Anda di halaman 1dari 12

TRAUMA TAJAM DAN TUMPUL PADA KORNEA

Definisi
Trauma Okuli adalah kasus kegawatdaruratan mata dimana cedera yang terjadi pada mata yang dapat

mengakibatkan kerusakan pada bolamata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita, biasanya
bersifat unilateral dan mengakibatkan tengganggunya fungsi penglihatan.1
Trauma okuli dibagi menjadi trauma okuli perforans dan non perforans dimana keduanya dapat menyebabkan ruptur pada
perlukaan kornea, iris dan pupil serta dapat menimbulkan komplikasi sepanjang bagian mata yang terkena (kornea hingga
retina). Berdasarkan mekanismenya, trauma mekanik dibagi menjadi dua yaitu trauma tumpul dan trauma tajam.1

Trauma tumpul okuli merupakan trauma yang disebabkan akibat adanya benda yang secara langsung mengenai
organ atau akibat sekunder dari getaran yang ditimbulkannya oleh kaarena benturan dengan benda tumpul. Akibat
yang ditimbulkan dapat berupa kontusio (trauma tertutup) atau jika gaya yang mengenai orbita sangat kuat dapat
menyebabkan ruptur bola mata. Sedangkan trauma tajam disebabkan benda dengan sisi runcing atau bersudut dan benda
bersifat tajam yang merusak sebagian atau seluruh ketebalan dinding luar bola mata, berupa titik hingga laserasi dan dapat
menembus isi struktur mata. Jenis benda pada trauma tajam dapat berupa pisau, kaca, berbahan kayu maupun dari kertas.
Menurut United States Eye Injury Registry, rata-rata kelompok usia tejadinya trauma tajam okuli adalah
25-30 tahun dengan prevalensi laki-laki lebih sering terkena dengan rasio 3-5:1. 1,2 Pada pembahasan kali ini
akan lebih difokuskan pada trauma mekanik okuli pada kornea.
Epidemologi
Mata mendapatkan perlindungan dari tulang, lemak, kelopak, bulu mata dan berbagai struktur lainnya
tetapi frekuensi trauma masih tinggi. Menurut WHO tahun 1998 trauma mata merupakan penyebab
kebutaan unilateral tertinggi di seluruh dunia, yaitu sebanyak 19 juta kasus. Frekuensi trauma mata di
Amerika Serikat : 41.6% merupakan kasus trauma superfisial mata dan adneksa, 25.4% disebabkan oleh
benda asing, 16% kasus kontusio mata dan adneksa, 10.1% trauma terbuka pada adneksa dan bola mata,
sisamya merupakan kasus fraktur dasar orbita dan cedera saraf. 2
Etiologi
Kasus trauma mata terbanyak berhubungan dengan pekerjaan yaitu sekitar 65.000 kasus per tahun trauma
mata dan 40.000 kasus per tahun disebabkan oleh olahraga . 2

Anatomi dan Fisiologi Kornea


Kornea merupakan selaput bening mata avaskular yang tembus cahaya dan memiliki fungsi vital
dalam penglihatan normal sebagai media refraksi memiliki pembiasan sinar terkuat yaitu sekitar
40 D. Fungsi lainnya berupa proteksi, refraksi cahaya, dan filtrasi sinar ultraviolet. Kornea
merupakan bagian paling anterior sehingga riskan terkena cedera. Beberapa lapis penyusun
kornea antara lain:

1. Epitel
Memiliki tebal 50 berasal dari ectodermdan terdiri atas lima lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih, yaitu
sel basal, sel polygonal, dan sel gepeng. Pada sel basal terjadi mitosis sel dan memiliki fungsi proteksi bersama-sama dengan
sel basal lainnya dan sel polygon melalui desmosome dan macula okluden membentuk ikatan yang menghambat keluarnya
air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal merupakan tempat melekatnya membrane basalis sehingga bila
terjadi defek mengakibatkan erosi rekuren.
2. Membran Bowman
Lapisan ini tidak memiliki daya regenerasi dan terletak di bawah membrane basal epitel yang merupakan kolagen yang
tersususn tidak teratur dan berasal dari bagian depan stroma.

3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan sussunan kolagen yang sejajar satu dengan yang lainnya , pada permukaan tampak seperti
anyaman yang teratur dan dari bagian perifer bercabang, terbentuknya kembali serat kolagen memerlukan waktu 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma yang menjadi fibroblast terletak di Antara serat kolagen stroma, diduga membentuk bahan
dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
Merupakan membrane aseluler dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan
membrane basalnya, sanagt elastik, berkembang terus seumur hidup, dan memiliki tebal 40m.
5. Endotel
Berasal dari mesothelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal, besar 20-40m dan melekat pada membrane descement
melalui hemidesmosomdan zonula okluden.
Kornea dipersyarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siler longus, nasosiliar, saraf oftalmika cabang
pertama saraf trigeminal berjalan ke suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrane Bowman
melepaskan selubung Schwannya. Sumber-sumber nutrisi berasal dari pembuluh darah limbus,aqueous humour dan airmata.
Transparansi kornea disebabkam oleh struktur yang seragam dan avaskularitasnya dan deturgensinya.

Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan pekerjaan, onset, lokasi dan aktifitas saat perlukaan (rumah, olahraga, tempat kerja,
kekerasan, kecelakaan lalu lintas) bagaimana proses mekanisme terjadinya trauma, jenis benda bersifast tajam atau tumpul,
arah datangnya dan kecepatan benda ketika mengenai mata. Selain itu perlu diketahui ukuran dan jenis benda tersebut apakah
terbuat dari logam, kaca, benda tajam, kayu, bahan vegetative atau lainnya. Penting untuk mengetahui tajam penglihatan awal
sebelum terjadinya kecelakaan sehingga dapat menentukan apakah turunnya visus memang telah terjadi sebelumnya atau
diakibatkan oleh trauma. Selain itu ditanyakan juga riwayat penggunaan kacamata dan lensa kontak yang dapat membantu
menentukan etiologi, ditanyakan apakah pada saat trauma berlangsung kacamata ikut pecah atau kebersihan dan frekuensi
serta durasi pemakaian lensa kontak. Riwayat medikasi dan riwayat trauma sebelumnya. (ilyas 2009)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi apakah hanya bagian kornea saja yang terkena atau adanya struktur lain yang juga
terlibat, tanda-tanda inflamasi, terdapatnya benda asing dan jenis benda yang menyebabkan trauma, edema atau kekeruhan
pada kornea, jenis perlukaan (penetrasi atau non penetrasi, terdapatnya erosi, abrasi, maupun laserasi kornea),diperiksa apakah
terdapat rupture dan komplikasi. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan dan apabila terdapat penurunan visus
yang bermakna dapat diperiksa proyeksi cahaya dan diskiriminasi dua titik. (ilyas 2009 dan vaughann

1. Edema kornea
Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat mengakibatkan edema kornea bahkan ruptur
membrane Descement. Kerusakan pada endotel akan mengganggu fungsi pompa sehingga terjadi dekompensasi endotek
dan terjadi edema kornea. Edema kornea yang berat dapat mengakibatkan masuknya serbukan sel radang dan
neovaskularisasi ke jaringan stroma dan dapat menyebabkan kekeruhan yang menetap. Kekeruhan membuat
jaringan intraocular sukar dilihat.
Gejala
Edema kornea akan memberikan keluhan penglihatan kabur dan terlihatnya pelanggi di sekitar sumber cahaya
yang dilihat.
PF
Uji plasido positif dan kornea terlihat keruh

Terapi
Larutan hipertonik seperti NaCl5% atau larutan garam hipertonik2-8%, glukosa 40% dan larutan
albumin. Tekanan bola mata yang tinggi akan memperberat edema kornea akibat endotel yang rusak sehingga
diberikan asetazolamida.

Pengobatan bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit , memperbaiki tajam penglihatan


digunakan lensa kontak lembek. Diduga penekanan pada kornea mengurangi edema.
Kekeruhan yang
pembedahan

terjadi pada sumbu penglihatan pada edema kornea berat membutuhkan tindakan

Komplikasi
Pada trauma kornea berat dapat terjadi keratopati bulosa (nyeri) dan astigmatisme ireguler
(penurunan tajam penglihatan) akibat kerusakan membrane Descemet kronik.

2. Erosi dan Abrasi kornea


Erosi kornea merupakan suatu keadaan terlepasnya epitel kornea akibat gesekan keras pada
epitel yang disebabkan suatu trauma tumpul ataupun tajam pada kornea. Pada erosi tidak selalu
mecederai membrana basalis. Epitel di sekitar erosi bermigrasi dengan cepat dan menutupi
kerusakan kornea. Abrasi kornea .
Abrasi kornea menyumbang 8 persen dari seluruh kasus penyakit mata pada layanan primer, dan
penyebab tersering yang membawa orang dating berobat ke emergensi. Di samping itu, abrasi
kornea merupakan penyebab ketiga terbanyak pada kasus mata merah, diikuti konjungtivitis, dan
perdarahan subkonjungtiva. Kerusakan ini paling sering disebabkan oleh trauma mekanik, diikuti
benda asing, dan pemakaian lensa kontak.
Diagnosis banding Bentuk erosi harus diperhatikan karena sangat mungkin defek ini merupakan
manifestasi infeksi herpes simpleks. Pada infeksi ini dapat ditemukan pseudopodia dan pada
pemeriksaan fisik terdapat penurunan sensitibilitas kornea

Gejala
Rasa nyeri yang hebat akibat banyaknya serat sensible, terutama pada saat mengedip dan
pergerakan bola mata.
Lakrimasi
Fotofobia
Blefarospasme
Penurunan tajam penglihatan akibat defek pada epitel kornea yang menyebabkan kornea ireguler.
*keluhanlakrimasi dan fotofobia diakibatkan olehrasa nyeri pada mata

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Pada pemeriksaan inspeksi akan didapatkan kornea keruh. Pemeriksaan dilakukan dengan
menggunakan lampu slit dan dikombinasikan dengan pewarna fluorescein, dilakukan
pengukuran tinggi dan lebarnya abrasi serta dibuat diagram lokasinya. Evaluasi dengan reaksi
AC, infiltrat, laserasi dan trauma penetrasi.
Tes fluorescein positif yang memberikan warna kuning pada cahaya lampu normal dan hijau
pada lampu slit maupun lampu Wood di daerah dengan terlihat defek epitel. Setetes anestesi
topikal (propakain 0.5%) diaplikasikan secara langsung atau diteteskan pada kertas fluorescein.
Kelopak bawah pasien ditarik kebawah dan kertas fluorescein secara ringan ditempelkan pada
konjungtiva bulbar. Pewarna akan menyebar ke seluruh kornea saat pasien mengedip dan
mewarnai membrane basal yang terpapar. Warna menjadi lebih hijau pada fluorescein pada
lingkungan yang bersifat basa yang merupakan media baik bagi pertumbuhan Pseudomonas sp
Pada pemeriksaan apabila ditemukan kerusakan pada kornea dengan arah linear atau berbentuk
geografis maka konjungtiva tarsal superior juga harus turut diperiksa untuk mencari benda asing
yang mungkin masih tertinggal atau tersembunyi.
Trauma penetrasi dicurigai pada pasien extruded ocular contents atau pupil berdilatasi, tidak
reaktif, atau ireguler. Jika pasien tidak dapat menoleransi pemeriksaan karena nyeri hebat,
anestesi topikal dapat diberikan apabila trauma penetrasi sudah dapat disingkirkan. Pada abrasi
kornea, pupil berbentuk bulat, ditengah, dan terdapat injeksi konjungtiva. Spasme silier
mengakibatkan miosis, nyeri, dan injeksi silier mengindikasikan iritis traumatik. Kekeruhan
kornea atau infiltrate dapat disebabkan oleh tukak kornea atau infeksi. Adanya edema
memberikan penampakan berkabut pada kornea, biasanya akibat menggosok mata berlebihan
atau trauma tumpul. Bilik mata depan diinspeksi untuk melihat adanya darah/hifema atau
pus/hipopion yang menandakan terjadinya cedera berat dan memerlukan penanganan segera.
Selanjutnya tajam penglihatan diperiksa untuk mengetahui kelainan yang ditimbulkan akibat
abrasi pada sumbu penglihatan, edema kornea yang bermakna, atau penggunaan anestesi topikal.
Penurunan tajam penglihatan lebih dari 20/40 memerlukan rujukan. Pergerakan ekstraokular
diperiksa dan didokumentasikan. Pemeriksaan mata sebaiknya mengkonfirmasi red refleks untuk
menyingkirkan cedera luas yang bermakna.
Trauma abrasi akibat penggunaan lensa kontak memiliki lesi pungtata yang berkumpul
membentuk lingkaran, defek sentral. Gambaran bercabang /dendritic menandakan keratitis
herpetic dan membutuhkan penanganan segera. Garis vertical multipel pada kornea superior
disebabkan oleh gesekan benda asing pada kelopak atas sehingga eversi dilakukan.

Tatalaksana
Antibiotik topikal
Epitel yang terkelupas sebaiknya dilepas dan diberikan antibiotika spectrum luas (neosporin,
kloramfenikol, dan sulfasetamid tetes) karena merupakan sarang kuman dan dapat menghambat
penyembuhan akibat kolagenase yang terbentuk..Meskipun bukti penggunaan antibiotika topikal

pada abrasi kornea tanpa komplikasi masih belum kuat, namun biasanya tetap diberikan dalam
mencegah superinfeksi. Antibiotik topikal diberikan pada kasus penggunaan lensa kontak,
trauma oleh bahan vegetative dengan tujuan risiko yang tinggi terjadinya keratitis sekunder. Pada
kasus tanpa komplikasi diberikan eritromisin 0.5% salep mata, polymixin B/trimethropim
(polytrim) cairan, dan sulfasetamida 10% salep atau cairan. Antibiotika topikal dibagi menjadi
empat dosis sehari dan dilanjutkan sampai tanpa gejala selama 24 jam. Salep memiliki efek
lubrikasi yang lebih baik dan lebih lama diserap dibandingkan cairan sehingga meningkatkan
kenyamanan dan mempercepat penyembuhan, namun cenderung mengaburkan penglihaatan
untuk sementara waktu.Pemakaian neomisin dihindari karena tingginya kasus hipersensitifitas
kontak. Penggunaan kombinasi dengaan steroid merupakan kontraindikasi karena meningkatkan
kemungkinan infeksi dan memperlambat penyembuhan.
Kontrol tidak selalu diperlukan pada pasien dengan lesi minimal (4mm atau kurang), abrasi tanpa
komplikasi, penglihatan normal, dan gejala yang membaik. Pasien lainnya dievaluasi ulang
dalam 24 jam untuk melihat regresi dan progresifitas defek epitel. Rujuk jika gejala tidak
membaik atau bahkan memburuk, terdapatnya infiltrate atau tukak kornea, penurunan
penglihatan yang bermakna, atau trauma penetrasi.

Beberapa literatur menyatakan siklopegik aksi pendek seperti tropikamida dan dibebat tekan
selama 24 jam untuk mengurangi nyeri dan mengistirahatkan mata. Di sisi lain sebuah studi meta
analisis menyatakan tidak mendukung pemberian siklopegik topikal pada abrasi kornea tanpa
komplikasi dan bebat tekan tidak direkomendasikan karena dapat menghambat proses
penyembuhan dan tidak megurangi nyeri. Meskipun demikian siklopegik topikal dapat
dipertimbangkan pada kasus abrasi kornea dengan iritis traumatic, dimana pelepasan spasme
siler memperbaiki rasa nyeri dan bebat tekan dilakukan pada kasus abrasi kornea luas (>10mm)
dan proteksi pada pasien yang diperkirakan akan sering menggosok mata ( anak-anak, pasien
dengan retardasi mental). Obat yang sering diberikan yaitu siklopentolat 1% dan homatropin 5%,

dimana satu dosis dapat bertahan selama 24-36 jam. Pasien diinformasikan sebelumnya bahwa
penglihatan dapat menjadi kabur dan penggunaannnya diperhatikan ketika mengemudi.
Skopalamin dan atropine dihindari karena durasi kerja yang panjang. Pasien dapat menggunakan
air mata buatan untuk kenyamanan.
Pada suatu literatur dinyatakan bahwa anestesi topical dapat diberikan untuk memeriksa tajam
penglihatan, meredakan nyeri, dan pada kasus blefarospasme yang keras. Sementara itu, studi
lainnya melarang pemberian analgesika topikal karena penggunaan berulang dapat bersifat toksik
pada epitel kornea, menghambat penyembuhan, dan menimbulkan efek masking. Pemberian
anestesi lokal harus digunakan dengan hati-hati dan pemberian steroid merupakan kontraindikasi
karena dapat menghambat epitelialisasi, adiksi, mengaktifkan kolagenase, bersifat
imunosupresan sehingga memudahkan terjadinya infeksi sekunder,

Lensa Kontak
Pada pengguna lensa kontak, seringkali terdapat kolonisasi Pseudomona aeruginosa dan bakteri
gram negatif pada mata mereka. Setelah abrasi kornea terjadi, superinfeksi bakteri dapat dengan
cepat berkembang menjadi perforasi dan kebutaan. Oleh karena itu diberikan antibiotic topikal
dengan antipseudomonas seperti fluorokuinolon atau aminoglikosida. Penggunaan obat ini harus
dibatasi hanya untuk abrasi kornea pada pengguna lensa kontak untuk mengurangi resiko
resistensi fluorokuinolon dan potensi toksik dari aminoglikosida terhadap epitel kornea. Pasien
sebaiknya dievaluasi ulang setiap hari sampai abrasi pulih dengan baik. Di samping itu tidak
dibenarkan untuk memberikan bebat karena meningkatkan risisko superinfeksi. Penggunaan
lensa kontak dihentikan sementara sampai abrasi pulih dan gejala hilang, Pencegahan dilakukan
dengan memastikan bahwa lensa kontak yang digunakan sudah sesuai dengan keperluan dan
menginstruksikan pasien untuk mendemonstrasikan caranya menggunakan lensa kontak untuk
memastikan bahwa sudah benar dan bersih serta menghindari penggunaan lensa terlalu lama.
Komplikasi
Defek epitel pada erosi kornea akan memudahkan kuman untuk menyerang sehingga terjadi
infeksi sekunder berupa keratitis sampai kebutaan. Perawatan yang salah sebaliknya
mengakibatkan erosi kornea rekuren, tukak kornea, atau endoftalmitis. Tukak kornea
menimbulkan gejala mata terasa pedih dan sakit serta fotofobia, pada bakteri gram positif seperti
S.aureus dan S. pneumonia memberikan gambaran tukak terbatas, berbentuk bulat atau lonjong,
berwarna putih atau abu-abu pada tukak yang supuratif. Pada infeksi Pseudomonas sp., tukak
akan terlihat melebar dengan cepat, purulent berwanan kuning hijau terlihat pada permukaan
tukak. Pemeriksaan laboratorium dan KOH sangat membantu dalam menentukan kausa.
Prognosis
Sebagian besar memiliki prognosis yang baik karena dapat sembuh tanpa cacat dalam jangka
waktu pendek. Erosi kecil akan menutup kembali dalam waktu 48 jam

3. Erosi kornea rekuren


Erosi rekuren merupakan salah satu dari komplikasi erosi/abrasi kornea,
biasanya terjadi akibat cedera berulang yang merusak membrane basal atau tukak metaherpetik
sehingga mempersukar tumbuhnya sel basal kornea. Epitel yang menutup kornea akan mudah
lepas kembali waktu bangun pagi. Epitel sukar menutupi kornea karena pelepasan membrana
basalis yang baru akan pulih dalam waktu 6 minggu.
Pada anamnesa tidak selalu ditemukan riwayat trauma dan akan menceritakan tentang episode
sebelumnya. Nyeri seringkali lebih berat dari yang diperkirakan berdasarkan pemeriksaan fisik
dan pewarnaan fluorescein. Defek pewarna dari erosi kornea berulang tidak memiliki gambaran
khusus. Terapi akut sama dengan abrasi kornea traumatic. Pencegahan dilakukan dengan
memakai tetes lubrikan setiap malam. Kasus Recalcitrant lebih dari 24 jam dirujuk, terapi
dengan lens kontak bandage atau debridemen epitel kornea. Fototerapi keraktektomi baik pada
kasus berulang recalcitrant
Pencegahan
Setiap orang yang bekerja dengan bahan logam, kayu, mesin dan yang berpartisipasi dalam
olahraga yang berisiko benturan harus memakai kacamata proteksi. Lensa polikarbonat
menyediakan proteksi yang baik dari projektil dan trauma tumpul. Welders harus selalu memakai
proteksi mata yang dapat menyaring sinar ultraviolet.
Tatalaksana
Bertujuan untuk melumasi permukaan kornea sehingga regenerasi epitel tidak mudah terlepad
untuk membuat membrane basal kornea.
Siklopegik untuk meredakan nyeri dan Lgejala radang uvea yang mungkin timbul.
Antibiotik tetes dan perban mata diberikan dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi sekunder
dan mengurangi gesekan serta mempercepat pertumbuhan epitel baru. Pemakaian lensa kontak
bandage disarankan karena dapat mempertahankan epitel pada tempatnya dan mengurangi
terjadinya gesekan dari kelopak mata.

Prognosis
Kornea akan kembali pulih setelah 3 hari apabila tanpa disertai oleh infeksi sekunder.

4. Benda asing
Pada keadaan diduga adanya benda asing magnetic intraocular perlu ditanyakan riwayat
terjadinya trauma dengan baik. Benda asing dapat berasal dari gurinda atau pecahan besi yang

diketuk dengan martil, seringkali tidak disadari dan tidak menimbulkan keluhan pada awalnya.
Keadaan kemudian berlanjut dengan terbentuknya karat di sekitar logam yang tertanaam pada
bola mata.
Gejala
Rasa pedas dan sakit pada mata disertai epifora yang merupakan gejala dini yang terjadi akibat
keratitis atau tukak kornea.
Pemeriksaan fisik
Akan terlihat kerusakan kornea yang merupakan jalan masuknya benda asing ke dalam bola
mata. Di sekitar limbus terlihat injeksi siliar dan pada kornea terlihat adanya benda asing. Terjadi
miosis akibat refleks sakit pada kornea. Balikkan kelopak mata untuk memastikan tidak ada
benda asing yang tertinggal.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologik akan memperlihatkan bentuk dan besar benda asing yang terletak
intraocular. Bila menggunakan cincin Flieringa atau lensa kontak Comberg akan terlihat benda
bergerak bersama dengan pergerakan bola mata. Dapat juga menggunakan metal locator namun
pada umumnya benda asing pada kornea dapat langsung terlihat jelas.
Diagnosis pasti adanya benda asing di dalam bola mata hanya dapat ditentukan dengan
pemeriksaan radiologis atau usg.
Tatalaksana
Perencanaan pembedahan agar tidak memberikan kerusakan yang lebih berat pada bola mata.
Benda asing yang ditemukan pada kornea harus dikeluarkan untuk mencegah lesi permanen dan
kebutaan. Irigasi salin biasanya berhasil, namun jika belum dapta dikeluarkan maka diberikan
anesthesia lokal kemudian kapas digosokkan keatasnya dan dibantu dengan menggunakan ujung
jarum suntik gauge 25 oleh klinisi yang berpengalaman. Instrumen digunakan pada bidang
tangential daerah kornea dan tangan harus disandarkan pada arkus zigomatik. Cincin karat juga
dikeluarkan dnegan tujuan mencegah radang. Pemeriksa dapat menggunakan lup dan slit lamp
untuk memudahkan proses pengeluaran benda asing.

Tujuan terapi yaitu mengurangi nyeri, mencegah superinfeksi bakteri, dan mempercepat
penyembuhan. Beberapa pilihan yaitu analgesik oral (asetanominofen), NSAIDs topikal dan oral,
antibiotika dan siklopegik topikal. Pada kasus dengan nyeri hebat memerlukan opioid.
Penggunaan NSAIDs topikal (e.g., diclofenac 0.1% [Voltaren], ketorolac 0.4% [Acular LS])
terbukti mengurangi nyeri, menurunkan penggunaan analgesika oral, dan pasien dapat bekerja
kembali lebih awal tanpa memperlama proses penyembuhan atau meningkatkan risiko infeksi,
tetapi hanya digunakan pada kasus tanpa komplikasi dan tidak lebih dari dua hari untuk
menghindari efek toksik terhadap kornea.
Siklopegik topical untuk mengurangi nyeri dan menghilangkan gejala siklitis yang dapat terjadi.
Antibiotik spektrum luas tetes atau salep untuk mencegah infeksi sekunder. Profilaksis tetanus
tidak dianjurkan kecuali terjadi penetrasi ,devitalized tissue, atau trauma yang berasal dari benda
yang terkontaminasi. Bebat tekan diberikan selama 8-48 jam untuk mempercepat pertumbuhan
epitel dan mengurangi nyeri karena defek epitel tidak terganggu akibat kedipan. Penghilang nyeri
lainnya yang dapat diberikan berupa kodein, aspirin dan obat analgetika lainnya.
Komplikasi
Defek epitel dengan benda asing kornea mudah terjadi infeksi oleh pseudomonas ataupun virus.
Selain infeksi sekunder, jaringan parut yang terbentuk akan menggangggu penglihatan atau
sukarnya tertutup epitel kornea sehingga terjadi erosi rekuren.

Laserasi Kornea
Dibagi atas laserasi kornea sebagian dan laserasi kornea perforans
Anamnesis lengkap dari penyebab trauma
Laserasi perforans umumnya disertai dengan prolapse jaringan intraocular. Prolapse hanya
terjaddi pada perforasi luas maka terjepitnya jaringan iris membuat pupil tampak lonjong.
Pemeriksaan
Pemeriksaan berfungsi untuk melihat kelainan anatomi akibat trauma, benda asing, katarak
dan infeksi sekunder.
Tatalaksana
Tatalaksana dilakukan berdasarkan kelompok usia pasien. Kornea berkembang sampai usia 6
bulan maka ukuran kornea bayi usia diatas 6 bulan sama dengan ukuran kornea dewasa.
Kornea bayi yang hampir sferis seiring berjalannya waktu akan semakin rata. Kornea bayi
juga lebih tipis sehingga persiapan dan peralatan pembedahan mempunyai pertimbangan
sendiri.
Laserasi sebagian oleh benda tajam dan bersih seperti kaca dan pisau yang tidak menembus
kornea dan laserasi yang tidak teratur. tanpa perforasi tidak memerlukan pembedahan. Pada
laserasi sebagian hanya memerlukan antibiotic dengan bebat tekan selama beberapa hari,

sedangkan pada laserasi tidak teratur tanpa perforasi apabila terancam akan timbul perforasi
atau terdapat descematocel disaranan untuk melakukan keratoplasti tembus, Apabila tidak
memungkinkan diberikan bandage lensa kontak atau flep konjungtiva.
Laserasi dengan perforasi luas diberikan pertolongan pertama berupa menutup mata dengan
kasa steril, kapsul antibiotic spectrum luas, ATS, dan pembedahan jika perlengkapan bedah
memadai dan dengan anestesi umum. Anestesi local dapat menimbulkan perdarahan
retrobulbar pada saat penyuntikan. Anestesi umum yang diberikan adalah suksinil , ketaalar,
dan lain-lain yang tidak meninggikan tekanan bola mata. Tekanan intraocular yang naik pada
saat pembiusan dengan bola mata terbuka atau laserasi dengan perforasi daoat
mengakibatkan prolaps jaringan intraocular.
Teknik pembedahan
Bila luka besar ddan mencapai limbus dilakukan peritomi untuk melihat adanya rupture
sclera terutama bila terdapat tanda-tanda kain kontusio berat. Pada laserasi dengan jaringan
uvea prolapse maka bagian ini digunting, jika terdapat pada banyak jaringan seperti lensa,
iris, badan kaca, atau badan siliar dilakukan pembedahan secepatnya dan dipantau selama 710 hari. Jika terdapat bola mata lembek atau hipotoni dna tajam penglihatan nol dilakukan
enukleaasi. Pasca bedah diberikan antibiotic spectrum luas sistemik, subkonjungtiva, iv, dan
topical dan diberikan midriatika serta siklopegik topical.

Komplikasi
Laserasi dengan perforasiyang luas dapat berakhir dengan ftisis bulbi yang merupakan tanda
degenerasi bola mata. Komplikasi berat padaa kerusakan jaringan intraokukar berupa oftalmika
simpatika.
Penjahitan pada kornea harus menggunakan jarum yang sesuai, diusahakan untuk tidak membuat
jahitan di daerahkornea yang sesuai dengan sumbu penglihatan. Pada laserasi luas diberikan
udara pada bilik mata depan dan kemudia diganti dengan BSS. Jaringan kornea tidak boleh
dibuang kecuali akan dilakukan cangkok kornea. Pembedahan dilakukan dengan pembesaran
yang cukup dengaan mikroskop.

*merah gayakin
Orange ppt dr mata
*
TRAUMA TAJAM
ANTIBIOTIK
GAMBAR
VIDEO PPT

TRAUMA

TUMPUL

Daftar Pustaka
1. Ilyas S. Trauma Mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit:
FKUI, 2009. Hal. 259-276
2. Asbury T., Sanuitato James J. Trauma. Dalam: Vaughann Daniel G, Asbury T, Eva PR.
Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007. Hal.32728.
Ilyas S. Trauma Tumpul Mata. Dalam: Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI, 2000. Hal.56-58.
Jennifer LW, John ND. Evaluation and Management of Corneal Abrasions. Dalam:
American Family Physician Journal, 2013. P.114-120
Turner A, Rabiu M. Patching for corneal abrasion. Cochrane Database Syst Rev,2006.

Anda mungkin juga menyukai