Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keanekaragaman hayati atau biodiversitas (biodiversity) adalah suatu istilah pembahasan
yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut
skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, dan
mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini
merupakan bagiannya. Dapat juga diartikan sebagai kondisi keanekaragaman bentuk kehidupan
dalam ekosistem atau bioma tertentu. Keanekaragaman hayati seringkali digunakan sebagai
ukuran kesehatan sistem biologis.
Keanekaragaman hayati tidak terdistribusi secara merata di bumi; wilayah tropis
memiliki keanekaragaman hayati yang lebih kaya, dan jumlah keanekaragaman hayati terus
menurun jika semakin jauh dari ekuator. Keanekaragaman hayati yang ditemukan di bumi adalah
hasil dari miliaran tahun proses evolusi. Asal muasal kehidupan belum diketahui secara pasti
dalam sains. Hingga sekitar 600 juta tahun yang lalu, kehidupan di bumi hanya berupa archaea,
bakteri, protozoa, dan organisme uniseluler lainnya sebelum organisme multiseluler muncul dan
menyebabkan ledakan keanekaragaman hayati yang begitu cepat, namun secara periodik akan
terjadi kepunahan secara besar-besaran akibat aktivitas bumi, iklim, dan luar angkasa.

1.2 Tujuan
a. Memahami tentang agroforestri
b. Memahami tentang masalah dalam konservasi Biodiversitas
c. Mengetahui tentang agroforestri sebagai pengendali habitat alami

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Masalah dalam mengkonservasi Biodiversitas


2.1.1 Deforestasi menurunkan biodiversitas
Laju pertumbuhan penduduk Indonesia yang cukup tinggi mendorong
bertambahnya permintaan akan lahan baik untuk pemukiman ataupun untuk usaha,
akibatnya terjadi konversi lahan hutan sekitar 50 hektar per tahun (Nasution dan
Joyowinoto, 1995). Konversi lahan untuk pemenuhan kebutuhan pemukiman ataupun
industri tidak jarang dilakukan pada lahan pertanian yang subur. Alih guna lahan terus
terjadi, menyebabkan lahan potensial untuk pertanian menjadi berkurang. Pembangunan
perlu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Penggunaan lahan potensial
berubah fungsi dan guna untuk sarana pemukiman dan pembangunan industri juga
meningkatkan pencemaran dari hasil produksi rumah tangga ataupun industri.
Petani adalah subyek yang paling merasakan dampak dari semua itu sehingga dengan
terpaksa memanfaatkan lahan kering di daerah berlereng curam sebagai areal pertanian.
Lahan ini tergolong tanah-tanah marginal untuk usahatani tanaman semusim. Kondisi
lahan berlereng juga menyebabkan lahan kering ini menjadi rawan erosi sehingga
mengakibatkan lahan marginal dan terdegradasi semakin bertambah luas. Bentuk-bentuk
degradasi lahan antara lain: degradasi secara fisik (erosi tanah, baik oleh air ataupun
angin), kimia (kemasaman tinggi dan penurunan kandungan unsur hara); dan biologi
(penurunan kandungan bahan organik tanah dan aktivitas biologi tanah), salinisasi dan
pencemaran tanah (Young, 1997). Kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh
eksploitasi lahan yang berlebihan, perluasan tanaman, penggundulan hutan, telah
berdampak pada keberlangsungan hidup biota yang berada di bumi ini. Bila kondisi
tersebut diatas terus berlangsung dengan cara tidak terkendali, maka dikhawatirkan akan
bertambahnya jumlah lahan kritis dan kerusakan dalam suatu wilayah daerah aliran
sungai (DAS).
Kerusakan ini dapat berupa degradasi lapisan tanah (erosi), kesuburan tanah,
longsor dan sedimentasi yang tinggi dalam sungai, bencana banjir, disribusi dan jumlah

atau kualitas aliran air sungai akan menurun. Untuk menggunakan lahan pada daerah
hulu secara rasional maka diperlukan sistem penggunaan lahan yang menerapkan kaidahkaidah konservasi, produktif dan pemanfatan teknologi yang ramah lingkungan. Dengan
demikian akan mewujudkan sistem pertanian yang tangguh dan secara menyeluruh
menciptakan pengelolaan sumberdaya alam dalam suatu DAS yang berkelanjutan.
Dilema lain yang harus dihadapi adalah bertambahnya jumlah penduduk yang
menyebabkan peningkatan kebutuhan pangan, sehingga membutuhkan lahan pertanian
cukup besar. Upaya peningkatan produksi pertanian dilakukan secara intensif.
Pengelolaan lahan secara monokultur dan pemberian masukan luar yang tinggi yang tidak
jarang menimbulkan masalah baru dalam produksi pertanian. Pemberian masukan tinggi
menyebabkan lahan menjadi tercemar, sehingga lahan memerlukan perbaikan untuk
menjaga fungsi lahan sebagai media tumbuh dan sarana penyimpanan air, unsure hara
dan bahan-bahan fungsional untuk mendukung pertumbuhan tanaman.
2.1.2 Eksploitasi yang melebihi daya dukung lingkungan
Sikap manusia yang cendrung merusak lingkungan, seperti membakar
hutan, memberantas hama dan bahan kimia, mengubah berbagai ekosistem alami menjadi
ekosistem buatan, memberikan dampak negative pada ekosistem. Berikut ini akan
dijelaskan berbagai dampak negatife terhadap ekosistem akibat eksploitasi berlebihan
oleh manusia.
1. Fragmantasi dan Degradasi Habitat
Meningkatkan populasi penduduk dunia menyebabkan semakin banyak lahan
yang dibutuhkan
dibutuhkan

untuk

mendukung

kesejahteraan

manusia,

seperti

yang

untuk mendukung kesejahteraan manusia, seperti lahan untuk pertanian,

tempat tinggal, industry dan sebagainya. Fragmentasi habitat misalnya terjadi pada
kawasan yang ditebang atau dirambah, sehingga menyisakan kawasan hutan kecil. Hutan
yang ditebang atau dirambah memberikan dampak antara lain perubahan pada struktur
komunitas hutan dan kematian pohon yang berada di pinggiran hutan akibat tingginya
paparan angin dan cahaya matahari. Fragmentasi dan degradasi habitat menyebabkan
munculnya masalah lain seperti kematian organism

karena

hilangnya

sumber

makanan dan tempat tinggal dan menurunnya keanekaragaman sumber makanan


dan tempat tinggal dan menurunnya keanekaragaman spesies pada habitat tersebut.
2. Tergantungnya Aliran Energi di Dalam Ekosistem
Ekosistem alami yang dirusak dan diubah menjadi ekosistem buatan
dapat menyebabkan terjadinya perubahan aliran energy dalam ekosistem tersebut.
Contohnya, ketika proses penebangan atau pembakaran hutan selesai, maka kawasan
hutan kemudian ditanami dengan satu jenis tumbuhan (sistem monokultur). Hal tersebut
menyebabkan aliran energi yang semula bersifat komleks, yaitu antara berbagai jenis
produsen (pohon-pohon besar

dan

kecil), konsumen

(berbagai

macam

hewan),

detritivora (jamur, bakteri, dan sebagainya), menjadi aliran energy yang lebih
sederhana,

yaitu

satu

jenis

produsen (contohnya padi), beberapa konsumen, dan

detrivor.
3. Resistensi Beberapa Spesies Merugikan
Penggunaan pestisida dan abiotik secara berlebihan untuk membunuh
populasi organisme yang merugikan (hama atau pathogen) dapat menyebabkan
munculnya populasi organisme yang kebal terhadap pestisida dan antibiotik tersebut.
Hama yang tidak atau kurang sensitif (kebal) terhadap pestisida jenis tertentu dapat
bertahan dari penggunaan pestisida tersebut. Demikian

juga

adanya

jika

antibiotik

digunakan secara berlebihan, yaitu dalam dosis yang terlalu tinggi atau frekuensi yang
terlalu sering. Populasi spesies patogen yang dapat bertahan dari dosis antibiotik tersebut
akan berkembang biak menghasilkan populasi spesies patogen yang kebal.
4. Hilangnya Spesies Penting di Dalam Ekosistem
Setiap organisme memiliki peran penting di dalam suatu ekosistem. Contohnya, di
dalam ekosistem sawah, hilangnya keberadaan predator seperti burung, ular, dan
sebagainya dapat meningkatkan populasi organism lain, misalnya tikus makan padi akan
menurun dan hasil panen akan berkurang.
5. Introduksi Spesies Asing

Introduksi atau masuknya spesies dari suatu ekosistem ke dalam ekosistem


lainnya biasanya bertujuan untuk meningkatkan tingka kesejahteraan manusia. Namun,
introduksi spesies asing juga dapat merugikan, karena terkadang didalam ekosistem yang
baru, spesies tersebut tidak memiliki predator alami. Serangga Neochetine eichhorniae
yang merupakan predator

tanaman

eceng

gondok

dan

dapat

mengendalikan

populasi enceng gondok di perairan tidak hidup di Indonesia.


6. Berkurangnya Sumber Daya Alam Terbaharui
Kayu, tanduk, gading, dan sebagainya merupakan sumber daya alam
diperbaharui.

Walaupun

memiliki

sifat

dapat

diperbaharui,

yang dapat

penggunaan

dan

eksploitasi secara berlebihan dapat menurunkan jumlah dan kualitas baik semakin
berkurang. Hal tersebut menyebabkan kualitas kayu dan tingkat regenerasi semakin
menurun.
7. Tergantungnya Daur Materi di Dalam Ekosistem
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, tingkat aktivitas manusia juga
akan ikut

meningkat.

Meningkatnya

aktivitas

manusia

didunia

berpengaruh

terhadap daur biogeokimia. Sebagai contoh, daur karbon yang terganggu akibat
semakin banyaknya penggunaan bahan bakar
DAPUS:
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi 3. Jakarta:
Balai Pustaka

Anda mungkin juga menyukai