Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
yang berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh otot. Setelah berada didalam
pembuluh darah vena, obat obat ini akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui
sirkulasi umum, selanjutnya akan menuju target organ masing masing dan akhirnya
diekskresikan sesuai dengan farmakodinamiknya masing-masing.
Anestesi yang ideal akan bekerja secara cepat dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan
cepat segera sesudah pemberian dihentikan. Selain itu batas keamanan pemakaian harus cukup
lebar dengan efek samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat
memberikan efek samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan
efek yang diharapkan tanpa efek samping, bila diberikan secara tunggal.
Pemilihan teknik anestesi merupakan hal yang sangat penting, membutuhkan pertimbangan
yang sangat matang dari pasien dan faktor pembedahan yang akan dilaksanakan, pada populasi
umum walaupun regional anestesi dikatakan lebih aman daripada general anestesi, tetapi tidak
ada bukti yang meyakinkan bahwa teknik yang satu lebih baik dari yang lain, sehingga
penentuan teknik anestesi menjadi sangat penting.
Pemahaman tentang sirkulasi darah sangatlah penting sebelum obat dapat diberikan secara
langsung ke dalam aliran darah, kedua hal tersebut yang menjadi dasar pemikiran sebelum
akhirnya anestesi intravena berhasil ditemukan.
William Morton , tahun 1846 di Boston , pertama kali menggunakan obat anestesi dietil eter
untuk menghilangkan nyeri selama operasi. Di jerman tahun 1909, Ludwig Burkhardt,
melakukan pembiusan dengan menggunakan kloroform dan ether melalui intravena, tujuh
tahun kemudian, Elisabeth Brendenfeld dari Swiss melaporkan penggunaan morfin dan
skopolamin secara intravena.
Sejak diperkenalkan di klinis pada tahun 1934, Thiopental menjadi Gold Standard dari obat
obat anestesi lainnya, berbagai jenis obat-obat hipnotik tersedia dalam bentuk intavena,
namun obat anestesi intravena yang ideal belum bisa ditemukan. Penemuan obat obat ini
masih terus berlangsung sampai sekarang.
1. Teknik Anestesi
Teknik anestesia merupakan suatu teknik pembiusan dengan memasukkan obat langsung ke
dalam pembuluh darah secara parenteral, obat-obat tersebut digunakan untuk premedikasi
seperti diazepam dan analgetik narkotik. induksi anestesi seperti misalnya tiopenton yang juga
digunakan sebagai pemeliharaan dan juga sebagai tambahan pada tindakan analgesia regional.
2. Jenis Obat Anesthesi
Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat obat anestesi dan yang
digunakan di indonesia hanya beberapa jenis obat saja seperti, Tiopenton, Diazepam ,
Degidrobenzperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol. Berikut ini akan dijelaskan lebih jauh
mengenai obat obat anestesi intravena tersebut.
Sistem pernafasan
Akan mennyebabkan penurunan frekwensi nafas dan volume tidal. bahkan dapat sampai
menyebakan terjadinya asidosis respiratorik.
2.1.4 Dosis
Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk menghindarkan efek negatif
dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu 50-75 mg sambil menunggu reaksi pasien.
2.1.5 Efek samping
Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan memberikan obat ini
kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap barbiturat, sebab hal ini dapat
menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi
pada pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat akan menginduksi enzim d-aminoleuvulinic
acid sintetase, dan dapat memicu terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan kerusakan jaringan
akan menyebakan nyeri pada saat pemberian melalui I.V, hal ini dapat diatasi dengan
pemberian heparin dan dilakukan blok regional simpatis.
2.2 Ketamin
Ketamine (Ketalar or Ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang memiliki struktur mirip
dengan phencyclidine. Ketamin pertama kali disintesis tahun 1962, dimana awalnya obat ini
disintesis untuk menggantikan obat anestetik yang lama (phencyclidine) yang lebih sering
menyebabkan halusinasi dan kejang. Obat ini pertama kali diberikan pada tentara amerika
selama perang Vietnam.
Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan rapid acting non
barbiturate general anesthesia. Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali diperkenalkan
oleh Domino dan Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum.
Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan takikardi,
hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan muntah muntah ,
pandangan kabur dan mimpi buruk.
Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi dan mimpi
gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence phenomena.
2.2.1 Mekanisme kerja
Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa blok terhadap reseptor opiat dalam otak dan
medulla spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan interaksi terhadap reseptor
metilaspartat dapat menyebakan anastesi umum dan juga efek analgesik.
2.2.2 Efek farmakologis
Efek pada susunan saraf pusat
Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan mengalami perubahan
tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa kelopak mata terbuka spontan
dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari, seperti gerakan
mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Apabila diberikan secara intramuskular, efeknya akan
tampak dalam 5-8 menit, sering mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada periode
pemulihan sehingga pasien mengalami agitasi. Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan
peningkatan tekanan darah intrakranial.
Efek pada mata
Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka spontan, terjadi peningkatan
tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran darah pada pleksus koroidalis.
Efek pada sistem kardiovaskular.
Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa meningkatkan
tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah akibat efek inotropik positif dan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
Efek pada sistem respirasi
Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi. dapat menimbulkan
dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga merupakan obat pilihan pada pasien
ashma.
2.2.3 Dosis dan pemberian
Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila akses pembuluh
darah sulit didapat contohnya pada anak anak. Ketamin bersifat larut air sehingga dapat
diberikan secara I.V atau I.M. dosis induksi adalah 1 2 mg/KgBB secara I.V atau 5 10
mg/Kgbb I.M , untuk dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk
mendapatkan efek yang diinginkan.
Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu. Emberian secara
intermitten diulang setiap 10 15 menitdengan dosis setengah dari dosis awal sampai operasi
selesai.
2.2.4 Farmakokinetik
Absorbsi
Pemberian ketamin dapat dilakukan secara intravena atau intramuscular
Distribusi
Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke seluruh
organ.10 Efek muncul dalam 30 60 detik setelah pemberian secara I.V dengan dosis induksi,
dan akan kembali sadar setelah 15 20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek baru akan
muncul setelah 15 menit.
Metabolisme
Ketamin mengalami biotransformasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi beberapa metabolit
yang masih aktif.
Ekskresi
Produk akhir dari biotransformasi ketamin diekskresikan melalui ginjal.
2.2.5 Efek samping
Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada mulut,selain itu
dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan mimpi buruk juga terjadi pasca
operasi, pada otot dapat menimbulkan efek mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga
dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus
dan diplopia.
2.2.6 Kontra indikasi
Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang telah disebutkan
diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal saja. Pada pasien yang menderita
penyakit sistemik penggunaanya harus dipertimbangkan seperti tekanan intrakranial yang
meningkat, misalnya pada trauma kepala, tumor otak dan operasi intrakranial, tekanan
intraokuler meningkat, misalnya pada penyakit glaukoma dan pada operasi intraokuler. Pasien
yang menderita penyakit sistemik yang sensitif terhadap obat obat simpatomimetik, seperti ;
hipertensi tirotoksikosis, Diabetes militus , PJK dll.
2.3 Opioid
Opioid telah digunakkan dalam penatalaksanaan nyeri selama ratusan tahun. Obat opium
didapat dari ekstrak biji buah poppy papaverum somniferum, dan kata opium berasal dari
bahasa yunani yang berarti getah.
Opium mengandung lebih dari 20 alkaloid opioids. Morphine, meperidine, fentanyl, sufentanil,
alfentanil, and remifentanil merupakan golongan opioid yang sering digunakan dalam general
anestesi. efek utamanya adalah analgetik. Dalam dosis yang besar opioid kadang digunakan
dalam operasi kardiak. Opioid berbeda dalam potensi, farmakokinetik dan efek samping.
2.3.1 Mekanisme kerja
Opioid berikatan pada reseptor spesifik yang terletak pada system saraf pusat dan jaringan
lain. Empat tipe mayor reseptor opioid yaitu , ,,,. Walaupun opioid menimbulkan sedikit
efek sedasi, opioid lebih efektif sebagai analgesia. Farmakodinamik dari spesifik opioid
tergantung ikatannya dengan reseptor, afinitas ikatan dan apakah reseptornya aktif. Aktivasi
reseptor opiat menghambat pelepasan presinaptik dan respon postsinaptik terhadap
neurotransmitter ekstatori (seperti asetilkolin) dari neuron nosiseptif.
2.3.2 Dosis
Premedikasi petidin diberikan I.M dengan dosis 1 mg/kgbb atau intravena 0,5 mg/Kgbb,
sedangakan morfin sepersepuluh dari petidin dan fentanil seperseratus dari petidin.
2.3.3 Farmakokinetik
Absorbsi
Cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin intramuskuler, dengan puncak
level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat transmukosal oral merupakan metode efektif
menghasilkan analgesia dan sedasi dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi pada
anak-anak (15-20 g/Kg) dan dewasa (200-800 g).
Distribusi
Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang rendah dan morfin
memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat dan durasi kerja
juga Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi singkat
setelah injeksi bolus.
Metabolisme
Metabolisme sangat tergantung pada biotransformasinya di hepar, aliran darah hepar. Produk
akhir berupa bentuk yang tidak aktif.
Ekskresi
Eliminasi terutama oleh metabolisme hati, kurang lebih 10% melewati bilier dan tergantung
pada aliran darah hepar. 5 10% opioid diekskresikan lewat urine dalam bentuk metabolit aktif,
remifentanil dimetabolisme oleh sirkulasi darah dan otot polos esterase.
2.3.4 Farmakodinamik
Efek pada sistem kardiovaskuler
System kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung maupun
tonus otot pembuluh darah 3.Tahanan pembuluh darah biasanya akan menurun karena terjadi
penurunan aliran simpatis medulla, tahanan sistemik juga menurun hebat pada pemberian
meperidin atau morfin karena adanya pelepasan histamin.
Efek pada sistem pernafasan
Dapat meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan frekuensi nafas, dengan
jumlah volume tidal yang menurun .11 PaCO2 meningkat dan respon terhadap CO2 tumpul
sehingga kurve respon CO2 menurun dan bergeser ke kanan, selain itu juga mampu
menimbulkan depresi pusat nafas akibat depresi pusat nafas atau kelenturan otot nafas, opioid
juga bisa merangsang refleks batuk pada dosis tertentu.
Efek pada Sistem gastrointestinal
Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat nafas mungkin dapat
terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi mental.
Efek terhadap saraf otot
Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan spinal ,
sehingga sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka
OBAT-OBATAN SEDATIF
Kebanyakan obat-obatan sedatif dikategorikan dalam satu dari tiga kelompok utama,
yaitu: Benzodiazepin, neuroleptik dan agonis a2- adrenoseptor. Obat-obatan ini lebih
sering di klasifikasikan sebagai jenis anestesi intravena, terutama propofol dan
ketamin, juga digunakan sebagai obat sedatif dengan dosis subanestetik; farmakologi
obat ini telah dijelaskan pada bab 3. Anestesi inhalasi juga sering digunakan sebagai
sedatif dalam kadar subanestetik.
BENZODIAZEPIN
Obat-obatan ini awalnya dikembangkan untuk keperluan obat anxiolytik dan hypnotik
dan pada tahun 1960-an menggantikan obat barbiturat oral. Agar sediaan parenteral
tersedia, mereka terus mengembangkan di anestesi dan perawatan intensif. Semua
benzodiazepin mempunyai efek farmakologi yang sama, efek terapi ini ditentukan
oleh potensi dan ketersediaan obat-obatan. Benzodiazepin diklasifikasi berdasarkan
lama kerja obat, yaitu sebagai lama kerja panjang (diazepam), lama kerja sedang
(temazepam), lama kerja pendek (midazolam).
FARMAKOLOGI
Mekanisme Aksi
Benzodiazepin bekerja oleh daya ikatan yang spesifik pada reseptor benzodiazepin,
yang mana merupakan bagian dari kompleks reseptor asam g aminobutirik (GABA).
GABA merupakan inhibitor utama neurotransmiter di susunan saraf pusat (SSP),
melalui neuron-neuron modulasi GABA ergik. Reseptor Benzodiazepin berikatan
dengan reseptor subtipe GABAA. Berikatan dengan reseptor agonis menyebabkan
masuknya ion klorida dalam sel, yang menyebabakan hiperpolarisasi dari membran
postsinpatik, dimana dapat membuat neuron ini resisten terhadap rangsangan.
Dengan cara demikian obat ini memfasilitasi efek inhibitor dari GABA. Reseptor
benzodiazepin dapat ditemukan di otak dan medula spinalis, dengan densitas tinggi
pada korteks serebral, serebelum dan hipokampus dan densitas rendah pada medula
spinalis. Tidak adanya reseptor GABA selain di SSP, hal ini aman bagi sistem
kardiovaskuler pada saat penggunaan obat ini.
Efek Benzodiazepin pada SSP ditunjukan pada hubungan dengan kemampuan
reseptor.
Dosis rendah
Antiepilepsi
20-25
Anxiolisis
20-30
Sedasi ringan
25-50
Penurunnan perhatian
60-90
Dosis rendah
Amnesia
Sedasi kuat
Relaksasi otot
Dosis tinggi
Anestesi
Dosis tinggi
Reseptor GABA merupakan reseptor dengan struktur besar yang mempunyai ikatan
yang terpisah dengan obat lain yaitu barbiturat, alkohol dan propofol. Ikatan dengan
komponen yang lain pada reseptor benzodiazepin menunjukan efek sinergis dengan
beberapa obat lain. Efek sinergis ini menunjukan bahaya depresi SSP jika obat
digunakan secara bersamaan dan juga menyebabkan efek farmakologi toleransi
silang dengan penggunaan alkohol. Hal ini juga konsisten dengan penggunaan
benzodiazepin untuk mengatasi gejala timbal balik akut atau detoksifikasi alkohol
atau obat-obatan lain.
Antagonis benzodiazepin yaitu flumazenil dapat menempati reseptor tapi tidak dapat
menyebabkan aktifitas. Senyawa benzodiazepin telah dikembangkan pada reseptor
ligand tapi menyebabkan pergerakan terbalik dari agonis, akibatnya terjadi
rangsangan pada otak. Senyawa ini juga merupakan antagonis dari flumazenil.
Gambaran ini merupakan reaksi berlawanan pada benzodiazepin yang sebelumnya
adalah cadangan yang lama dari flumazenil dan merupakan akibat dari eksaserbasi
pada penambahan dosis obat murni. Lebih dari itu dapat menyebabkan kegelisahan
seperti pada hipoksemia dan toksisitas anestasi lokal, yang seharusnya hal ini
diperhatikan terkebih dahulu.
Penggunaan benzodiazepin yang lama menyebabkan penurunan regulasi dari
reseptor dan juga terjadi penurunan ikatan dan funsi dari reseptor, pada akhirnya
menunjukan peningkatan toleransi. Penggunaan yang lama juga dapat menyebabkan
ketergantungan secara fisik maupun mental, yang walaupun obat ini mempunyai
efek adiktif yang rendah dari opiod dan barbiturat. Hubungan timbal balik yang
dalam dapat menyebabkan gejala klinik yang sama seperti pada penggunaan alkohol
akut, oleh sebab itu dosis benzodiazepin diturunkan secara teratur setelah
penggunaan yang lama.
Pada penderita yang telah lama menggunakan obat ini sensitif terhadap efek dari
benzodiazepin dan dosis harus diturunkan secara teratur.
Efek pada SSP
Efek benzodiazepin pada SSP yaitu anxiolysis, sedasi, amnesia dan aktifitas
antiepileptik.
Anxiolysis terjadi pada penggunaan obat dengan dosis yang rendah dan apabila obat
ini digunakan secara efektif untuk pengobatan anxietas yang akut maupun kronik.
Efek yang panjang dari obat oral seperti diazepam dan chlordaizepoksid dapat
mengobati efek timbal balik dari alkohol akut. Anxiolysis lebih sering terjadi pada
saat premedikasi dan pada prosedur yang salah.
Efek sedasi terjadi pada ketergantungan dosis yang menyebabkan depresi aktivitas
serebral, dan efek sedasi yang ringan pada kemampuan reseptor yang rendah yang
sama dengan pada anestesi umum jika ruang reseptor terisi. Midazolam terbukti
benar aman sebagai obat sedatif intravena. Benzodiazepin mempunyai efek terapi
yang tinggi (berbanding efektif dengan dosis letal) karena pada dosis yang
berlebihan, perbedaan pada densitas reseptor menyebabkan terjadi reaksi
sensitivitas yang berlebihan pada korteks dan depresi medula. Bagaimanapun hal ini
dapat menyebabkan obstruksi jalan napas bagian atas dan kehilangan refleks
protektif yang terjadi sebelum dalam efek sedasi, dan hal bahaya yang utama yaitu
efek sedasi yang berlebihan atau terjadi self poisoning.
Amnesia paling sering terjadi pada penggunaan benzodiazepin secara intravena dan
yang digunakan pada penderita yang menjalani pengobatan atau penggunaan pada
prosedur yang berulang. Anterograd amnesia mempengaruhi ambilan informasi.
Retrograd amnesia tidak ditemukan pada penggunaan benzodiazepin. Periode kronik
pada amnesia dilaporkan terjadi pada penggunaan obat oral lorazepam, yang dapat
berpotensi bahaya pada kasus ini.
Aktivitas antiepilepsi, dapat mencegah pengobatan seizure pada subkortikal. Obat
intravena lorazepam dan diazepam dapat digunakan untuk menghentikan seizure
dan clonazepam digunakan untuk membantu terapi pada terapi epilepsi kronik.
Benzodiazepin dapat meningkatkan ambang aktivitas seizure pada toksisitas anestesi
lokal, tapi dapat terlihat sebagai gejala awal.
Penggunaan benzodiazepin dapat memberikan efek yang menyenangkan untuk
insomnia dan lebih efektif lagi pada insomnia akut. Bagaimanapun pengobatan yang
lama tidak dianjurkan karena dapat memberikan masalah seperti efek toleransi dan
ketergantungan dan yang terpenting yaitu kesulitan dalam efek timbal balik pada
pengobatan. Penggunaan benzodiazepin sebagai hipnotik sekarang telah digantikan
dengan nonbenzodiazepin yang baru sebagai hipnotik yaitu, zopiklon, dimana obat
ini dapat bereaksi pada reseptor benzodiazepin.
Benzodiazepin menurunkan metabolisme oksigen di otak dan aliran darah otak, dan
juga respon serebrovaskular untuk karbondioksida dilindungi, oleh sebab itu mereka
Benzodiazepin adalah molekul kecil yang relative larut lemak, yang siap diabsorbsi
secara oral dan dengan cepat melewati SSP. Midazolam harus melewati hepar dulu
sehingga hanya sekitar 50% dari dosis oral yang sampai ke sirkulasi sistemik. Setelah
pemberian bolus intravena, penghentian aksi obat terjadi secara lebih luas dengan
proses redistribusi. Dibandingkan dengan obat-obatan seperti propofol,
benzodiazepine memiliki waktu yang lebih lambat untuk mencapai keseimbangan
konsentrasi pada target organ. Hal ini menganjurkan bahwa harus tersedia waktu
untuk menilai seluruh efek klinis sebelum memberikan suatu kenaikan dosis lebih
lanjut. Terdapat pengikatan protein secara luas. Eliminasi dari metabolisme hepatik
mengikuti ekskresi dari metabolisme renal. Ada 2 jalan utama dari metabolisme
meliputi oksidasi mikrosomal atau konjugasi dengan glukoronidase. Makna dari hal ini
adalah bahwa oksidasi lebih mungkin dipengaruhi oleh usia, penyakit hepar, interaksi
obat dan faktor-faktor lain yang mengubah konsentrasi dari sitokrom P450. Beberapa
dari golongan benzodiazepine, termasuk diazepam memiliki metabolic aktif yang
secara luas memperpanjang efek klinis mereka. Disfungsi renal terlihat dari
akumulasi dari metabolit-metabolit dan ini merupakan satu faktor penting penundaan
pemulihan dari pemanjangan sedasi dari ITU.
DIAZEPAM
Diazepam adalah golongan benzodiazepin pertama yang tersedia untuk penggunaan
parenteral. Tidak larut dalam air dan pada awalnya diformulasikan dalam propylene
glikol, yang sangat iritan untuk vena dan dihubungkan dengan peningkatan insidens
dari tromboflebitis. Suatu emulsi lemak (diazemuls) ditingkatkan/ditemukan
selanjutnya. Kedua formasi tersebut disediakan dalam ampul 2 ml yang terdiri dari 5
mg/ml. Diazepam juga tersedia untuk oral yaitu tablet atau sirup dengan 100%
bioavibilitas dan larutan rectal dan supositoria. Eliminasi waktu paru 20-50 jam,
tetapi metabolit-metabolit aktif diproduksi termasuk desmetil diazepam dengan
waktu paru 36-200 jam, clearance menurun pada disfungsi hepar.
Dosis
Premedikasi : 10 mg oral 1-1,5 jam sebelum operasi
Sedasi : 5-15 mg IV perlahan-lahan, peningkatan bolus 1-2 mg.
Status epileptikus : 2 mg, diulang setiap menit sampai kejang berhenti. Dosis
maksimal 20 mg.
Terapi intensif : Tidak cocok untuk infus, dosis bolus IV 5-10 mg/4 jam.
MIDAZOLAM
Midazolam adalah suatu derivat imidazoensodiazepinedan cincin imidazol yang
mencapai kelarutan air pada pH < 4. Pada pH darah, obat tersebut menjadi lebih
larut lemak dan mempenetrasi otak dengan cepat dengan onset sedasi dalam 90
detik dan efek puncak pada 2-5 menit. Tersedia dalam vial 50 ml terdiri dari 1 mg/ml
obstruksi jalan napas dapat terjadi pada kelebihan dosis yang tidak diperhatikan dan
lebih sering terjadi pada orang tua atau pasien dengan kondisi yang lemah.
FLUMAZENIL
Flumazenil adalah suatu kompetitif antagonis berafinitas tinggi untuk semua ligand
reseptor benzodiazepin. Obat ini secara cepat melawan semua efek benzodiazepin di
CNS dan juga efek berbahaya yang berpotensi muncul melawan efek fisiologis
termasu depresi respirasi dan kardiovaskuler dan obstruksi jalan napas.
Flumazenil memiliki sangat sedikit aktivitas intrinsik pada dosis tinggi dan ditoleransi
dengan baik dengan efek samping minimal.
Flumazenil secara cepat dibersihkan dari plasma den dimetabolisme oleh hati.
Flumazenil memiliki waktu paruh eliminasi yang sangat singkat yaitu kurang dari 1
jam. Lama kerja tergantung pada dosis yang diberikan dan identitas dan dosis
agonis. Berkisar antara 20 menit sampai 2 jam untuk potensi resedasi jika agonis
memiliki waktu paruh yang lebih panjang, yang mengharuskan suatu periode
observasi tertutup.
Dosis dan pemberian
Flumazenil tersedia untuk penggunaan IV dalam ampul 5 ml terdiri dari 100 g/ml.
Dosis efektif yang biasa digunakan adalah 0,2-1 mg diberikan dalam bentuk 0,1-0,2
mg bolus dan diulang tiap interval 1 menit. Dosis untuk pasien koma tidak boleh
lebih dari 2 mg.
Indikasi
Pemulihan sedasi. Megurangi waktu dari sedasi pada penderita atau pasien yang
lemah. Resiko resedasi membuat obat ini tidak digunakan secara rutin.
Pada keracunan. Terapi dari benzodiazepin kelebihan dosis dapat menyebabkan
tidak sadar dan depresi pernapasan. Dosis ulangan atau infus terus dibutuhkan
sampai konsentrasi dalam plasma agonis menurun. Pada keadaan koma yang tidak
diketahui penyebabnya, flumazenil dapat menjadi suatu alat diagnostik.