Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kredit yang disalurkan oleh perbankan memiliki multiplier effect sehingga
membuat

kredit

memiliki

peranan

yang

penting

terhadap

perkembangan

perekonomian di Indonesia. Kredit yang disalurkan oleh bank, merupakan sumber


modal bagi para pelaku usaha di Indonesia. Dengan mendapat modal dari kredit,
pelaku usaha dapat mengembangkan usahanya sehingga akan membuka lapangan
pekerjaan baru sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran yang ada di
Indonesia. Seiring dengan berkembangnya usaha akan meningkatkan pendapatan
pelaku usaha yang kemudian akan meningkatkan pendapatan per kapita. Selain itu
ketika usaha berkembang juga akan meningkatkan ekspor sehingga berpengaruh
pada neraca perdagangan Indonesia.
Menurut Undang-Undang no. 10 Tahun 1998, kredit adalah suatu penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasakan persetujuan
atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga.
Menurut Rivai dan Veithzal (2007), kredit adalah penyerahan barang, jasa,
atau uang dari satu pihak (kreditur atau pemberi pinjaman) atas dasar kepercayaan

kepada pihak lain (nasabah atau borrower) dengan janji membayar dari penerima
kredit kepada pemberi kredit pada tanggal yang disepakati kedua belah pihak.

4,500,000
4,000,000
3,500,000
3,000,000
2,500,000
dalam miliaran rupiah 2,000,000
1,500,000
1,000,000
500,000
0

Kredit yang disalurkan oleh perbankan diklasifikasikan menjadi berbagai


macam jenis, anatara lain berdasarkan kelembagaan, jangka waktu, tujuan,
penggunaan, aktivitas perputaran usaha, jaminan, sektor perekonomian, penarikan
dan pelunasan, cara pemakaian. Klasifikasi kredit ini dilakukan untuk memudahkan
dalam melihat kinerja penyaluran kredit suatu bank. Berikut adalah data
pertumbuhan kredit yang disalurkan oleh bank umum tahun 2005 sampai dengan juli
2015.
Diagram 1.1 Pertumbuhan Kredit yang Disalurkan Oleh Bank Umum
Sumber : Statistik Perbankan Indonesia, diolah (2015)

Dapat dilihat berdasarkan grafik di atas, setiap tahun jumlah kredit yang disalurkan
oleh bank umum terus meningkat. Bersamaan dengan kondisi tersebut, bank akan
menghadapi suatu risiko yaitu risiko kredit.
Risiko kredit dalam perbankan adalah risiko yang dihadapi oleh bank ketika
kredit yang disalurkan bemasalah atau dapat dikatakan nasabah mengalami gagal
bayar. Seperti yang dikatakan di atas, pendapatan utama operasional bank berasal
dari bunga yang dihasilkan dari kegiatan menyalurkan kredit, oleh karena itu ketika
kredit yang disalurkan oleh bank tersebut mengalami masalah maka akan
berdampak pada pendapatan bank dan secara tidak langsung akan mempengaruhi
profitabilitas dan juga kesehatan bank tersebut. Ketika suatu bank sudah tidak dapat
menjaga profitabilitasnya akan sangat berdampak pada likuiditas nya dan kemudian
akan menurunkan kepercayaan masyarakat sehingga terjadi penarikan dana oleh
masyarakat kemudian bank tersebut

dapat berujung pada kebangkrutan, hal ini

akan sangat berpengaruh terhadap kondisi makroekonomi. Berdasarkan hal


tersebut, akan menjadi penting bagi bank untuk menjaga agar dapat menjaga risiko
kredit nya seminimal mungkin. Berikut ini adalah pertumbuhan jumlah kredit
bermasalah yang dialami bank umum selama 2005 2011.

8,000
7,000
6,000
5,000
dalam miliaran rupiah 4,000
3,000
2,000
1,000
0

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Diagram 1.2 Pertumbuhan Non Performing Loan pada Bank Umum


Sumber : Statistik Perbankan Indonesia, diolah (2015)

Faktor yang mempengaruhi kredit bermasalah dapat berasal dari internal


bank seperti kebijakan internal bank dan tingkat kesehatan bank yang tercermin
berdasarkan rasio, maupun eksternal bank seperti keadaan makroekonomi dan
kebijakan pemerintah (Dendawijaya, 2001). Untuk menjaga risiko kredit nya, bank
diharuskan mengenal dan mampu mengendalikan faktor-faktor internal dan dapat
mengantisipasi apabila terjadi faktor eksternal yang dapat meningkatkan risiko kredit
bank.
Inflasi adalah variabel makroekonomi yang memiliki pengaruh besar
terhadap perekonomian suatu negara. Besarnya tingkat inflasi akan berpengaruh
terhadap harga-harga barang dalam negeri. Kenaikan harga barang seperti bahan

baku tentu akan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan para pelaku usaha
karena meningkatnya biaya produksi. Ketika biaya produksi meningkat maka akan
berpengaruh terhadap harga output yang mereka hasilkan dan pada akhirknya akan
menurunkan tingkat pendapatan para pelaku usaha. Hal tersebut tentu akan
membuat pelaku usaha atau produsen mengalami kesulitan dalam mebayar
kewajibannya terhadap bank, sehingga bank harus menghadapi risiko kredit yang
lebih besar.
Ketika Bank Indonesia menentukan nilai BI rate, hal tersebut akan
berdampak terhadap seluruh perbankan di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan
ketika Bank Indonesia menentukan suku bunga, akan diikuti oleh perubahan suku
bunga Sertifikat Bank Indonesia. Ketika suku bunga SBI berubah, hal tersebut akan
diikuti oleh perbankan di Indonesia. Perubahan suku bunga, baik simpanan maupun
pinjaman akan mempengaruhi tingkat risiko kredit yang akan dihadapi oleh bank.
Ketika suku bunga pinjaman meningkat, akan meningkatkan risiko kredit yang
dimiliki oleh bank.
Bagi pelaku usaha, kurs atau nilai tukar dengan negara yang memiliki
hubungan perdagangan yang erat merupakan hal yang penting bagi usaha mereka.
Ketika kurs dalam negri melemah, hal ini akan membuat para importir kesulitan
dalam menjalankan usahanya. Ketika usaha terganggu, maka hal tersebut akan
berpengaruh terhadap pendapatannya dan tentu akan mengalami kesulitan dalam
membayar hutangnya. Oleh karena itu, perubahan tingkat kurs secara tidak
langsung akan berdampak terhadap tingkat pengembalian kredit atau risiko kredit
bank.

Semakin besar jumlah kredit yang disalurkan bank tentu akan menambah
tingkat risiko yang dihadapi bank. Loan to Deposit Ratio menggambarkan besarnya
kredit yang diberikan dibandingkan dengan dana yang dihimpun oleh bank tersebut.
Ketika suatu bank memiliki LDR yang tinggi, artinya dana yang disalurkan bank
tersebut dalam bentuk kredit terlalu besar dan menyebabkan bank tersebut menjadi
tidak likuid.
Besarnya modal suatu bank juga memiliki pengaruh terhadap tingkat
kesehatan bank tersebut. Tingkat modal bank dapat digunakan untuk mengurangi
risiko yang dialami bank tersebut. Capital Adequacy Ratio adalah rasio yang
menghitung besarnya modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
Semakin tinggi CAR yang dimiliki bank tersebut, maka semakin tinggi pula
kemampuan modal bank tersebut untuk mengurangi risiko yang dimiliki.
Kredit yang disalurkan bank merupakan sumber pendapatan utama bagi
bank untuk membiayai kegiatan operasionalnya. Oleh karena itu, besarnya
pendapatan operasional bank adalah cermin dari kemampuan manejemen bank
dalam mengelola kreditnya agar menghasilkan pendapatan bunga. Oleh karena itu
rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) dan juga net
interest margin (NIM) mencerminkan bagaimana kualitas manajemen mengelola
kreditnya untuk menghasilkan pendapatan bagi bank tersebut.
Berdasarkan kepemilikannya, bank terdiri dari bank persero, bank umum
swasta nasional, bank asing, bank pemerintah daerah, dan bank campuran. Bank
persero adalah bank yang mayoritas saham atau kepemilikannya dimiliki oleh
pemerintah (Siamat, 2005). Menurut Bank Indonesia, yang termasuk bank persero

antara lain adalah Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, Bank Tabungan Negara,
Bank Negara Indonesia.
4.50%
4.00%
3.50%
PERSERO

3.00%

BUSN Dev

2.50%

BUSN non Dev

2.00%

BPD

1.50%

CAMPURAN

1.00%

ASING

0.50%
0.00%
2011

2012

2013

2014

Agt 2015

Bank persero tidak jauh berbeda dengan bank lainnya, karena tetap patuh
pada Undang-Undang Perbankan dan Peraturan Bank Indonesia. Akan tetapi karena
bank persero adalah milik pemerintah, maka bank ini menjadi perpanjangan tangan
pemerintah untuk merealisasikan program pemerintah baik melalui penyaluran kredit
maupun penyimpanan dana. Berikut adalah grafik perbandingan NPL bank
berdasarkan kepemilikannya
Grafik 1.3 Perbandingan NPL Bank
Sumber : Statistik Perbankan Indonesia, diola h (2015)

Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa bank milik pemerintah baik daerah
(BPD) maupun nasional (Persero) memiliki kredit bermasalah yang tinggi
dibandingkan bank lainnya, terlebih bank persero yang memiliki skala nasional
ternyata juga tidak menjamin dapat menekan tingkat kredit bermasalahnya. Oleh

karena itu penting untuk mengetahui tentang faktor-faktor yang mempengaruhi


tingkat kredit bermasalah pada bank persero.
Berdasarkan hasil penelitian Zribi dan Boujelbene (2011) menyatakan bahwa
pada bank di Tunisia, risiko kredit dipengaruhi oleh berbagai macam faktor,
diantaranya adalah rasio permodalan dari bank tersebut dan juga inflasi. Hal tesebut
didukung dengan hasil penelitian dari Greenidge dan Grosvenor (2013) yang
menyatakan bahwa semakin tinggi inflasi, maka tingkat non performing loan juga
akan meningkat.
Berbeda dengan hasil penelitian di atas, Rinaldi dan Sanchis Arellano (2006)
menyatakan bahwa pada perbankan di Belgia, Perancis, Finlandia, Irlandia, Italia,
Portugal, dan juga Spanyol inflasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
risiko kredit yang dialami oleh bank.
Menurut penelitian Fofack (2005), peningkatan kurs dalam negri dapat
menyebabkan meningkatnya kredit bermasalah bank, akan tetapi hal ini berlawanan
dengan penelitian dari Nkusu (2011) yang mengatakan bahwa peningkatan kurs
dalam negri dapat menurunkan kredit bermasalah bank.
Penelitian lain dilakukan oleh Astrini dan Suwendra (2014) yang menyatakan
bahwa non performing loan dipengaruhi oleh kecukupan modal / Capital Adequacy
Ratio (CAR). Menurut mereka, CAR berpengaruh secara negatif terhadap non
performing loan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis akan melakukan penelitian
dengan judul DETERMINAN RISIKO KREDIT BANK MILIK NEGARA (STUDI
KASUS PADA 4 BANK PERSERO MILIK NEGARA PERIODE 2008:1 2015:3)

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah untuk penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah faktor internal (Loan to Deposit Ratio, Capital Adequacy Ratio,
Net Interest Margin, BOPO) yang berpengaruh terhadap risiko kredit
Bank Persero di Indonesia ?
2. Apakah faktor eksternal (Inflasi, BI rate, Kurs) yang berpengaruh
terhadap risiko kredit Bank Persero di Indonesia ?
3. Bagaimanakah perbandingan kondisi faktor internal dan faktor eksternal
Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, dan Bank
Tabungan Negara dalam mempengaruhi risiko kredit?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui faktor internal (Loan to Deposit Ratio, Capital
Adequacy Ratio, Net Interest Margin, BOPO) apakah yang berpengaruh
terhadap risiko kredit Bank Persero di Indonesia
2. Untuk mengetahui faktor eksternal (Inflasi, BI rate, Kurs) apakah yang
berpengaruh terhadap risiko kredit Bank Persero di Indonesia
3. Untuk mengetahui perbandingan kondisi faktor internal dan faktor
eksternal Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia,
dan Bank Tabungan Negara dalam mempengaruhi risiko kredit.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah :

10

1. Sebagai masukan kebijakan mengelola risiko kredit kepada perbankan


yang ada di Indonesia.
2. Sebagai pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi risiko
kredit sektor perbankan.
3. Sebagai informasi bagi

masyarakat

umum

tentang

faktor

yang

mempengaruhi risiko kredit


4. Sebagai referensi dan juga pembanding bagi peneliti-peneliti selanjutnya
yang ingin melakukan penelitian serupa.

Anda mungkin juga menyukai