduksi turbiditas yang sangat kecil.
Pada tabel ini menunjukkan bahwa 22 ppm
dinyatakan optimum.
Kinetik Koagulasi
Koagulasi tidak terjadi pada waktu yang
sangat lama, seperti yang ditunjukkan pada
gambar 3. Setelah 40 menit turbiditas
direduksi dari 200 NTUke 30 NTU. Proses
mengikuti angka order pertama dengan angka
konstan1,15 x 10-1 mol-1 .
2.
limbah
Turbiditi / NTU
Kandungan Protein
250
125
90
0.01
0.008
0.004
KESIMPULAN
Pada kondisi kitosan 20 ppm didapati
Turbiditas menunjukkan 5,50 NTU berarti
hampir 90 % reduksi terjadi. Begitupun
kandungan protein setelah perlakuan dengan
kitosan didapati kadarnya menurun. Ini
menunjukkan kitosan sangat efektif untuk
digunakan sebagai koagulasi pada limbah
karet.
DAFTAR PUSTAKA
Bough, W.A. 1975. J Food Sc. 40: 297.
Bough, W.A. 1976. Process Biochem. 11(1): 1976.
Knorr, D. 1982, J. Food Sc, 47: 593.
Knorr, D. 1984, Food Tech.: 85.
Kobayashi, Y., nishiyama, M., Maturo, R.,Takura, S.
And Nishi, N. 1982. Proc. Second Inter.
Conf. Chitin-Chitosan, Japan.
Mallete, W.G., Quigleg, H.J. and Adiches, D. 1985.
Proc. Third Inter. Conf.chitin-Chitosan, Italy.
Muzzarelli, R.A.A. (Ed.) 1997. Chitin, Oxford:
Pergamon Press.
37
+ CH3OH
OH metanol
Benzena
H2SO4
800C
+ H2O
OCH3
CH2OH
O
O
OH
H
O
H
CH3C
CH3C
OH
H2SO4
asetat anhidrid
n
Selulosa
O
H
O
CH2 O C CH3
O
H
O
OCCH3 H
H
O
+ CH3C
OH
O - C CH3
O
Pada spektrum ini dapat dilihat bahwa
puncak serapan pada daerah bilangan
gelombang 3382 cm-1 merupakan pita
serapan gugus hidroksil (OH) pada unit
anhidroglukosa, sedangkan puncak serapan
pada daerah bilangan gelombang 1164
merupakan serapan dari ikatan C-O-C dari
bentuk glikosida. Kemudian puncak
serapan pada daerah bilangan gelombang
1033 cm-1 merupakan rentangan C-O
gugus hidroksil (OH) pada unit
anhidroglukosa dan puncak serapan pada
n
daerah bilangan gelombang 898 cm-1 khas
untuk piranosa (Hendri, J, 1999;
Silvestrein,1986). Puncak-puncak diatas
merupakan puncak yang menunjukkan
gugus penyusun dari selulosa
Dengan membandingkan spektrum
selulosa tanpa asetilasi dengan spektrum
selulosa yang terasetilasi seperti yang
ditunjukkan pada Gambar.
41
+
CH3
OCH3
metil kaproat
O
Sel O - C
selulosa kaproat
C5H11
NaOCH3
CH3OH
O
+ CH3 C
OCH3
metil asetat
KESIMPULAN
Dari
hasil
penelitian
yang
dilakukan dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Selulosa
asetat
yang
terbentuk
merupakan residu yang tidak larut
dalam
medium
asetilasi
dan
mempunyai derajat substitusi (DS) =
2,92 dengan kandungan asetil 44,08%.
2. Selulosa kaproat dapat disintesis
melalui reaksi interesterifikasi antara
selulosa asetat dengan metil kaproat
menggunakan katalis NaOCH 3 dan
pelarut metanol pada suhu refluks.
DAFTAR PUSTAKA
Austin, G.T., (1984), Man made and Film
Industries, in Shreves Chemical Process
Industries, 8th Ed., Mc Graw- Hill Book
Company, New York.
Barsha, J and Wyck, P.V., (1996). Cellulose in,
Krik-othmer Encyclopedia of Chemical
Technologic, 2nd Ed., 4, 593-614, john
Wiley & Sons, Inc. New York.
Biemen, K., (1983). Tables of Spectral Data for
Structure
Dtermination
of
Organic
compounds, Springer Verlag Berlin
Heidelberg.
Mark,
44
45
PENDAHULUAN
Eritrosit dapat berfungsi sebagai pembawa
obat karena mempunyai sifat biodegradasi,
nonimunogenik dan dapat ditargetkan secara
selektif pada hati atau limpa tergantung pada
karakteristik membran, sehingga dapat
diaplikasikan untuk penyampaian secara
target terbatas terutama untuk pengobatan
penyakit yang terjadi pada lisosom dan
toksisitas logam. (Gennaro, 2000)
Sefaleksin merupakan suatu antimikroba
turunan amino sefalosporin yang bersifat
lipofilik dan sukar diabsorbsi pada usus halus
dari kelinci percobaan (Kimura T. dkk, 1985)
dengan pKa 1 = 2,5, pKa2 = 5,2, dan pKa3 =
7,3 dan luas digunakan untuk pengobatan
(Moffat, 1986).
Berbagai penelitian tentang ikatan protein
terhadap obat pada eritosit manusia telah
dilakukan antara lain untuk; golongan
sulfonamid (Matsumoto, et al., 1989),
zonisamid dengan metode sentrifugasi dan
ultrafiltrasi menyatakan bahwa sel utuh dan
karbonik anhidrase mempunyai afinitas yang
tinggi untuk berikatan (Matsumoto, et
al.,1989), sulfadimetoksin dan metabolit
46
Pengujian Terhadap Pengikatan dan Pelepasan Sefaleksin pada Eritrosit Secara In Vitro
(Matheus T Simanjuntak)
Bahan
Sefaleksin (Sigma, St.Louis, M.O), darah
manusia (PMI), Natrium Klorida (Widatra
Bhakti,
Pandaan),
membran
selulosa
(Cellophan Tubing Seamless).
Pembuatan Kurva Serapan Sefaleksin
Ditimbang seksama 50 mg sefaleksin dan
dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml,
dilarutkan dengan larutan natrium klorida
fisiologis dan dicukupkan volume sampai
garis tanda. Larutan ini dipipet 3,4 ml dan
dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml
kemudian dicukupkan volume dengan
penambahan larutan natrium klorida fisiologis
sampai garis tanda, konsentrasi sefaleksin =
17 mcg/ml. Ukur serapan larutan dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang
220-320 nm.
Pembuatan Larutan Induk Baku
Ditimbang seksama 35 mg sefaleksin,
dimasukkan dalam labu tentukur 100 ml
dilarutkan dalam larutan natrium klorida
fisiologis dan dicukupkan volumenya hingga
garis tanda.
Pembuatan Kurva Kalibrasi
Dari larutan induk baku dibuat larutan
sefaleksin dengan berbagai konsentrasi yaitu:
0,002; 0,006; 0,01; 0,02; 0,03; 0,04; 0,05;
0,06; 0,07; 0,08; 0,09; 0,1 mM dengan cara
memipet larutan induk baku 0; 0,1; 0,3; 0,5;
1; 1,5; 2; 2,5; 3; 3,5; 4; 4,5; 5 ml ke dalam
labu tentukur 50 ml, kemudian ditambahkan
larutan natrium klorida fisiologis sampai garis
tanda. Ukur serapan pada panjang gelombang
263 nm.
Pencucian Membran Selulosa
Membran selulosa dengan panjang 12 cm
dimasukkan dalam wadah yang telah berisi
aquadest, kemudian dipanaskan selama 3 jam
sampai transparan.
Penyediaan Media Eritrosit
Ke dalam 5 ml eritrosit yang
bercampur
dengan
antikoagulansia
Sefaleksin
1. Untuk Blanko 1
Masukkan 10 ml larutan natrium klorida
fisiologis ke dalam membran selulosa
dengan panjang 12 cm, ikat ke 2 ujung
membran dengan benang bedah dan
dilakukan uji kebocoran, kemudian
masukkan ke dalam beakerglass 250 ml
yang telah berisi medium berupa 50 ml
larutan natrium klorida fisiologis. Setiap
15 menit aduk perlahan-lahan, dan
lakukan percobaan selama 1 jam. Ukur
absorbansi dari larutan medium pada =
263 nm.
2. Untuk Blanko 2
2 ml darah yang telah dicuci dicampur
dengan 8 ml larutan natrium klorida
fisiologis didalam membran selulosa
dengan panjang 12 cm, ikat ke 2 ujung
membran dengan benang bedah dan
dilakukan uji kebocoran, kemudian
masukkan ke dalam beaker glass 250 ml
yang telah berisi medium 50 ml larutan
natrium klorida fisiologis. Setiap 15 menit
aduk perlahan-lahan, dan lakukan
percobaan selama 1 jam. Ukur absorbansi
dari larutan medium pada = 263 nm.
3. Untuk Blanko 3
47
dari
1) Untuk sampel 1
2 ml darah yang telah dicuci dicampur dengan
8 ml larutan natrium klorida fisiologis
didalam membran selulosa dengan panjang 12
cm, ikat ke 2 ujung membran dengan benang
bedah dan dilakukan uji kebocoran, kemudian
masukkan ke dalam beakerglass 250 ml yang
berisi larutan sefaleksin 0,5 mM didiamkan
selama 1 jam. Dilakukan uji pelepasan
terhadap hasil pengikatan di atas dengan
menggunakan medium 200 ml larutan natrium
klorida fisiologis. Dilakukan variasi waktu
sampling sampai dengan setengah jam.
48
Pengujian Terhadap Pengikatan dan Pelepasan Sefaleksin pada Eritrosit Secara In Vitro
(Matheus T Simanjuntak)
0.045
1.4
0.04
0.05
0.035
0.03
0.025
0.02
0.015
0.01
0.005
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.2
1.4
1.6
0
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
Gambar
1.
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.2
1.4
1.6
Gambar
49
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
Waktu (menit)