Disusun Oleh :
Martinus Nuherwan Desyardi
G99122115
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Istilah glaukoma sudut tertutup didasarkan atas gonioskopi. Istilah klinik
ini lebih cocok dengan keadaan yang sebenarnya terlihat oleh dokter; yaitu
terkadang dapat terjadi serangan nyeri yang mendadak (akut), mata merah sekali
dan palpebra membengkak (kongestif), tekanan bola mata meningkat (glaukoma).
Glaukoma akut hanya terjadi pada mata yang sudut bilik mata depannya
memang sudah sempit dari pembawaannya. Jadi ada faktor predisposisi yang
memungkinkan terjadinya penutupan sudut bilik mata depan.
B. Faktor Predisposisi
Pada bilik mata depan yang dangkal akibat lensa dekat pada iris maka
akan terjadi hambatan aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata
depan, yang dinamakan hambatan pupil (pupillary block). Hambatan ini dapat
menyebabkan peningkatan tekanan di bilik mata belakang.
Pada sudut bilik mata depan yang tadinya memang sudah sempit,
dorongan ini akan menyebabkan iris menutupi jaringan trabekulum. Akibatnya
akuos humor tidak dapat atau sukar mencapai jaringan ini dan tidak dapat
disalurkan keluar. Terjadilah glaukoma akut sudut tertutup.
Istilah pupillary block penting untuk diingat dan dipahami karena
mendasari alasan pengobatan dan pembedahan pada glaukoma sudut tertutup.
Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya hambatan pupil ini
ditemukan pada mata yang bersumbu pendek dan lensa yang secara fisiologik
terus membesar karena usia, iris yang tebal pun dianggap merupakan faktor untuk
mempersempit sudut bilik depan.
C. Faktor Pencetus
Peningkatan jumlah akuos humor yang mendadak di bilik mata belakang
akan mendorong iris ke depan, hingga sudut bilik mata depan yang memang
sudah sempit akan mendadak tertutup. Tidak diketahui dengan jelas apa yang
menyebabkan hal tersebut.
D. Dilatasi Pupil
Apabila pupil melebar, iris bagian tepi akan menebal; sudut bilik mata
depan yang asalnya sudah sempit akan mudah tertutup. Glaukoma akut akibat
midriatik sudah lama dikenal, bahkan ada yang mengusulkan istilah mydriatic
glaucoma. Penggunaan tetes mata homatropin, atropin, dan skopolamin dapat
mengakibatkan glaukoma akut. Bahkan suntika atropin untuk kasus muntah berak
atau untuk persiapan pembiusan dapat mengakibatkan glaukoma akut karena
dilatasi pupil.
E. Gejala Klinik
Sebelum penderita mendapat serangan akut, ia mengalami tanda dini
(prodorma) walau ini tidak selalu terjadi.
F. Prodroma
Ada yang menamakan fase ini bukan kongestif. Jarang seorang penderita
datang pada dokter spesialis mata dengan keluhan prodromal, karena gejala hanya
sebentar dan hilang sendiri.
Mereka mengeluh mata kabur sebentar pada satu mata; mungkin mereka
melihat warna pelangi di sekitar lampu atau lilin. Kepalanya sakit sedikit di
sebelah mata yang bersangkutan. Bola mata juga terasa agak nyeri. Keluhan ni
berlangsung setengah sampai dua-tiga jam kemudian hilang. Jarang mereka
datang ke dokter dengan keluhan demikian karena cepat berlalu.
Apabila dalam fase ni kita dapat memeriksanya, akan didapatkan hiperemi
perikorneal yang ringan; kornea agak suram karena edema; bilik mata depan agak
dangkal; pupil sedikit melebar dan tekanan bola mata meningkat.
Ini semua berlangsung tidak lama, tetapi kalau ditemukan, harus mendapat
pengobatan. Kalau tidak diobati dengan tepat, keadaan ini dapat menjadi normal
sendiri atau menjadi serangan glaukoma akut.
3
Acapkali keadaan ini dianggap seperti flu. Setelah menelan pil influensa
misalnya mereka merasa sembuh. Tidak jarang mereka mengatakan baha setelah
tidur sejenak, mereka merasa enak. Keadaan ini dapat dijelaskan karena waktu
tidur terjadi miosis hingga sudut bilik mata depan terbuka kembali.
Prodroma akan kembali lagi dan tiap kali akan berlangsung lebih lama dan
datangnya makin sering hiongga pada suatu saat keadaan tidak pulih lagi tetapi
menjadi serangan akut.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa anamnesis penting sekali
untuk mendeteksi seorang calon glaukoma akut.
G. Glaukoma Kongestif Akut
Seseorang yang datang dalam fase serangan akut glaukoma memberi kesan
seperti orang yang sakit berat dan kelihatan payah; mereka diantar oleh orang lain
atau dipapah. Penderita sendiri memegang kepalanya karena sakit, kadang-kadang
pangkai selimut. Hal inilah yang mengelabui dokter umum; sering dianggap
penderita dengan suatu penyakit sistemik.
Dalam anamnesis, keluarganya akan menceritakan bahwa sudah sekian
hari penderita tidak bisa bangun, sakit kepala dan terus muntah-muntah, nyeri
dirasakan di dalam dan di sekitar mata. Penglihatannya kabur sekali dan melihat
pelangi di sekitar lampu.
Apabila mata diperiksa, ditemukan kelopak mata bengkak, konjungtiva
bulbi yang sangat hiperemik (kongestif), injeksi siliar dan kornea yang suram.
Bilik mata depan dangkal dapat dibuktikan dengan memperhatikan bilik mata
depan dari samping. Pupil tampak melebar, lonjong miring agak vertikal atau
midriasis yang hampir total.
Refleks pupoil lambat atau tidak ada. Tajam penglihatan menurun sampai
hitung jari. Sebenarnya dengan tanda-tanda luar ini ditambah anamnesis yang
teliti sudah cukup untuk membuat suatu diagnosis persangkaan yang baik.
Diagnosis baru dapat ditegakkan kalau tekanan bola mata diukur, lalu
didapatkan tinggi sekali. Apabila tidak ada tonometer Schiotz, terpaksa harus
dipakai cara digital. Mereka yang tidak biasa menafsir tekanan bola mata dengan
4
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama
: Ny. C
Umur
: 50 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: IRT
Alamat
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama
sehingga mata jarang terkena benda asing seperti debu atau pasir. Penderita juga
belum pernah memakai obat tetes mata maupun salep mata.
Keluhan-keluhan tersebut dirasakan sejak 1 hari yang lalu dan timbul
secara tiba-tiba. Sebelumnya, penderita belum pernah merasakan keluhan serupa.
Mata kanan dirasakan sangat nyeri sampai penderita tidak bisa tidur. Penglihatan
mata kanan juga mendadak menjadi kabur.
Mata kanan penderita hanya bisa melihat dalam jarak yang sangat dekat.
Penderita tidak mengeluh mata kiri nyeri, merah, nrocos, dan penglihatan mata
kiri dirasakan tidak berkurang
C. Riwayat Penyakit Dahulu
-
Riwayat hipertensi
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
Riwayat DM
: disangkal
: disangkal
E. Kesimpulan Anamnesis
OD
OS
Proses
suspek peradangan
normal
Lokalisasi
Sebab
belum diketahui
Perjalanan
akut
Komplikasi
belum ada
S = 36,30C
N = 88x/1menit Rr = 20x/1menit
B. Pemeriksaan subyektif
OD
OS
1/10
6/6
Pinhole
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Koreksi
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Refraksi
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Visus Perifer
Konfrontasi test
Proyeksi sinar
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Persepsi warna
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata
Tanda radang
tidak ada
Luka
tidak ada
tidak ada
Parut
tidak ada
tidak ada
Kelainan warna
hiperemi
tidak ada
Kelainan bentuk
tidak ada
tidak ada
Warna
hitam
hitam
Tumbuhnya
normal
normal
Kulit
sawo matang
sawo matang
2. Supercilium
Geraknya
tidak ada
tidak ada
Strabismus
tidak ada
tidak ada
Pseudostrabismus
tidak ada
tidak ada
Exophtalmus
tidak ada
tidak ada
Enophtalmus
tidak ada
tidak ada
Anopthalmus
tidak ada
tidak ada
Mikrophtalmus
tidak ada
tidak ada
Makrophtalmus
tidak ada
tidak ada
Ptosis bulbi
tidak ada
tidak ada
Atrofi bulbi
tidak ada
tidak ada
Bufthalmus
tidak ada
tidak ada
Megalokornea
tidak ada
tidak ada
Temporal superior
normal
normal
Temporal inferior
normal
normal
Temporal
normal
normal
Nasal
normal
normal
Nasal superior
normal
normal
Nasal inferior
normal
normal
6. Kelopak Mata
Gerakannya
Oedem
tidak ada
Hiperemi
tidak ada
Lebar rima
8 mm
8 mm
tidak ada
Hiperemi
tidak ada
Entropion
tidak ada
tidak ada
Ekstropion
tidak ada
tidak ada
10
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Odem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Palpasi
meningkat
normal
Tonometer Schiotz
tidak dilakukan
10. Konjunctiva
Konjunctiva palpebra
Oedem
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Oedem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Benjolan
tidak ada
tidak ada
Sikatrik
Konjunctiva Fornix
Konjunctiva Bulbi
Pterigium
tidak ada
tidak ada
Oedem
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Nodul
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Sikatrik
tidak ada
tidak ada
putih
putih
11. Sklera
Warna
11
Penonjolan
tidak ada
tidak
ada
Hiperemi
tidak ada
tidak ada
Ukuran
10 mm
10 mm
Limbus
keruh
keruh
12. Cornea
Permukaan
rata
rata
Sensibilitas
normal
normal
Keratoskop (Placido)
reguler
ireguler
Fluoresin Test
tidak dilakukan
(+)
Arcus senilis
(+)
(+)
Isi
jernih
jernih
Kedalaman
dangkal
dalam
Warna
coklat
coklat
Bentuk
bulat
bulat
Sinekia Anterior
tidak ada
tidak ada
Sinekia Posterior
tidak ada
tidak ada
Ukuran
3 mm
3 mm
Bentuk
bulat
bulat
Letak
sentral
sentral
14. Iris
15. Pupil
Reaksi terhadap
- cahaya langsung
(+)
(+)
(+)
(+)
Reflek konvergensi
(+)
(+)
Tepi
rata
rata
Ada/tidak
ada
ada
Kejernihan
jernih
jernih
16. Lensa
12
Letak
Shadow test
sentral
sentral
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
OD Glaukoma
OD Keratitis Pungtata
OD Keratitis Filamentosa
V. DIAGNOSIS
- OD Glaukoma
VI. TERAPI
Medikamentosa
Menurunkan produksi akuos humor :
Topikal beta bloker : Timolol maleate 0,25 0,5%, 1-2 kali tetes
sehari.
Asetazolamid tab 250 mg, 2 tablet sekaligus, dilanjutkan 1 tablet
tiap 4 jam sampai 24 jam
Meningkatkan pengeluaran (outflow) akuos humor :
Non Medikamentosa
13
Laser Iridotomi
Iridektomi Perifer
VII. PROGNOSIS
OD
Ad vitam
OS
dubia
baik
Ad sanam
dubia
baik
Ad fungsionam
dubia
baik
Ad kosmetikum
baik
baik
VIII. RESEP
R/ Timolol maleate guttae oculi 0,25% No.I
1-2 dd guttae 1-2
R/ Asetazolamid tab 250 mg No. VIII
uc
R/ asam mefenamat tab mg 500 No.IX
3 dd tab I
Pro: Ny. C (50th)
14
BAB III
PEMBAHASAN OBAT
A. Acetazolamide
Acetazolamide pertama kali digunakan sebagai diuretic pada tahun 1953 danb
baru dipublikasikan secara farmakologi pada tahunh 1954. Pada tahun y7ang
sama,
penggunaan acetazolamnide
untuk
bikarbonat.
Dengan
menurunkan
produksi
bikarbonat,
15
beta2-adrenergik.
Timolol
tidak
memiliki
aktivitas
simpatomimetik intrinsik yang signifikan,sebagai anestesi (membranstabilisasi) atau langsung depresi miokard.Timolol, jika dioleskan di mata,
mengurangi tekanan intraokular normal dan meningkat (TIO). Peningkatan
tekanan intraokular merupakan faktor risiko utama dalam patogenesis
glaukoma. Semakin tinggi tingkat TIO, semakin besar kemungkinan
hilangnya lapangan visual glaukoma dan kerusakan saraf optik. Mekanisme
dominan aksi hipotensi mata dari agen topikal memblokir beta-adrenergik
kemungkinan disebabkan oleh penurunan produksi aqueous humor.Secara
umum, agen memblokir beta-adrenergik mengurangi cardiac output baik pada
orang sehat dan pasien dengan penyakit jantung. Pada pasien dengan
gangguan berat fungsi miokard, reseptor beta-adrenergik blocking agennya
dapat menghambat efek stimulasi simpatik yang diperlukan untuk
mempertahankan fungsi jantung yang memadai. Di dalam bronkus dan
bronkiolus, blokade reseptor beta-adrenergik juga dapat meningkatkan
resistensi saluran napas karena aktivitas parasimpatis terlindung.
17
Farmakokinetik
Ketika diberikan secara oral, timolol ini diserap dengan baik dan
mengalami metabolisme lulus cukup pertama. Timolol dan metabolitnya
diekskresikan dalam urin. Half life timolol dalam plasma adalah sekitar 4
jam.
Studi klinis
Dalam dua studi multicenter dikendalikan di AS, Timolol (Betimol )
0,25% dan 0,5% dibandingkan dengan masing-masing obat tetes mata timolol
maleat.Dalam studi ini, profil efikasi dan keamanan Betimol adalah mirip
dengan maleat timolol.
Indikasi dan penggunaan
Betimol diindikasikan dalam pengobatan tekanan intraokular meningkat
pada pasien dengan hipertensi okular atau glaukoma sudut terbuka.
Kontraindikasi
Betimol merupakan kontraindikasi pada pasien dengan gagal terbuka
jantung, syok kardiogenik, bradikardia sinus, kedua atau ketiga derajat
atrioventrikular blok, asma bronkial atau sejarah asma bronkial, atau penyakit
paru obstruktif kronik berat, atau hipersensitivitas .
Dosis
Betimol tersedia dalam konsentrasi 0,25 dan 0,5 persen. Dosis awal
biasanya adalah satu tetes 0,25 persen Betimol di mata yang terkena (s) dua
kali sehari. Jika respon klinis tidak mencukupi, dosis dapat diubah menjadi
satu tetes 0,5 persen solusi di dalam mata yang terkena (s) dua kali sehari.Jika
tekanan intraokular dipertahankan pada tingkat yang memuaskan, jadwal
dosis dapat diubah untuk satu tetes sekali sehari pada mata (s). Karena
variasi diurnal tekanan intraokular, respon yang memuaskan dengan dosis
sekali sehari ditentukan dengan mengukur tekanan intraokular pada waktu
yang berbeda sepanjang hari.Karena dalam beberapa pasien respon penurun
tekanan untuk Betimol mungkin memerlukan beberapa minggu untuk
menstabilkan, evaluasi harus mencakup penentuan tekanan intraokular setelah
sekitar 4 minggu pengobatan dengan Betimol .
18
Dosis di atas satu tetes 0,5 persen Betimol dua kali sehari umumnya
belum terbukti menghasilkan pengurangan lebih lanjut tekanan intraokular.
Jika tekanan intraokular pasien masih pada tingkat yang belum memuaskan
pada rejimen ini, terapi bersamaan dengan pilocarpine dan miotics lainnya,
dan / atau epinefrin, dan / atau sistemik diberikan inhibitor anhydrase
karbonat, seperti acetazolamide, dapat dilembagakan.
C. Asam mefenamat
Asam mefenamat mempunyai khasiat sebagai analgetik dan anti inflamasi.
Asam mefenamat merupakan satu-satunya fenamat yang menunjukkan kerja
pusat dan juga kerja perifer. Mekanisme kerja asam mefenamat adalah dengan
menghambat kerja enzim sikloogsigenase (Goodman, 2007).
Tablet asam mefenamat diberikan secara oral (dengan sediaan tablet 250
mg dan 500 mg). Diberikan melalui mulut dan diabsorbsi pertama kali dari
lambung dan usus selanjutnya obat akan melalui hepar diserap darah dan
dibawa oleh darah sampai ke tempat kerjanya. konsentrasi puncak asam
mefenamat dalam plasma tercapai dalam 2 sampai 4 jam. Pada manusia,
sekitar 50% dosis asam mefenamat diekskresikan dalam urin sebagai
metabolit 3-hidroksimetil terkonjugasi. dan 20% obat ini ditemukan dalam
feses sebagai metabolit 3-karboksil yang tidak terkonjugasi (Goodman,
2007).
Efek samping dari asam mefenamat terhadap saluran cerna yang sering
timbul adalah diare, diare sampai berdarah dan gejala iritasi terhadap mukosa
lambung, selain itu dapat juga menyebabkan eritema kulit, memperhebat
gejala asma dan kemungkinan gangguan ginjal (Setiabudy, 2009)
19
DAFTAR PUSTAKA
Kanski, Jack. 2003. Clinical Ophtalmology. King Edward VII Hospital Windsor,
UK
Nurfifi, A. 2007. Diagnosis dan Penatalaksanaan
Glaukoma. .http://www.rsmyap.com Diakses 25 Oktober 2013
Mohammad, 2008. Glaukoma masih awam di mata masyarakat.
http://www.surabaya-ehealth.org.htm Diakses tanggal 23 Oktober 2013
20