Anda di halaman 1dari 9

1

Fisiologi Tidur
Tidur merupakan suatu cara melepaskan faktor kelelahan jasmani dan mental.
Dengan tidur semua keluhan hilang atau berkurang dan akan kembali mendapatkan
tenaga serta semangat untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Semua makhluk
hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam siklus
24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai irama sirkadian.
Pusat kontrol irama sirkadian terletak pada bagian ventral anterior hypothalamus. Bagian
susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada substansia
ventrikulo retikularis medulo oblogata yang disebut sebagai pusat tidur. Bagian susunan
saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral
medulo oblogata disebut sebagai pusat penggugah atau aurosal state.
Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
A. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
B.
Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti
oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara
bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16- 20 jam/hari,
anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun
dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa.
Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:
A.
Tidur stadium Satu.
Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini didapatkan
kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola mata kekanan
dan kekiri. Fase ini hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan.
Gambaran EEG biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang
gelombang theta dengan amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya
gelombang sleep spindle dan kompleks K.
B.
Tidur stadium dua
Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih
berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri dari
gelombang theta simetris. Terlihat adanya gelombang sleep spindle, gelombang
verteks dan komplek K
C.
Tidur stadium tiga
Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat lebih
banyak gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak gelombang sleep
spindle.
D.
Tidur stadium empat
Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran EEG
didominasi oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep spindle.
Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit,
setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya
berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih insten dan panjang saat menjelang pagi
atau bangun.
Pola tidur REM ditandai adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang
sangat rendah, apabila dibangunkan hampir semua organ akan dapat menceritakan
mimpinya, denyut nadi bertambah dan pada laki-laki terjadi eraksi penis, tonus otot
menunjukkan relaksasi yang dalam. Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan

seseorang seperti periode neonatal bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total
tidur. Periode neonatal ini pada EEG-nya masuk ke fase REM tanpa melalui stadium
1 sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah sehingga persentasi total tidur REM
berkurang sampai 40% hal ini sesuai dengan kematangan sel-sel otak, kemudian
akan masuk keperiode awal tidur yang didahului oleh fase NREM kemudian fase
REM pada dewasa muda dengan distribusi fase tidur sebagai berikut:
a) NREM (75%) yaitu stadium 1: 5%; stadium 2 : 45%; stadium 3 : 12%;
stadium 4 : 13%
b) REM; 25 %.

DDX, Dx, Prognosis


A. GANGGUAN SUASANA PERASAAN/ GANGGUAN AFEKTIF
1. PENDAHULUAN
Suasana alam perasaan (mood) bervariasi, bisa normal, menurun ataupun
meningkat dan individu dapat mengkontrol suasana alam perasaannya. Bila terjadi
gangguan alam perasaan, individu kehilangan kontrol terhadap perasaannya tersebut
dan timbullah penderitaan. Penderita dengan mood yang meningkat menunjukkan
expansiveness, flight of ideas, penurunan tidur, peningkatan self esteem, serta ide-ide
kebesaran. Penderita dengan mood terdepresi kehilangan minat dan energi,
merasakan perasaan bersalah, sulit berkonsentrasi, kehilangan nafsu makan, serta
mempunyai ide-ide kematian bahkan bunuh diri. Gejala lain adalah perubahan dalam
tingkatan aktivitas, kemampuan kognitif, kemampuan bicara dan vegetatif.
Perubahan-perubahan tersebut hampir selalu menimbulkan gangguan dalam
hubungan interpersonal, sosial dan fungsi okupasi.
Epidemiologi. Prevalensi gangguan ini berkisar antara 2-25%.
Etiologi. Hingga saat ini belum diketahui etiologi yang pasti.
Manifestasi klinis dan kriteria diagnostik:
F30. EPISODE MANIK
Terutama ditandai dengan suasana perasaan/mood meningkat, ekspansif, dan
iritabel. Peningkatan mood biasanya eforik dan seringkali menular sehingga
menimbulkan penyangkalan sakit secara kontra-tranferensi dari dokter
berpengalaman. Sering pula ditandai dengan mood yang iritabel, terutama
bila rencana yang sangat ambisius menemui kegagalan. Seringkali
menunjukan perubahan mood yang menonjol dari eforik pada awal perjalanan
penyakitnya dan kemudian menjadi iritabel. Ditegakkan diagnosis Episode
Manik bila merupakan episode tunggal, bisa berupa:
1.F30.0, Hipomania:
Manifestasi klinis:
Peningkatan suasana perasaan ringan yang menetap sekurang-kurangnya
ebberapa hari berturut-turut dan menonjol. Individu mengalami peningkatan
energi dan aktivitas, biasanya perasaan sejahtera yang mencolok dan efisiensi
baik fisik maupun mental. Lebih sering bersifat pergaulan sosial yang bersifat
eforik, kadang-kadang mudah marah, terkesan sombong serta perilaku yang
tidak sopan dan mengesalkan. Tidak disertai halusinasi dan waham.
Konsentrasi dan perhatiannya mengalami hendaya.

Pedoman diagnostik:
Perubahan mood dan peningkatan aktivitas sekurangnya berlangsung beberapa
hari berturut-turut, dengan derajat intensitas lebih tinggi dari siklotimia tetapi
seberat atau menyeluruh seperti pada mania.
Kriteria diagnostik:
Peningkatan mood atau menjadi iritabel pada suatu tingkatan yang tidak dapat
disangkal dirasakan sebagai tidak normal dan dipertahankan sekurangnya 4
hari berturut-turut.
a. Setidaknya mendapatkan 3 dari tanda-tanda dibawah ini, yang secara
nyata memperngaruhi fungsi kehidupannya sehari-hari:
i. Peningkatan aktivitas atau agitasi.
ii. Peningkatan pembicaraan.
iii. Perhatian yang mudah teralih atau sulit berkonsentrasi.
iv. Pengurangan kebutuhan tidur.
v. Peningkatan energi seksual.
vi. Belanja sedikit berlebihan atau perilaku lain yang tidak bertanggung
jawab atau tidak hati-hati.
vii. Sosialisasi/pergaulan yang berlebihan.
b. Episode ini tidak memenuhi kriteria mania, gangguan afektif bipolar,
episode depresif, sklotimia atau anoreksia nervosa.
c. Petunjuk eksklusi yang sering digunakan: episode ini tidak disebabkan
oleh penggunaan zat psikoaktif atau gangguan mental organik.
2.F30.1, Mania tanpa gejala psikotik:
Manifestasi klinik:
Mood: meninggi, bervariasi antara keriangan (seolah bebas masalah)
sampai ekstasi yang tidak terkendali, tidak sesuai dengan keadaan individu.
Pada beberapa episode lebih banyak tampil sebagai rasa curiga dan mudah
tersinggung.
Energi meningkat: aktivitas berlebihan, percepatan dan banyak
bicara, kebutuhan tidur berkurang.
Perhatian: mudah teralih.
Harga diri: meningkat, pemikiran serba hebat (rencana tidak praktis
dan boros, bersifat cinta kasih, berkelakar dalam situasi yang tidak tepat),
optimis, dan dinyatakan dengan bebas.
Persepsi: mungkin terjadi gangguan.
Pedoman diagnosis:
Berlangsung sekurangnya 1 minggu, cukup berat sehingga mengganggu
seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial. Perubahan mood seharusnya disertai
energi yang meninggi dan beberapa gejala lain yang disebutkan di atas.
Kriteria diagnostik:
a. Mood harus secara dominan meningkat, meluas atau iritabel, dan
dinilai abnormal bagi orang lain. Perubahan mood harus menetap dan
dipertahankan selama setidaknya 1 minggu (nb: di skenario 2
minggu) (kecuali sangat berat dan memerlukan perawatan rumah sakit).

b. Setidaknya 3 gejala di bawah ini harus ada (4 bila hanya ada mood
yang iritabel), yang secara nyata mempengaruhi fungsi kehidupannya
sehari-hari:
i. Peningkatan aktivitas atau agitasi.
ii. Peningkatan pembicaraan.
iii. Lompat gagasan, atau individu secara subjektif merasakan
percepatan pikiran.
iv. Hilangnya batasan normal sosial, yang berakibat pada perilaku tidak
sesuai dalam lingkungannya.
v. Penurunan kebutuhan tidur.
vi. Peningkatan self-esteem atau rasa kebesaran.
vii. Perubahan terus menerus dari aktivitas atau rencana.
viii. Perilaku yang tidak bijaksana dan tidak hati-hati yang risikonya
tidak disadari penderita, seperti pemakaian uang berlebihan,
rencana-rencana besar yang tidak matang, berkendara secara tidak
hati-hati.
ix. Peningkatan energi seksual atau tidak hati-hati secara seksual.
c. Tidak terdapat halusinasi maupun delusi, walaupun dapat terjadi
gangguan persepsi speerti misalnya perasaan subjektif hiperakusis,
apresiasi terhadap warna yang dramatis.
d. Penunjuk eksklusi yang sering digunakan: episode ini tidak disebabkan
oleh penggunaan zat psikoaktif atau gangguan mental organik.
3.F30.2, Mania dengan gejala psikotik:
Manifestasi klinik:
Gambaran klinis lebih berat dari pada mania tanpa gejala psikotik. Iritabilitas
dan kecurigaan menjadi waham kejar, waham kebesaran, atau religius. Waham
dan halusinasi bisa serasi atau tidak serasi dengan suasana alam perasaan.
Peningkatan aktivitas dan eksitasi fisk yang hebat dan terus-menerus dapat
menjurus kepada agresi dan kekerasan, pengabaian keselamatan dan kesehatan
diri.
Kriteria diagnostik:
a. Episode yang memenuhi kriteria mania tanpa gejala psikotik, dengan
pengecualian pada kriteria c.
b. Episode ini tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk skizofrenia, atau
gangguan skizoafektif, tipe mania.
c. Terdapat halusinasi dan delusi yang tidak seperti pada skizofrenia (bersifat
sangat tidak mungkin, atau tidak sesuai dengan latar belakang kulturnya,
dan bukan halusinasi sebagai orang ketiga serta sedang dikomentari).
Paling sering bersifat kebesaran, terpusat pada dirinya sendiri, erotik atau
berisikan kecaman.
d. Petunjuk eksklusi yang sering digunakan: episode ini tidak disebabkan
oleh penggunaan zat psikoaktif atau gangguan mental organik.
4.F30.8, Episode manik lainnya
5.F30.9, Episode manik YTT
F31. GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR
Manifestasi klinis:

Ditandai dengan episode berulang sekurangnya dua, episode yang satu


menunjukkan peningkatan mood, energi dan aktivitas yang jelas terganggu
(mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan mood,
energi dan aktivitas (depresi) dengan masa remisi sempurna diantaranya.
Episode manik mulai dengan tiba-tiba, berlangsung antara 2 minggu
sampai 4-5 bulan (rata-rata 4 bulan).
Episode depresi berlangsung lebih lama, rata-rata 6 bulan.
Kedua episode sringkali didahului stresor, tetapi stresor tidak essensial
untuk penegakan diagnosis. Episode pertama bisa timbul pada usia kanak
sampai tua.
Masa remisi dan kekambuhan bervariasi, setelah usia pertengahan
cenderung makin pendek dan masa depresi makin lama.
1.F31.0, Gangguan Afektif Bipolar, Episode kini hipomanik:
Pedoman diagnostik pasti:
a. Episode sekarang harus memenuhi kriteria hipomania (F30.0), dan
b. Harus ada sekurangnya 1 episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif,
atau campuran) di masa lampau.
2.F31.1, Gangguan Afektif Bipolar, Episode kini manik tanpa gejala
psikotik:
Pedoman diagnostik pasti:
a. Episode sekarang harus memenuhi kriteria mania tanpa gejala psikotik
(F30.1), dan
b. Harus ada sekurangnya 1 episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif, atau campuran) di masa lampau.
3.F31.2, Gangguan Afektif Bipolar, Episode kini manik dengan gejala
psikotik:
Pedoman diagnostik pasti:
a. Episode sekarang harus memenuhi kriteria mania dengan gejala psikotik
(F30.2), waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak
serasi dengan mood, dan
b. Harus ada sekurangnya 1 episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif,
atau campuran) di masa lampau.
4.F31.3, Gangguan Afektif Bipolar, Episode kini depresi ringan atau sedang:
Pedoman diagnostik pasti:
a. Episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi ringan
(F32.0) atau sedang (F32.1), dan
b. Harus ada sekurangnya 1 episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif,
atau campuran) di masa lampau.
F31.30, tanpa gejala somatik
F31.31, dengan gejala somatik..
5.F31.4, Gangguan Afektif Bipolar, Episode kini depresi berat tanpa gejala
psikotik:
Pedoman diagnostik pasti:

a. Episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi berat


tanpa gejala psikotik (F32.2), dan
b. Harus ada sekurangnya 1 episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif,
atau campuran) di masa lampau.
6.F31.5, Gangguan Afektif Bipolar, Episode kini depresi berat dengan gejala
psikotik:
Pedoman diagnostik pasti:
a. Episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi berat
dengan gejala psikotik (F32.3), dan
b. Harus ada sekurangnya 1 episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif,
atau campuran) di masa lampau.
7. F31.6, Gangguan Afektif Bipolar, Episode kini campuran:
Manifestasi klinik:
Pernah sekurangnya mengalami sekurangnya 1 episode afektif manik,
hipomanik, atau campuran di masa lampau, sekarang sedang menunjukkan
gejala-gejala manik, hipomanik, dan depresif yang tercampur atau bergantian
dengan cepat.
Khas gangguan bipolar, tetapi:
a. Mood depresif:
- Selama beberapa hari atau beberapa minggu disertai aktivitas
berlebihan dan kegesitan bicara, atau mood yang manik dan
grandiositas disertai agitasi dan kehilangan energi/libido.
- Gejala depresif dan gejala mania/hipomania bergantian dengan cepat
dari hari ke hari atau dari jam ke jam.
b. Tiap episode sama-sama mencolok selama sekurangnya 2 minggu.
8.F31.7, Gangguan Afektif Bipolar, Kini dalam remisi:
Pedoman diagnostik:
Pernah mengalami sekurangnya satu episode afektif manik, hipomanik, atau
camouran di masa lampau, ditambah lagi 1 episode afektif manik, hipomanik,
depresif atau campuran, tetapi sekarang tidak menderita suatu gangguan
afektif yang nyata dan juga tidak menderitanya selama beberapa bulan
terakhir. Bisa saja sedang mendapat pengobatan untuk mengurangi risiko
timbulnya episode di masa mendatang.
9.F31.8, Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
10.F31.9, Gangguan Afektif Bipolar YTT
B. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan:
a. Indikasi pasti untuk perawatan di rumah sakit: prosedur diagnostik, risiko
bunuh diri dan pembunuhan, kemunduran yang parah dalam kemampuan
memenuhi kebutuhan makan dan perlindungan, memburuknya gejala secara
cepat, hilangnya sistem dukungan yang biasa didapatnya.
b. Indikasi rawat jalan:
Gejala depresi ringan atau hipomania, dengan syarat tidak terjadi gangguan
penialaian yang parah, penurunan berat badan, dan insomnia berat.

2. Terapi Psikososial
a. Terapi kognitif.
b. Terapi interpersonal.
c. Terapi perilaku.
d. Terapi berorientasi-psikoanalitik.
e. Terapi keluarga.
3. Farmakoterapi
a. Depresi mayor: Farmakoterapi merupakan terapi pilihan untuk depresi
mayor: golongan trisiklik, golongan SSRI (fluoxetine, paroxetine,
sertraline, bupoprion, venlafaxine, nefazodone, mitrazepine; Alternatif lain:
ECT.
b. Gangguan bipolar 1: litium, anti konvulsan (valproate dan carbamazepine).
c. Gangguan bipolar 2: harus diberikan hati-hati, pemberian antidepresan pada
periode depresi bisa mencetuskan timbulnya episode manik. Pemberian
litium dan antikonvulsan masih dalam penyelidikan, namun demikian
dalam percobaan pemberian obat-obatan tersebut masih menjanjikan,
terutama bila pemberiana antidepresan saja tidak memberikan hasil yang
baik.
(Elvira, 2010)
4. PROGNOSIS

Rata-rata durasi episode mania adalah sekitar 2 bulan. Dengan 95% sembuh
sempurna. Dhingra & Rabins (1991) mengamati pasien usia lanjur dengan mania
selama 5 - 7 tahun dan menemukan 34% pasien meninggal. Selama pengamatan, 32%
pasien mengalami penurunan fungsi kognitif yang diukur dengan Mini Mental State
Examination dengan skor kurang dari 24. 72% pasien mengalami bebas dari gejala
dan 80% dapat hidup independent.

Hub. RPD dengan keluhan


Episode manik tanpa gejala psikosis yang dialami pasien dalam skenario diperkuat karena
tidak ditemukan adanya waham, halusinasi, inkoherensi dan katatonia yang merupakan
gejala-gejala psikosis. Waham sendiri merupakan keyakinan menetap yang tidak sesuai
dengan kenyataan dan selalu dipertahankan. Halusinasi merupakan persepsi pancaindera
tanpa sumber rangsangan sensorik eksternal. Inkoherensi merupakan pembicaraan atau
tulisan yang tidak dapat dimengerti dan bukan karena kelainan organik. Sedangkan katatonia,
yaitu gangguan psikomotor tanpa kelainan organik. Dan semua itu tidak didapatkan dari
gejala-gejala pada pasien di skenario.
Pasien digolongkan ke dalam gangguan afektif bipolar episode manik tanpa gejala
psikotik karena dari hasil alloanamnesis mengatakan bahwa pasien pernah mengalami
gangguan serupa kurang lebih 3 tahun yang lalu. Hal ini menunjukkan bahwa pasien
pernah mengalami episode manik sebelumnya dan hal ini terulang kembali sekarang. Yang
menjadi ciri khas dari gangguan afektif bipolar, yaitu terdapat fase sembuh diantara kedua
gangguan afektif (minimal 2 fase) tersebut. Keadaan ini sesuai dengan skenario dimana

diantara gangguan afektif berupa manik terdapat fase sembuhnya atau tidak menimbulkan
gejala, yaitu dari 3 tahun lalu sampai beberapa hari terakhir belakangan ini.

Etiologi
Virus-Genetik
Hingga saat ini, etiologi dan patofisiologi gangguan bipolar masih belum dapat
dijelaskan. Virus pun sempat dituding sebagai biang kerok. Serangan virus pada otak
berlangsung pada masa janin dalam kandungan atau tahun pertama sesudah kelahiran.
Namun, gangguan bipolar bermanifestasi 15-20 tahun kemudian. Telatnya manifestasi itu
timbul karena diduga pada usia 15 tahun kelenjar timus dan pineal yang memproduksi
hormon yang mampu mencegah gangguan psikiatrik sudah berkurang 50%.
Akhir-akhir ini, penelitian mengarah pada keterlibatan genetik. Pemikiran tersebut
muncul berawal dari ditemukannya 50% penderita bipolar yang memiliki riwayat penyakit
yang sama dalam keluarga. Keturunan pertama dari seseorang yang menderita gangguan
bipolar berisiko menderita gangguan serupa sebesar 7 kali. Bahkan risiko pada anak
kembar sangat tinggi terutama pada kembar monozigot (40-80%), sedangkan kembar
dizigot lebih rendah, yakni 10-20%. Pola penurunan tersebut tidak mengikuti hukum Mendel.
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan
kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom
tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16,
12q23-q24, 18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari studi kromosom
ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21) berisiko rendah menderita gangguan
bipolar.
Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar, peneliti
mulai menduga adanya hubungan neurotransmiter dengan gangguan bipolar.
Neurotransmiter tersebut adalah dopamine, serotonin, dan noradrenalin. Kandidat gen
yang berhubungan dengan neurotransmiter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang
mengkode monoamine oksidase A (MAOA), tirosin hidroksilase, catechol-Ometiltransferase (COMT), dan serotonin transporter (5HTT).
Tak berhenti sampai disitu, peneliti juga mempunyai tersangka baru yaitu gen yang
mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF adalah neurotropin yang
berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis dan perlindungan neuron otak.
BDNF diduga ikut terlibat dalam mood. Gen yang mengatur BDNF terletak pada
kromosom 11p13. Terdapat 3 penelitian yang mencari tahu hubungan antara BDNF dengan
gangguan bipolar. Dan hasilnya, positif.

Pmx lanjutan yang dibutuhkan


Kelainan Otak
Terdapat perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar.
Melalui
pencitraan magnetic
resonance
imaging (MRI)
dan positron-emission
tomography (PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang
pada korteks prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen
Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada amygdala dan hipokampus.
Korteks prefrontal, amygdala dan hipokampus merupakan bagian dari otak yang terlibat
dalam respon emosi (mood dan afek).
Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak
penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang

membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila
jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak
berjalan lancar.
Positron Emission Tomography (PET)
PET adalah metode visualisasi metabolisme tubuh menggunakan radioisotop
pemancar positron. Oleh karena itu, citra (image) yang diperoleh adalah citra yang
menggambarkan fungsi organ tubuh. Fungsi utama PET adalah mengetahui kejadian
di tingkat sel yang tidak didapatkan dengan alat pencitraan konvensional lainnya.
Kelainan fungsi atau metabolisme di dalam tubuh dapat diketahui dengan metode
pencitraan (imaging) ini. Hal ini berbeda dengan metode visualisasi tubuh yang lain
seperti foto rontgen, computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI)
dan single photon emission computerized tomography (SPECT).
CT Scan dan MRI hanya mampu mendeteksi kanker terbatas pada aspek
anatomi tubuh. Misalnya, CT Scan dan MRI hanya mampu mendekteksi kanker di
payudara, kepala, hati, dan sejumlah titik tubuh lainnya. Sedangkan mekanisme kerja
organ tubuh yang disebut metabolisme tubuh tidak dapat dipantau oleh CT Scan atau
MRI. Sedangkan pada PET-Scan, aspek anatomi dan metabolik sekaligus masuk
radar deteksi.

Anda mungkin juga menyukai