Iwan Tirta
Iwan Tirta (lahir di Blora, Jawa
Tengah, 18 April 1935 meninggal di
Jakarta, 31 Juli 2010 pada umur 75
tahun)[1] adalah seorang perancang
busana asal Indonesia yang sangat
dikenal melalui rancangan-rancangan
busanannya yang menggunakan unsurunsur batik. Batik rancangannya
digunakan sebagai pakaian tradisional
yang dikenakan para kepala negara pada pertemuan APEC tahun 1994.
Iwan yang memiliki nama lengkap Nusjirwan Tirtaamidjaja lahir dari
pasangan Sunda dan Minangkabau.[2] Ayahnya, Mohamad Husein
Tirtaamidjaja, adalah mantan anggota mahkamah agung. Setamat dari
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Iwan mengambil gelar master hukum
di Yale University, Amerika Serikat, dan kemudian di London School of
Economics.
Ketertarikannya kepada batik muncul disaat Iwan menerima dana hibah
dari John D. Rockefeller the Third untuk mempelajari tarian keraton
Kasunanan Surakarta. Sejak itu hingga akhir hayatnya, Iwan
mengembangkan batik khas Indonesia, mulai dari pendidikan batik,
penelitian hingga promosi ke mancanegara. Iwan juga mengembangkan
filsafat batik Indonesia.
Sumbangannya yang paling nyata adalah ketika dia berhasil
mentransformasi Desain batik dari selembar kain. Desain batik yang secara
tradisional digunakan dengan dililitkan di tubuh menjadi gaun indah yang
tidak kalah dengan gemerlap dari Barat. Kepraktisan berbusana cara Barat
perlahan tetapi pasti memang telah menggerus cara berbusana tradisional
2.
Beni Sukarsa
bagus harganya mahal karena masih produk impor. Sementara glasir lokal
memberi hasil yang kurang baik," tutur Beni.
Gerabah Beni dikenal dengan nama Benis Ceramic. Keramiknya sering
dipesan oleh berbagai keluarga pejabat di Indonesia. Nyonya Adam Malik
dan Hartini Soekarno misalnya, merupakan dua kolektor gerabah karya Beni.
Beberapa ekspatriat di Bandung pun banyak yang tergiur memiliki dan
mempelajari cara membuat gerabah di studio Beni.
Sebelum krisis moneter, studio Beni yang luasnya hanya sekitar 50
meter persegi itu selalu dipenuhi ekspatriat untuk belajar membuat keramik.
Setelah peristiwa kerusuhan sosial tahun 1998, ekspatriat yang menjadi
murid-murid Beni banyak yang kembali ke negeri asalnya. Akibatnya, kursus
membuat keramik Beni pun sepi kembali. Meskipun demikian, masih banyak
pelanggan yang sengaja membeli gerabahnya untuk dijual ke luar negeri.
Gerabah buatan Beni juga banyak dipakai di beberapa hotel dan
restoran di sekitar Jakarta, Bogor, dan Bandung. Selain itu, banyak juga yang
membeli gerabahnya untuk dijual kembali di galeri-galeri seni di Jakarta dan
Bandung. Pembeli yang ingin membeli langsung di studionya pun boleh.
DI studionya, Beni memiliki dua pekerja yang bertugas mencetak
tanah-tanah merah. Namun di Majalengka, Beni juga mempekerjakan dua
keluarga untuk membuat gerabah berupa gentong atau pot bunga. Keluarga
tersebut diberi bahan dan tungku. Memilih Majalengka karena alasan bahan
tanah liat di daerah tersebut bagus untuk keramik.
Beberapa karya beni sukarsa
3.Maradita Sutantio
Maradita Sutantio lahir pada 1984.
Ia adalah seorang kurator dan seniman
lulusan Jurusan Kriya Tekstil di Institut
Teknologi Bandung. Pameran
tunggalnya I AM YOU diadakan di
Galeri Gerilya, Bandung pada 2012.
Selain itu ia juga aktif mengikuti
berbagai pameran bersama.
Identity Parade Pameran Tunggal oleh Maradita Sutantio
Kesadaran manusia sebagai mahluk hidup dan eksistensinya dalam
berhubungan dengan mahluk hidup lain adalah tema besar dalam karyakarya Maradita Sutantio. Hubungan tersebut membuat manusia selalu dalam
posisi bernegosiasi dengan berbagai aspek yang sangat luas, lebar dan
intangibles. Dalam pameran tunggalnya ini Dita melakukan sebuah riset
terhadap identitasnya sendiri dan jejak-jejak yang terekam dalam
hubungannya dengan lingkungan sosial.
Secara etimologis, identitas merupakan situasi dimana manusia mampu
berkaca dan menemukan berbagai tanda khas melalui pertautan sisi
internalnya dengan eksternal (hal ini mengacu pada kondisi; sosial, politik,
budaya, gender, psikoanalisis, dll). Selain itu, manusia tidak hanya berusaha
untuk mencari dan mengenal dirinya sendiri. Ia juga berusaha untuk
memberi identitas kepada orang lain.
Identity Parade, merupakan perayaan atas makna identitas diri yang
dianggap telah jelas dan berhasil ditemukan. Identitas/ tanda-tanda khas
yang diadopsi (dan teradopsi), berperan menjadi kulit terluar yang muncul
berlapis untuk menata dan mengelola makna proses interaksi dengan dunia
sosial. Seperti jaket dan pakaian, tanda khas tersebut dapat dipilih dan
diganti dengan cepat menyesuaikan dengan situasi yang dihadapi.
Sebelum berhasil menemukan identitas diri, saya, anda, dan mungkin kita
semua pasti pernah memasuki masa-masa kritis dalam proses pencarian
makna diri dan remeh-temeh- nya. Erik Erikson menyatakan krisis dan
pembentukan identitas akan selalu terjadi pada setiap tahap kehidupan
seseorang pada tiap-tiap tingkatan usia tertentu. Penemuan identitas yang
dirayakan ternyata tidaklah mutlak dan solid, ia selalu berubah dan
bergerak, sebagian faktor pengubahnya bahkan diluar kendali kita sebagai si
empunya identitas. Identitas menjadi benda murahan yang semakin mudah
terberi dan termanifestasi faktor luar diluar si pemilik identitas.
beberapa karya maradita
Sumber:
http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/1425desainer-pecinta-batik
Copyright tokohindonesia.com
http://ferry2.blogspot.co.id/2012/11/kiasah-sukses-pengusaha-gerabah.html
http://www.themogus.com/2013/05/kuratorial-mogus-world-by-maradita.html
http://maradita.com/about/