BATUK
1. DEFINISI BATUK :
Batuk dalam bahasa latin disebut tussis adalah refleks yang dapat terjadi secara tiba-tiba dan
sering brulang-ulang bertujuan untuk membantu membersihkan sakuran pernapasan dari lendir
besar, iritasi, partikel asing dan mikroba. Merupakan suatu tindakan refleks pada saluran
pernafasan yang digunakan untuk membersihkan saluran udara atas.
2. MEKANISME BATUK
Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase
kompresi dan fase ekspirasi (literatur lain membagi fase batuk menjadi 4 fase yaitu fase iritasi,
inspirasi, kompresi, dan ekspulsi). Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara,
kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan meningkat yang akhirnya diikuti
dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu.
Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat ini
glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya,
berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Penelitian lain
menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal volume sampai 50% dari
kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume
yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang
lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan memperkecil rongga udara
yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah.
Gambar 1. Skema diagram menggambarkan aliran dan perubahan tekanan subglotis selama, fase
inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi batuk.
Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan tertutup selama 0,2
detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan meningkat sampai 50 100 mmHg.
Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang membedakannya dengan manuver ekspirasi
paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis
tertutup adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di pihak
lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glotis.
Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi. Udara akan keluar
dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga menimbulkan suara
batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu 3050
detik setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang menetap. Kecepatan udara
yang dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat
dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80%.
Rangsang
Reseptor (serabut saraf non mielin halus di dalam laring, trakea, bronkus, bronkiolus)
serabut aferen pada cabang nervus vagus mengalirkan dari laring, trakea, bronkus, bronkiolus,
alveolus
Pusat batuk (di medula oblongata, dekat dengan pusat pernafasan dan pusat muntah) oleh serabut
eferen nervus vagus
Efektor
Tahapan
1. Fase iritasi
Iritasi pada salah satu saraf sensori nervus vagus di laring, trakea, bronkus / serat afferen cabang
faring dari nervus glossopharingeus dapat menimbulkan batuk. Membawa impuls ke medula
oblongata.
2. Fase inspirasi
Terjadi kontraksi otot abduktor kartilago arytenoideus yang mengakibatkan glotis secara refleks
terbuka lebar. Volume udara yang diinspirasi berkisar antara 200-3500 ml di atas kapasitas residu
fungsional.
3. Fase kompres
Terjadi kontraksi otot adduktor kartilago arytenoideus yang mengakibatkan tertutupnya glotis
selama 0,2 detik. Pada fase ini tekanan di paru dan abdomen akan meningkat 50-100 mmHg
Batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan
tekanan intratoraks walaupun glotis tetap terbuka.
4. Fase ekspirasi
Glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot ekspirasi sehingga terjadilah
pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan kecepatan tinggi disertai dengan pengeluaran
benda-benda asing
Komponen
a) Reseptor Batuk Berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak di dalam dan di
luar rongga toraks. Sebagian besar ada di laring,trakea,karina dan daerah percabangan
bronkus.
b) Serabut saraf aferen.
c) N. Vagus (laring,trakea,bronkus,pleura,lambung,telinga).
d) N. Trigeminus mengalirkan rangsang dari sinus paranasalis.
e) N. Glossopharyngeus mengalirkan rangsang dari faring.
f) N. Frenikus mengalirkan rangsang dari perikardium dan diafragma.
g) Pusat Batuk Berada di medulla, dekat pusat pernafasan dan pusat muntah.
h) Serabut saraf eferen N.vagus, n.frenikus, n.intercostal,n.trigeminus,n.facialis dll,
dibawa menuju ke efektor.
i) Efektor Terdiri dari otot-otot laring, trakea, bronkus, diafragma, otot-otot intercostal
dll. Di daerah efektor inilah mekanisme batuk terjadi.
Yoga Aditama T. Patofisiologi Batuk. Jakarta : Bagian Pulmonologi FK UI, Unit Paru RS
Persahabatan, Jakarta. 1993.
https://www.scribd.com/doc/125482595/Mekanisme-Terjadinya-Batuk#download
3. MACAM-MACAM BATUK
1. Batuk produktif (sering disebut batuk berdahak)
ditandai dengan pengeluaran dahak (sputum) serupa lendir dari tenggorokan pada saat
terjadinya batuk. Dahak diproduksi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda asing
yang masuk ke dalam tubuh.
terapidiberikan obat yang bisa merangsang pengeluaran lendir (ekspektoran)
2.
Batuk
tidak
produktif (lebih
dikenal
sebagai batuk
kering)
Pada batuk kering tidak diproduksi dahak. Batuk kering biasanya bukan merupakan mekanisme
pengeluaran zat asing, dan mungkin merupakan bagian dari penyakit lain.
terapiobat yang diperlukan adalah yang disebut antitusif. Obat ini berfungsi untuk
menekan rangsangan batuk
Batuk kronik:
1
Batuk rejan(kinkhoest) atau sering disebut batuk 100 hari ini pada umumnya
menyerang pada anak-anak dan balita, tetapi kadang-kadang juga menyerang orang tua.
penanganan:
Batuk Sesak( Asma dan TBC ) , batuk sesak disebut juga bronkitis, adalah gangguan
yang terjadi pada pipa udara yang lebih kecil, diikuti sesak napas, berakibat badan lemah,
demam dan berat badan berkurang.
Penanganan:
- dirawat di rumah
- biasanya akan sembuh dalam waktu 3 sampai 4 hari.
- Alat pelembab rumah (contoh, cool-mist vaporizers atau humidifiers) bisa mengurangi
kekeringan udara dan kelegaan bernafas.
Batuk Berdarah, batuk disertai darah yang berasal dari saluran pernapasan, bisa berasal
dari paruatau pembuluh darah gelembungparu. Bila berasal dari pembuluh darah balik,
batuk berdarah ini merupakan gejala terjadinya kegagalan jantung kiri.
penanganan:
Tahap 2 setelah pasien dalam keaadan stabil perlu dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut mencari sumber perdarahan dan penyebab perdarahan. Pemeriksaan yang :
foto toraks,CT scann toraks, angiografi, bronkoskopi ( BSOL atau bronkoskop kaku ).
Batuk adalah suatu reflex napas yang terjadi karena adanya rangsangan reseptor iritan yang
terdapat di seluruh saluran napas. Batuk dapat disebabkan oleh berbagai factor seperti
jamur,infeksi parenkim paru, TBC, tifus, radang paru-paru, dan asma. ( Widodo.2009 )
Penyakit yang menyebabkan batuk
1. Penyakit paru akibat jamur
4. Tuberculosis Paru
TB adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Kuman batang aerobic ini dapat merupakan organisme pathogen
maupun saprofit. Tempat masuk kuman ini adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan dan luka terbuka pada kulit kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara
yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang
berasal dari orang-orang terinfeksi. Gejala klinisnya sering asimtomatik tanpa tandatanda gejala klinis dan dapat menyebabkan penyakit demam ringan.
5. Tuberculosis Miliar
Terjadi hanya pada terjadi pada pasien yang imunitas nya tidak adekuat. Bisa terjadi
pada anan-anak dan orang dewasa yang menderita keganasan, status nutrisi buruk,
alkoholisme, atau pada pasien yang mendapat pengobatan imunosupresif.
6. Pertussis yakni penyakit saluran napas disebabkanakibat bakteri yang sangat menular
( Bordetella pertussis ) dan menyebabkan batuk tidak terkendali, batuk rejan.
7. Penyakit non infeksi saluran pernafasan
Asma adalah penyakit obstruuksi saluran pernafasan akibat penyempitan
saluran nafas yang sifatnya reversible ( dapat hilang dengan sendirinya ). Ciriciri nya adalah batuk, dyspnea, suara mengi, dan obstruksi jalan nafas.
Bronkitis Kronik adalah adanya sekresi mucus yang berlebihan pada saluran
pernafasan secara terus-menerus dengan disertai batuk.
Emfisema adalah keadaan paru yang abnormal yakni pelebaran udara pada
asinus yang sifatnya permanen. Pelebaran ini disebabkan karena adanya
kerusakan dinding asinus. Asinus adalah bagian paru yang terletak di
bronkiolus terminalis distal. Penderita
menunjukkan hyperinflatedlung
dengan berkurangnya ekspansi dada saat inspirasi, perkusi hipersonor dan
napas pendek.
Bronkiektasis adalah pelebaran bronkus yang disebabkan oleh kelemahan
dinding bronkus yang sifatnya permanen. Gejala bronkiektasis adalah
pengeluaran dahak yang banyak yang berasal dari lobus paru yang letaknya
bergantung, batuk bercampur dahak yang berbau busuk.
Bronkiolitis yakni paling sering pada bayi yang di rawat inap dengan infeksi
VSR. Lebihsering pada anak laki laki daripada anak perempuan ( 5 : 1 )
ETIOLOGI BATUK
Nama Bakteri
Pneumocytis
3. Pneumonia Stafilokokus
Stafilococcus aureus.
4. Pneumonia atipik
5. Tuberkolosis Paru
6. Pertusis
7. Bronkopeneumonia
8. Abses Paru
Diploccocus
pneumonia,
Pneumococcus
sp,
Streptococcus sp, hemoliticus aureus, Haemophilus
influenza, Basilus friendlander (Klebsial pneumonia),
Mycobacterium tuberculosis.
Pseudomonas aeruginosa, Strepococcus pneumoniae,
Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia,
spesies Nocardia
Nama Jamur
1. Aktinomikosis
Nokardiosis
Nama Virus
1. Influenza
Virus
Influenza
diklasifikasi
Ortomiksoviridae
Agen Rhinovirus, Koronavirus
2. Common cold
3. Pneumonia
4. Pneumonia
Influenzae
sebagai
Virus
sinsitial
pernapasan
(VSR),
Parainfluenza, influenza dan adenovirus
Haemophilus Haemophilus influenzae
5. Bronkiolitis
6. Bronkopneumonia
7. Bronkitis akut
Histoplasmosis
Aspergilosis
Kriptokokosis
Jamur merupakan mahluk atau benda yang dapat menginfeksi dan membentuk koloni di paru.
Jamur dapat menginfeksi atau berkoloni di paru antara lain Candida spp , Cryptococcus
nerformans ,Aspergillus fumigatus dan Histoplasma capsulatum.
Jamur dapat menginfeksi atau berkoloni melalui inhalasi menuju paru dan dapat memburuk
dengan 3 faktor patogenesis, yaitu : Daya tahan tubuh, virulensi varian, luas infeksi .
B. Penyebab batuk karena bakteri antara lain:
- Bronkhitis
- Pneumonia
- Bronkiektasis
- Abses Paru
Bakteri dapat menginfeksi paru apabila mekanisme pertahanan tubuh tidak dapat
mengkompensasinya lagi, baikitu dengan mekanik atau pun secara imun seluler, apabila bakteri
telah sampia pada jumlah infeksi nya dia akan merusak jaringan yang di tempatinya dan dapat
bermanifestasi batuk.
C. Penyebab batuk karena coronavirus:
Coronavirus menginfeksi sel epiteldi saluran nafas dan merubah kode RNAdi
sitoplasma sehingga dapat merusak sel dan menyebbakan gejalacommon cold .
D. Penyakit yang disebabkan parasit, dengan manifestasi batuk :
Satu-satu nya penyakit parasit yang sampai ke paru dan menimbulkansindrom loefler
adalah Ascariasis, Nematoda ini apabila telurnya tertelan oleh manusia dia akan menetas
dan larvanya akan melewati pembuluh darah dan jantung hingga ke paru-paru, setelah
dari paru-paru dia akan keluar dari paru-paru menuju trakea dan faring sehingga
menimbulkan refleks batuk.
7 KLASIFIKASI SPUTUM
Sebutkan dan jelaskan klasifikasi sputum.
5 klasifikasi sputum :
1. Purulen
: Sputum keadaan kentaldan lengket
2. Mukopurulen : Sputum keadaan lengket dan kehijauan
3. Mukoid
: Sputum dalam keadaan lendir dan kental
4. Hemoptisis : Sputum dalam keadaan bercampur darah
5. Saliva
: Air liur
PATOMEKANISME SIANOSIS
Sianosis dapat terjadi jika konsentrasi/ kadar hemoglobin yang tereduksi yang lebih dari 5 g
%. Normalnya, hemoglobin yang mengalir bersama darah akan mengikat O2 sehingga
hemoglobin akan teroksidasi.
Reaksinya : HB + O2 HbO2, dimana bilangan oksidasi Hb menjadi +4 setelah bereaksi
dengan O2.
Jika dalam aliran darah terdapat kandungan CO2 maka hemoglobin disamping berikatan
dengan O2 juga akan berikatan dengan CO2. Hal ini mengakibatkan terjadi peningkatan
kadar HB yang tereduksi oleh ikatan dengan CO2. Hal inilah yang dapat mengakibatkan
sianosis.Sianosis yang terjadi umumnya pada kuku, lidah, bibir maupun membrane mukosa.
2
O
C
r
d
t
S
s
o
n
a
i
H
p
D
h
k
e
b
m
lP
g
V
v
u
difteri, pertusis, campak. Peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya
pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan
imunisasi lengkap.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20330/4/Chapter%20II.pdf
11. SULIT BERNAPAS KETIKA BATUK
Dispnea (sesak napas) berarti penderitaan mental yang diakibatkan oleh ketidakmampuan
ventilasi untuk memenuhi kebutuhan udara. Ketika seseorang batuk secara terus menerus
maka jumlah kerja otot-otot pernapasan untuk menghasilkan vantilasi meningkat sehingga
memberi sensasi dyspnea pada orang tersebut.
12. HUBUNGAN KENAIKAN SUHU DENGAN BATUK
Bagaimana hubungan keluhan utama batuk dengan kenaikan suhu tubuh ?
Keluhan utama batuk dan kenaikan suhu tubuh merupakan mekanisme pertahanan tubuh di
saluran pernapasan dan merupakan gejala suatu penyakit atau reaksi tubuh terhadap iritasi di
tenggorokan karena adanya infeksi. Keluhan batuk pada skenario disebabkan adanya
mikroorganisme yang menyebabkan terjadinya rangsangan reseptor batuk di hidung,
tenggorokan, atau dada. Reseptor tersebut kemudian menyampaikan pesan ke pusat batuk di otak
yang memberi perintah untuk batuk. Hidung menghirup napas, epiglotis dan pita suara menutup
rapat sehingga udara dalam paru-paru terjebak. Otot perut dan dada akan berkontraksi dengan
kuat sambil menekan sekat rongga tubuh. Akhirnya epiglotis akan membuka dengan tiba-tiba,
dan udara yang terjebak tadi mendadak keluar, maka terjadilah batuk.
Demam terjadi karena adanya mikroorganisme yang menginvasi tubuh sehinga akan merangsang
sel-sel makrofag, monosit, limfosit, dan endotel untuk melepaskan interleukin(IL)-1, IL-6,
Tumor Necrosing Factor(TNF)-, dan interferon(IFN)- yang selanjutnya akan disebut pirogen
endogen/sitokin. Pirogen endogen berikatan dengan reseptornya di daerah preoptik hipotalamus
akan merangsang hipotalamus untuk mengaktivasi fosfolipase-A2, yang akan melepas asam
arakhidonat dari membran fosfolipid, dan kemudian oleh enzim siklooksigenase-2 (COX-2)
diubah menjadi prostaglandin E2 (PGE2). Rangsangan prostaglandin secara langsung maupun
melalui pelepasan AMP siklik menyebabkan peningkatan suhu tubuh .
Referensi :
A.Price, Sylvia., M.Wilson, Lorraine. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC
13. ALUR DIAGNOSIS
Anamnesis. Tahap pertama kita harus mengetahui bagaimana permulaan batuk itu muncul,
lamanya, berdahak atau tidak, adakah paparan lingkungan, toksin atau alergen dan gejala terkait.
Gejala terkait yaitu sakit telinga, hidung tersumbat, sakit tenggorokkan, nyeri ulu hati atau sakit
perut. Batuk yang terjadi jika paparan lingkungan misalnya; dingin, debu, asap, angin, etc. Batuk
berdahak mukopurulen biasanya menandai adanya kelainan mukopurulen.
Pemeriksaan fisis.
1. Telinga, apakah ada benda asing dipermukaan luar maupun didalam telinga. Masih intake
atau tidak.
2. Nasofaring, sinus harus dipalpasi apakah ada nyeri dan pada nasale adakah ingus yang
menyumbat atau tanda bekas epistaksis. Edema mukosa hidung dan rhinorea yang
disebabkan oleh infeksi, alergi atau rinitis vasomotor yang menyebabkan batuk karena
drainase posterior di hipofaring. Faring adakah peradangan.
3. Leher, menggelembungnya vena-vena pada bagian cervical karena tekanan pada saraf
laringeal rekuren yang tertekan. Distensi vena jugular juga dapat menandakan adanya
edema paru yang dapat menyebabkan batuk.
4. Dada, pasien dengan keluhan batuk dapat terlihat dada yang hiperekspansi atau kontraksi
otot bantu nafas. Pada auskultasi terdengar ekspirasi yang memanjang ronchi kasar atau
wheezing. Pada penyakit parenkhim biasanya menimbulkan suara ronchi.
5. Abdomen, adanya massa atau peradangan subdiaphragma yang dapat menyebabkan
iritasi pada diaphragma. Batuk pada keadaan ini biasanya terjadi subakut atau kronik.
Pemeriksaan dahak.
1. Pewarnaan gram dan pemeriksaan basil tahan asam dalah suatu tindakan rutin
2. Kultur mikobacteria atau fungal. Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang
pemeriksaan dinding thorax nya terlihat infiltrat pada apex atau cavity dengan pasien
yang immunocompromised.
3. Pemeriksaan sitologi dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita kanker paru.
Pencitraan.
1. Foto thorax dilakukan pada setiap kasus dimana dicurigai adanya kelainan di pleura,
parenkhim atau mediastinum.
DIAGNOSIS BANDING
14. PENGERTIAN
No.
Penyakit
Pengertian
1.
Bronkopneumonia
2.
Bronkiolitis
Peradangan bronkiolus
3.
Pertusis
15. ETIOLOGI
Etiologi Bronkopenumonia :
Bronkopneumonia dapat juga dikatakan suatu peradangan pada parenkim paru yang disebabkan
oleh bakteri, virus, jamur. Bakteri seperti Diplococus pneumonia, Pneumococcus sp,
Streptococcus sp, Hemoliticus aureus, Haemophilus influenza, Basilus friendlander (Klebsial
pneumobia), dan Mycobacterium tuberculosis. Virus seperti Respiratory syntical virus, Virus
influenza, dan Virus sitomegalik. Jamur seperti Citoplasma capsulatum, Criptococcus nepromas,
Blastomices dematides, Cocedirides imunitis, Aspergillus sp, Candida albicans, dan
Mycoplasma pneumonia.
Meskipun hampir semua organisme dapat menyebabkan bronkopneumonia, penyebab yang
sering adalah stafilokokus, streptokokus, H. Influenza, Proteus sp dan Pseudomonas aeruginosa.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh sejumlah besar organisme yang berbeda dengan patogenitas
yang bervariasi. Virus, tuberkolosis dan organisme dengan patogenisitas yang rendah dapat juga
menyebabkan bronkopneumonia, namun gambarnya bervariasi sesuai agen etiologinya.
Etiologi Bronkiolitis :
Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV), 60-90% dari kasus,
dan sisanya disebabkam oleh virus Parainfluenzaetipe 1,2, dan 3, Influenzae B, Adenovirus tipe
1,2, dan 5, atau Mycoplasma
Terdapat dua macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A menyebabkan gejala yang
pernapasan lebih berat dan menimbulkan sekuele. Masa inkubasi RSV 2-5 hari.
RSV tetap menjadi penyebab 50-80% kasus. Penyebab lain termasuk virus parainfluenza,
terutama parainfluenza tipe 3, influenza, dan human metapneumovirus (HMPV). HMPV ditaksir
menyebabkan 3-19% kasus bronkiolitis. Kebanyakan anak-anak terinfeksi selama epidemik luas
musim dengan tahunan.
Etiologi Pertusis :
Penyebab pertusis adalah Bordetella pertusis atau Haemoephilus pertusis, adenovirus tipe 1, 2, 3,
dan 5. Ini dapat mengakibatkan suatu bronchitis akut, khususnya pada bayi dan anak-anak kecil
yang ditandai dengan batuk paroksismal berulan dan stridor inspiratori memanjang batuk
rejan.
Ada enam spesies dari Bordotella yaitu B. parapertusis, B bronchiseptica, B. avium, B. holmesii,
dan B. trematum. B. pertusis dan B. parapertusis adalah dua patogen yang paling umum
ditemukan pada manusia.
16. GEJALA KLINIS
Bronkopnemonia
Suhu tubuh 39-40 C
Kejang karena suhu badan yang tinggi
Gelisah
Dispnu
Cuping hidung dan sianosis
Muntah dan Diare
Brokiolitis
Batuk,
Pilek
Bersin-bersin
Frekuensi nafas yg meningkat (takipnu)
Pertusis
Bronkopneumoni
Bronkiolitis
Pertussis
Bronkiolitis
merupakan
infeksi
saluran respiratori tersering pada
bayi. Paling sering terjadi pada usia 2
24 bulan, puncaknya pada usia 2
8 bulan. 95% kasus terjadi pada anak
berusia dibawah 2 tahun dan 75%
diantaranya terjadi pada anak
dibawah usia 1 tahun. Orenstein
menyatakan
bahwa
bronkiolitis
paling sering terjadi pada bayi lakilaki berusia 3 6 bulan yang tidak
Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa
(Sandra M, Nettina, 2001 : 684)
Kultur darah untuk mendeteksi bakterimia
Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen
mikroba (Sandra M, Nettina 2001 : 684)
2. Pemeriksaan Radiologi
Rontgenogram thoraks
Menunujukan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi pneumokokal
atau klebsiella. Infilrate multiple seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan
haemofilus (Barbara C, Long, 1996 : 435).
2) Bronkiolitis
Pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologis dijumpai gambaran hiperinflasi,
dengan infiltrat yang biasanya tidak luas. Bahkan ada kecenderungan ketidaksesuaian antara
gambaran klinis dan gambaran radiologis. Berbeda dengan pneumonia bakteri, gambaran klinis
yang berat akan menunjukkan gambaran kelainan radiologis yang berat pula, sementara pada
bronkiolitis gambaran klinis berat tanpa gambaran radiologis berat. Pada pemeriksaan
laboratorium (darah tepi) umumnya tidak memberikan gambaran yang bermakna, dapat disertai
dengan limfopenia. Pemeriksaan serologis RSV dapat dilakukan secara cepat, di negara maju
pemeriksaan ini menjadi pemeriksaan rutin apabila dicurigai adanya infeksi RSV.
3) Pertusis
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis 20.000-50.000/L dengan limfosistosis
absolut khas pada akhir stadium kataral dan selama stadium paroksismal. Pada bayi jumlah
lekositosis tidak menolong untuk diagnosis, oleh karena respons limfositosis juga terjadi pada
infeksi lain. Isolasi B. pertussis dari sekret nasofaring dipakai untuk membuat diagnosis pertusis
pada media khusus Bordet-gengou. Biakan positif pada stadium kataral 95-100%, stadium
paroksismal 94% pada minggu ke-3, dan menurun sampai 20% untuk waktu berikutnya.
Dengan metode PCR yang lebih sensitif dibanding pemeriksaan kultur untuk mendeteksi
B. pertussis, terutama setelah 3-4 minggu setelah batuk dan sudah diberikan pengobatan
antibiotik. PCR saat ini merupakan pilihan yang paling tepat karena nilai sensitivitas yang tinggi,
namun belum tersedia. Tes serologi berguna pada stadium lanjut penyakit dan untuk menentukan
adanya infeksi pada individu dengan biakan. Cara ELISA dapat dipakai untuk menentukan IgM,
IgG, dan IgA serum terhadap FHA dan PT. Nilai IgM serum FHA dan PT menggambarkan
respons imun primer baik disebabkan oleh penyakit atau vaksinasi. IgG toksin pertusis
merupakan tes yang paling sensitif dan spesifik untuk mengetahui infeksi alami dan tidak tampak
setelah imunisasi pertusis. Pemeriksaan lainnya yaitu foto toraks dapat memperlihatkan infiltrat
perihiler, atelektasis, atau empisema.
19. FAKTOR RISIKO
Bronkiolitis
Usia kurang dari 6 bulan
Bronkopneumoni
usia
Status gizi
Riwayat penyakit dahulu
Faktor lingkungan
Pertussis
Vaksin yang memudar karena
factor usia
Usia kurang dari 6 bulan
Faktor lingkungan
Bayi prematur
20. KOMPLIKASI
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
1. Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru yang merupakan
akibat kurangnya mobilisasi atau reflek batuk hilang
2. Empyema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalamrongga pleura yang
terdapat disatu tempat atau seluruh ronggapleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang
4. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial
5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
6. Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada ronggapleura, cairan tersebut
mengisi ruangan yang mengelilingi paru. Cairan dalam jumlah yang berlebihan dapat
mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan paru selama inhalasi.
7. Pneumotoraks suatu kondisi dimana terdapat udara pada kavum pleura . Pada kondisi normal ,
rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru mengembang terhadap rongga dada
8. Gagal napas suatu kondisi medis yang ditandai dengan ketidakmampuan paru untuk
mensuplai oksigen secukupnya ke seluruh tubuh atau mengeluarkan karbondioksida dari aliran
darah. Oleh karena itu, gagal nafas dapat diklasifikasikan sebagai hipoksemia atau hiperkapnia
9. Sepsis adalah kondisi medis serius di mana terjadi peradangan di seluruh tubuh yang
disebabkan oleh infeksi. Sepsis atau septicaemia adalah penyakit yang mengancam kehidupan
yang dapat terjadi ketika seluruh tubuh bereaksi terhadap infeksi.
Referensi :
A.Price, Sylvia., M.Wilson, Lorraine. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC
21. PENATALAKSANAAN
Bronkopneumonia
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam, yaitu
penatalaksanaan umum dan khusus.
1
Penatalaksaan Umum.
a Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau
PaO2 pada analisis gas darah 60 torr.
b Pemasangan infus untuk dehidrasi dan koreksi elektrolit.
c Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
Penatalaksanaan Khusus.
a Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan
pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti
awal.
b Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung.
Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis.
Berat ringan penyakit.
Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis.
Ada tidaknya penyakit yang mendasari.
Bronkiolitis
Infeksi oleh virus RSV biasanya sembuh sendiri ( self limited) sehingga pengobatan yang
ditujukan biasanya pengobatan suportif. Prinsip dasar penanganan suportif ini mencakup :
oksigenasi, pemberian cairan untuk mencegah dehidrasi dan nutrisi yang adekuat. Bronkiolitis
ringan biasanya bisa rawat jalan dan perlu diberikan cairan peroral yang adekuat. Bayi dengan
bronkiolitis sedang sampai berat harus dirawat inap. Tujuan perawatan di rumah sakit adalah
terapi suportif, mencegah dan mengatasi komplikasi, atau bila diperlukan pemberian antivirus.
Adapun penanganan bronkiolitis di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr.Soetomo antara lain :
1
Oksigenasi.
Oksigenasi dengan oksigen nasal atau masker, monitor dengan pulse
oxymetry dan bila perlu dilakukan analisa gas darah. Bila ada tanda gagal napas
diberikan bantuan ventilasi mekanik. Oksigen dapat diberikan melalui nasal prongs (2
liter/menit), masker (minimun 4 liter/menit) atau head box. Terapi oksigen dihentikan
bila pemeriksaan saturasi oksigen dengan pulse oximetry (SaO2) pada suhu ruangan
stabil diatas 94%.
Terapi cairan.
Pemberian cairan sangat penting untuk mencegah terjadinya dehidrasi akibat
keluarnya cairan lewat evaporasi, karena pernapasan yang cepat dan kesulitan minum.
Cara pemberian cairan ini bisa intravena atau nasogastrik. Akan tetapi, harus hati-hati
pemberian cairan lewat lambung karena dapat terjadi aspirasi dan menambah sesak
napas akibat lambung yang terisi cairan dan menekan diafragma ke paru-paru. Jumlah
cairan disesuaikan dengan berat badan, kenaikan suhu dan status dehidrasi.
Bronkodilator
Nebulasi dengan agonis 2 : salbutamol 0,1 mg/kgBB/dosis, diencerkan dengan
cairan normal saline, diberikan 4-6 kali per hari.
Obat-obatan.
Penggunaan antibiotik biasanya tidak diperlukan pada penderita bronkiolitis,
karena sebagian besar disebabkan oleh virus. Penggunaan antibiotik justru akan
meningkatkan infeksi sekunder oleh kuman yang resisten terhadap antibiotik
tersebut. Kecuali jika terdapat tanda-tanda infeksi sekunder seperti perubahan pada
kondisi umum penderita, peningkatan leukosit atau pergeseran hitung jenis, atau
adanya dugaan sepsis maka perlu diperiksa kultur darah, urine, feses dan cairan
serebrospinalis, untuk itu secepatnya diberikan antibiotik yang memiliki spektrum
luas. Oleh karena itu, untuk pengobatan penyakit ini dapat dilakukan dengan
memberikan ribavirin. Ribavirin adalah synthetic nucleoside analogue, menghambat
aktivitas virus termasuk RSV. Penggunaan ribavirin biasanya dengan cara nebulizer
aerosol 1218 jam per hari atau dosis kecil dengan 2 jam 3 x/hari.
Pertusis
Pada pasien anak usia 6 bulan dengan kasus ringan pengobatan dilakukansecara rawat jalan
dengan pemeriksaan penunjang. Sedangkan untuk anak < 6 bulan, pengobatan dilakukan dengan
perawatan di rumah sakit. Adapun penatalaksanaan yang dilakukan antara lain:
1
Obat-obatan.
Berikan eritromisin oral (12,5mg/kgBB/kali 4 kali sehari) selama 10 hari. Pemberian
obat ini tidak akan memperpendek lamanya sakit, tetapi akan menurunkan periode
infeksius. Beri imunisasi DPT pada pasien pertusis dan setiap anak dalam keluarga
yang imunisasinya belum lengkap. Antitusif dapat diberikan apabila batuk sangat
mengganggu.
Oksigenasi.
Berikan oksigen pada anak bila terjadi sianosis. Gunakan nasal prongs bukan kateter
nasal karena akan memicu batuk pada anak. Lakukan pemeriksaan oksigen 3 jam
sekali untuk memastikan oksigen tetap berjalan baik.
Tatalaksana jalan napas
Selama batuk paroksismal, letakkan anak dengan posisi kepala lebih rendah dalam
posisi tertelungkup atau miring untuk mencegah aspirasi muntahan dan membantu
pengeluaran sekret. Selain itu pastikan jalan napas bersih dari mukus.
Referensi:
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta: Penerbit IDAI
2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta. InternaPublishing.
22. PENCEGAHAN
Bronkopneumonia
1. Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar
tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit. Secara garis besar, upaya
pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum dan pencegahan khusus.
Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian
bronkopneumonia. Upaya yang dapat dilakukan anatara lain :
a. Memberikan imunisasi BCG satu kali (pada usia 0-11 bulan), Campak satu kali (pada
usia 9-11 bulan), DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 6 kali (pada usia 2-11
bulan), Polio sebanyak 4 kali (pada usia 2-11 bulan), dan Hepatitis B sebanyak 3 kali (0-9
bulan)
b. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberika ASI pada bayi neonatal sampai
berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita.
c. Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan polusi di luar
ruangan.
d. Mengurangi kepadatan hunian rumah.
2. Pencegahan Sekunder
Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang telah sakit agar
sembuh, menghambat progesifitas penyakit, menghindari komplikasi, dan mengurangi
ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat
sehingga dapat mencegah meluasnya penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya yang dilakukan
antara lain :
a. Bronkopneumonia berat : rawat di rumah sakit, berikan oksigen, beri antibiotik
benzilpenisilin, obati demam, obati mengi, beri perawatan suportif, nilai setiap hari.
b. Bronkopneumonia : berikan kotrimoksasol, obati demam, obati mengi.
c. Bukan Bronkopneumonia : perawatan di rumah, obati demam.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi.
Upaya yang dapat dilakukan anatara lain :
a. Memberi makan anak selama sakit, tingkatkan pemberian makan setelah sakit.
b. Bersihkan hidung jika terdapat sumbatan pada hidung yang menganggu proses pemberian
makan.
c. Berikan anak cairan tambahan untuk minum.
d. Tingkatkan pemberian ASI.
e. Legakan tenggorok dan sembuhkan batuk dengan obat yang aman.
f. Ibu sebaiknya memperhatikan tanda-tanda seperti: bernapas menjadi sulit, pernapasan
menjadi cepat, anak tidak dapat minum, kondisi anak memburuk, jika terdapat tandatanda seperti itu segera membawa anak ke petugas kesehatan.
Bronkiolitis