Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Discharge Planning


2.1.1. Pengertian Discharge Planning
Discharge planning merupakan suatu proses yang terpusat, terkoordinasi
terdiri dari berbagai disiplin ilmu yang memberi kepastian bahwa klien
mempunyai suatu rencana untuk memperoleh perawatan berkelanjutan setelah
meninggalkan rumah sakit (Potter & Perry, 2005).
Rorden dan Taff (1990) dalam jurnal Watts et al. (2005) mendefinisikan
bahwa discharge planning adalah sebuah proses yang terdiri dari beberapa
langkah atau tahapan yang bertujuan untuk memastikan kesinambungan atau
continum of care. Definisi ini menjelaskan bahwa discharge planning merupakan
sebuah proses yang dinamis yang melibatkan keterampilan tertentu dan
mengharuskan semua anggota tim perawat dan tim kesehatan lainnya untuk
bekerja sama secara terkoordinasi

untuk mencapai tujuan yang disepakati

bersama dan pada akhirnya terjalin kontinuitas perawatan (Watts, 2004).


Pengembangan proses perencanaan pulang yang efektif menempatkan
pasien dan perawat sebagai fokus utama perawatan dengan melibatkan mereka
bersama dengan tim kesehatan lainnya di seluruh proses discharge planning (Yam
et al. 2010). Proses discharge planning pada klien secara dini menjadi penting. Ini
sesuai dengan pernyataan dari The Joint Commission for Accreditation of
Healthcare Organization (JCAHO) yaitu untuk memfasilitasi pemulangan pada
pasien dengan tingkat perawatan akut tidak dilaksanakan sesegera mungkin,

rencana pulang dimulai sedini mungkin untuk penentuan kebutuhan aktivitas


(Swansburg, 2000).
Discharge planning klien adalah suatu rencana pulang klien yang ditulis di
lembar catatan keperawatan yang merupakan tujuan dari perencanaan perawatan
klien, yang akhirnya bertujuan untuk memberdayakan klien untuk membuat
keputusan dan berupaya untuk memaksimalkan potensi untuk hidup secara
mandiri, dan untuk memberdayakan klien melalui dukngan dan sumber-sumber
yang ada dalam keluarga atau masyarakat (NCSS, 2006)
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa discharge
planning adalah pelayanan perawatan yang bersifat berkesinambungan yang
bertujuan untuk mempersiapkan klien dan keluarganya baik dari segi pengetahuan
maupun psikologis agar mampu memelihara kesehatan secara optimal setelah
pulang dari rumah sakit, dalam discharge planning perlu dijkaji kebutuhannya
karena tidak semua klien membutuhkan discharge planning dini.

2.1.2. Tujuan Discharge Planning


Menurut Potter & Perry (2005) secara umum discharge planning bertujuan
untuk membantu proses transisi klien dari lingkungan rumah sakit ke lingkungan
rumah tempat tinggalnya, memberikan perawatan suportif yang terus menerus
pada klien dengan masalah yang dihadapinya, serta untuk mempersiapkan klien
kembali kepada perannya yang di sesuaikan dengan keadaan klien setelah sembuh
dari sakitnya.
Menurut Neylor (2003) dalam Nursalam (2011) menyebutkan bahwa
tujuan dari discharge planning adalah :
1. Meningkatkan kontinuitas dan kualitas keperawatan.
2. Memaksimalkan manfaat sumber pelayanan kesehatan.
3. Mengurangi jumlah hari perawatan.

4.
5.
6.
7.

Mencegah kekambuhan, rawat ulang, dan komplikasi.


Membantu klien mencapai kualitas hidup yang optimum.
Menurunkan beban perawatan pada keluarga.
Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.
Discharge planning juga bertujuan memberikan pelayanan terbaik untuk

menjamin keberlanjutan asuhan berkualitas antara rumah sakit dan komunikasi


yang efektif (Discharge Planning Association, 2008).
Menurut WHO (2005), tujuan discharge planning adalah :
1. Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang masalah kesehatan dan
kemungkinan adanya komplikasi dari penyakitnya dan hal-hal yang perlu
pembatasan yang akan diberlakukan saat klien di rumah.
2. Mengembangkan kemampuan klien dan keluarga untuk merawat dan
memenuhi kebutuhan klien dan memberikan lingkungan yang aman untuk
klien di rumah.
3. Memastikan bahwa rujukan yang diperlukan untuk perawatan selanjutnya
untuk klien dibuat dengan tepat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa discharge planning bertujuan untuk
memfasilitasi proses pemulangan yang nyaman dengan memastikan semua
fasilitas pelayanan kesehatan yang diperlukan telah dipersiapkan untuk klien,
mempromosikan tahap kemandirian yang tertinggi kepada klien dan keluarga,
juga mencegah terjadinya rawat ulang.

2.1.3. Manfaat Discharge Planning


Menurut NCSS (2006), discharge planning memiliki manfaat untuk
menetapkan tujuan bersama antara klien dan pemberi pelayanan sesuai dengan
kebutuhan klien, untuk mengelola perawatan jangka panjang, untuk mendorong
pendekatan tim baik dari pemberi pelayanan yang formal maupun informal, dan
untuk mendapatkan jaminan kelangsungan perawatan.
Menurut Spath (2003) dalam Nursalam (2011), perencanaan pulang
memiliki manfaat sebagai berikut,

1. Dapat memberikan kesempatan untuk memperkuat pengajaran kepada klien


yang dimulai dari rumah sakit.
2. Dapat memberikan tidak lanjut secara sistematis yang digunakan untuk
menjamin kontinuitas perawatan klien.
3. Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada penyembuhan
klien dan mengidentifikasi kekambuhan atau kebutuhan perawatan baru.
4. Membantu kemandirian dan kesiapan klien dalam melakukan perawatan di
rumah.
2.1.4. Pemberi Layanan Discharge Planning
Proses discharge planning harus dilakukan secara komprehensif dan
melibatkan multidisiplin, mencakup semua pemberi layanan kesehatan yang
terlibat dalam memberi layanan kesehatan kepada pasien (Potter & Perry, 2005).
Perawat bertanggung jawab terhadap proses discharge planning, sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Morris, Winfield, dan Young (2012) tentang
persepsi perawat terhadap pelaksanaan discharge planning yang

menyatakan

bahwa 76% dari 461 perawat sepakat bahwa pelaksanaan discharge planning
adalah tanggung jawab perawat.
2.1.5. Penerima Layanan Discharge Planning
Setiap klien yang dirawat di rumah sakit membutuhkan discharge planning.
Menurut Rice (1992) dalam Potter & Perry (2005), setiap pasien yang dirawat di
rumah sakit memerlukan discharge planning atau rencana pemulangan. Discharge
planning tidak hanya melibatkan pasien tapi juga keluarga, teman-teman, serta
pembeli layanan kesehatan dengan catatan bahwa pelayanan kesehatan dan sosial
bekerja sama (The Royal Marsden Hospital, 2004).

2.1.6. Prinsip-Prinsip Discharge Planning


Prinsip-prinsip yang diterapkan dalam discharge planning adalah sebagai
berikut (Nursalam, 2011).
1. Klien merupakan fokus dalam discharge planning. Nilai keinginan dan
kebutuhan dari klien perlu dikaji dan dievaluasi.
2. Kebutuhan dari klien diidentifikasi, kebutuhan ini dikaitkan dengan masalah
yang mungkin muncul pada saat klien pulang nanti, sehingga kemungkinan
masalah yang muncul di rumah dapat segera diantisipasi.
3. Perencanaan pulang dilakukan secara kolaboratif. Perencanaan pulang
merupakan pelayanan multidisiplindan setiap tim harus saling bekerja sama.
4. Perencanaan pulang disesuaikan dengan sumber daya dan fasilitas yang ada.
Tindakan atau rencana yang akan dilakukan setelah pulang disesuaikan
dengan pengetahuan dari tenaga yang tersedia maupun fasilitas yang tersedia
di masyarakat.
5. Perencanaan pulang dilakukan pada setiap sistem pelayanan kesehatan.
Setiap klien masuk tatanan pelayanan maka discharge planning harus
dilakukan.
2.1.7. Jenis-Jenis Pemulangan
Chesca (1982) dalan Nursalam (2011) mengklasifikasikan jenis pemulangan klien
sebagai berikut :
1. Pulang sementara atau cuti (Conditioning discharge). Keadaan pulang ini
dilakukan apabila kondisi klien baik dan tidak terdapat komplikasi. Klien
untuk sementara dirawat di rumah namun harus ada pengawasan dari pihak
rumah sakit atau puskesmas terdekat.
2. Pulang mutlak atau selamanya (absolute discharge). Cara ini merupakan
akhir dari hubungan klien dengan rumah sakit. Namun apabila klien perlu
dirawat kembali, maka prosedur perawatan dapat dilakukan kembali.

3. Pulang paksa (Judicial discharge). Kondisi ini klien diperbolehkan pulang


walaupun kondisi kesehatan tidak memungkinkan untuk pulang, tetapi klien
harus dipantau dengan melakukan kerja sama dengan perawat puskesmas
terdekat. Pada situasi ini, ada risiko komplikasi yang akan dialami oleh klien
karena meninggalkan rumah sakit sebelum waktunya. Klien harus
menandatangani sebuah format yang melepaskan dokter atau pihak rumah
sakit dari tanggung jawab hukum terhadap kesehatan klien (Potter & Perry,
2005).
2.1.8. Peran Perawat dalam Pelaksanaan Discharge Planning
Mengajar klien, keluarga, dan pemberi pelayanan lain merupakan
tanggung jawab yang penting bagi seluruh anggota tim kesehatan. Perawat
mempunyai tanggung jawab utama untuk memberi instruksi pada klien tentang
sifat masalah kesehatan, hal-hal yang harus dihindari, penggunaan obat-obatan di
rumah, jenis komplikasi yang harus diberitahukan pada dokter, dan sumber
bantuan yang tersedia (Potter & Perry, 2005).
Perawat memiliki peranan penting dalam pelaksanaan discharge planning
pada klien dan keluarganya karena kegiatan ini merupakan bagian dari proses
keperawatan yang komprehensif. Dalam menjalankan peran ini perawat bertugas
sebagai pelaksana pelayanan (home care resources) bekerja sama dengan tim
kesehatan lain, sebagai pendidik klien dan keluarga (teaching health), sebagai
konseling

mempersiapkan

psikologis

klien

dan

keluarga

(psychologist

preparation) (Kozier, 2004).


Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Morris, Winfield, dan Young
(2012) tentang persepsi perawat terhadap pelaksanaan discharge planning,
menyatakan bahwa 76% dari 461 perawat sepakat bahwa pelaksanaan discharge

planning adalah tanggung jawab perawat dan 79% setuju bahwa pelaksanaan
discharge planning harus dimulai saat klien mulai masuk ke ruang perawatan.
2.1.9. Prosedur Pelaksanaan Discharge Planning
Proses dicharge planning mencakup kebutuhan fisik pasien, psikologis,
sosial, budaya, dan ekonomi. Discharge planning keperawatan merupakan
komponen yang terkait dengan rentang keperawatan. Rentang keperawatan sering
pula disebut dengan perawatan berkelanjutan yang artinya perawatan yang
dibutuhkan oleh klien di mana pun klien berada. Kegagalan untuk memberikan
dan mendokumentasikan perencanaan pulang

beresiko terhadap

beratnya

penyakit, ancaman hidup, dan disfungsi fisik (Nursalam, 2009).


Perencanaan untuk pemulangan klien dimulai saat klien masuk ke fasilitas.
Rencana asuhan keperawatan diperbarui dan diselesaikan selama klien dirawat
inap. Saat pulang, masalah keperawatan dapat terselesaikan atau mengalami
kemajuan ke arah resolusi, dan rencana tindak lanjut dicatat (Rosdahl, 2014).
Semua pemberi pelayanan yang merawat klien dengan masalah kesehatan
spesifik harus berpartisipasi dalam perencanaan pulang. Pengembangan rencana
dengan hasil yang saling menguntungkan dan komunikasi secara terus menerus
tentang kemajuan rencana tersebut merupakan tindakan yang esensial. Semua
pemberi layanan harus bekerja sama untuk keberhasilan perencanaan pulang klien
(Potter & Perry, 2005).
Langkah-langkah prosedur pelaksanaan discharge planning sebagai
berikut (Potter & Perry, 2005) :
1. Sejak awal penerimaan klien, lakukan pengkajian tentang kebutuhan
pelayanan kesehatan untuk klien pulang, dengan menggunakan riwayat

keperawatan, rencana keperawatan, dan pengkajian kemampuan fisik dan


fungsi kognitif yang dilakukan secara terus menerus.
2. Mengkaji kebutuhan pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga yang
terkait dengan pelaksanaan terapi di rumah, hal-hal yang harus dihindari, dan
komplikasi yang mungkin terjadi.
3. Mengkaji faktor-faktor lingkungan di rumah bersama klien dan keluarga
tentang hal-hal yang dapat menganggu perawatan diri.
4. Berkolaborasi dengan dokter dan tim kesehatan lainnya untuk mengkaji
perlunya rujukan agar klien mendapat perwatan lanjutan baik di rumah atau di
temapt pelayanan yang lainnya.
5. Mengkaji penerimaan terhadap masalah kesehatan dan larangan yang
berhubungan dengan masalah kesehatan tersebut.
6. Konsultasi dengan anggota tim kesehatan lain tentang berbagai kebutuhan
klien setelah pulang.
7. Menetapkan diagnosa keperawatan dan rencana keperawatan. Melakukan
implementasi rencana perawatan dan evaluasi kemajuan kondisi klien terus
menerus.
Pada langkah awal dalam pelaksanaan discharge planning perawat, klien
dan keluarga apabila memungkinkan mendiskusikan hal-hal mengenai :
1. Kondisi klien dan perubahan yang mungkin terjadi.
2. Tanda dan gejala atau masalah berhubungan dengan penyakit klien yang
mungkin terjadi di rumah.
3. Rencana asuhan keperawatan klien dalam pemenuhan kebutuhan pasca rawat
dirumah, kebutuhan keluarga dan proses adaptasi.
4. Dampak dari pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap klien.

Skema 2.1 Alur Pelaksanaan Discharge Planning

Perawat PP dibantu PA

Penyelesaian
administrasi

Keterangan :
Tugas Perawat Primer
a. Membuat

Perawat PP dibantu PA

Keadaan klien
1. Klinis dan pemeriksaan
penunjang lain
2. Tingkat
ketergantungan
klien
Program Health
Education
- Kontrol
dan
obat/perawatan.
- Nutrisi
- Aktivitas
dan
Monitor
(sebagai
program
istirahat
service
safety)
-Perawatan
dirioleh :
Keluarga dan petugas

Lain-lain

perencanaan

pulang

(discharge planning).
b. Membuat leaflet.
c. Memberikan konseling.
d. Memberikan pendidikan kesehatan.
Sumber : Nursalam dan Efendi (2011).
2.2 Proses Keperawatan
Proses keperawatan adalah metode penyelesaian masalah dengan cara
memilih strategi asuhan keperawatan yang dilakukan melalui penerapan
pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, implementasi dan evaluasi
(Basford & Slevin, 2006).

2.3.1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien

(Budiono, 2015). Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari


pngumpulan, verifikasi, dan komunikasi data tentang klien (Potter & Perry, 2005).
Pengkajian discharge planning yang dikembangkan oleh Nursalam (2011)
mendeskripsikan tentang dengan siapa pasien tinggal, keinginan untuk tinggal
setelah pulang, pelayanan kesehatan yang digunakan sebelum dari rumah sakit,
transportasi yang digunakan saat pulang, antisipasi keuangan setelah pulang,
perawatan diri dan bantuan yang diperlukan setelah pulang.
Format pengkajian pun dikembangkan oleh CMS (2008) yang ditujukkan
kepada klien dan pengasuh. Format ini berfokus kepada hal-hal sebagai berikut
yaitu kemana klien pulang, siapa yang akan merawatnya, kondisi klien, masalah
yang dialami klien dan cara mengatasinya, pengatahuan tentang obat, penggunaan
bahan dan peralatan medis, kebutuhan sehari-hari, cara mengatasi penyakit, cara
mneghubungi dan meminta bantuan petugas kesehatan, kapan kunjungan untuk
kontrol, daftar obat-obatan, ringkasan status klien, nama-nama lembaga yang
dapat membantu klien, serta siapa yang menanggung biaya pengobatan klien.

2.3.2. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respons
individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan aktual ataupun potensial sebagai dasar pemilihan intervensi
keperawatan untuk mencapai hasil tempat perawat bertanggung jawab (Budiono,
2015). Diagnosa keperawatan didasarkan pada hasil pengkajian discharge
planning, dikembangkan utuk mengetahui kebutuhan klien dan keluarga.
Carpenito (2009) menyatakan bahwa yang termasuk standar discharge
planning adalah pengajaran yang dibutuhkan pada klien dengan kondisi medik

dan pembedahan tertentu.standar perawatan biasanya ditujukan pada dua diagnosa


yang berisi tentang: resiko ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik dan
resiko kelemahan manajemen pemeliharaan di rumah.

2.3.3 Perencanaan
Perencanaan keperawatan merupakan kategori perilaku keperawatan
dimana tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan
dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuab tersebut (Potter &
Perry, 2005).
Kelompok perawat berfokus kepada kebutuhan rencana pengajaran yang
baik untuk persiapan pulang klien, yang disingkat dengan METHOD yaitu :
a. Medication (obat). Klien sebaiknya mengetahui obat yang harus dilanjutkan
setelah pulang.
b. Environment (lingkungan). Lingkungan tempat klien akan pulang dari rumah
sakit sebaiknya aman. Klien juga sebaiknya memiliki fasilitas pelayanan
yang dibutuhkan untuk kelanjutan perawatannya.
c. Treatment (pengobatan). Perawat harus memastikan bahwa pengobatan dapat
terus berlanjut setelah klien pulang ke rumah.
d. Health Teaching (Pendidik Kesehatan). Klien yang akan pulang harus
diberikan pendidikan kesehatan tentang cara mempertahankan kesehatan,
termausk tanda dan gejala yang mengindikasikan kebutuhan perawatan
kesehatan tambahan.
e. Outpatient Referal. Klien seharusnya dapat mengenal pelayanan dari rumah
sakit atau agen komunitas lain yang dapat membantu meningkatkan
perawatan berkelanjutan.
f. Diet. Klien perlu tahu mengenai pembatasan pada dietnya dan klien
sebaiknya mampu memilih diet yang sesuai dengan dirinya.

2.3.4

Implementasi
Implementasi dalam discharge planning adalah pelaksanaan rencana

pengajaran referal. Seluruh pengajaran yang diberikan harus didokumentasikan


pada catatan perawatan dan resume pulang. Instruksi tertulis diberikan kepada
klien.
1. Pendidikan klien dalam discharge planning
Mengajar klien, keluarga, dan pemberi pelayanan lain merupakan
tanggung jawab yang penting bagi seluruh anggota tim kesehatan. Perawat
mempunyai tanggung jawab utama untuk memberi instruksi pada klien tentang
sifat masalah kesehatan, hal-hal yang harus dihindari, penggunaan obat-obatan di
rumah, jenis komplikasi yang harus diberitahukan pada dokter, dan sumber
bantuan yang tersedia (Potter & Perry, 2005). Klien yang masuk ke rumah sakit
untuk waktu kurang dari 23 jam harus menerima pendidikan atau diberikan
instruksi tentang masalah prioritas sebelum mereka pulang ke rumah masingmasing.
Menurut WHO (2005), prinsip dasar penyuluhan yang baik kepada klien
adalah :
a. Menjadwalkan pendidikan klien ketika klien sadar dan berminat
terhadap pembelajaran.
b. Memulai dengan bahan pembelajaran yang paling ingin klien ketahui
atau minati.
c. Memulai dengan informasi yang plaing sederhana atau mudah
dimengerti, kemudian baru memberikan informasi pada klien tentang
hal-hal yang lebih rumit atau komplek.
d. Menggunakan kata-kata atau bahasa yang jelas, umum, bukan katakata atau istilah medis.
e. Menghentikan penyuluhan apabila klien terlihat bingung dan tanyakan
apakah pasien dapat memahami.

f. Mengulangi informasi yang telah diberikan bila diperlukan, atau


katakan dalam kata-kata yang berbeda sampai klien memahami
penjelasan perawat.
g. Memberi kesempatan pada klien untuk berpendapat dan mengajukan
pertanyaan dan untuk menunjukkan informasi mana yang sudah
diketahui.
h. Meminta untuk melakukan demonstrasi ulang prosedur yang perlu
dilakukan klien.
i. Memberi kesempatan anggota keluarga untuk mengajukan pertanyaan
dan pastikan bahwa mereka memahami mengenai apa yang perlu
dilakukan.
j. Menggunakan media atau gambar dalam penyuluhan dan berikan
makalah sederhana atau leaflet dengan bahasa yang mudah dimengerti
dan dipahami oleh pasien.
k. Memberikan jawaban yang jelas untuk pertanyaan dan berikan
senyaman dan setenang mungkin, tanpa mengatakan bahwa ada yang
tidak benar.
2. Persiapan pemulangan klien
Menurut Potter & Perry (2005) persiapan yang dapat dilakukan perawat
sebelum hari kepulangan klien di antaranya :
1. Menganjurkan cara-cara untuk merubah pengaturan fisik di rumah sehinga
kebutuhan klien terpenuhi.
2. Memberikan informasi kepada klien dan keluarga tentang sumber-sumber
pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat.
3. Memberikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga segera setelah
klien di rawat di rumah sakit, klien mungkin dapat diberikan buku atau
pamflet.
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika klien meninggalkan rumah sakit
adalah (WHO, 2005) :

a. Menekankan informasi yang telah diberikan sebelumnya dan program dokter


untuk medikasi, tindakan atau peralatan khusus.
b. Menekankan perjanjian rujukan sehingga klien merasa jelas tentang hal-hal
yang perlu dilakukan.
c. Memastikan klien dan keluarga memahami ketebatasan klien, berapa lama
keterbatasan ini berlangsung, bagaimana mengindentifikasi tanda dan gejala
yang perlu diwaspadai dna tindakan untuk membantu proses pemulihan.
d. Memotivasi klien dan keluarga untuk kembali memeriksakan diri ke rumah
sakit jika kondisi klien tidak mengalami perkembangan ataupum menjadi
memburuk.
e. Memotivasi untuk kembali ke kehidupan dan perannya secara normal seperti
ketika sebelum saki, apabila sudah pulih dari penyakitnya.
Sedangkan pada hari kepulangan klien yang dapat dilakukan perawat di
antaranya (Rosdahl, 2014) :
1. Verifikasi program pemulangan.
2. Periksa program yang baru.
3. Periksa program untuk mengetahui obat-obatan yang dibawa pulang, terapi
khusus, atau perlengkapan khusus.
4. Periksa program untuk mengetahui prosedur, pemeriksaan laboratorium, atau
pemeriksaan foto ronsen di menit terakhir.
5. Pastikan individu memiliki tempat tujuan.
6. Koordinasikan transportasi jika perlu. Perawat mungkin perlu menelepon untuk
meminta pelayanan dari ambulans atau taksi. Pelayanan sosial mungkin
diperlukan untuk membantu.
7. Membantu klien dalam mennetukan pakaian yang tepat untuk digunakan.
8. Bantu klien untuk mengemas dan berpakaian untuk pulang.
9. Periksa kamar mandi dan meja di smaping tempat tidur untuk mencari barangbarang pribadi yang masih ada. Minta klien menandatangani lembar
kepemilikan, meverifikasi bahwa ia telah mengumpulkan semua barang
pribadinya. Periksa dan minta klien menandatangani catatan tentang
kepemilikan.

10. Sediakan alat pengangkut barang untuk memudahkan pengangkutan bendabenda milik klien ke pintu keluar.
11. Keluarkan setiap beda berharga dengan aman yang telah diperiksa dan
disimpen di ruang penyimpanan.
12. Periksa program dan instruksi pemulangan, program medikasi, dan jadwal
tindak lanjut dengan klien.
13. Jika klien meninggalkan fasilitas dengan membawa medikasi, berikan
informasi mengenai medikasi tersebut dan pastikan telah dimasukkan ke dalam
informasi pulang.
14. Minta klien untuk menandatangani format pulang dan pastikan klien mendapat
salinannya.
15. Beri tahu departemen yang terkait dan berwenang mengenai pemulangan klien.
16. Antarkan klien dari unit klinis ke pintu keluar. Gunakan kursi roda. Bantu klien
ke mobil atau kendaraan lainnya.
17. Tuliskan atau masukkan catatan pulang ke dalam catatan klien atau rekam
medik klien.

2.3.5

Evaluasi
Evaluasi sangat penting dalam proses discharge planning. Keberhasilan

program discharge planning tergantung pada enam variabel :


a. Derajat penyakit.
b. Hasil yang diharaokan dari perawatan.
c. Durasi perawatan yang dibutuhkan.
d. Jenis-jenis pelayanan yang diperlakukan.
e. Komplikasi tambahan.
f. Ketersediaan sumber-sumber untuk mencapai

2.3 Konsep Dasar Hospitalisasi pada Klien Anak


2.3.1 Pengertian Hospitalisasi

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang terjadi karena suatu alasan


terencana atau darurat yang mnegharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit
menjalani terapi dan perawatan samapi pemulangannya kembali ke rumah
(Supartini, 2004).
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan
dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena aak berusaha untuk
beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga
kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun
orang tua dan keluarga (Wong, 2000).
2.3.2 Dampak Hospitalisasi terhadap anak
Pada umumnya hospitalisasi dapat menimbulkan ketegangan dan
ketakutan serta dapat menimbulkan gangguan emosi atau tingkah laku yang
mempengaruhi kesembuhan dan perjalanan penyakit anak selama dirawat di
rumah sakit (Muscarf, 2005).
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di rumah sakit bagi anak dan keluarga
akan menimbulkan stres dan tidak aman. Stres yang dialami bergantung pada
persepsi anak dan keluarga terhadap kondisi penyakit dan pengobatannya.
2.3.3 Reaksi anak terhadap proses hospitalisasi
Menurut Supartini (2002) reaksi anak yang dirawat dirumah sakit sesuai
tahapn perkembangan adalah :
a. Masa Bayi (0-1 tahun)
Perpisahan dengan orang tua menjadi masalah utama yang berdampak
pada gangguan pembentukan rasa percaya diri dan kasih sayang. Reaksi yang
mucul pada anak usia ini adalah menangis, marah dan banyak melakukan
gerakan sebagai sikap stranger anxiety atau cemas.
b. Masa Toddler (2-3 tahun)

Anda mungkin juga menyukai