Anda di halaman 1dari 3

H A SI L PEN ELI T I A N

ACT sebagai Obat Pilihan Malaria Ringan di indonesia


P.N. Harijanto
SMF Ilmu Penyakit Dalam, RSU Bethesda Tomohon, Sulawesi Utara

PENDAHULUAN
Berkembangnya resistensi pengobatan malaria
baik di luar negeri dan di dalam negeri, menjadikan penanganan malaria menjadi sulit karena
potensi malaria berat yang dapat mengakibatkan kematian maupun meluasnya/ meningkatnya kasus-kasus malaria. Laporan resistensi pengobatan malaria terhadap obat lama (klorokuin,
sulfadoksin-pirimetamin dan kina) dalam 10
tahun terakhir memang mengkhawatirkan,
terjadi di lebih dari 25% propinsi di Indonesia.
Keadaan ini menyebabkan Departemen Kesehatan melalui pertemuan-pertemuan komisi ahli
malaria (KOMLI) memutuskan mengubah strategi pengobatan malaria yakni dengan penggunaan obat ACT (artemisinin combination treatment). Hal ini seirama dengan pedoman WHO
yang secara global menganjurkan pengobatan
malaria berubah dengan menggunakan obat
ACT. Seperti pada pengobatan penyakit infeksi
umumnya, kecenderungan penggunaan obat
kombinasi semakin kuat untuk mengatasi dan
mencegah timbulnya resistensi. Pengobatan
malaria nasional diatur melalui rekomendasi
KOMLI dan penetapan pedoman pengobatan
nasional. Walaupun demikian di era otonomi
daerah perlu diketahui bahwa pengobatan
terbaik ialah tergantung situasi malaria di
daerah tersebut; pengobatan untuk propinsi
Papua mungkin berbeda dengan di daerah
lain.
ARTEMISININ SEBAGAI KOMPONEN OBAT
KOMBINASI
Artemisinin merupakan obat antimalaria kelompok seskuiterpen lakton yang bersifat skizontosida darah untuk P. falciparum dan P. vivax. Obat
ini berkembang dari obat tradisional Cina untuk
penderita demam yang dibuat dari ekstrak
tumbuhan Artemesia annua L (qinghao) yang
sudah dipakai sejak ribuan tahun lalu dan
ditemukan peneliti Cina tahun 1971.
WHO (2006) memberikan rekomendasi untuk
penggunaan derivat artemisinin (ART) sbb :
1. Untuk pengobatan malaria berat
2. Untuk pengobatan malaria ringan/tanpa
komplikasi
3. Untuk meningkatkan efikasi dan menghambat
resistensi terhadap derivat artemisinin harus

112

dipakai kombinasi dengan obat malaria lain.


Perkecualian bila tidak bisa memakai obat lain/
kombinasi, artemisinin diberikan dalam waktu
7 hari.
ACT merupakan kombinasi pengobatan yang
unik, karena artemisinin memiliki kemampuan :
1. Menurunkan biomass parasite dengan cepat
2. Menghilangkan simptom dengan cepat
3. Efektif terhadap parasit resisten multi-drug,
semua bentuk/ stadium parasit dari bentuk
muda sampai tua yang berkuestrasi pada
pembuluh kapiler.
4. Menurunkan pembawa gamet, menghambat
transmisi
5. Belum ada resistensi terhadap artemisinin
6. Efek samping minimal
Derivat artemisinin dalam bentuk oral: artemisinin, artesunate, artemether dan dihydroartemisinin; dalam bentuk injeksi : artemether
i.m, arthe-ether im, artesunate i.v,/i.m; dalam
bentuk suppository: artemeter, artemisinin, artesunate, dihydro-artemisinin.
Pada kehamilan, belum ada data klinis mutagenik ataupun teratogenik. Artemisinin dapat
digunakan pada kehamilan trimester II & III;
belum dianjurkan dipakai pada trimester I,
walaupun belum ada bukti teratogenik/ efek
buruk pada kehamilan. Kombinasi ideal jika
artemisinin digabung dengan obat lain dengan
half-life panjang dan belum timbul resistensi.
Obat yang dikemas sebagai fixed dose combination (FDC) lebih dianjurkan untuk menghindari non compliance.
WHO merekomendasikan ACT yaitu :

Artesunate + Amodiquine (Artesdiaquine R,


Arsuamoon R)

Artesunate + Sulfadoksin-pirimetamin
Artesunate + Mefloquine
Artemether - Lumefantrine (Coartem R)

Di Indonesia saat ini telah dipergunakan 3 jenis


obat ACT yaitu :

Kombinasi Dihydroartemisinin- Piperaquine


Kombinasi Artemether Lumefantrine
Kombinasi Artesunate + Amodiakuin

PENGOBATAN MALARIA RINGAN / TANPA


KOMPLIKASI
Pengobatan radikal malaria falciparum/vivax :
(dengan pemeriksaan mikroskopis)
Pilihan ACT , yaitu :
1. Pilihan I : Obat pilihan ke 1 yaitu dihydroartemisinin + piperakuin (DHP) . Kombinasi ini
dipilih untuk mengatasi kegagalan kombinasi
sebelumnya yaitu artesunate + amodiakuin.
(tabel 1).
2. Pilihan II : Obat pilihan ke-2 ialah kombinasi
Artemeter-lumefantrine (CoartemR). Merupakan kombinasi tetap ( fixed dose combination ),
dapat dipakai untuk malaria falsiparum dan
malaria vivaks. Di Papua respon terhadap vivaks
lebih rendah dibanding kombinasi lainnya.
(tabel 2).
Kecuali sebagai obat lini II, AL juga dapat
dipakai sebagai obat pilihan pertama pada
kasus-kasus kegagalan artesunate + amodiakuin sudah cukup tinggi seperti di Papua,
Lampung dan Sulawesi Utara; atau di daerah
dengan kegagalan klorokuin cukup tinggi.
Daerah yang resisten terhadap klorokuin,
mungkin juga resisten terhadap amodiakuin
(cross resistance).
3. Pilihan III : Sebagai pilihan ke-3 dipakai ACT :
Artesunate + Amodiakuin ( 1 tablet artesunate
50 mg dan 1 tablet amodiakuin 200 mg (~ 153
mg basa). Dosis artesunate ialah 4 mg/kgbb.
/hari selama 3 hari dan dosis amodiakuin ialah
10 mg/kgbb./hari selama 3 hari. (tabel 3)
Apabila ACT gagal, WHO menganjurkan memakai ACT lain yang diketahui mempunyai
ektivitas tinggi (ada 3 pilihan ACT), atau kombinasi Kina + Doksisiklin+ Primakuin atau Kina
+Tetrasiklin + Primakuin.
Doksisiklin 1 tablet =100 mg, dosis 3 5 mg/kgbb.
satu kali sehari selama 7 hari, dan tetrasiklin 250
mg atau 500 mg, dosis 4 mg/kgbb. 4 x sehari.
Untuk wanita hamil dan anak-anak dibawah
usia 11 tahun, TIDAK boleh memakai doksisiklin/
tetrasiklin dan diganti dengan clindamycin 10 mg/
kgbb. 2 x sehari selama 7 hari (tabel 4).
CDK 183/Vol.38 no.2/Maret - April 2011

H A SIL PEN ELI T I A N


Tabel 1. Dosis pengobatan DHP pada malaria falsiparum
Jenis obat

Jumlah tablet menurut kelompok umur

Hari
Dosis tunggal

0 - 1 bulan

> 1 - 11 bulan

1 - 4 tahun

5 - 9 tahun

10 - 14 tahun

> 15 tahun

H1-3

DHP

3-4

Falc: H1

Primakuin

2-3

Primakuin

Vivaks: H1-14

Dihydroartemisinin : 2-4 mg/kg BB, Piperakuin : 16-32 mg/kg BB, Primakuin : 0.75 mg/kgBB

Tabel 2. Dosis penggunaan artemeter-lume- fantrine (A-L)


Jenis obat

Umur

< 3 tahun

> 3 - 8 tahun

> 9 - 14 tahun

15 - 24 Kg

25 - 34 Kg

>34 Kg

3
3
2

4
4
2-3

> 14 tahun

Hari
Berat Badan (Kg)

Jam

A-L
A-L
Falc: Primakuin

0 jam
8 jam
12 jam

1
1

2
2
1

A-L
A-L

24 jam
36 jam

1
1

2
2

3
3

4
4

A-L

48 jam

A-L

60 jam

3
H
1 - 14

5 - 14 Kg

Vivaks :
Primakuin

Jumlah tablet menurut kelompok umur

Hari
Dosis Tunggal

1 - 14

10 - 14 tahun

> 15 tahun

2 - 11 bulan

1 - 4 tahun

5 - 9 tahun

1
1

2
2

Amodiakuin

4
4

Fal: Primakuin

2-3

Artesunate

0 - 1 bulan

Artesunate

Amodiakuin

Artesunate

Amodiakuin

Vivaks:
Primakuin

Tabel 4. Kombinasi Kina + Doksisiklin/ Tetra- siklin/ Clindamycin (bila gagal pengobatan ACT) :

Hari
Dosis Tunggal

2-7

0 - 11 bulan

1 - 4 tahun

Kina

*)

3x1

Doksisiklin

--

Fal: Primakuin

Kina

*)

3x
-
3x

Doksisiklin

--

Dosis Tetrasiklin
Dosis Clindamycin
1 - 14

Vivaks:
Primakuin

5 - 9 tahun

--

10 - 14 tahun

3 x 1
2 x 50 mg

> 15 tahun

3 x (2-3)
2 x 100 mg

2-3

3x1

3 x 1

3x2

--

--

2 x 50 mg

4 x 100 mg

---

---

---

4x4 mg/kg BB

4 x 250 mg

2x10 mg/kg BB

2x10 mg/kg BB

--

Keterangan :
Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi, ibu hamil dan penderita dengan defisiensi enzim G-6-PD. Dosis: 0,75
mg/kgbb. dosis tunggal untuk Plasmodium falciparum. Untuk Plasmodium vivax dosis 0,25 mg/ kgbb. atau 1 tab
pada orang dewasa pada hari 1 14. Doksisiklin, Tetrasiklin atau Klindamisin diberikan pada hari 1 7 tergantung
kesediaan obat dan indikasinya

CDK 183/Vol.38 no.2/Maret - April 2011

Di masa mendatang dikembangkan ACT dengan


formula pediatri, ACT supositoria, dan ACT fixed
dose combination.
Pemantauan (Follow up) pengobatan malaria :
Penderita perlu diperiksa sediaan darah untuk
malaria pada hari ke 2, 3 dan hari 7, 14, 21 dan
28. Bila penderita rawat jalan dan tidak mungkin kembali hari ke-2 (48 jam setelah mulai
pengobatan), boleh datang hari ke-3. Penderita
yang termasuk gagal pengobatan dini ataupun
kasep harus diberi pengobatan lain.
Dikatakan gagal pengobatan, bila terdapat
salah satu/lebih kriteria berikut (WHO, 2003) :
a. Gagal pengobatan dini (early treatment
failure) : didefinisikan sebagai berkembangnya
menjadi 1 atau lebih kondisi berikut ini pada 3
hari pertama :
- Parasitemia dengan komplikasi klinis malaria
berat pada hari 1, 2, 3.

Late Parasitological Failure (LPF) :


Ditemukan parasitemia (spesies sama dengan
hari ke 0) pada hari ke 7 sampai hari 28 tanpa
disertai peningkatan suhu aksila < 37,5 oC.
Catatan : Bila sediaan darah negatif tetapi masih
ada gejala, diberi pengobatan simptomatik dan
tidak termasuk gagal pengobatan.

Untuk daerah yang tidak tercapai/tersedia

PERMASALAHAN PENGGUNAAN ACT DI


INDONESIA
Sesuai perkembangan resistensi malaria secara
global dan nasional, maka pertemuan komisi
ahli malaria 2008 telah mengambil langkah
baru dalam pengobatan malaria di Indonesia.
Keputusan ini yaitu dengan merekomendasikan 2 pengobatan baru untuk malaria yaitu
kombinasi Artemeter-Lumefantrine untuk sektor
pengobatan swasta dan DihydroartemisininPiperakuin untuk pengobatan program departemen kesehatan. Kedua obat ini merupakan
FDC (fixed dose combination), sehingga pemberian lebih mudah dan pasien lebih patuh.

ter 120mg lumefantrine/ tablet. Satu kotak

program Depkes dan institusi kesehatan swasta


tersedia di apotik dengan nama Arsuamoon, 1
kemasan 3 strip masing- masing terdiri dari 4
tablet artesunate 50 mg/ tablet (putih) dan 4
tablet amodiaquine 150 mg/tablet (kuning)
dan Co-arteem yaitu kombinasi 20 mg artemeCo-arteem terdiri 4 strip, dan ada 6 tablet/
strip warna kuning muda. Walaupun demikian
distribusi obat masih merupakan masalah sering
sulitnya akses terhadap obat-obat diatas.

Beberapa hal yang perlu diketahui untuk


penggunaan ACT ialah :
1. Hanya diberikan pada penderita dengan hasil
laboratorium positif malaria ( minimal rapid
test positif ), TIDAK dipakai untuk pengobatan
malaria klinis (tanpa hasil laboratorik)
2. Dapat dipakai pada malaria falsiparum maupun
vivax sebagai obat pilihan pertama.
3. Tetap diberi terapi radikal terhadap bentuk
gamet dengan primakuin 45 mg dosis tunggal
untuk falsiparum dan 15 mg/hari selama 14
hari pada malaria vivax.
4. Dilakukan pemantauan respon obat selama
28 hari, bila mungkin 42 hari.

DAFTAR PUSTAKA
1. ACCESS. ACT NOW. To get malaria treatment that works in Afrika.Medicine Sans Frontieres, 2003
2. Gasem MH et al. Therapeutic efficacy of combination Artesunate plus Amodiaquine for uncomplicated malaria in
Banjarnegara district, Central Java. Proceeding Symposium of Malaria Control in Indonesia. TDRC Airlangga University
Surabaya, Novemver 29 30, 2004
3. Greenwood BM, Fidock DA, Kyle DE et al Malaria : progress, perils, and prospects for eradication. J. Clin. Invest, 2008 ; 118
: 1266 1276.
4. Hasugian AR, Purba HL, Kenangalem E et al. Didydroartemisinin-piperaquine versus Artesunate-amodiaquine :

Masalahnya ialah perluasan informasi tentang


perubahan pengobatan malaria dengan ACT
dan penyediaan obat ACT untuk dapat diakses
oleh semua institusi pelayanan kesehatan di
Indonesia. Ada 3 ACT yang beredar di Indonesia
yaitu Artesunate + Amodiaquin yang dipakai
dalam program malaria Dep.Kes melalui puskesmas; nama dagangnya Artesdiaquin; dan
dihidroartemisinin-piperakuin (DHP) dengan
nama dagang Artekin atau Duo-cotexin untuk
daerah resistensi tinggi terhadap klorokuin dan
amodiakuin.

superior efficacy and posttreatment prophylaktis against multidrug-resistant Plasmodium falciparum and
plasmodium vivax malaria. Clin Infect Dis. 2007; 44(8): 1075-7.
5. Inge Sutanto. Penggunaan artesnate-amodiaquine sebagai obat pilihan malaria di Indonesia. Proc. Symposium of
Malaria Control in Indonesia. TDRC Airlangga University Surabaya, November 29 30, 2004
6. Ratcliff A, Siswantoro H, Kenangalem E, et al. Two fixed-dose artemisinin combinations for drug-resistant falciparum
and vivax malaria in Papua Indonesia : an open-label randomized comparison. Lancet 2007; 369(9563): 757-65,
7. RBM : ACT : the way forward for treating Malaria. http://www.rbm.who.int/cmc_upload/0/000/015/364/RBInfosheet_9.htm
8. White NJ : Qinghaosu (Artemisinin): The Price of Success. Science 2008 ; 320 : 330 - 334
9. WHO; Guidelines for the treatment Malaria. WHO Geneve 2006.
10. WHO : The Use of Artemisinin & its derivates as Anti-Malarial Drugs. Report of a joint CTD/DMP/TDR Informal Consultation,
Geneve, 10 -12 June 1998
11. WHO : Antimalarial Drug Combination Therapy. Report of a WHO Technical Consultation. Geneve 4-5 April 2001.

- Parasitemia pada hari ke 2 > hari 0.

Jumlah tablet menurut kelompok umur

Jenis obat

Kombinasi ACT lain yang sedang dalam penelitian adalah :


artesunat - pironaridin
artesunat - klorproguanil-dapson (Lapdapplus)
dihidroartemisinin
- piperakuin - trimetoprim

(Artecom)
dihidroartemisinin - piperakuin - trimetoprim
- primakuin (CV8)
dihidroartemisinin + naftokuin

Tabel 3. Pengobatan Lini III (Artesunate + Amodiakuin)


Jenis obat

Sebaiknya penggunaan kina dibatasi karena


efek samping yang cukup banyak dan serius,
seperti demam kencing hitam, hipotensi, hipoglikemia dan aritmia jantung. Selain itu juga bermanfaat mengurangi resistensi terhadap kina
sehingga masih ada obat yang bisa dipakai
untuk pengobatan malaria.

H A SI L PEN ELI T I A N

- Parasitemia pada hari ke 3 (>25 % dari hari 0)


- Parasitemia pada hari ke 3 masih positif +
suhu aksila > 37,5 o C.
b. Gagal pengobatan kasep (late treatment
failure) : didefinisikan sebagai berkembangnya menjadi 1 atau lebih kondisi berikut ini
antara hari ke 4 s/d ke 28, dan dibagi dalam 2
sub grup :
Late Clinical (and Parasitological) Failure (LCF) :
- Parasitemia (spesies sama dengan hari ke 0)
dengan komplikasi malaria berat setelah
hari ke 3.
- Suhu aksila > 37,5 o C disertai parasitemia
antara hari ke 4 s/d ke 28.

113

114

CDK 183/Vol.38 no.2/Maret - April 2011

H A SIL PEN ELI T I A N


Tabel 1. Dosis pengobatan DHP pada malaria falsiparum
Jenis obat

Jumlah tablet menurut kelompok umur

Hari
Dosis tunggal

0 - 1 bulan

> 1 - 11 bulan

1 - 4 tahun

5 - 9 tahun

10 - 14 tahun

> 15 tahun

H1-3

DHP

3-4

Falc: H1

Primakuin

2-3

Primakuin

Vivaks: H1-14

Dihydroartemisinin : 2-4 mg/kg BB, Piperakuin : 16-32 mg/kg BB, Primakuin : 0.75 mg/kgBB

Tabel 2. Dosis penggunaan artemeter-lume- fantrine (A-L)


Jenis obat

Umur

< 3 tahun

> 3 - 8 tahun

> 9 - 14 tahun

15 - 24 Kg

25 - 34 Kg

>34 Kg

3
3
2

4
4
2-3

> 14 tahun

Hari
Berat Badan (Kg)

Jam

A-L
A-L
Falc: Primakuin

0 jam
8 jam
12 jam

1
1

2
2
1

A-L
A-L

24 jam
36 jam

1
1

2
2

3
3

4
4

A-L

48 jam

A-L

60 jam

3
H
1 - 14

5 - 14 Kg

Vivaks :
Primakuin

Jumlah tablet menurut kelompok umur

Hari
Dosis Tunggal

1 - 14

10 - 14 tahun

> 15 tahun

2 - 11 bulan

1 - 4 tahun

5 - 9 tahun

1
1

2
2

Amodiakuin

4
4

Fal: Primakuin

2-3

Artesunate

0 - 1 bulan

Artesunate

Amodiakuin

Artesunate

Amodiakuin

Vivaks:
Primakuin

Tabel 4. Kombinasi Kina + Doksisiklin/ Tetra- siklin/ Clindamycin (bila gagal pengobatan ACT) :

Hari
Dosis Tunggal

2-7

0 - 11 bulan

1 - 4 tahun

Kina

*)

3x1

Doksisiklin

--

Fal: Primakuin

Kina

*)

3x
-
3x

Doksisiklin

--

Dosis Tetrasiklin
Dosis Clindamycin
1 - 14

Vivaks:
Primakuin

5 - 9 tahun

--

10 - 14 tahun

3 x 1
2 x 50 mg

> 15 tahun

3 x (2-3)
2 x 100 mg

2-3

3x1

3 x 1

3x2

--

--

2 x 50 mg

4 x 100 mg

---

---

---

4x4 mg/kg BB

4 x 250 mg

2x10 mg/kg BB

2x10 mg/kg BB

--

Keterangan :
Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi, ibu hamil dan penderita dengan defisiensi enzim G-6-PD. Dosis: 0,75
mg/kgbb. dosis tunggal untuk Plasmodium falciparum. Untuk Plasmodium vivax dosis 0,25 mg/ kgbb. atau 1 tab
pada orang dewasa pada hari 1 14. Doksisiklin, Tetrasiklin atau Klindamisin diberikan pada hari 1 7 tergantung
kesediaan obat dan indikasinya

CDK 183/Vol.38 no.2/Maret - April 2011

Di masa mendatang dikembangkan ACT dengan


formula pediatri, ACT supositoria, dan ACT fixed
dose combination.
Pemantauan (Follow up) pengobatan malaria :
Penderita perlu diperiksa sediaan darah untuk
malaria pada hari ke 2, 3 dan hari 7, 14, 21 dan
28. Bila penderita rawat jalan dan tidak mungkin kembali hari ke-2 (48 jam setelah mulai
pengobatan), boleh datang hari ke-3. Penderita
yang termasuk gagal pengobatan dini ataupun
kasep harus diberi pengobatan lain.
Dikatakan gagal pengobatan, bila terdapat
salah satu/lebih kriteria berikut (WHO, 2003) :
a. Gagal pengobatan dini (early treatment
failure) : didefinisikan sebagai berkembangnya
menjadi 1 atau lebih kondisi berikut ini pada 3
hari pertama :
- Parasitemia dengan komplikasi klinis malaria
berat pada hari 1, 2, 3.

Late Parasitological Failure (LPF) :


Ditemukan parasitemia (spesies sama dengan
hari ke 0) pada hari ke 7 sampai hari 28 tanpa
disertai peningkatan suhu aksila < 37,5 oC.
Catatan : Bila sediaan darah negatif tetapi masih
ada gejala, diberi pengobatan simptomatik dan
tidak termasuk gagal pengobatan.

Untuk daerah yang tidak tercapai/tersedia

PERMASALAHAN PENGGUNAAN ACT DI


INDONESIA
Sesuai perkembangan resistensi malaria secara
global dan nasional, maka pertemuan komisi
ahli malaria 2008 telah mengambil langkah
baru dalam pengobatan malaria di Indonesia.
Keputusan ini yaitu dengan merekomendasikan 2 pengobatan baru untuk malaria yaitu
kombinasi Artemeter-Lumefantrine untuk sektor
pengobatan swasta dan DihydroartemisininPiperakuin untuk pengobatan program departemen kesehatan. Kedua obat ini merupakan
FDC (fixed dose combination), sehingga pemberian lebih mudah dan pasien lebih patuh.

ter 120mg lumefantrine/ tablet. Satu kotak

program Depkes dan institusi kesehatan swasta


tersedia di apotik dengan nama Arsuamoon, 1
kemasan 3 strip masing- masing terdiri dari 4
tablet artesunate 50 mg/ tablet (putih) dan 4
tablet amodiaquine 150 mg/tablet (kuning)
dan Co-arteem yaitu kombinasi 20 mg artemeCo-arteem terdiri 4 strip, dan ada 6 tablet/
strip warna kuning muda. Walaupun demikian
distribusi obat masih merupakan masalah sering
sulitnya akses terhadap obat-obat diatas.

Beberapa hal yang perlu diketahui untuk


penggunaan ACT ialah :
1. Hanya diberikan pada penderita dengan hasil
laboratorium positif malaria ( minimal rapid
test positif ), TIDAK dipakai untuk pengobatan
malaria klinis (tanpa hasil laboratorik)
2. Dapat dipakai pada malaria falsiparum maupun
vivax sebagai obat pilihan pertama.
3. Tetap diberi terapi radikal terhadap bentuk
gamet dengan primakuin 45 mg dosis tunggal
untuk falsiparum dan 15 mg/hari selama 14
hari pada malaria vivax.
4. Dilakukan pemantauan respon obat selama
28 hari, bila mungkin 42 hari.

DAFTAR PUSTAKA
1. ACCESS. ACT NOW. To get malaria treatment that works in Afrika.Medicine Sans Frontieres, 2003
2. Gasem MH et al. Therapeutic efficacy of combination Artesunate plus Amodiaquine for uncomplicated malaria in
Banjarnegara district, Central Java. Proceeding Symposium of Malaria Control in Indonesia. TDRC Airlangga University
Surabaya, Novemver 29 30, 2004
3. Greenwood BM, Fidock DA, Kyle DE et al Malaria : progress, perils, and prospects for eradication. J. Clin. Invest, 2008 ; 118
: 1266 1276.
4. Hasugian AR, Purba HL, Kenangalem E et al. Didydroartemisinin-piperaquine versus Artesunate-amodiaquine :

Masalahnya ialah perluasan informasi tentang


perubahan pengobatan malaria dengan ACT
dan penyediaan obat ACT untuk dapat diakses
oleh semua institusi pelayanan kesehatan di
Indonesia. Ada 3 ACT yang beredar di Indonesia
yaitu Artesunate + Amodiaquin yang dipakai
dalam program malaria Dep.Kes melalui puskesmas; nama dagangnya Artesdiaquin; dan
dihidroartemisinin-piperakuin (DHP) dengan
nama dagang Artekin atau Duo-cotexin untuk
daerah resistensi tinggi terhadap klorokuin dan
amodiakuin.

superior efficacy and posttreatment prophylaktis against multidrug-resistant Plasmodium falciparum and
plasmodium vivax malaria. Clin Infect Dis. 2007; 44(8): 1075-7.
5. Inge Sutanto. Penggunaan artesnate-amodiaquine sebagai obat pilihan malaria di Indonesia. Proc. Symposium of
Malaria Control in Indonesia. TDRC Airlangga University Surabaya, November 29 30, 2004
6. Ratcliff A, Siswantoro H, Kenangalem E, et al. Two fixed-dose artemisinin combinations for drug-resistant falciparum
and vivax malaria in Papua Indonesia : an open-label randomized comparison. Lancet 2007; 369(9563): 757-65,
7. RBM : ACT : the way forward for treating Malaria. http://www.rbm.who.int/cmc_upload/0/000/015/364/RBInfosheet_9.htm
8. White NJ : Qinghaosu (Artemisinin): The Price of Success. Science 2008 ; 320 : 330 - 334
9. WHO; Guidelines for the treatment Malaria. WHO Geneve 2006.
10. WHO : The Use of Artemisinin & its derivates as Anti-Malarial Drugs. Report of a joint CTD/DMP/TDR Informal Consultation,
Geneve, 10 -12 June 1998
11. WHO : Antimalarial Drug Combination Therapy. Report of a WHO Technical Consultation. Geneve 4-5 April 2001.

- Parasitemia pada hari ke 2 > hari 0.

Jumlah tablet menurut kelompok umur

Jenis obat

Kombinasi ACT lain yang sedang dalam penelitian adalah :


artesunat - pironaridin
artesunat - klorproguanil-dapson (Lapdapplus)
dihidroartemisinin
- piperakuin - trimetoprim

(Artecom)
dihidroartemisinin - piperakuin - trimetoprim
- primakuin (CV8)
dihidroartemisinin + naftokuin

Tabel 3. Pengobatan Lini III (Artesunate + Amodiakuin)


Jenis obat

Sebaiknya penggunaan kina dibatasi karena


efek samping yang cukup banyak dan serius,
seperti demam kencing hitam, hipotensi, hipoglikemia dan aritmia jantung. Selain itu juga bermanfaat mengurangi resistensi terhadap kina
sehingga masih ada obat yang bisa dipakai
untuk pengobatan malaria.

H A SI L PEN ELI T I A N

- Parasitemia pada hari ke 3 (>25 % dari hari 0)


- Parasitemia pada hari ke 3 masih positif +
suhu aksila > 37,5 o C.
b. Gagal pengobatan kasep (late treatment
failure) : didefinisikan sebagai berkembangnya menjadi 1 atau lebih kondisi berikut ini
antara hari ke 4 s/d ke 28, dan dibagi dalam 2
sub grup :
Late Clinical (and Parasitological) Failure (LCF) :
- Parasitemia (spesies sama dengan hari ke 0)
dengan komplikasi malaria berat setelah
hari ke 3.
- Suhu aksila > 37,5 o C disertai parasitemia
antara hari ke 4 s/d ke 28.

113

114

CDK 183/Vol.38 no.2/Maret - April 2011

Anda mungkin juga menyukai