Anda di halaman 1dari 40

STANDAR PELAYANAN MINIMAL

YUNIARTI
NOER AMALIS

PENDAHULUAN

Prinsip standar pelayanan minimal (SPM) merupakan


salah satu hal penting dalam alokasi anggaran.

Selama ini belum berperan sama sekali karena memang


definisi operasional SPM di sektor kesehatan belum
ada kesepakatan karena beberapa pihak mempunyai
pemahaman bervariasi mengenai SPM.

Pegangan terbaik adalah mengacu ke tujuan SPM untuk


mengurangi kesenjangan pelayanan kesehatan antar
daerah

Tujuan ini secara hukum sudah diatur oleh PP No.65/2005


tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapanan SPM.

Pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa SPM disusun


sebagai alat pemerintah dan pemda untuk menjamin
akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat
secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan
wajib.

Hal ini berarti tersedianya sumber dana pemerintah


pusat sebagai penjamin terakhir
(lihat PP No.65/2005 Pasal 7 dan 16).

Di samping itu, penyusunan SPM sangat dipengaruhi oleh


keberadaan sistem informasi dan datanya (PP No.65/2005
Pasal 7).

Disarankan agar:
(1) ada pembedaan antara program2 direktorat di
Depkes dengan SPM.
Satu SPM mempunyai kemungkinan ditangani oleh
banyak direktorat atau bahkan pihak swasta dan
masyarakat;

(2) daftar SPM saat ini sebaiknya dikaji ulang atas dua
kriteria tersedianya data dan sistem informasinya, serta
tersedianya anggaran pemerintah pusat; dan
(3) untuk program yang berada dalam daftar essential
public health function, namun tidak masuk dalam SPM
diharapkan tetap menjadi program penting yang
harus dikerjakan oleh pemerintah pusat, propinsi,
dan kabupaten

(3) untuk program yang berada dalam


daftar essential public health function,
namun tidak masuk dalam SPM
diharapkan tetap menjadi program
penting yang harus dikerjakan oleh
pemerintah pusat, propinsi, dan
kabupaten

Dapat disimpulkan bahwa peran SPM


sampai tahun 2007 masih belum ada
untuk mengurangi dampak akibat
kesenjangan kemampuan fiskal antar
daerah di Indonesia

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI


NOMOR 741/MENKES/PER/VII/2008
1. Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan selanjutnya
disebut SPM Kesehatan adalah tolok ukur kinerja pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan Daerah Kabupaten/Kota.
2. Pelayanan dasar kepada masyarakat adalah fungsi Pemerintah
dalam memberikan dan mengurus keperluan kebutuhan dasar
masyarakat untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat.
3. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah
Menteri Kesehatan.
4. Daerah Otonom selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

5. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan


pemerintahan oleh pemerintah daerah Kabupaten/Kota dan DPRD
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
6. Pemerintah Daerah adalah Bupati atau Walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
7. Pengembangan kapasitas adalah upaya meningkatkan
kemampuan sistem atau sarana dan prasarana, kelembagaan,
personil, dan
keuangan untuk melaksanakan fungsi-fungsi
pemerintahan dalam rangka mencapai tujuan pelayanan dasar
dan/atau SPM Kesehatan secara efektif dan efisien dengan
menggunakan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik.
8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya
disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan
daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah
daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

SPM BIDANG KESEHATAN :


(1)Kabupaten/Kota menyelenggarakan pelayanan kesehatan
sesuai SPM Kesehatan.
(2) SPM Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang meliputi jenis
pelayanan beserta indikator kinerja dan target Tahun 2010
Tahun 2015:
a. Pelayanan Kesehatan Dasar :
1. Cakupan kunjungan Ibu hamil K4 95 % pada Tahun 2015;
2. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 80 % pada
Tahun 2015;
3. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
yang memiliki kompetensi kebidanan 90% pada Tahun 2015;
4. Cakupan pelayanan nifas 90% pada Tahun 2015;
5. Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani 80%
ada Tahun 2010;
6. Cakupan kunjungan bayi 90%, pada Tahun 2010;
7. Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI)
100% pada Tahun 2010

8. Cakupan pelayanan anak balita 90% pada Tahun


2010;
9. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI
pada anak usia 6 - 24 bulan keluarga miskin 100 %
pada Tahun 2010;
10. Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan
100% pada Tahun 2010;
11. Cakupan Penjaringan kesehatan siswa SD dan
setingkat 100 % pada Tahun 2010;
12. Cakupan peserta KB aktif 70% pada Tahun 2010;
13. Cakupan penemuan dan penanganan penderita
penyakit 100% pada Tahun 2010;
14. Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat
miskin 100% pada Tahun 2015

b. Pelayanan Kesehatan Rujukan


1. Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien
masyarakat miskin 100% pada Tahun 2015;
2. Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus
diberikan sarana kesehatan (RS) di Kabupaten/Kota
100 % pada Tahun 2015.
c. Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan
Kejadian Luar Biasa /KLB
Cakupan Desa/ Kelurahan mengalami KLB yang
dilakukan penyelidikan epidemiologi < 24 jam 100%
pada Tahun 2015.
d. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Cakupan Desa Siaga Aktif 80% pada Tahun 2015
Di luar jenis pelayanan sebagaimana dimaksud di atas,
Kabupaten/Kota tertentu wajib menyelenggarakan jenis
pelayanan sesuai kebutuhan, karakteristik, dan potensi
daerah.

TUJUAN
Memahami pedoman dan penyusunan
Standar Pelayanan Minimal
Mengetahui SPM Bidang Kesehatan
Memahami Problem Pelaksanaan SPM di
Indonesia

Pengertian SPM :
PP 65/2005 :
Standar Pelayanan Minimal yang
selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan
tentang jenis dan mutu pelayanan dasar
yang merupakan urusan wajib daerah yang
berhak diperoleh setiap warga secara minimal
serta pengalaman, perkembangan masa kini
dan masa yang akan datang untuk
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya

DASAR HUKUM
UNDANG-UNDANG 32 TH.2004 TENTANG

PEMERINTAHAN DAERAH
UNDANG-UNDANG 33 TH.2004 TENTANG
PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH
PUSAT DAN DAERAH

PP 38/2007 TTG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN


ANTARA PEMERINTAH, PEMDA PROPINSI DAN PEMDA
KAB/KOTA.
PP 41/2007 TTG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH
PP 65/2005 TTG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN
PENERAPAN SPM.
PP 6/2008 TTG PEDOMAN EVALUASI
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH.
PP 7/2008 DEKONSENTRASI DAN TUGAS
PEMBANTUAN.
13

Tujuan SPM
1.

Jaminan bahwa rakyat menerima pelayanan publik


dari Pemda.

2. Acuan guna menentukan jumlah anggaran yang


dibutuhkan untuk menyediakan pelayanan publik.
Dengan adanya SPM maka akan dapat ditentukan
Standard Spending Assessment (SSA). Dengan
SSA dapat dihitung biaya suatu pelayanan.
Dengan cara yang sama maka akan dapat dihitung
kebutuhan agregat minimum pembiayaan Daerah.
3. Menjadi landasan dalam penentuan perimbangan
keuangan yang lebih adil dan transparan.

4. SPM dapat dijadikan dasar untuk menentukan sistem


subsidi yang lebih adil.
5. Dijadikan dasar menentukan Anggaran Kinerja
berbasis manajemen kinerja.
6. SPM dapat menjadi dasar dalam alokasi anggaran
daerah dengan tujuan yang lebih terukur.
7. Membantu penilaian kinerja atau LPJ Kepala daerah
secara lebih akurat dan terukur, akan mengurangi praktek
money politics dan kesewenang-wenangan dalam menilai
kinerja Pemda.
8. Adanya SPM akan memperjelas tugas pokok Pemda
dan akan merangsang terjadinya checks and balances
yang efektif antara eksekutif dengan legislatif.

9. Menjadi alat untuk meningkatkan akuntabilitas


Pemda pada masyarakat.
10. Masyarakat dapat mengukur sejauhmana
Pemda dapat memenuhi kewajibannya untuk
menyediakan pelayanan publik.
11. Merangsang transparansi dan partisipasi
masyarakat dalam kegiatan pemerintah daerah.
12.SPM akan membantu Pemda dalam
melakukan alokasi anggaran secara lebih
seimbang sehingga merangsang efsiensi dan
efektiftas penyediaan pelayanan publik oleh
Pemda

13. Menjadi argumen bagi peningkatan pajak dan


retribusi daerah karena baik Pemda dan
masyarakat dapat melihat keterkaitan pembiayaan
dengan pelayanan publik yang disediakan Pemda.
14. Merangsang rationalisasi kelembagaan Pemda,
karena Pemda akan lebih berkonsentrasi pada
pembentukan kelembagaan yang berkorelasi dengan
pelayanan masyarakat.
15. Membantu Pemda dalam merasionalisasi jumlah
dan kualifkasi pegawai yang dibutuhkan. Kejelasan
pelayanan akan membantu Pemda dalam
menentukan jumlah dan kualifkasi pegawai untuk
mengelola pelayanan publik tersebut

PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN


(PASAL 11 UU 32/2004)

URUSAN PEMERINTAHAN
Concurrent
(Urusan Bersama
Pusat, Provinsi, dan Kab/Kota)

Absolut
(Mutlak Urusan Pusat)

- Hankam
- Moneter
- Yustisi
- Politik Luar Negeri
- Agama

SPM

Wajib/Obligatory
(Pelayanan Dasar)

Pilihan/Optional
(Sektor Unggulan)

Contoh:
Kesehatan,
Pendidikan,
Lingkungan
Hidup, Pekerjaan
Umum,
dan Perhubungan

Contoh:
Pertanian, Industri,
Perdagangan,
Pariwisata, Kelautan,
dsb.

PP
PP No
No 65
65 Tahun
Tahun
2005
2005
Permendagri
Permendagri No
No 66
Tahun
Tahun 2007
2007
PERMENKES NO
741/MENKES/PER/VII/
2008 TENTANG SPM
BIDANG KESEHATAN
DI KAB/KOTA

JUKNIS
JUKNIS SPM
SPM
(PERMENKES
(PERMENKES No
No
828/2008)
828/2008)
PEDOMAN ANALISIS
BIAYA SPM
RANC. SDM
PENDUKUNG SPM

RANC. PEDOMAN
ADVOKASI KIT SPM
RANC. MONEV SPM

Prasyarat Penyusunan SPM

1. Adanya pembagian kewenangan yang jelas


antar tingkatan pemerintahan (Pusat, Propinsi
dan Kabupaten/Kota)
2. Pembagian kewenangan baru menunjukkan
siapa melakukan apa, namun belum menunjukkan
kewenangan-kewenangan apa saja yang
memerlukan SPM. Tidak semua kewenangan
membutuhkan SPM.
3. Otonomi luas telah menimbulkan beralihnya
pengaturan otonomi

Ada 4 kriteria utama yang dapat


dijadikan acuan dalam membagi
kewenangan antara tingkatan pemerintahan
yaitu:
1. Externalitas;
2. Akuntabilitas;
3. Efisiensi;
4. Inter-koneksi (inter-relasi).

Hubungan Antar Tingkatan Pemerintahan dalam SPM

Pusat pelayanan yang paling dekat dengan


masyarakat ada di tingkat Kabupaten/Kota,
karenanya implementasi SPM ada di
Kabupaten/Kota.

Pemerintah Pusat melalui Departemen Sektoral


bertugas membuat SPM untuk masing-masing
pelayanan yang menjadi bidang tugasnya,
contoh Depkes membuat SPM bidang
Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional
membuat SPM untuk bidang pendidikan

Dalam pelaksanaan SPM bagi daerahnya,


Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam wilayahnya
bekerjasama merumuskan pencapaian
SPM tersebut dengan mempertimbangkan
kondisi obyektif yang ada di setiap daerah

Pelayanan-pelayanan yang berbasis SPM


tersebut kemudian diakomodasikan dalam
Renstra Daerah dan dilaksanakan setiap
tahunnya melalui APBD.

Implementasi SPM tersebut kemudian di


evaluasi untuk melihat sejauhmana
pelaksanaannya dan masalah-masalah yang
muncul dalam implementasi yang dijadikan
feedback untuk penyempurnaan

Pembiayaan SPM

Pada dasarnya SPM merupakan tindak lanjut


pelaksanaan dari kewenangan wajib yang
dilimpahkan kepada Daerah.
Untuk itu maka menjadi tanggungan Daerah untuk
membiayainya.
Mengingat keuangan Daerah yang terbatas dan
juga SPM merupakan suatu kewajiban yang
ditugaskan Pusat ke Daerah, dan karena
ekternalitas pelayanan dasar bersifat lintas
wilayah, maka menjadi kewajiban Pusat untuk
membiayai Daerah dalam penyediaan pelayanan
dasar bagi daerah-daerah yang kurang mampu

SPM dapat dijadikan dasar bagi Pusat untuk mengatur


sistem subsidi atau dana perimbangan agar tercapai
keseimbangan pelayanan publik di seluruh Indonesia.

Untuk itu, daerah sedapat mungkin harus mampu


menggerakkan sektor swasta untuk menyelenggarakan
pelayanan publik sehingga beban pendanaan publik oleh
Pemda dapat berkurang dan mengurangi beban
masyarakat dalam pajak dan retribusi.

Untuk pembiayaan sektor unggulan, Daerah dapat


meminjam dari lembaga keuangan, melakukan privatisasi
ataupun kemitraan dengan swasta

Pengawasan SPM
1. Pemerintah Provinsi
2. Masyarakat dapat melakukan kontrol atas
pelaksanaan SPM tersebut.
Untuk itu pemda harus membuat daftar
pelayanan, SPM dari masing-masing urusan dan
disosialisasikan kepada masyarakat
3. DPRD memanfaatkan SPM sebagai
benchmark untuk mengukur efsiensi dan
efektiftas kinerja Pemda dalam pelayanan publik

Bagi Daerah yang belum mampu


mencapai SPM, Pemerintah dapat
mempertimbangkan bentuk-bentuk
fasilitasi agar Daerah mampu memenuhi
SPM tersebut. Sebaliknya bagi Daerah yang
dengan sengaja tidak mau melaksanakan
SPM, Pemerintah juga dapat melakukan
sanksi sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku

Hambatan Dalam Pelaksanaan


SPM

Terbatasnya anggaran Pemda menjadi


penghalang utama untuk melaksanakan
SPM. Terlebih lagi sekarang ini lebih
60% dari anggaran daerah habis untuk
membiayai aparatur daerah (eksekutif
dan legislatif ) hanya tersisa sedikit dana
untuk membiayai SPM

Sering terdapat kerancuan antara


standard tehnis suatu pelayanan dengan
SPM.

Sampai sekarang masih belum ada kata


sepakat antar tingkatan pemerintahan
dalam membagi suatu urusan ke dalam
tingkatan-tingkatan pemerintahan yang
ada. Kecenderungannya, ada tarik menarik
urusan, terutama yang berkaitan dengan
urusan yang menghasilkan uang.

Kewenangan pemerintahan acapkali


belum berkorelasi dengan pelayanan.
Kewenangan lebih untuk mencari
kekuasaan yang berkaitan dengan uang
atau penerimaan.

UU No. 32 dan 33
tahun 2004
RPP: Kewenangan
Provinsi, Kewenangan
Kab./Kota

APBD Prov.
Dekonsentrasi
TP , DAK,
Pinjaman

SPM (Tolak ukur


Kinerja Pemda)
Indikator dan Nilai
ditetapkan Departemen

Propeda,
Renstra,
Repetada
(Indikator
+Nilai)

APBD
Berbasis
Angg.
Kinerja

Peran
swasta &
Masy

Fasilitas Capacity
Building untuk
mencapai SPM bagi
Daerah yang tidak
mampu sesuai tingkat
kegagalan

LPJ

- Akuntabilitas
- Monev
- Kinerja
- Pemda
Berbasis SPM
- LAKIP

- Survey Kepuasan Masyarakat


Pengawasan Masyarakat
Pengawasan DPRD
Pengawasan Fungsional, dll

SPM
BIDANG KESEHATAN DI KAB/KOTA
(PERMENKES
741/PER/MENKES/VII/2008)

4 JENIS PELAYANAN
18 INDIKATOR

SPM BIDANG KESEHATAN DI KAB/KOTA


(KEPMENKES NO. 741/MENKES/PER/VII/2008)
JENIS PELAYANAN DASAR

SPM
INDIKATOR

PELAYANAN KESEHATAN
DASAR

NILAI

Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4.

95%

Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani.

80%

Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang


memiliki kompetensi kebidanan

90 %

Cakupan pelayanan Nifas

90%

Cakupan neonatal dengan komplikasi yang ditangani.

80%

Cakupan kunjungan bayi.

90%

Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization


(UCI).

100%

Cakupan pelayanan anak balita.

90%

SPM BIDANG KESEHATAN DI KAB/KOTA


(KEPMENKES NO. 741/MENKES/PER/VII/2008)
JENIS PELAYANAN DASAR

SPM
INDIKATOR

NILAI

Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia


6-24 bulan keluarga miskin.

100%

Cakupan Balita gizi buruk mendapat perawatan.

100%

Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat.

100%

Cakupan peserta KB Aktif.

70%

Cakupan Penemuan dan penanganan penderita penyakit.

100%

Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin.

100%

Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat


miskin.

100%

Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yg harus diberikan


sarana kesehatan (RS) di Kab/Kota.

100%

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI
DAN PENANGGULANGAN KLB

Cakupan Desa/Kelurahan mengalami KLB yang dilakukan


penyelidikan epidemiologi <24 jam.

100%

PROMOSI KESEHATAN DAN


PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Cakupan Desa Siaga Aktif.

80 %

PELAYANAN KESEHATAN DASAR

PELAYANAN KESEHATAN
RUJUKAN

RPJMD

RPJPD

Renstra

Renja SKPD
RKPD
Input

Indikator
Kinerja

Output
Outcome
Impact

Sistem
Anggaran
Berbasis
Kinerja

SPM
Umpan
Balik

Gambar : INTEGRASI SPM DENGAN RPJMD

MTE

Masalah Umum Yang Dihadapi


Dalam Pelaksanaan SPM

Banyak kabupaten/kota belum


merencanakan kegiatan berdasarkan SPM

Biaya masih sangat minim untuk SPM

Pengetahuan tentang SPM dari pengambilan


keputusan dan aparat pengawasan masih
kurang

Sarana pendukung penyelenggaraan SPM


belum mencukupi

Software pendukung belum tersedia

Sistem politis

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN
SPM
1.

Meningkatkan sosialisasi SPM

2. Kebijakan Memperbaiki teknik alokasi oleh


pemerintah pusat dan propinsi
3. Kebijakan untuk menggunakan data proksi
4. Kebijakan Memperkuat Sistem Informasi

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai