Anda di halaman 1dari 10

Jurnal

Tanda, Gejala dan Mendeteksi Angka Kejadian Jamur Dari


Rongga Mulut dan Faring Secara Radioterapi Dengan
Tumor Kepala dan Leher, dan Kerentanan Mereka Untuk
Kemoterapi
Piotr Kurnatwoski; Salah Moqbil; Dariusz Kaczmarczyk
Departement of Head and Neck Neoplasms Surgery, Faculty of Military Medicine,
Medical University of Lodz Paderwskiego 4, 93-509 Lodz; Poland
Annals of Parasitology 2014, 60(3) 207-213

Disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik


SMF Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok
RSD dr. Soebandi Jember

Disadur Oleh:
Ayu Waica Pratiwi
102011101018

Pembimbing:
dr. H. Bambang Indra, Sp. THT
SMF ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK
RSD DR. SOEBANDI-FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
2015

Tanda, Gejala dan Mendeteksi Angka Kejadian Jamur Dari


Rongga Mulut dan Faring Secara Radioterapi Dengan
Tumor Kepala dan Leher, dan Kerentanan Mereka Untuk
Kemoterapi
Piotr Kurnatwoski1 , Salah Moqbil1 , Dariusz Kaczmarczyk2
1

Chair of Biology and Medical Parasitology, Medical Faculty, Medical University of Lodz,
Hallera sq. 1, 90-647 Lodz
2

Departement of Head and Neck Neoplasms Surgery, Faculty of Military Medicine, Medical
University of Lodz Paderwskiego 4, 93-509 Lodz; Poland
ABSTRAK. Radioterapi dan kemoterapi untuk tumor ganas, terutama daerah bagian kepala dan
leher, menghubungkan dengan besarnya resiko dari infeksi jamur yang disebabkan perubahan
sekunder didalam membrane mukosa. Penelitian ini mengarahkan kepada 3 bagian : 1.
Menentukan tanda dan gejala yang mana terjadi pada beberapa pasien yang mengalami
radioterapi; 2. Menentukan penyebab jamur yang umum didalam mulut dan tenggorokan pada
pasien sebelum, selama, dan sesudah radioterapi; 3. Untuk memeriksa sensitivitas dari golongan
obat jamur. Penelitian ini menggunakan 44 pasien (11 perempuan, 33 laki-laki) dengan kanker
kepala dan leher, memeriksa untuk mengetahui stadium sebelum radioterapi (44 pasiengelombang 1), 3 minggu setelah radioterapi (30 dari 44 pasien- gelombang 2), hari terakhir dari
terapi ( 28 dari gelombang 2 dan gelombang 3) dan 6 minggu setelah selesai radioterapi ( 10 dari
gelombang 3 dan gelombang 4). Pemeriksaan klinis dilakukan dan status mikologi diperkirakan
dari bilas mulut pada media yang dipilih. Jenis jamur yang sudah di isolasi dan sensitive terhadap
obat anti jamur sudah ditemukan. Gejala yang paling khas adalah gejala nyeri, disfagia, dan
disgeusia. Pemeriksaan fisik menunjukan tanda mukositis terutama diantara pasien dari
gelombang 2 dan gelombang 3. Presentase dari jamur didalam mulut dan tenggorokan sudah
dicacat dan lebih dari 2/3 (66,2%) pasien dari gelombang 1, dan 4/5 (80%) dari gelombang 2.
Jamur terdeteksi di lebih dari setengah (57,1%) dari pasien gelombang 3 dan juga pasien dari
gelombang 4. Dalam semua kasus, jamur dari berbagai jenis Candida diidentifikasi, 6 jenis dari
gelombang 1, 8 jenis dari gelombang 2, 6 jenis dari gelombang 3, dan 5 jenis dari gelombang 4.
Yang paling sering dideteksi adalah spesies C.albicans, merupakan 40-60%; spesies lain yang
dideteksi diketahui resisten terhadap obat anti mikobakterium. Jenis yang diisolasi paling
sensitive adalah nyistatin dan miconazole, dan yang terakhir adalah kotoconazole dan
fluconazole. Kesimpulan: 1. Pasien yang telah dilakukan radioterapi mengeluh nyeri, disfagi, dan
disgeusia; umumnya didagnosis mikositis. 2. Tingginya pravelemsi jamur di mulut dan
tenggorokan dari pasien yang diobati dengan radioterapi memperkuat kebutuhan pemeriksaan
mikologi dalam kelompok pasien untuk mendeteksi jamur, mengidentifikasi spesies dan
menentukan kepekaan terhadap obat untuk mencegah komplikasi. 3. Spesies yang paling banyak

ditemui setelah diisolasi dari pasien adalah C.albicans dan C.glabrata. Yang terakhir ditandai
dengan resistensi terhadap mayoritas obat antimikotik. 4. Yang paling sering diisolasi sensitive
terhadap jenis nyistatin dan miconazole (diterapkan secara local) dan itraconazole (terserap dari
saluran pencernaan).
Kata kunci: jamur, tumor kepala dan leher, radioterapi.
PENDAHULUAN
Yang terjadi beberapa tahun, kemajuan bagus terjadi pada pengobatan tumor dan fakta
dari komplikasi serius adalah yang terjadi pada hasil akhir pengobatan itu sendiri. Penelitian
menunjukan bahwa hasil dari angka kejadian jamur meningkat beberapa waktu ditengah-tengah
pasien dengan imunodefisiensi, terutama mereka yang sudah melakukan kemo dan radioterapi
dan dapat mempengaruhi pada pasien. Menghubungkan komplikasi dengan tumor yang
disebabkan oleh mikosis mungkin mengancam hidup, itu sangat penting dengan ditemukannya
jamur di dalam fase tertentu radioterapi untuk menentukan prognosis dari kasus dan pengobatan
pasien. Kemo dan radioterapi, terutama pasien tumor kepala dan leher, bisa meningkatkan
perkembangan dari keringnya daerah sekitar mukosa mulut dan mukosa faring, memfasilitasi
infeksi yang disebabkan oleh berbagai pathogenesis [3]. Variasi spesies dari jamur terlihat dari
rongga mulut dan faring, seperti Aspergillus, Candida, Geotrichum, Mucor atau Penicillium,
dapat menyebabkan mikosis sistemik sebagai akibat dari fungemia, yang pravelensi selama 10
tahun telah meningkat lima kali lipat dan di Eropa, mempengaruhi antara 0,17 dan 20,0 dari 1000
yang masuk rumah sakit.
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut; 1. Menentukan tanda dan gejala yang
terjadi diantara pasien yang mengalami radioterapi. 2. Menetukan angka kejadian jamur di mulut
dan tenggorokan pasien sebelum, selama, dan sesudah radioterapi. 3. Untuk menguji sensitivitas
dari jenis obat antimikotik.
METODE
Penelitian ini terdiri dari beberapa pasien (11 perempuan, 33 laki-laki) 45-83 tahun (ratarata 63,1 9,46) yang pernah menjalani radioterapi untuk tumor kepala dan leher. Total, 44
orang yang dinilai awal terapi (gelombang 1), 30 yang dinilai pada 3 minggu terapi (gelombang
2), 28 yang dinilai pada hari terakhir (gelombang 3) dan 10 yang dinilai pada minggu ke-6
setelah terapi selesai (gelombang 4). Kanker pada laring (39,5%) paling sering menjadi alasan
dan syarat pasien untuk disinar, sedangkan kanker lidah atau oropharynx jarang dijumpai
(11,6%). Penjelasan data bisa dilihat di Tabel 1.
Lokasi

Laring

18

39,5

Lidah

11,6

Oropharynx

11,6

Tonsil

9,3

Laryngopharynx

7,0

Nasopharynx

4,7

Limfa nodi

4,7

Bibir

2,3

Gigi/mulut bawah

2,3

Bagian mulut yang tidak terklasifikasi

2,3

Kelenjar saliva

2,3

Kulit

2,3

Total

44

100,0

Tabel 1. Lokasi tumor


Semua pasien dipiilih dengan cara wawancara dan pemeriksaan fisik. Jamur tersebut
dikumpulkan setelah dilakukan pembilasan pada mulut dan tenggorokan. Bahan tersebut secara
langsung terdapat didalam media cairan Sabouroad, inkubasi pada suhu 37 oC selama 24jam, dan
kultur agar dengan suhu ruang selama 48jam. Specimen langsung, kemudian dibuat dari semua
koloni yang tumbuh dalam 0,9% solusi dari sodium kloriddan diuji dibawah mikroskop (x100,
x400 atau x800) untuk struktur jamur. Jika struktur sudah diketahui selanjutnya kultur setelah di
kultur dalam Sabouraud agar. Berikutnya kontrol specimen yang dilakukan dengan cara yang
sama setelah 5-10 hari dan setelah lebih dari 10 hari, dan setelah di observasi 8 minggu.
Pindahkan koloni pada media segar memungkinkan isolasi murni jenis bakteri (kultur axenic).
Jenis berbeda dalam dasar dari morfologi dan biokemikal, sesuai dengan peta konsep dari
Departement Biologi dan Parasitologi, Medical University Lodz [5]. Fitur biokimia yang dipilih
dari strain individu diperiksa dengan melakukan auxanogram, mengukur kemampuan untuk
mengasimilasi karbon, dengan API 20C dan 20C API uji AUX (bioMerieux). Atas dasar
pengujian ini, ragi seperti jamur diklasifikasikan ke dalam genus dan spesies berdasarkan
klasifikasi numerik yang memadai digambarkan oleh manufaktur (Analitic Profile Index, bioMerieux, Lyon 1990).
Sensitivitas dari jenis obat antimikotik (nyistatin, natamycine, miconazole, ketoconazole,
fluconazole, itraconazole) dilakukan dengan metode difusi disk. Tingkat sensitivitas ditentukan

sesuai dengan produsen, berdasarkan ukuran zona inhibisi (Biomaxima SA). Pasien dengan
mikosis yang disembuhkan dengan obat sesuai dengan hasil microgram.
HASIL
Gejala yang paling sering terjadi adalah nyeri, disfagia, dan disgeusia. Ditemukan bahwa
sementara nyeri dilaporkan oleh 3 pasien (6,98%) pada gelombang 1 yang telah memuali terapi,
dilaporkan oleh 18 orang dan 21orang pasien pada gelombang 2 (58,1% dan 82,1%) masingmasing ditemukan pada gelombang 2 dan gelombang 3; perbedaan statistic yang signifikan
antara hasil dijumpai pada gelombang 1 dan gelombang 2, gelombang 1 dan gelombang 3,
gelombang 3 dan gelombang 4 (p<0.05). sedangkan 2 pasien gelombang 1 (4,65%) mengeluhkan
disfagia, 7 dan 9 (22,6% dan 33,3%) dilaporkan pada pasien masing-masing gelombang 2 dan
gelombang 3. Namun, kenaikan ini tidak signifikan (p> 0,05). Itu kurang umum untuk
melaporkan gangguan rasa, dengan satu pasien melaporkan ini dalam gelombang 1 (2,33%), 3
dan 9 (9,86% dan 32,1%) dalam gelombang 2 dan gelombang 3 (p>0,05. Informasi selanjutnya
bisa dilihat pada presentasi Diagram 1.

Diagram1. Tanda dan gejala observasi pasien dari berbeda gelombang


Anamnesis dilakukan antara gelombang berikutnya mengungkapkan bahwa, dalam
perjalanan radioterapi, hanya satu pasien yang menerima antibiotik. Sebaliknya, antijamur dan
steroid diberikan untuk 10 dan 8 pasien (33,3% dan 26,7%), masing-masing, di gelombang
kedua, dan 21 dan 19 pasien (75,0% dan 69,7%) di gelombang ketiga. Antara frekuensi

penggunaan masing-masing obat sesuai dengan perbedaan gelombang signifikan secara statistik
(p <0,001). Hasilnya ditampilkan secara grafis dalam Gambar 2.

Gambar 2. Antibiotik, obat anti jamur dan steroid yang digunakan oleh pasien dari
gelombang yang berbeda
Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda mukositis dalam satu pasien dari gelombang 1, 24
dari gelombang 2, 27 dari gelombang 3 dan 7 dari gelombang 4; Hasil median dalam gelombang
2 dan 3 yang jauh lebih tinggi (Me = 1) dibandingkan gelombang 1 dan 4 (Me = 0). Hasil ini
diperoleh untuk gelombang yang tertentu berbeda secara signifikan (p <0,001). Informasi lebih
rinci hadir dalam Gambar 1.
Kehadiran jamur di mulut dan tenggorokan tercatat di lebih dari 2/3 (66,2%) dari pasien
dari gelombang 1, dan di 4/5 (80%) dari pasien di gelombang 2. Jamur yang kemudian
ditemukan di lebih dari setengah (57,1%) pasien dari gelombang 3 juga terdeteksi pada pasien
dari gelombang 4.
Dalam semua kasus, jamur dari berbagai jenis Candida diidentifikasi; 6 spesies dalam
gelombang 1, 8 di gelombang 2, 6 di gelombang 3 dan 5 di gelombang 4. paling sering spesies
yang dapat ditemukan adalah C. albicans, sekitar 40-60%; spesies lain yang terdeteksi diketahui
resisten terhadap obat antimikotik. Di samping itu, tidak ada perbedaan statistik yang signifikan
(p>0,05) ditemukan dalam kejadian antara pasien dari gelombang apapun, terlepas dari spesies
jamur. Rincian untuk hasil pengobatan ditunjukkan pada Tabel 2.

Spesies

Gelombang
1

C.albicans

60.0

50.0

56.3

40.0

C.krusei

6.7

4.2

C.glabrata

10.0

12.5

12.5

20.0

C.humicola

3.3

4.2

C.tropicalis

16.7

4.2

12.5

C.kefyr

3.3

4.2

10.0

C.lusitaniae

4.2

6.3

10.0

C.guilliermondii

8.3

20.0

C.pelliculosa

6.3

C.albicans+C.tropicali
s

6.3

Tabel 2. Angka kejadian jamur yang berbeda pada setiap gelombang


Sensitivitas terhadap obat-obatan tidak ditemukan secara signifikan berbeda antar jenis,
terlepas dari obat yang digunakan (p> 0,05). Perbedaan namun signifikan secara statistik (p
<0,05) ditemukan antara masing-masing obat gelombang 1; kebanyakan jenis jamur yang sensitif
terhadap nistatin dan miconazole, dan yang paling terakhir ketoconazole dan flukonazol.
Sedangkan jenis pada gelombang 2 secara signifikan lebih sensitif terhadap nistatin dan
miconazole dibandingkan obat lain (p <0,05), tidak ada perbedaan yang signifikan seperti yang
diamati untuk ketoconazole, itraconazole atau flukonazol. Hasil yang sama diperoleh di
gelombang 3. Diamati bahwa secara signifikan lebih sensitif nistatin dan miconazole
dibandingkan obat lain (p <0,05). Tidak ada perbedaan yang ditemukan sehubungan dengan
kerentanan terhadap ketoconazole, itraconazole dan flukonazol. Hanya gelombang 4 yang
ditemukan secara signifikan lebih sensitif terhadap nistatin dan miconazole kemudian itrakonazol
(p <0,05). Namun, perbedaan antara obat lainnya secara statistik tidak signifikan (p> 0,05).
PEMBAHASAN
Pasien yang telah menjalani kemo dan radioterapi meningkatkan resioko dari infeksi
jamur. Dalam keadaan perubahan didalam membrane mukosa, jamur bisa berpindah ke dalam
darah (fungemia) dan pengembangan terhadap penyebaran, yang seringkali menjadi penyebab
kematian. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui perkembangan jamur didalam tubuh
pasien sebelum permulaan dari kemoterapi atau radioterapi pada terapi awal.

Dalam penelitian ini berkaitan dengan gejala yang dirasakan pasien antara 3 dari 21
pasien yang diperiksa adalah rasa nyeri, antra 2 dari 9 pasien melaporkan disfagia, dan antar 1
dari 9 mengatakan disgeusia, tergantung pada gelombang. Diwaktu yang sama gejala mukositis
ditemukan diantara 1 dari 27 pasien.
Perbandingan, 16 dari 25 pasien yang di periksa Borysewicz-Lewicka et al.[6] mengeluh
mulutnya terasa kering dan terdapat beberapa jenis dari jamur Candida yang terdeteksi di 19
kasus setelah di radioterapi. Meskipun, sebelum radioterapi hanya 6 pasien yang mengeluh dari
mulut kering dan deteksi Candida hanya 9 orang. Dengan cara yang sama, Stryjski [7]
memperlihatkan setelah di radioterapi, gejala pasien lebih sering dilaporkan seperti terbakar
(sebelum 24%, sesudah terapi 66%), xerosthomia (masing-masing 36% dan 76%), disgeusia
(22% dan 62%), gangguan sensorik (20% dan 54%), nyeri spontan (18% dan 58%). Setelah
radioterapi meningkat, peningkatan juga dicatat pada kejadian mukosa berwarna merah
(meningkat dari 70% ke 100%), pembengkakan dari membrane mukosa (24% ke 70%), kejadian
luka (2% ke 24%) dan pengendapan (18% ke 62%). Belazi et al. [8] mendiagnosa mukositis
hanya 9 dari 39 pasien, dan mengingat mukositis mengawali kandidiasis pseudomembran, yang
mana terlihat setelah kurang lebih 2 minggu setelah dimulainya pengobatan radioterapi dan
bertahan selama 6 bulan setelah pengobatan selesai.
Penelitian ini lebih dari dua-tiga (68,2%) pasien yang ditemukan mempunyai jamur di
dalam mulutnya atau tenggorokan sebelum radioterapi (gelombang 1), ditemukan 4/5 (80%)
pasien setelah terapi (gelombang 2). Jamur ditemukan lebih dari (57,1%) pada terapi terakhir
(gelombang 3), dan semua ditemukan pada pasien dari gelombang 4.
Wisnewski et al. [9] melakukan penelitian pada 30 pasien dengan kanker mulut. Jamur
ditemukan di 17 pasien dengan pemeriksaan dasar mikologi dan histopatologi pada pewarnaan
Grocott; 12 pewarnaan hematosilin dan eosin dan 14 dari pewarnaan PAS. Meskipun Cankovice
et al. [10] mengidentifikasi candida sebanyak 30% dari pasien dengan kanker rongga mulut, 55%
identifikasi keberadaan jenis Candida spesies lain dari C.albicans, Candida hanya ditemukan
pada 6,7% pasien dengan tumor jinak rongga mulut.
Karjewska-Kulak et al. [11] menunjukan di cavitas rongga mulut di 24,4% di penderita
sehat, 55,9% pasein dengan kanker, dan 70% pasien dengan penyakit saluran cerna; akut atau
kronis gastritis, peptic ulcer. Yang paling dominan di identifikasi adalah spesies Candida
albicans. Sebagaimana, Nucci et al. [12] menemukan c.glabrataakan lebih sering diisolasi
selama terapi radiasi untuk kanker kepala dan leher luar dari C.albicans.
Lalla et.al [13] memperlihatkan infeksi jamur oral yang diobservasi sebelum terapi dalam
7,5% pasien setelah radio dan kemoterapi disebabkan oleh karena kanker kepala dan leher, dalam
39,1% selama pengobatan, 32,6% setelah pengobatan. Dalam perbedaan, Ramirez-Amador et al
[14] masing-masing jamur yang diketahui 43% ,62% dan 75% (dalam mikosis 16%).

Dwornicka [15] menemukan pertumbuhan C.albicans setelah diisolasi dari epithelium


pipi dan lidah pasien sebelum (penelitian 1), di dalam 2-3minggu (penelitian 2) dan 3-4 bulan
setelah radioterapi (penelitian 3). Sedangkan pertumbuhan jamur dari pipi adalah masing-masing
5,6%, 38,9% dan 25% dan leher 5,6%, 19,4% dan 16,7%; yang mana tumbuh banyak sekali di
penelitian 1 yang tidak diobservasi, dan kemudian dari penelitian pipi diperkirakan 27,7% dan
25%, dan dari lidah masing-masing 52,8% dan 61%. Pytko-Polonczyk et al. [16,17] penelitian
dari 41 pasien dengan kanker organ kepala dan leher ( seperti laring dan tonsil) dasar klinis dan
pemeriksaan mikrobiologi dari mukosa oral sebelum 2 dan 4 minggu dan juga 4-6 bulan setelah
radioterapi; mereka melihatkan perbedaan spesies kandida masing-masing 46,3%, 68,3%, 70,7%
dan 43,9% dari pasien. Yang paling banyak diisolasi adalah C.albicans (72,3%), setelah itu
C.krusei, C.glabratta, .kefry dan C.pseuodotropicalis. Kasus terbaru dari mikosis mulut dan
tenggorokan antara pasien yang menjalani terapi radiasi yang disebabkan oleh C.dubliniens dan
C.glabratta [18,19].
Seperti yang terlihat dari data literatur di atas, yang diperiksa oleh kami, pasien
menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dari jamur.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini untuk sensitivitas obat tidak dapat
dibandingkan dengan data literatur karena informasi tersebut belum ditemukan.
KESIMPULAN
1. Pasien yang telah dilakukan radioterapi mengeluh nyeri, disfagi, dan disgeusia;
umumnya didagnosis mikositis.
2. Tingginya pravelemsi jamur di mulut dan tenggorokan dari pasien yang diobati dengan
radioterapi memperkuat kebutuhan pemeriksaan mikologi dalam kelompok pasien untuk
mendeteksi jamur, mengidentifikasi spesies dan menentukan kepekaan terhadap obat
untuk mencegah komplikasi.
3. Spesies yang paling banyak ditemui setelah diisolasi dari pasien adalah C.albicans dan
C.glabrata. Yang terakhir ditandai dengan resistensi terhadap mayoritas obat antimikotik.
4. Yang paling sering diisolasi sensitive terhadap jenis nyistatin dan miconazole
(diterapkan secara local) dan itraconazole (terserap dari saluran pencernaan).

REFRENSI
[1] Karthaus M., Rosenthal C., Danser A. 1999. Prophylaxis and treatment of chemo- and radiotherapy-induced oral
mucositis are there new strategies? Bone Marrow Transplantation 24: 1095-1108.
[2] Pfaller A.M., Diekema D.J. 2010. Epidemiology of invasive mycoses in North America. Critical Reviews in
Microbiology 36:1-53.
[3] Cassolato S.F., Turnbull R.S. 2003. Xerostomia: clinical aspects and treatment. Gerodontology 20: 64-77.
[4] Lass-Florl C. 2009. The changing face of epidemiologuy of invasive fungal disease in Europe. Mycoses 52: 197205.
[5] Kurnatowska A. 2006. Badania diagnostyczne. In: Mikologia medyczna. (Eds. A. Kurnatowska, P. Kurnatowski).
Promedi, od: 53-78.
[6] Borysewicz -Lewicka M., Stryj ski A. 2002. Przydat - no Vivacult N testu w oce nie Candida al bicans w
linie chorych z nowotworami gowy i szyi podda - nych radioterapii. Stomatologia Wspcze sna 9: 16-20.
[7] Stryj ski A., Adam ski Z., Bo ry se wicz -Le wic ka M.2002. Zagroenie zakaeniami grzybami drodopo-dobn
mi u chorych leczonych radioterapi z powodu nuwotw row gowy i szyi. Mikologia Lekarska 9:125-129.
[8] Belazi M., Velegraki A., Koussidou-Eremondi T.Andreadis D., Hini S., Arsenis G., Eliopoulou C.,Destouni E.,
Antoniades D. 2004. Oral Candida isolates in patients undergoing radiotherapy for head and neck cancer:
prevalence, azole susceptibility profiles and response to antifungal treatment. Oral Microbiology and Immunology
19: 347-351.
[9] Winiewski W., Le wan dow ski L. P, Adam ski Z. 1999.Za ka e nia dro da ko we w owrzo dze niach no wo
two - ro wych bo ny lu zo wej ja my ust nej. Cza so pi smo Sto - ma to lo gicz ne 52: 823-827.
[10] Cankovi M., Bokor-Brati M. 2010. Candida albicans infection in patients with oral squamous cell carcinoma.
Vojnosanitetski pregled. Military-medical and Pharmaceutical Review 67: 766-770.
[11] Krajew ska -Ku ak E., Ni czy po ruk W., u ka szuk C., So ba niec H., Woj tu kie wicz M., Kraw czuk -Ry bak
M., Szczu rzew ski M. 2000. Bio ty py en zy ma tycz ne a wra - li wo na le ki prze ciw grzy bi cze szcze pow
Can di da al bi cans izo lo wa nych z on to ce no zy ja my ust nej pa - cjen tow ze scho rze nia mi no wo two ro wy
mi. Mi ko lo gia Le kar ska 7: 27-34.
[12] Nucci M., Marr K.A. 2005. Emerging fungal diseases. Clinical Infectious Diseases 41: 1058-1063.
[13] Lalla R.V., Latortue M.C., Hong C.H., Ariyawardana A., DAmato-Palumbo S., Fischer D.J., Martof A.,
Nicolatou-Galitis O., Patton L.L., Elting L.S., Spijkervet F.K.L., Brennan M.T. 2010. A systematic review of oral
fungal infections in patients receiving cancer therapy. Supportive Care in Cancer 18: 985-992.
[14] Ramirez-Amador V., Silverman S., Mayer P., Tyler M., Quivey J. 1997. Candidal colonization and oral
candidiasis in patients undergoing oral and pharyngeal radiation therapy. Oral Surgery, Oral Medicine, Oral
Pathology, Oral Radiology, and Endodontology 84: 149-153.
[15] Dwornic ka K. 1999. Oce na sta nu ja my ust nej u cho -rych na ra ka cz ci twa rzo wej czasz ki i szyi w okre
-sie le cze nia on ko lo gicz ne go. Roz pra wa dok tor ska. l ska Aka de mia Me dycz na, Ka to wi ce (PhD The
sis).
[16] Pyt ko -Po lo czyk J., Ma cu ra AB. 2009. Grzy bi ca ja - my ust nej w prze bie gu ra dio te ra pii u cho rych na
ra kana rz dow go wy i szyi. Cz 1. Mi kro flo ra pa to lo - gicz na i zmia ny kli nicz ne na bo nie lu zo wej ja
my ust nej. Mi ko lo gia Le kar ska 16: 135-140.
[17] Pyt ko -Po lo czyk J., Ma cu ra A.B. 2009. Grzy bi ca ja - my ust nej w prze bie gu ra dio te ra pii u cho rych
na ra ka na rz dow go wy i szyi. Cz 2. Ana li za mi kro flo ry mi ko lo gicz nej w jamie ustnej. Mikologia
Lekarska 16: 141-144.
[18] Reading S.W., Bailey C.W., Lopez-Ribot J.L., Kirkpatrick W.R., Fothergill A.W., Rinaldi M.G., Patterson T.F.
Candida dubliniensis in radiationinduced oropharyngeal candidiasis. Oral Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology,
Oral Radiology, and Endodontology 91: 659-662.
[19] Reading S.W., Dahiya M.C., Kirkpatrick W.R., Coco B.J., Coco B.J, Patterson T.F., Fothergill A.W., Rinaldi
M.G., Thomas Jr C.R, 2004. Candida glabrata is an emerging cause of oropharyngeal candidiasis in patients
receiving radiation for head and neck cancer. Oral Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology, Oral Radiology, and
Endodontology 97:47-52.

Anda mungkin juga menyukai