Persepsi Discharge Planning
Persepsi Discharge Planning
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Persepsi
Persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individuindividu untuk
2.1.2
Macam-macam Persepsi
Ada dua macam persepsi, yaitu (Sunaryo, 2004) :
a. External perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang
datang dari luar diri individu.
b. Self-perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang
berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini yang menjadi objek adalah
dirinya sendiri.
2.1.3
dengan diterimantya stimulus oleh reseptor, siteruskan ke otak atau pusat saraf
yang diorganisasikan dan diinterpretasikan sebagai proses psikologis. Akhirnya
individu menyadari tentang apa yang dilihat dan didengarkan. Akhirnya individu
menyadari tentang apa yang dilihat dan didengarkan (Sunaryo, 2004).
a. Adanya objek: Objek
stimulus
alat indra (reseptor).
Stimulus berasal dari luar individu (langsung mengenai alat indra/ resetor)
dan dari dalam diri individu (langsung mengenai saraf sensoris yang bekerja
sebagai reseptor).
b. Adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk mengadakan persepsi.
c. Adanya alat indra sebagai reseptor penerima stimulus.
d. Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak (pusat saraf
atau pusat kesadaran). Dari otak dibawa melalui saraf motoris sebagai alat
untuk mengadakan respons.
2.1.6
rangsangan dari luar dirinya, sehingga persepsi akan timbul setelah adanya
pengamatan terhadap objek. Menurut Sunaryo (2004) persepsi melewati tiga
proses, yaitu :
a. Proses fisik (kealaman) : adanya objek yang diikuti oleh stimulus melalui
reseptor atau alat indera.
b. Proses fisiologis: adanya stimulus respon saraf sensoris menuju ke otak.
c. Proses psikologis: proses dalam otak sehingga seseoran menyadari stimulus
yang diterima.
Objek
Saraf sensorik
Stimulus
Reseptor
Otak
Saraf motorik
Persepsi
2.1.7
Teknik Persepsi
Menurut Ismainar (2015), ada beberapa teknik dalam menilai orang yang
memungkinkan kita membuat persepsi yang lebih akurat dengan cepat dan
memberikan data yang valid untuk membuat ramalan, yaitu :
a. Persepsi Selektif : individu menafsirkan apa yang mereka saksikan
berdasarkan pengalaman, latar belakang, kepentingan, dan sikap.
b. Efek halo : menarik kesan umum mengenai seseorang individu berdasarkan
suatu karakteristik tunggal, misalnya pendiam, sangat bersemangat, pintar,
dll. Orang yang menilai dapat mengisolasi hanya karakteristik tunggal. Suatu
ciri tunggal dapat mempengaruhi seluruh kesan orang dari individu yang
sedang dinilai.
c. Efek kontras : evaluasi atas karakteristik-karakteristik seseorang yang
dipengaruhi oleh perbnadingan-perbandingan dengan orang lain yang baru
saja dijumpai yang berperingkat lebih tinggi atau lebih rendah pada
karakteristik yang sama.
d. Proyeksi : yaitu menghubungkan karakteristik diri sendiri dengan
karakteristik orang lain.
e. Berstereotipe : menilai seseorang berdasarkan persepsi seorang terhadap
kelompok seseorang itu. Misalnya kita menilai bahwa orang yang gemuk itu
malas, maka kita akan mempersepsikan semua orang gemuk secara sama.
Generalisasi seperti ini dapat menyederhanakan dunia yang rumit ini dan
2.1.8
keputusan dan kualitas dari pilihan mereka sebagian besar dipengaruhi oleh
persepsi. Pengambilan keputusan terjadi sebagai suatu reaksi terhadap suatu
masalah. Persepsi dari pengambil keputusan akan mempunyai hubungan yang
besar pada hasil akhirnya. Ada enam langkah dalam model pengambilan
keputusan yang rasional, yaitu: menetapkan masalah, mengidentifikasi kriteria
keputusan, mengalokasikan bobot pada kriteria,mengembangkan alternatif,
mengevaluasi alternatif, dan memilih alternatif terbaik.
lingkungan
kerja
praktek
profesional.
c. Kualifikasi keperawatan yang memadai ini bertujuan utnuk mengoptimalkan
pelayanan pada pasien di rumah sakit.
2.2
2.2.1
terdiri dari berbagai disiplin ilmu yang memberi kepastian bahwa klien
mempunyai suatu rencana untuk memperoleh perawatan berkelanjutan setelah
meninggalkan rumah sakit (Potter & Perry, 2005).
Rorden dan Taff (1990) dalam jurnal Watts et al. (2005) mendefinisikan
bahwa discharge planning adalah sebuah proses yang terdiri dari beberapa
langkah atau tahapan yang bertujuan untuk memastikan kesinambungan atau
continum of care. Definisi ini menjelaskan bahwa discharge planning merupakan
sebuah proses yang dinamis yang melibatkan keterampilan tertentu dan
mengharuskan semua anggota tim perawat dan tim kesehatan lainnya untuk
bekerja sama secara terkoordinasi
bersama dan pada akhirnya terjalin kontinuitas perawatan (Watts, Gardner, &
Pierson, 2005).
Pengembangan proses perencanaan pulang yang efektif menempatkan
pasien dan perawat sebagai fokus utama perawatan dengan melibatkan mereka
bersama dengan tim kesehatan lainnya di seluruh proses discharge planning
(Yam, et al., 2010). Proses discharge planning pada klien secara dini menjadi
penting. Ini sesuai dengan pernyataan dari The Joint Commission for
Accreditation of Healthcare Organization (JCHO) yaitu untuk memfasilitasi
pemulangan pada pasien dengan tingkat perawatan akut tidak dilaksanakan
sesegera mungkin, rencana pulang dimulai sedini mungkin untuk penentuan
kebutuhan aktivitas (Swansburg, 2000)
Discharge planning klien adalah suatu rencana pulang klien yang ditulis di
lembar catatan keperawatan yang merupakan tujuan dari perencanaan perawatan
klien, yang akhirnya bertujuan untuk memberdayakan klien untuk membuat
keputusan dan berupaya untuk memaksimalkan potensi untuk hidup secara
mandiri, dan untuk memberdayakan klien melalui dukngan dan sumber-sumber
yang ada dalam keluarga atau masyarakat (NCSS, 2006)
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa discharge
planning adalah pelayanan perawatan yang bersifat berkesinambungan yang
bertujuan untuk mempersiapkan klien dan keluarganya baik dari segi pengetahuan
maupun psikologis agar mampu memelihara kesehatan secara optimal setelah
pulang dari rumah sakit, dalam discharge planning perlu dijkaji kebutuhannya
karena tidak semua klien membutuhkan discharge planning dini.
2.2.2
untuk membantu proses transisi klien dari lingkungan rumah sakit ke lingkungan
rumah tempat tinggalnya, memberikan perawatan suportif yang terus menerus
pada klien dengan masalah yang dihadapinya, serta untuk mempersiapkan klien
kembali kepada perannya yang di sesuaikan dengan keadaan klien setelah sembuh
dari sakitnya.
Menurut Neylor (2003) dalam Nursalam (2011) menyebutkan bahwa
tujuan dari discharge planning adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
2.2.3
menetapkan tujuan bersama antara klien dan pemberi pelayanan sesuai dengan
kebutuhan klien, untuk mengelola perawatan jangka panjang, untuk mendorong
pendekatan tim baik dari pemberi pelayanan yang formal maupun informal, dan
untuk mendapatkan jaminan kelangsungan perawatan.
Menurut Spath (2003) dalam Nursalam & Efendi (2011), perencanaan
pulang memiliki manfaat sebagai berikut,
1. Dapat memberikan kesempatan untuk memperkuat pengajaran kepada klien
yang dimulai dari rumah sakit.
2. Dapat memberikan tidak lanjut secara sistematis yang digunakan untuk
menjamin kontinuitas perawatan klien.
3. Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada penyembuhan
klien dan mengidentifikasi kekambuhan atau kebutuhan perawatan baru.
4. Membantu kemandirian dan kesiapan klien dalam melakukan perawatan di
rumah.
2.2.4
menyatakan
bahwa 76% dari 461 perawat sepakat bahwa pelaksanaan discharge planning
adalah tanggung jawab perawat.
2.2.5
planning. Menurut Rice (1992) dalam Potter & Perry (2005), setiap pasien yang
dirawat di rumah sakit memerlukan discharge planning atau rencana pemulangan.
Discharge planning tidak hanya melibatkan pasien tapi juga keluarga, temanteman, serta pembeli layanan kesehatan dengan catatan bahwa pelayanan
kesehatan dan sosial bekerja sama (The Royal Marsden Hospital, 2004).
2.2.6
2.2.7
Jenis-Jenis Pemulangan
Chesca (1982) dalan Nursalam & Efendi (2011) mengklasifikasikan jenis
2.2.8
tanggung jawab yang penting bagi seluruh anggota tim kesehatan. Perawat
mempunyai tanggung jawab utama untuk memberi instruksi pada klien tentang
sifat masalah kesehatan, hal-hal yang harus dihindari, penggunaan obat-obatan di
rumah, jenis komplikasi yang harus diberitahukan pada dokter, dan sumber
bantuan yang tersedia (Potter & Perry, 2005).
mempersiapkan
psikologis
klien
dan
keluarga
(psychologist
2.2.9
beresiko terhadap
beratnya
penyakit, ancaman hidup, dan disfungsi fisik (Nursalam & Efendi, 2011).
Perencanaan untuk pemulangan klien dimulai saat klien masuk ke fasilitas.
Rencana asuhan keperawatan diperbarui dan diselesaikan selama klien dirawat
Perawat PP dibantu PA
Penyelesaian
administrasi
Perawat PP dibantu PA
Keadaan klien
1. Klinis dan pemeriksaan
penunjang lain
2. Tingkat ketergantungan
Program Health
klien
Education
- Kontrol
dan
obat/perawata
- Nutrisi
- Aktivitas
dan
istirahat
- Perawatan diri
Lain-lain
Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Budiono, 2015). Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari
pngumpulan, verifikasi, dan komunikasi data tentang klien (Potter & Perry, 2005).
Pengkajian discharge planning yang dikembangkan oleh Nursalam (2011)
mendeskripsikan tentang dengan siapa pasien tinggal, keinginan untuk tinggal
setelah pulang, pelayanan kesehatan yang digunakan sebelum dari rumah sakit,
transportasi yang digunakan saat pulang, antisipasi keuangan setelah pulang,
perawatan diri dan bantuan yang diperlukan setelah pulang.
2.3.2
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respons
2.3.3
Perencanaan
Perencanaan keperawatan merupakan kategori perilaku keperawatan
dimana tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan
dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuab tersebut (Potter &
Perry, 2005)
Kelompok perawat berfokus kepada kebutuhan rencana pengajaran yang
a.
baik untuk persiapan pulang klien, yang disingkat dengan METHOD yaitu :
Medication (obat). Klien sebaiknya mengetahui obat yang harus dilanjutkan
b.
setelah pulang.
Environment (lingkungan). Lingkungan tempat klien akan pulang dari rumah sakit
sebaiknya aman. Klien juga sebaiknya memiliki fasilitas pelayanan yang
c.
d.
e.
f.
berkelanjutan.
Diet. Klien perlu tahu mengenai pembatasan pada dietnya dan klien sebaiknya
mampu memilih diet yang sesuai dengan dirinya.
2.3.4
Implementasi
Implementasi dalam discharge planning adalah pelaksanaan rencana
alat
pengangkut
barang
untuk
memudahkan
11. Periksa program dan instruksi pemulangan, program medikasi, dan jadwal
tindak lanjut dengan klien.
12. Jika klien meninggalkan fasilitas dengan membawa medikasi, berikan
informasi mengenai medikasi tersebut dan pastikan telah dimasukkan ke
dalam informasi pulang.
13. Minta klien untuk menandatangani format pulang dan pastikan klien
mendapat salinannya.
14. Beri tahu departemen yang terkait dan berwenang mengenai pemulangan
klien.
15. Antarkan klien dari unit klinis ke pintu keluar. Gunakan kursi roda. Bantu
klien ke mobil atau kendaraan lainnya.
16. Tuliskan atau masukkan catatan pulang ke dalam catatan klien atau rekam
medik klien.
2.3.5
Evaluasi
Evaluasi sangat penting dalam proses discharge planning. Keberhasilan
dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk
beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi
tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua
dan keluarga (Wong, 2000).
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang
berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit,
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah.
Selama proses tersebut, anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian
yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat
traumatik dan penuh dengan stress (Supartini, 2004).
Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu cemas, marah,
sedih, takut, dan rasa bersalah (Wong, 2000). Perasaan tersebut dapat timbul
karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa
tidak aman dan tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya,
dan sesuatu yang dirasa menyakitkan (Supartini, 2004).
Menurut WHO, hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam
ketika anak mejalani hospitalisasi karena stressor yang dihadapi dapat
menimbulkan perasaan tidak aman.
Dari beberapa penjelasan tersebut dapa disimpulkan bahwa hospitalisasi
pada anak adalah suatu keadaan yang mengharuskan anak dirawat di rumah sakit
yang dapat menimbulkan dampak seperti stres dan cemas akibat terjadinya
perpisahan dengan orang tua dan adaptasi terhadap lingkungan baru.
2.4.2
bersifat individual, dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak,
pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia, dan
kemampuan koping yang dimilikinya.
1. Masa Bayi (0 sampai 1 tahun)
Pada anak usia lebih dari enam bulan terjadi stranger anxiety atau cemas
apabila berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena
perpisahan dengan orang tuanya. Reaksi yang sering muncul pada anak usia
ini adalah menangis, marah dan banyak melakukan gerakan sebagai sikap
stranger anxiety.
2. Masa Todler (2 sampai 3 tahun)
Respons perilaku anak sesuai dengan tahapannya, yaitu tahap protes, putus
asa, dan pengingkaran ( denial ).
kata-kata marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat, dan ketergantungan
pada orang tua.
4. Masa Sekolah ( 6 sampai 12 tahun)
Kehilangan kontrol terjadi akibat dirawat di rumah sakit karena adanya
pembatasan aktivitas. Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan
ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal maupun nonverbal karena
anak sudah mampu mengomunikasikannya.
5. Masa Remaja (12 sampai 18 tahun)
Anak usia remaja mempersepsikan perawatan di rumah sakit menyebabkan
timbulnya perasaan cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya.
2.4.3
anak saja tetapi juga oleh orang tua. Perasaan orang tua tidak boleh diabaikan
karena apabila orang tua merasa stres, hal ini akan membuat orang tua tidak dapat
merawat anaknya dengan baik dan akan menyebabkan anak menjadi semakin stres
(Supartini, 2000).
Reaksi orang tua yang akan timbul akibat perawatan anak di rumah sakit
adalah :
1. Perasaan cemas dan takut
Perasaan ini muncul ketika orang tua melihat anak mendapatkan prosedur
yang menyakitkan, seperti pengambilan darah, injeksi, dan lainnya. Perasaan
cemas juga dapat muncul pada saat pertama kali datang ke rumah sakit dan
membawa anaknya untuk dirawat, merasa asing dengan lingkungan rumah
sakit. Perilaku yang sering ditunjukkan orang tua berkaitan dengan adanya
perasaan cemas dan takut ini adalah sering bertanya atau bertanya tentang hal
yang sama berulang pada orang yang berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang,
dan bahkan marah.
2. Perasaan Sedih
Perasaan ini muncul terutama pada saat anak dalam kondisi terminal dan
orang tua mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan anaknya untuk sembuh.
Pada kondisi ini, orang tua menunjukkan perilaku isolasi atau tidak mau
didekati orang lain, bahkan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan.
3. Perasaan Frustasi
Seringkali orang tua menunjukkan perilkau tidak kooperatif, putus asa,
menolak tindakan, bahkan ,menginginkan pulang paksa.
2.4.4