Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pembahasan ini mengupas langkah permulaan dari proses pengembangan
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut:
1) Apa pengertian dari kebutuhan instruksional:
2) Siapa yang membutuhkan kebutuhan instruksional?
3) Bagaimana langkah-langkah untuk mengidentifikasi
kebutuhan
1.3.
intruksional?
Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat diambil tujuan masalah
sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui pengertian dari kebutuhan instruksional
2) Untuk mengetahui siapa yang membutuhkan kebutuhan instruksional
3) Untuk mengetahui bagaimana langkah-langkah kebutuhan instruksional
1.4.
Manfaat Pembahasan
BAB II
PEMBAHASAN
2
2.1.
Dari contoh diatas dapat dilihat pendapat dari pihak siswa dan mengajar
tentang kesenjangan kualitas instruksional dalam suatu mata pelajaran. Keduanya
kebetulan satu pendapat. Tetapi, dalam kasus yang lain pendapat kedua pihak
tersebut mungkin berbeda.
Siapa sebenarnya yang menentukan ada tidaknya kebutuhan instruksional?
Apakah pendidik termasuk di dalamnya pengajar dan pengelola program
pendidikan, orang tua atau masyarakat?
Kaufman dan English (1979) menjawab: mereka semua. Bagaimana
dengan siswa? Apakah siswa tidak perlu didengar apa masalah atau kebutuhan
yang dihadapinya? Dick dan Carey (1985) mengutip Rossett (1982) yang
mengatakan keharusan melibatkan siswa dalam proses mengidentifikasi
kebutuhan. Siswa yang dilibatkan dalam mengidentifikasikan masalah ini
haruslah siswa yang sudah matang terutama siswa yang sudah bekerja agar dapat
memberikan gambaran masalah yang relevan dengan pekerjaannya sehari-hari.
Dengan demikian, dapat diharapkan bahwa pelajaran yang diterimanya sesuai
dengan kebutuhannya.
Jadi, ada tiga kelompok yang dapat dijadikan sumber informasi dalam
mengidentifikasi kebutuhan instruksional, yaitu:
lain yang dapat dipercaya yang terdapat disekolah atau tempat kerja siswa atau
karyawan. Data tersebut harus menyangkut hasil produk atau prestasi, bukan
proses belajar siswa atau proses kerja karyawan.
Langkah 2:
Mengetahui hasil kesenjangan hasil seperti yang dikemukakan dalam
langkah 1 di atas tidaklah cukup untuk mengambil suatu tindakan memecahkan
masalah. pengembang instruksional harus menilai kesenjangan tersebut dari segi:
a) Tingkat signifikasi pengaruhnya
b) Luas ruang lingkupnya
c) Pentingnya peranan kesenjangan tersebut terhadap masa depan lembaga
atau program.
Menilai signifikasi pengaruh suatu kesenjangan tersebut untuk diatasi,
merupakan hal yang relatif. Pengembangan instruksional harus mampu
menyajikan nilai kerugian yang ditimbulkan kesenjangan tersebut dalam bentuk:
uang, waktu, pemborosan bahan, penyusutan produksi kerja, penyusutan kualitas
kerja, bahaya yang ditimbulkan dan factor-faktor yang tidak dapat dihitung dalam
bentuk biaya, seperti menurunnya rasa aman, berkurangnya kerja sama, dan
merosotnya motivasi.
Mager dan Pipe (1984) memberi contoh sederhana cara menghitung nilai
kesenjangan dalam bentuk uang. Seorang pengawas (supervisor) mengeluh
tentang bahan yang harus dikerjakan kembali oleh 12 pengetiknya. Kurang lebih
12% dari waktu kerja digunakan mengerjakan kembali kesalahan-kesalahan dalam
mengetiknya. Bila kesenjangan ini dihitung dengan uang, dalam waktu satu tahun
akan menjadi $ 72.000 atau sekitar Rp 125.000.000,00. Angka ini diperoleh dari
hitungan sebagai berikut:
Upah rata-rata per jam $ 12
Mereka bekerja 5 hari (seminggu)= 48 minggu (setahun)
Jadi, 48 (minggu) x 5 (hari) x 2 (jam) x 12 (orang) x $12 (upah per jam) = $
72.00.
Bila kesenjangan tersebut dianggap tidak menjadi prioritas yang harus
diatasi, maka kesenjangan tersebut tidak dianggap sebagai masalah yang harus
7
diatasi. Tetapi, bila tidak ada kesenjangan yang lain kecuali kesenjangan tersebut
maka, kesenjangan mempunyai pengaruh yang berarti. Kesenjangan tersebut
mempunyai ruang lingkup luas, dan penting. Maka perlu di teruskan ke langkah 3.
Langkah 3:
Menganalis kemungkinan penyebab kesenjangan melalui pelaksanaan
observasi, interview, dan analisis logis
Memisahkan kemungkinan penyebab yang tidak berasal dari kekurangan
pengetahuan, ketrampilan dan sikap untuk diserahkan penyelesaiannya pada pihak
lain
Mengelompokan kemungkinan penyebab yang berasal dari kekurangan
pengetahuan, keterampilan dan sikap tertentu untuk diteruskan ke langkah 4.
Langkah 4:
Menginterview
siswa
atau
karyawan
yang
bersangkutan
untuk
memisahkan antara yang sudah pernah dan yang belum pernah memperoleh
pendidikan atau latihan dalam bidang kerjanya. Siswa yang sudah pernah
mendapatkan pendidikan dan latihan meneruskan ke langkah 5, sedangkan yang
tidak pernah mendapatkan pendidikan dan latihan tersebut meneruskan ke langkah
8.
Langkah 5:
Selanjutnya,
mengelompokkan
yang
sudah
pernah
mendapatkan
pendidikan dan latihan dalam dua kelompok. Yaitu yang sering dan yang jarang.
Kemudian terus ke langkah berikutnya, yaitu langkah ke 6 dan 7.
Langkah 6:
Kelompok yang telah sering mendapatkan pendidikan dan latihan diberi
umpan balik atas kekurangannya dan diminta mempraktikkannya kembali sampai
dapat melakukan tugasnya seperti yang diharapkan.
Langkah 7:
Kelompok yang masih jarang mendapatkan kesempatan mengikuti
pendidikan dan latihan dalam pengetahuan, ketrampilan atau sikap yang relevan
dalam bidang kerjanya diberi kesempatan mempraktikkan lebih banyak apa yang
telah diperolehnya dari pendidikan atau latihan masa lalu. Supervise dari dekat
diperlukan sampai mereka mencapai hasil kerja yang diharapkan.
Langkah 8:
Untuk kelompok siswa atau karyawan yang belum pernah mempelajari
pengetahuan, ketrampilan dan sikap tersebut, pengembangan instruksional terlebih
dahulu merumuskan tujuan instruksional umum (TIU). Dalam contoh diatas
ketrampilan yang harus masuk dalam TIU tersebut adalah mengetik dengan teknik
yang benar dengan skor minimal tertentu. Bagaimana mengidentifikasi kebutuhan
instruksional untuk program pendidikan yang lain, seperti mata kuliah yang
banyak berorientasi pada segi akademis-teoretis?
Mengidentifikasi kebutuhan instruksional adalah kegiatan awal dari
kegiatan menentukan tujuan instruksional umum. Seorang pengajar yang telah
atau baru akan mengajarkan mata pelajaran yang sudah biasa diajarkan di lembaga
tempat ia mengajar, seperti di perguruan tinggi pada umumnya, tidak melakukan
proses mengidentifikasi kebutuhan instruksional seperti yang telah digambarkan
di atas karena berbagai alasan.
Pertama, siswa yang mengikuti mata pelajaran itu umumnya belum
bekerja. Bahkan, mereka belum tentu tahu jenis pekerjaan yang akan dihadapinya
kelak. Walaupun ada yang bekerja saat ini. Mereka tidak bekerja dalam bidang
yang sama.
Kedua, mata pelajaran yang akan diajarkan telah tertentu, bahkan
seringkali telah ditentukan ruang lingkup dan garis besar isinya oleh lembaga
pendidikan yang bersangkutan.
Ketiga, mata pelajaran itu belum tentu hanya terkait kepada satu jurusan
atau program studi. Tetapi mungkin bersifat umum seperti Mata Kuliah Dasar
Umum (MKDU). mata kuliah wajib Fakultas dan semacamnya. Kadang-kadang
mata kuliah seperti itu terkait dengan kebudayaan dan filsafat negara.
Dalam keadaan seperti itu pengembangan instruksional tidak mungkin
melakukan identifikasi kebutuhan instruksional yang berorientasikan kepada
pekerjaan tertentu. Pengajar senior, pengembang kurikulum, para ahli, pimpinan
lembaga pendidikan yang mewakili kelompok pendidik dan pembimbing lembaga
9
pertanyaan
nomor
3,
pengembang
instruksional
perlu
mengumpulkan data dari sekelompok siswa yang dapat mewakili populasi sasaran
di samping dari kelompok pendidik dan masyarakat. Usaha pengembangan
10
11
BAB III
PENUTUP
4.1.
Kesimpulan
Pengembangan
instruksional,
yaitu
mengidentifikasi
kebutuhan
Saran
Dengan memahami analisis kebutuhan instruksional dalam makalah ini,
DAFTAR PUSKATA
12
13