Anda di halaman 1dari 4

Antara Pemimpin Non-Muslim Yang Jujur Atau Muslim Yang

Korup
Oleh : Ahmad Muslim Haqiqi / EI1 / UNIDA Kampus Gontor
Dewasa ini kita selalu dihadapkan dengan berbagai pilihan
dan permasalahan yang sulit untuk dijawab, khususnya di negara
yang mayoritas penduduknya adalah muslim ini. Salah satunya ialah
suatu pilihan atas pemimpin. Yang manakah yang harus kita pilih?
Seorang Muslim yang korup atau Non-Muslim yang jujur?
Hal ini telah dijelaskan oleh Allah SWT. dalam surat Ali Imran
ayat 28, yang berbunyi sebagai berikut.


Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir
menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin.
Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari
pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari
sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan
kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah
kembali (mu). (QS:ali imran [3] : 28)
Ayat di atas menunjukkan bahwasanya Allah melarang kita
untuk memilih pemimpin dari golongan non-muslim. Karena secara
logika,
manusia
pada
umumnya
akan
berusaha
untuk
mementingkan dan menguntungkan golongan (kelompok) mereka
meskipun harus merugikan golongan lain. Seperti dijelaskan oleh
Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 120.


:


Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada
kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. (QS AlBaqarah [2]: 120)

Sebagai contoh di Daerah Keistimewaan Ibu Kota Jakarta, di


mana para warga harus terpaksa menerima Basuki Tjahaja
Kusuma (Ahok.Red) sebagai Gubernur mereka menggantikan
Gubernur sebelumnya yang kini menjadi orang nomor satu di
Indonesia ini. Sayangnya Gubernur baru tersebut bukanlah seorang
Muslim, melainkan seorang keturunan Cina.
Beliau telah mengeluarkan suatu peraturan yang sangat
menyakiti hati setiap Muslim di nusantara, yaitu larangan
penyembelihan hewan kurban di sekolah, lapangan, perkampungan,
dan di tempat-tempat umum lainnya dan memusatkannya di rumah
penyembelihan hewan yang disiapkan pemerintah di beberapa

daerah. Hal ini sangat merugikan dan memojokkan umat Islam di


Jakarta, mengingat pensyariatan ibadah qurban yang seharusnya
dilakukan di tempat terbuka seperti lapangan luas dengan tujuan
agar setiap muslim menyaksikan prosesi ini. Alasannya, karena
ditakutkan penyebaran virus dan penyakit oleh binatang yang mati.
Namun faktanya, selama empat belas abad ibadah ini dilaksanakan
belum ada berita tentang penyakit yang menyebar ini. Tentu ini
merupakan sebuah konspirasi.
Ditambah adanya kabar pelegalan prostitusi di daerah
tersebut,
dengan
alasan
perbaikan
ekonomi
masyarakat,
peningkatan keuangan daerah, pengurangan angka pengangguran
dan lain lain. Coba kita bayangkan, dengan adanya hal ini maka
semakin lama semakin banyak gadis belia yang kehilangan
keperawanannya, juga para putra harapan bangsa yang kehilangan
keperjakaannya untuk alasan duniawi. Semakin lama semakin
hancur pula mental, moral dan akhlaq bangsa kita ini. Lalu di mana
identitas bangsa kita yang menjadi ikon ASEAN ini?
Dari Tolikara kita telah mendengar berita menyakitkan, yaitu
penyerangan kaum Muslim yang tengah melaksanakan ibadah
sholat Idul Fitri dengan membakar masjid tersebut. sayangnya
penyerangan tersebut justru di back-up oleh para pejabat wilayah
tersebut.
Pada Senin 13 Juli ditemukan selembar surat oleh anggota
intel Polres, Bripka Kasrim yang tengah berada di Pos Maleo. Surat
tersebut berasal dari Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) Badan Pekerja
Wilayah Toli dengan nomor surat 90/SP/GIDI-WT/VII/2015 yang
ditandatangani oleh Ketua Wilayah Toli, Pdt Nayus Wenda, S.Th dan
Sekretaris, Pdt Marthen Jingga S.Th, MA dengan tembusan Polres
Tolikara. Isi dari surat tersebut sebagai berikut :
a. Acara membuka lebaran pada tanggal 17 Juli 2015
kami tidak mengijinkan dilakukan di wilayah
Kabupaten Tolikara.
b. Boleh merayakan hari raya di luar Kabupaten Tolikara
(Wamena) atau Jayapura
c. Dilarang kaum Muslimat memakai Jilbab.
Lantas manakah yang harus kita pilih?
Dalam Ilmu Ushul Fiqh kita telah mempelajari satu kaidah yang
sangat penting, yaitu ( ) atau apabila kita
dihadapkan dengan dua pilihan yang keduanya membawa bahaya
atau kerugian maka diperbolehkan mengambil resiko yang lebih
ringan. Mari kita aplikasikan ke dalam permasalahan ini, manakah
yang harus kita pilih? Pemimpin Muslim yang korup atau Kafir yang
jujur? Di antara beberapa pilihan, pasti ada Muslim yang lebih baik
untuk dipilih. Mengapa demikian?

Pertama, kita tidak boleh memilih pemimpin dari orang kafir.


Kedua, Umat beragama akan lebih mudah menjalani kehidupan
mereka masing-masing tanpa gangguan orang Islam (dan ini adalah
ajaran Islam). Ketiga, pemimpin kafir tidak hanya akan merusak
sistem dan nilai keagamaan, juga akan merembet ke permasalahan
lainnya.
Dalam catatan sejarah, tidak pernah sekalipun pemimpin
Muslim menindas kaum non-muslim. Seperti kita lihat pada zaman
Rasulullah SAW. beserta para sahabat. Umat Muslim dan Nasrani
hidup damai kala itu di kota Yatsrib (Madinah sekarang).
Pada masa perang salib, ketika Yarussalem berada di tangan
Islam semua hidup damai antara umat Muslim, Yahudi dan Nasrani.
Namun ketika jatuh ke tangan Templar, umat islam kala itu dibantai
dengan keji dan dipaksa untuk murtad. Tapi setelah sultan
Shalahuddin Al-Ayyubie merebut kembali kota tersebut, tentara
Islam tidak sedikitpun menyakiti kaum Nasrani bahkan justru
mengawal dan menjamin keamanan mereka sampai kembali ke
Eropa.
Di
Indonesia,
KH
Abdurrahman
Wachid
(Gus
Dur)
menyelamatkan (membebaskan) para pemeluk Tionghoa yang kala
itu sedang dilanda arus diskriminatif. Beliau juga melegalkan agama
mereka di negeri kita ini, Indonesia yang bukan absolut negara
Islam. Namun hanya mayoritas Muslim. Inilah toleransi beragama
yang diajarkan Rasulullah SAW. dalam agama Islam.
Kezaliman yang dilakukan oleh pemimpin muslim misalnya
dengan korupsi, itu adalah kesalahannya. Ia akan dimintai
pertanggung jawaban di sisi Allah atas tindakannya. Namun agama
kita pasti akan lebih selamat dan orang muslim pun akan peduli
pada sesama saudaranya. Beda halnya dengan non muslim. Muslim
yang bermaksiat masih lebih mending, berbeda dengan non muslim
yang diancam akan kekal di neraka.
Materi yang terkuras mungkin akan tergantikan dalam
beberapa saat. Namun Iman, akhlaq, moral, dan mental yang rusak
akan sulit diperbaiki. Bahkan justru akan merembet ke berbagai
permasalahan lain yang lebih buruk. Manakah resiko yang lebih
besar?
Marilah kita sebagai kaum Muslim menelaah realita yang ada
di depan mata. Bagaimana jadinya nanti ketika Indonesia ini
dikendalikan oleh orang Kafir? Mari kita menimbang pilihan-pilihan
yang ada sebelum hal yang lebih buruk terjadi.

Apabila suatu perkara dibebankan bukan pada


ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya

Anda mungkin juga menyukai