Anda di halaman 1dari 120

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION


TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PASIEN DIABETES
MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
RADEN MATTAHER JAMBI

TESIS

OLEH
Mashudi
NPM. 0906594425

PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, JULI 2011

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION


TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PASIEN DIABETES
MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
RADEN MATTAHER JAMBI
TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Magister Keperawatan

OLEH
Mashudi
NPM. 0906594425

PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, JULI 2011

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

ii
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

iii
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat,
nikmat, serta karunia-Nya laporan hasil tesis yang berjudul Pengaruh
Progressive Muscle Relaxation (PMR) Terhadap Kadar Glukosa Darah Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher
Jambi ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya. Laporan tesis ini penulis
susun berdasarkan beberapa literatur berupa kritisi terhadap tesis dan antitesis dari
riset-riset terkait, beberapa teks book, dan materi lain yang penulis akses dari
internet.
Laporan tesis ini dapat penulis selesaikan atas bimbingan, arahan, dukungan, dan
saran-saran dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimaksih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1.

Krisna Yetti, SKp., M.App.Sc., selaku pembimbing I yang dengan tulus


ikhlas dan penuh kesabaran meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan, arahan, dan dukungan.

2.

Dr. Luknis Sabri, M.Kes., selaku pembimbing II yang dengan tulus ikhlas dan
penuh kesabaran memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan.

3.

Direktur RSUD Raden Mattaher Jambi, Kepala Bidang Pendidikan dan


Latihan beserta staf, kepala ruangan dan seluruh perawat pelaksana yang telah
memberikan ijin, bantuan dan informasi dalam penelitian ini.

4.

Terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua,
isteri tercinta Restu Yulvikasari dan anak-anak (M. Zayyan dan M. Tsaqif)
dengan segala pengorbanannya yang telah memberikan dukungan moril, doa
dan cinta kasih yang tiada putus kepada peneliti.

5.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada bapak Zaenal Arifin dan bapak
Sukarmin selaku teman yang banyak membantu penulis dalam penyusunan
dan penyelesaian tesis ini.

6.

Teman-teman mahasiswa angkatan 2009, khususnya Keperawatan Medikal


Bedah yang telah berjuang dan saling memberikan dukungan untuk
kelancaran proses pendidikan.
iv

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia

7.

Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyelesaian tesis ini.

Semoga amal ibadah yang telah diberikan mendapatkan ridho Allah SWT. Penulis
menyadari tesis ini masih banyak kekurangannya, untuk itu penulis dengan lapang
hati menerima masukan dan saran-saran yang konstruktif untuk perbaikan dimasa
yang akan datang.

Depok, Juli 2011

Penulis

iv

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia

PROGRAM PASCA SARJANA


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA

Tesis, Juli 2011


Mashudi

Pengaruh Progressive Muscle Relaxation (PMR) Terhadap Kadar Glukosa


Darah Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Raden
Mattaher Jambi
xi + 77 halaman + 14 tabel + 5 skema + 6 grafik + 11 lampiran
Abstrak
PMR adalah suatu prosedur untuk mendapatkan relaksasi pada otot melalui
pemberian tegangan pada suatu kelompok otot dan menghentikan tegangan
tersebut kemudian memusatkan perhatian untuk mendapatkan sensasi rileks.
Tujuan penelitian ini adalah teridentifikasikannya pengaruh progressive muscle
relaxation(PMR) terhadap penurunan kadar glukosa darah (KGD) pada pasien
diabetes melitus tipe 2 (DMT2) di RSUD Raden Mattaher Jambi. Penelitian ini
menggunakan desain kuasi eksperimen dengan pre and post with control group,
masing-masing kelompok terdiri dari 15 orang responden. Data dianalisis secara
univariat dan bivariat. Hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh PMR secara
signifikan dalam menurunkan KGD pasien DMT2 di RSUD Raden Mattaher
Jambi. Sedangkan variabel umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, dan lama
menderita DMT2 tidak mempunyai hubungan dengan rata-rata penurunan kadar
glukosa darah setelah intervensi. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi
perawat untuk menjadikan PMR sebagai salah satu intervensi keperawatan
mandiri dan memasukkan PMR dalam protap penatalaksanaan pasien DMT2.
Kata kunci : PMR, kadar glukosa darah, pasien DMT2
Daftar Pustaka : 65 (2000-2010)

vi

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia

POST GRADUATE PROGRAM


MEDICAL-SURGICAL NURSING
FACULTY OF NURSING UNIVERSITY OF INDONESIA
Thesis, July 2011
Mashudi
Effect of Progressive Muscle Relaxation (PMR) in Decreasing Blood Glucose
Levels of Type 2 Diabetes Mellitus Patients In Raden Mattaher District
Hospital Jambi
xi + 77 pages + 14 tables + 5 schemes + 6 graph + 11 appendices

Abstract
PMR was procedure to muscle relaxation, through stretching and relaxing the
muscles followed by focus attention to create relaxation effect. The aim of this
study was to identivy the effect of progressive muscle relaxation to decrease blood
glucose levels in patients with type 2 diabetes mellitus in Raden Mattaher
Hospital Jambi. The study used quasi-experimental with pre and post control
group, each group consisted of 15 respondents. Data was analyzed by univariate
and bivariate test. The results showed that there was a significant effect of PMR in
lowering blood glucose levels of DMT2 patients in Raden Mattaher Hospital
Jambi. The variables of age, sex, comorbidities, and long-suffering DMT2 did not
have a significant relationship with an average of blood glucose levels after
providing intervention. The results could be an input for nurses to develop the
PMR as an independent nursing intervention as a part of nurse management
standard for DMT2 patients.

Key words: PMR, blood glucose levels, DMT2 patients


References : 65 (2000-2010)

vii

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia

DAFTAR ISI
Hal
Halaman Judul
Halaman Pernyataan Orisinalitas
Halaman Pengesahan
Kata Pengantar
Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk
Kepentingan Akademis
Abstrak
Abstract
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Skema
Daftar Grafik
Daftar Lampiran
BAB 1

BAB 2

vi
vii
viii
ix
x
xi
xii

: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...............................................................
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................
1.3 Tujuan ............................................................................
1.4 Manfaat ..........................................................................

1
5
6
7

: TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Glukosa Darah ................................................................
2.2 Diabetes Melitus Tipe 2 .................................................
2.2.1
Definisi .............................................................
2.2.2
Etiologi .............................................................
2.2.3
Faktor risiko .....................................................
2.2.4
Patofisiologi .....................................................
2.2.5
Manifestasi Klinik ............................................
2.2.6
Diagnosis ..........................................................
2.2.7
Penatalaksanaan ...............................................
2.2.8
Komplikasi .......................................................

8
9
9
9
9
11
13
13
13
17

2.3
2.4

2.5
2.6
BAB 3

i
ii
iii
iv
v

Stres Dan Diabetes Melitus ...........................................


Progressive Muscle Relaxation
2.4.1
Definisi .............................................................
2.4.2
Indikasi .............................................................
2.4.3
Manfaat ............................................................
2.4.4
Kontraindikasi ..................................................
2.4.4. Prosedur ...........................................................
Peran Perawat .................................................................
Kerangka Teori ..............................................................

: KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI


OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep ...........................................................
viii

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

19
22
22
23
23
24
27
28

30

Universitas Indonesia

3.2
3.3
BAB 4

BAB 5

BAB 6

BAB 7

Hipotesis ......................................................................... 31
Definisi Operasional ....................................................... 32

: METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian ............................................................
4.2 Populasi Dan Sampel .....................................................
4.2.1
Populasi ............................................................
4.2.2
Sampel .............................................................
4.3 Waktu Dan Tempat Penelitian
4.3.1
Waktu penelitian ..............................................
4.3.2
Tempat penelitian .............................................
4.4 Etika Penelitian ..............................................................
4.4.1
Prinsip etik .......................................................
4.4.2
Informed Consent .............................................
4.5 Alat Dan Prosedur Pengumpulan Data
4.5.1
Alat pengumpul data ........................................
4.5.2
Prosedur pengumpulan data .............................
4.6 Pengolahan Dan Analisa Data
4.6.1
Pengolahan data ...............................................
4.6.2
Analisa data ......................................................

33
34
34
34
36
36
37
37
38
38
39
43
43

: HASIL PENELITIAN
5.1 Analisis Univariat ..........................................................
5.2 Analisis Bivariat ............................................................

46
50

: PEMBAHASAN
6.1 Interpretasi dan diskusi hasil penelitian .........................
6.2 Keterbatasan penelitian ..................................................
6.3 Implikasi dan tindak lanjut hasil penelitian ...................

66
74
74

: KESIMPULAN DAN SARAN


7.1 Kesimpulan ....................................................................
7.2 Saran ..............................................................................

76
76

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

viii

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL
Hal
1. Tabel 2.1 Daftar konversi A1c dalam rata-rata glukosa darah

16

2. Tabel 3.1 Definisi Operasional

32

3. Tabel 4.1 Rencana jadwal penelitian dalam minggu

36

4. Tabel 4.2 Rencana uji kesetaraan variabel confounding

44

5. Tabel 4.3 Rencana analisis bivariat uji beda mean antara 2


kelompok data variabel dependen

44

6. Tabel 5.1 Hasil analisis umur responden di RSUD Raden Mattaher


Jambi April-Mei 2011

46

7. Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin,


penyakit penyerta, dan lama menderita DMT2 di RSUD Raden
Mattaher Jambi April-Mei 2011

47

8. Tabel 5.3 Hasil analisis kadar glukosa darah sebelum dan setelah
dilakukan PMR di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011

48

9. Tabel 5.4 Hasil analisis uji normalitas data KGD sebelum dan
setelah intervensi PMR pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011

51

10. Tabel 5.5 Hasil analisis uji homogenitas responden berdasarkan


umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, dan lama menderita
DMT2 antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol di
RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011

54

11. Tabel 5.6 Hasil analisis uji homogenitas data kadar glukosa darah
pasien DMT2 sebelum PMR antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei
2011

55

12. Tabel 5.7 Hasil analisis perbedaan kadar glukosa darah pasien
DMT2 sebelum dan setelah intervensi PMR pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol di RSUD Raden Mattaher Jambi
April-Mei 2011

57

13. Tabel 5.8 Hasil analisis selisih rata-rata kadar glukosa darah
pasien DMT2 setelah intervensi PMR antara kelompok intervensi
dan kelompok kontrol di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei
2011

63

ix

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia

14. Tabel 5.9 Hasil analisis umur, jenis kelamin, penyakit penyerta,
dan lama menderita DMT2 dengan selisih kadar glukosa darah jam
06.00, 11.00, dan 16.00 di RSUD Raden Mattaher Jambi AprilMei 2011

ix

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

64

Universitas Indonesia

DAFTAR SKEMA
Hal
1.

Skema 2.1 Kelainan dasar DM Tipe 2

12

2.

Skema 2.2 Etiologi terjadinya DM Tipe 2

12

3.

Skema 2.3 Kerangka teori penelitian

29

4.

Skema 3.1 Kerangka konsep penelitian

31

5.

Skema 4.1 Desain penelitian

33

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia

DAFTAR GRAFIK
Hal
1. Grafik 5.1A Perubahan KGD Jam 06.00 masing-masing responden
sebelum dan setelah intervensi PMR pada kelompok intervensi di
RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011

60

2. Grafik 5.1B Perubahan KGD Jam 06.00 masing-masing responden


sebelum dan setelah intervensi PMR pada kelompok kontrol di
RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011

60

3. Grafik 5.2A Perubahan KGD Jam 11.00 masing-masing responden


sebelum dan setelah intervensi PMR pada kelompok intervensi di
RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011

61

4. Grafik 5.2B Perubahan KGD Jam 11.00 masing-masing responden


sebelum dan setelah intervensi PMR pada kelompok kontrol di
RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011

61

5. Grafik 5.3A Perubahan KGD Jam 16.00 masing-masing responden


sebelum dan setelah intervensi PMR pada kelompok intervensi di
RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011

62

6. Grafik 5.3B Perubahan KGD Jam 16.00 masing-masing responden


sebelum dan setelah intervensi PMR pada kelompok kontrol di
RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011

62

xi

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

: Penjelsasn penelitian

Lampiran 2

: Lembar persetujuan

Lampiran 3

: Data karakteristik responden

Lampiran 4

: Lembar observasi pelaksanaan PMR dan hasil pengukuran KGD

Lampiran 5

: Prosedur tetap pelaksanaan pengukuran KGD

Lampiran 6

: Langkah-langkah Progressive Muscle Relaxation

Lampiran 7

: Petunjuk pelaksanaan penelitian

Lampiran 8

: Keterangan lolos kaji etik

Lampiran 9

: Surat permohonan ijin penelitian

Lampiran 10

: Surat keterangan telah melaksanakan penelitian

Lampitan 11

: Daftar riwayat hidup

xii

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Glukosa merupakan bentuk karbohidrat yang paling sederhana yang diabsorpsi ke
dalam cairan darah melalui sistem pencernaan. Konsentrasi glukosa darah sangat
penting dipertahankan pada kadar yang cukup tinggi dan stabil sekitar 70-120
mg/dl untuk mempertahankan fungsi otak dan suplai jaringan secara optimal.
Kadar glukosa darah juga perlu dijaga agar tidak meningkat terlalu tinggi
(hiperglikemia) mengingat glukosa juga berpengaruh terhadap tekanan osmotik
cairan ekstra seluler (Robbin, et al, 2007; Ignatavicius & Walkman, 2006).
Hiperglikemia adalah kondisi dimana kadar glukosa darah puasa lebih dari 126
mg/dl atau glukosa darah 2 jam setelah makan lebih dari 200 mg/dl (Soegondo,
2009). Hiperglikemia terjadi karena adanya gangguan sekresi insulin (defisiensi
insulin) dan rendahnya respon tubuh terhadap insulin (resistensi insulin) (Manaf
dalam Sudoyo, et al, 2006). Hiperglikemia dapat menyebabkan dehidrasi seluler,
keluarnya glukosa dalam urin yang menyebabkan diuresis osmotik oleh ginjal.
Kondisi ini menyebabkan manifestasi poliuri (pengeluaran urin secara
berlebihan), polidipsi (minum berlebihan), dan polifagi yang disebabkan oleh
kegagalan metabolisme glukosa oleh tubuh yang menyebabkan penurunan berat
badan dan kecendrungan makan secara berlebihan. Manifestasi ini merupakan
gejala khas diabetes melitus (Soegondo, 2009).
Diabetes

Melitus

(DM)

adalah

kelompok

penyakit

metabolik

yang

dikarakteristikkan oleh tingginya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia)


karena kelainan sekresi insulin, kelainan kerja insulin, atau kombinasi keduanya
(Robbins, et al, 2007; Smeltzer & Bare, 2008; American Diabetes Association
(ADA), 2010). DM mempunyai dua tipe utama, yaitu DM tipe 1 (DMT1)
tergantung insulin (Insulin Dependent Diabates Mellitus/ IDDM), dan DM tipe 2
(DMT2) tidak tergantung insulin (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus/
NIDDM) (Ignatavicius & Walkman, 2006; Gustaviani dalam Sudoyo, et al, 2006).
1

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia

2
Kurang lebih 5-10% pasien diabetes menderita DMT1, selebihnya sekitar 90-95%
pasien diabetes menderita DMT2 (Smeltzer & Bare, 2002).
Di Indonesia pasien DMT2 meliputi 90% dari semua populasi diabetes (Suyono
dalam Soegondo, et al, 2009). DMT2 ini dikarakteristikkan oleh adanya
hiperglikemia, resistensi insulin, dan adanya penglepasan glukosa hati yang
berlebihan (Ilyas, 2009). Jumlahnya diperkirakan akan terus bertambah karena
perubahan gaya hidup (Suyono dalam Soegondo, et al, 2009).
Diabetes melitus menjadi masalah kesehatan yang serius, baik di negara maju
maupun di negara berkembang seperti di Indonesia karena insidensinya yang terus
meningkat (Suyono dalam Soegondo, 2009). Hal ini dapat dilihat dari angka
prevalensi yang dirilis oleh International Diabetes Federation (IDF) tahun 2006
(Suyono, 2009). Angka prevalensi Amerika Serikat 8,3%, dan Cina 3,9%. Angka
prevalensi Indonesia menurut penelitian Litbang Depkes 2008 adalah 5,7%,
meningkat 1,1% dari 4,6% tahun 2000 (Suyono dalam Soegondo, 2009).
Badan kesehatan dunia (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000
jumlah penderita diabetes di atas 20 tahun berjumlah 150 juta orang, dan dalam
kurun waktu 25 tahun kemudian pada tahun 2025 jumlah itu akan meningkat
menjadi 300 juta orang (Suyono dalam Sudoyo, et al, 2006). Di Indonesia,
menurut perkiraan IDF pada tahun 2000 terdapat penduduk di atas 20 tahun
sebesar 125 juta, dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6%, diperkirakan pada
tahun 2000 penderita DM berjumlah 5,6 juta. Berdasarkan pola pertambahan
penduduk seperti saat ini, diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada 178 juta
penduduk berusia di atas 20 tahun, dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar
4,6% akan didapatkan 8,2 juta penderita diabetes (Diabetes Atlas 2000 dalam
Suyono, 2009).
DMT2 sering tidak menunjukkan gejala yang khas pada awalnya, sehingga
diagnosis baru ditegakkan ketika pasien berobat untuk keluhan panyakit lain yang
sebenarnya merupakan komplikasi dari diabetes tersebut (Soegondo dalam
Soegondo, et al, 2009). Lebih lanjut Soegondo (2009) mengatakan secara
epidemiologis DMT2 sering kali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

3
terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga
morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini.
Komplikasi kronik pada pasien DMT2 seperti retinopati diabetik, nefropati
diabetik, dan neuropati diabetik ini yang mengindikasikan pasien harus menjalani
perawatan di rumah sakit untuk pengelolalan kadar glukosa darah dan keluhankeluhan lain yang ditimbulkan oleh penyakit yang menyertainya. Kondisi seperti
ini sering kali membuat pasien stres dan mengalami kecemasan yang hebat (Price
& Wilson, 2006; Smeltzer & Bare, 2008).
Stres yang menetap menimbulkan respon stres berupa aktivasi sistem saraf
simpatis dan peningkatan kortisol. Kortisol ini akan meningkatkan konversi asam
amino,

laktat,

dan

piruvat

di

hati

menjadi

glukosa

melalui

proses

glukoneogenesis, dengan demikian stres akan meningkatkan kadar glukosa darah.


Di lain pihak peristiwa kehidupan yang penuh stres telah dikaitkan dengan
perawatan diri yang buruk pada penderita diabetes seperti pola makan, latihan,
dan penggunaan obat-obatan (Smeltzer & Bare, 2008).
Mengingat mekanisme dasar kelainan DMT2 adalah terdapatnya faktor genetik,
resistensi insulin, dan insufisiensi sel pankreas, maka cara-cara untuk
memperbaiki kelainan dasar tersebut harus tercermin pada langkah pengelolaan.
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam pengelolaan DMT2 adalah
pengelolaan nonfarmakologis berupa perencanaan makan dan latihan jasmani.
Apabila dengan cara ini sasaran pengendalian kadar glukosa darah belum tercapai,
maka dapat dilanjutkan dengan pengelolaan farmakologis dengan penggunaan
obat berkhasiat hipoglikemia (Waspadji, 2009). Lebih lanjut Waspadji
mengatakan, pada keadaan kegawatan tertentu (ketosidosis, DM dengan infeksi
dan stres), pengelolaan farmakologis dapat langsung diberikan dan pasien
memerlukan perawatan di rumah sakit.
Pedoman pengelolaan DM sudah ada dan disepakati oleh para ahli diabetes di
Indonesia yang dituangkan dalam suatu konsensus pengelolaan DMT2 di
Indonesia yang mulai disebarluaskan sejak tahun 1994 dan beberapa kali
mengalami revisi, yang terakhir pada tahun 2006 (Soegondo, 2006). Berdasarkan
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

4
konsensus tersebut disepakati ada 5 pilar utama pengelolaan DM, yaitu
perencanaan makan (diit), latihan jasmani, obat berkhasiat hipoglikemik, edukasi,
dan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri (home monitoring) (Subekti,
2009; Batubara, 2009).
Selama kurun waktu dua dekade terakhir ini asuhan keperawatan pasien DMT2
dilakukan dalam konteks kolaborasi farmakologi (Smeltzer & Bare, 2008),
padahal perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan diharapkan mampu
memberikan asuhan keperawatan secara mandiri dalam konteks nonfarmakologi
(Dochterman & Bulechek, 2004). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
pendekatan nonfarmakologis diantaranya latihan relaksasi merupakan intervensi
yang dapat dilakukan pada pasien DM (Smeltzer & Bare, 2008).
Relaksasi merupakan salah satu bentuk mind-body therapy dalam terapi
komplementer dan alternatif (Complementary and Alternative Therapy (CAM)
(Moyad & Hawks, 2009). Terapi komplementer adalah pengobatan tradisional
yang sudah diakui dan dapat dipakai sebagai pendamping terapi konvensional/
medis. Pelaksanaannya dapat dilakukan bersamaan dengan terapi medis (Moyad
& Hawks, 2009).
Relaksasi merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang didasarkan pada cara
kerja sistem saraf simpatetis dan parasimpatetis. Terapi relaksasi ini ada
bermacam-macam, salah satunya adalah relaksasi otot progresif (Progressive
Muscle Realaxation (PMR)). Relaksasi ini sering dilakukan karena terbukti efektif
mengurangi ketegangan dan kecemasan. Yildirim & Fadiloglu, (2006) dari hasil
penelitiannya

menyebutkan

bahwa

PMR

menurunkan

kecemasan

dan

meningkatkan kualitas hidup pasien yang menjalani dialisis. Penelitian yang


dilakukan oleh Sheu, et al (2003) memperlihatkan bahwa PMR menurunkan ratarata tekanan darah sistolik sebesar 5,4 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastolik
sebesar 3,48 mmHg pada pasien hipertensi di Taiwan.
Di Indonesia penelitian tentang relaksasi ini juga sudah banyak dilakukan.
Maryani (2008), mengukur efektivitas PMR untuk mengurangi kecemasan yang
berimplikasi pada penurunan mual dan muntah pada pasien yang menjalani
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

5
kemoterapi. Istiarini, (2009) menilai pengaruh terapi refleksologi terhadap kadar
glukosa darah pada pasien diabetes di Yogyakarta. Setyawati, (2010) mengukur
pengaruh relaksasi otogenik terhadap penurunan glukosa darah dan tekanan darah
pada pasien DMT2 dengan hipertensi. Selanjutnya relaksasi otot progresif efektif
menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi primer di Kota Malang
(Hamarno, 2010).
Penelitian tentang pengaruh PMR terhadap penurunan kadar glukosa darah pada
DMT2 belum ada. Penelitian tentang latihan PMR terhadap penurunan glukosa
darah masih terbatas pada diabetes anak-anak (diabetes tipe 1), yaitu pengaruh
terapi masase dan progressive muscle relaxation terhadap hemoglobin
terglikosilasi (HbA1c) pada diabetes anak-anak di Iran (Ghazavi, et al, 2007).
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Raden
Mattaher Jambi. RSUD Raden Mattaher adalah rumah sakit umum unit swadana
tipe B non pendidikan yang menjadi rumah sakit rujukan dari 10 kabupaten/ kota
di provinsi Jambi. Rumah sakit ini memiliki

306 tempat tidur dengan Bed

Occupation Rate (BOR) 80,32 %, Bed Turn Over (BTO) 59,11 kali, Lenght Of
Stay (LOS) 4,03 hari dan Turn Over interval (TOI) 1,21 hari (Profil RSD Raden
Mattaher Jambi, 2006). Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan,
diperoleh data sebanyak 412 pasien DMT2 yang menjalani rawat inap di RSUD
Raden Mattaher

Jambi selama tahun 2010 (Medical Record, 2010). Dari

keterangan perawat yang bekerja di ruang penyakit dalam RSUD Raden Mattaher
Jambi belum ada intervensi PMR oleh perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan.
1.2 Rumusan Masalah
Diabetes melitus menjadi masalah kesehatan yang serius, baik di negara maju
maupun di negara berkembang karena insidensinya yang terus meningkat (Suyono
dalam Soegondo, 2009). Penyakit ini sering diderita oleh orang dewasa, yang
berkaitan dengan gaya hidupnya (life style). Diabetes melitus merupakan penyakit
kronis yang dapat menyebabkan komplikasi pada berbagai sistem tubuh, dan
hanya dapat dikontrol kadar glukosa darahnya, tetapi tidak dapat disembuhkan.
Hal ini membuat pasien stres dan berakibat buruk terhadap kesehatannya karena
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

6
menambah tinggi kadar glukosa darahnya. Oleh karena itu, selain diberikan terapi
standar diabetes, pasien juga perlu mendapatkan terapi komplementer berupa
latihan relaksasi untuk mengatasi stresnya.
Berbagai studi yang berbasis terapi relaksasi telah dilakukan untuk mengatasi
stres dan kecemasan serta kadar glukosa darah, tetapi penelitian tentang pengaruh
PMR terhadap penurunan glukosa darah pada pasien DMT2 belum ada. Dengan
demikian, masalah penelitian ini adalah: Belum diketahuinya pengaruh
Progressive Muscle Relaxation terhadap kadar glukosa darah (KGD) pada pasien
DMT2.
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah teridentifikasikannya pengaruh progressive
muscle relaxation terhadap penurunan kadar glukosa darah pada pasien diabetes
melitus tipe 2.
1.3.2 Tujuan Khusus
a.

Teridentifikasikannya karakteristik pasien DMT2 pada kelompok


intervensi dan kelompok kontrol.

b.

Teridentifikasikannya KGD pasien DMT2 pada kelompok intervensi


dan kelompok kontrol sebelum dilakukan PMR.

c.

Teridentifikasikannya KGD pasien DMT2 pada kelompok intervensi


dan kelompok kontrol setelah dilakukan PMR.

d.

Teridentifikasikannya perbedaan KGD pasien DMT2 sebelum dan


setelah dilakukan PMR pada kelompok intervensi.

e.

Teridentifikasikannya perbedaan KGD pasien DMT2 sebelum dan


setelah dilakukan intervensi pada kelompok kontrol.

f.

Teridentifikasikannya perbedaan KGD pasien DMT2 pada kelompok


intervensi dan kelompok kontrol setelah dilakukan PMR.

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

7
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Untuk pelayanan keperawatan dan masyarakat
a.

Memberi masukan bagi pihak pelayanan kesehatan untuk menggunakan


latihan PMR sebagai

salah satu terapi

komplementer dalam

menurunkan kadar glukosa darah pasien diabetes melitus.


b.

Memasyarakatkan latihan PMR sebagai terapi komplementer dalam


menurunkan kadar glukosa pasien diabetes melitus kronik.

1.4.2 Untuk perkembangan ilmu keperawatan


a.

Memperkuat dukungan teoritis penggunaan PMR dalam menurunkan


kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus.

b.

Mengembangkan kajian penggunaan PMR sebagai terapi komplementer


untuk menurunkan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus.

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab 2 ini diuraikan konsep teori yang mendukung penelitian meliputi
glukosa darah, diabetes melitus tipe 2, stres dan diabetes melitus, progressive
muscle relaxation (PMR), dan peran perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien DMT2.
2.1 Glukosa darah
Glukosa merupakan bentuk karbohidrat yang paling sederhana yang diabsorpsi ke
dalam cairan darah melalui sistem pencernaan. Kadar glukosa darah ini akan
meningkat setelah makan dan biasanya akan turun pada level terendah pada pagi
hari sebelum orang makan. Kadar glukosa darah diatur melalui umpan balik
negatif untuk mempertahankan keseimbangan di dalam tubuh (Price & Wilson,
2006; Smeltzer, 2008). Kadar glukosa di dalam darah dimonitor oleh pankreas.
Bila konsentrasi glukosa menurun karena dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan
energi tubuh, pankreas melepaskan glukagon, hormon yang menargetkan sel-sel
di hati. Kemudian sel-sel ini mengubah glikogen menjadi glukosa (proses ini
disebut glikogenolisis). Glukosa dilepaskan ke dalam aliran darah, hingga
meningkatkan kadar gula darah (Ignatavicius & Walkman, 2006).
Konsentrasi glukosa darah sangat penting dipertahankan pada kadar yang cukup
tinggi dan stabil sekitar 70-120 mg/dl untuk mempertahankan fungsi otak dan
suplai jaringan secara optimal. Kadar glukosa darah juga perlu dijaga agar tidak
meningkat terlalu tinggi (hiperglikemia) mengingat glukosa juga berpengaruh
terhadap tekanan osmotik cairan ekstra seluler (Robbins, 2007; Ignatavicius &
Walkman, 2006; Waspadji, 2009).
Hiperglikemia adalah kondisi dimana kadar glukosa darah puasa lebih dari 126
mg/dl dan kadar glukosa darah 2 jam setelah makan lebih dari 200 mg/dl
(Soegondo, 2009). Hiperglikemia terjadi karena adanya gangguan sekresi insulin
8

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia

9
(defisiensi insulin) dan rendahnya respon tubuh terhadap insulin atau resistensi
insulin (Manaf, 2006; Smeltzer & Bare, 2008). Hiperglikemia dapat menyebabkan
dehidrasi seluler akibat keluarnya glukosa dalam urin yang menyebabkan diuresis
osmotik oleh ginjal. Kondisi ini menyebabkan manifestasi poliuri (pengeluaran
urin secara berlebihan), polidipsi (minum berlebihan), dan polifagi yang
disebabkan oleh kegagalan metabolisme glukosa oleh tubuh yang menyebabkan
penurunan berat badan dan kecendrungan makan secara berlebihan. Manifestasi
ini merupakan gejala khas diabetes melitus (Soegondo, 2009).
2.2 Diabetes Melitus Tipe 2
2.2.1 Definisi
Diabetes melitus adalah kelompok penyakit metabolik yang dikarakteristikkan
oleh tingginya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) karena kelainan sekresi
insulin, kelainan kerja insulin, atau kombinasi keduanya (Smeltzer & Bare, 2008;
Robbins, 2007; Gustaviani, 2006; American Diabetes Association (ADA), 2010).
Diabetes melitus tipe 2 dikarakteristikkan oleh adanya hiperglikemia, resistensi
insulin, dan adanya penglepasan glukosa hati yang berlebihan (Ilyas, 2009).
2.2.2 Etiologi
DMT2 dapat disebabkan oleh faktor genetik, resistensi insulin, dan faktor
lingkungan. Selain itu ada faktor-faktor yang mencetuskan diabetes diantarannya
obesitas, kurang gerak/ olahraga, makanan berlebihan, dan penyakit hormonal
yang kerjanya berlawanan dengan insulin (Suyono & Subekti, 2009).
2.2.3 Faktor Risiko Diabates
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan kadar glukosa darah dan
terjadinya DMT2, diantaranya adalah usia, jenis kelamin, dan penyakit penyerta
(Dunning, 2003).
a. Usia
Golberg dan Coon dalam Rochmah (2006) menyatakan bahwa umur sangat
erat kaitannya dengan kenaikan kadar glukosa darah, sehingga semakin
meningkat usia maka prevalensi diabetes dan gangguan toleransi glukosa
semakin tinggi. DMT2 biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

10
sering terjadi setelah usia 40 tahun serta akan terus meningkat pada usia
lanjut. Sekitar 6% individu berusia 45-64 tahun, dan 11% individu berusia di
atas 65 tahun (Ignatavicius & Walkman, 2006). Usia lanjut yang mengalami
gangguan toleransi glukosa mencapai 50-92% (Medicastore, 2007; Rochmah
dalam Sudoyo, 2006).
Proses menua yang berlangsung setelah umur 30 tahun mengakibatkan
perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat
sel berlanjut ke tingkat jaringan dan akhirnya pada tingkat organ yang
mempengaruhi fungsi homeostasis. Komponen tubuh yang mengalami
perubahan adalah sel pankreas penghasil insulin, sel-sel jaringan target
yang menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang
mempengaruhi kadar glukosa darah. WHO menyebutkan bahwa setelah usia
30 tahun, maka kadar glukosa darah akan naik 1-2 mg/dl/tahun pada saat
puasa dan naik 5,6-13 mg/dl/tahun pada 2 jam setelah makan (Rochmah
dalam Sudoyo, 2006).
b. Jenis kelamin
Meskipun belum diketahui secara pasti pengaruh jenis kelamin terhadap
kejadian DMT2 dan peningkatan kadar glukosa darah, namun beberapa
penelitian memasukkan jenis kelamin ke dalam karakteristik pasien DMT2,
diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Santono, Lian, dan Yudi, (2006)
tentang gambaran pola penyakit diabetes di bagian rawat inap RSUD Koja
Jakarta tahun 2000-2004. Menurut hasil penelitian tersebut dilaporkan bahwa
perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki, kadar glukosa darah
saat masuk rata-rata 201- 500 mg/dl, dan komplikasi terbanyak adalah infeksi
saluran kemih (Cermin dunia kedokteran No. 150).
c. Penyakit penyerta
Separuh dari keseluruhan pasien DM yang berusia 50 tahun ke atas dirawat di
rumah sakit setiap tahunnya, dan komplikasi DM menyebabkan peningkatan
angka rawat inap bagi pasien DMT2 (Smeltzer & Bare, 2002). Penyandang
DM mempunyai risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner dan
penyakit pembuluh darah otak 2 kali lebih besar, 5 kali lebih mudah
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

11
menderita ulkus/ gangren, 7 kali lebih mudah mengidap gagal ginjal terminal,
dan 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan akibat kerusakan retina dari
pada pasien non DM (Waspdji, 2009). Kalau sudah terjadi penyulit, usaha
untuk menyembuhkan melalui pengontrolan kadar glukosa darah dan
pengobatan penyakit tersebut ke arah normal sangat sulit, kerusakan yang
sudah terjadi umumnya akan menetap (Waspadji, 2009).
d. Lama menderita DM
DM merupakan penyakit metabolik yang tidak dapat disembuhkan, oleh
karena itu kontrol terhadap kadar glukosa darah sangat diperlukan untuk
mencegah komplikasi baik komplikasi akut maupun kronis. Lamanya pasien
menderita DM dikaitkan dengan komplikasi kronik yang menyertainya. Hal
ini didasarkan pada hipotesis metabolik, yaitu terjadinya komplikasi kronik
DM adalah sebagai akibat kelainan metabolik yang ditemui pada pasien DM
(Waspdji, 2009). Semakin lama pasien menderita DM dengan kondisi
hiperglikemia, maka semakin tinggi kemungkinan untuk terjadinya
komplikasi kronik. Atas dasar hipotesis ini Kelly West lebih setuju
menganggap kelainan vaskuler sebagai manifestasi patologis DM dari pada
sebagai penyulit, karena eratnya hubungan dengan kadar glukosa darah yang
abnormal, sedangkan untuk mudahnya terjadi infeksi seperti tuberkulosis atau
gangren diabetik lebih sebagai komplikasi (Waspadji, 2009).
2.2.4 Patofisiologi
Pankreas atau kelenjar ludah perut adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak
dibelakang lambung. Didalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti
pulau dalam peta, sehingga disebut pulau-pulau Langerhans pankreas. Pulaupulau ini berisi sel alpa yang menghasilkan hormon glukagon dan sel beta yang
menghasilkan insulin. Kedua hormon ini bekerja berlawanan, glukagon
meningkatkan glukosa darah sedangkan insulin bekerja menurunkan kadar
glukosa darah (Price & Wilson, 2006; Subekti & Suyono , 2009).
Insulin yang dihasilkan oleh sel pankreas dapat diibaratkan sebagai anak kunci
yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, kemudian di dalam
sel glukosa tersebut dimetabolisasikan menjadi tenaga. Jika insulin tidak ada atau
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

12
jumlahnya sedikit, maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga
kadarnya di dalam darah meningkat (hiperglikemia).
Pada DMT2 jumlah insulin berkurang atau dapat normal (defisiensi relatif), tetapi
jumlah reseptor insulin di permukaan sel berkurang. Reseptor insulin ini dapat
diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Meskipun anak
kuncinya (insulin) cukup banyak, namun karena jumlah lubang kuncinya
(reseptor) berkurang, maka jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel berkurang
juga (resistensi insulin). Sementara produksi glukosa oleh hati terus meningkat,
kondisi ini menyebabkan kadar glukosa darah meningkat (Subekti & Suyono,
2009).
Resistensi insulin pada awalnya belum menyebabkan DM secara klinis, sel
pankreas masih bisa melakukan kompensasi. Insulin disekresikan secara
berlebihan sehingga terjadi hiperinsulinemia dengan tujuan normalisasi kadar
glukosa darah. Mekanisme kompensasi yang terus menerus menyebabkan
kelelahan sel pankreas (exhaustion), kondisi ini disebut dekompensasi dimana
produksi insulin menurun secara absolut. Resistensi dan penurunan produksi
insulin menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah. Kondisi ini memenuhi
kriteria diagnostik DM (Manaf, 2006; Waspadji, 2009). Secara skematis dapat
dijelaskan pada skema 2.1 dan 2.2 di bawah ini :

Skema 2.1 Kelainan Dasar DMT2


Defek reseptor
& post reseptor
Hati
Produksi Glukosa
Meningkat

Glukosa

Sel
Sel

Pankreas
Sekresi berkurang

Sumber : Waspadji dalam Soegondo, (2009).

Dari skema ini dapat diketahui adanya tiga kelainan yang mendasari terjadinya
DMT2, yaitu resistensi insulin, peningkatan produksi glukosa di hati, dan sekresi
insulin yang berkurang.
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

13
Skema 2.2 Etiologi terjadinya DM tipe 2
Genetik
Resistensi insulin
Didapat

Hiperinsulinemia
Resistensi insulin
Terkompensasi
(Normal/ TGT)
Genetik

Didapat
Toksisitas glukosa
Asam lemak, dll

Kelelahan sel

DM Tipe 2
Resistensi insulin
Produksi glukosa hati
Sekresi insulin kurang
Sumber : Waspadji dalam Soegondo, et al, (2009)

2.2.5 Manifestasi klinik


Manifestasi klinik DMT2 berhubungan dengan defisiensi relatif insulin. Akibat
defisiensi insulin ini pasien tidak dapat mempertahankan kadar glukosa darah
normal. Apabila hiperglikemia melebihi ambang ginjal ( 180 mg/dl), maka
timbul tanda dan gejala glukosuria yang akan menyebabkan diuresis osmotik.
Akibat diuresis osmotik akan meningkatkan pengeluaran urin (poliuri), timbul
rasa haus yang menyebabkan banyak minum (polidipsi). Pasien juga banyak
makan (polifagi) akibat katabolisme yang dicetuskan oleh defisiensi insulin dan
pemecahan protein serta lemak. Karena glukosa hilang bersama urin, maka pasien
mengalami keseimbangan kalori negatif, akibatnya berat badan menurun. Pasien
juga mengalami gejala lain seperti keletihan, kelemahan, tiba-tiba terjadi
perubahan pandangan, kebas pada tangan atau kaki, kulit kering, luka yang sulit
sembuh, dan sering muncul infeksi (Price & Wilson, 2006; Smeltzer & Bare,
2008; Soegondo, 2009).
2.2.6 Diagnosis
Diagnosis klinis DMT2 umumnya ditegakkan apabila ditemukan keluhan klinis
berupa poliuria, polifagia, polidipsia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

14
lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus
vulvae pada wanita (Soegondo, 2009).
Apabila ada keluhan khas dan pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl
atau pemeriksaan glukosa darah puasa 126 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan yang khas DM, hasil
pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal belum cukup kuat
untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemeriksaan untuk memastikan
lebih lanjut dengan mendapatkan satu kali lagi angka abnormal, baik kadar
glukosa darah puasa 126 mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl
pada hari yang lain (Soegondo, 2009).
2.2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan standar DMT2 mencakup pengaturan makanan, latihan jasmani,
obat berkhasiat hipoglikemia (OHO dan insulin), edukasi/ penyuluhan, dan
pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri (home monitoring) (Waspdji,
2009; Subekti, 2009; Batubara, 2009). Penatalaksanaan non farmakologis
merupakan langkah pertama dalam pengelolaan DMT2. Apabila dengan
penatalaksanaan non farmakologis ini sasaran pengendalian glukosa darah belum
tercapai, dapat dilanjutkan dengan terapi farmakologis atau penggunaan obat
(Waspdji, 2009; Subekti, 2009; Batubara, 2009).
Pengelolaan DM sesuai lima pilar utama pengelolaan DM dijabarkan sebagai
berikut :
a. Perencanaan makan
Tujuan perencanaan makan pada pasien DMT2 adalah untuk mengendalikan
glukosa, lipid, dan hipertensi. Penurunan berat badan dan diit hipokalori pada
pasien gemuk akan memperbaiki kadar hiperglikemia jangka pendek dan
berpotensi meningkatkan kontrol metabolik jangka panjang. Sukardji (2009)
mengatakan bahwa penurunan berat badan ringan dan sedang (5-10 kg) dapat
meningkatkan kontrol diabetes. Penurunan berat badan dapat dicapai dengan
penurunan asupan energi yang moderat dan peningkatan pengeluaran energi
(Sukardji, 2009).

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

15
Kebutuhan energi pasien diabetes tergantung pada umur, jenis kelamin, berat
badan, tinggi badan, kegiatan fisik, keadaan penyakit dan pengobatannya.
Energi yang dibutuhkan dinyatakan dalam satuan kalori. Komposisi makanan
yang dianjurkan adalah 10-20% protein, 20-25% lemak, dan 45-65%
karbohidrat (Sukardji, 2009).
b. Latihan jasmani
Masalah utama pada pasien DMT2 adalah kurangnya respon reseptor insulin
terhadap insulin, sehingga insulin tidak dapat membawa masuk glukosa ke
dalam sel-sel tubuh kecuali otak. Dengan latihan jasmani secara teratur,
kontraksi otot meningkat yang menyebabkan permeabilitas membran sel
terhadap glukosa juga meningkat. Akibatnya resistensi berkurang dan
sensitivitas insulin meningkat yang pada akhirnya akan menurunkan kadar
glukosa darah (Ilyas, 2009).
Kegiatan fisik dan latihan jasmani sangat berguna bagi pasien diabetes karena
dapat

meningkatkan

kebugaran,

mencegah

kelebihan

berat

badan,

meningkatkan fungsi jantung, paru, dan otot, serta memperlambat proses


penuaan (Sukardji & Ilyas, 2009). Latihan jasmani merupakan salah satu pilar
penatalaksanaan diabetes, sehingga latihan jasmani perlu dibudayakan. Latihan
jasmani yang dianjurkan untuk pasien diabetes adalah jenis aerobik seperti
jalan kaki, lari, naik tangga, sepeda, sepeda statis, jogging, berenang, senam
aerobik, dan menari. Pasien diabetes dianjurkan melakukan latihan jasmani
secara teratur 3-4 kali seminggu selama 30 menit (Sukardji & Ilyas, 2009).
c. Obat berkhasiat hipoglikemia
Sarana pengelolaan farmakologis diabetes dapat berupa:
1) Obat Hipoglikemik Oral (OHO) yang terdiri dari; pemicu sekresi insulin
(seperti sulfonilurea dan glinid), penambah sensitivitas terhadap insulin
(seperti biguanid, tiazolidindion), penghambat glukosidase alfa, dan
incretin mimetic, penghambat DPP-4 (Waspadji, 2009).

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

16
2) Insulin
Saat ini dalam penanganan diabetes tipe 2 terdapat beberapa cara pendekatan.
Salah satu pendekatan terkini yang dianjurkan di Eropa dan Amerika Serikat
adalah dengan memakai nilai A1c (HbA1c) sebagai dasar penentuan awal sikap
atau cara memperbaiki pengendalian diabetes (Soegondo, 2009).
Untuk daerah yang pemeriksaan A1c masih sulit dilaksanakan dapat digunakan
daftar konversi A1c dengan rata-rata kadar glukosa darah (seperti pada tabel
2.1). Meskipun demikian semua pendekatan pengobatan tetap menggunakan
perencanaan makan (diet) sebagai pengobatan utama, dan apabila hal ini
bersama dengan latihan jasmani ternyata gagal mencapai target yang
ditentukan, maka diperlukan penambahan obat hipoglikemik oral atau insulin
(Soegondo, 2009). Pada pasien DM tipe 2 awalnya diberikan obat hipoglimeik
oral, namun karena pasien tidak melakukan kontrol glukosa darah secara
teratur maka pasien akhirnya memerlukan insulin untuk kontrol glukosa
darahnya (Tarigan, 2009).
Tabel 2.1 Daftar Konversi A1c Dalam Rata-rata Glukosa Darah
A1c (%)
5
5,5
6
6,5
7
7,5
8
8,5
9
9,5
10
10,5
11
11,5
12

Estimasi rata-rata kadar glukosa darah (mg/dl)


97
111
126
140
154
169
183
197
212
226
240
255
269
283
298

Sumber : Soegondo dalam Soegondo, et al. 2009

d. Penyuluhan
Salah satu penyebab kegagalan dalam pencapaian tujuan pengobatan diabetes
adalah ketidakpatuhan pasien terhadap program pengobatan yang telah
ditentukan. Penelitian terhadap pasien diabetes, didapatkan 80% menyuntikkan
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

17
insulin dengan cara yang tidak tepat, 58% memakai dosis yang salah, dan 75%
tidak mengikuti diet yang dianjurkan (Basuki, 2009). Untuk mengatasi
ketidakpatuhan tersebut, penyuluhan terhadap pasien dan keluarganya mutlak
diperlukan.
Penyuluhan diperlukan karena penyakit diabetes adalah penyakit yang
berhubungan dengan gaya hidup. Pengobatan dengan obat-obatan memang
penting, tetapi tidak cukup. Pengobatan diabetes memerlukan keseimbangan
antara berbagai kegiatan yang merupakan bagian integral dari kegiatan rutin
sehari-hari seperti makan, tidur, bekerja, dan lain-lain. Pengaturan jumlah dan
jenis makanan serta olah raga merupakan pengobatan yang tidak dapat
ditinggalkan,

walaupun

ternyata

banyak

diabaikan

oleh

pasien

dan

keluarganya. Keberhasilan pengobatan tergantung pada kerjasama antara


petugas kesehatan dengan pasien dan keluarganya. Pasien yang mempunyai
pengetahuan cukup tentang diabetes, selanjutnya mau mengubah perilakunya
akan dapat mengendalikan kondisi penyakitnya sehingga ia dapat hidup lebih
berkualitas (Basuki, 2009).
e. Pemantauan Kadar Glukosa Sendiri (PKGS)
DMT2 merupakan penykit kronik dan memerlukan pengobatan jangka
panjang, sehingga pasien dan keluarganya harus dapat melakukan pemantauan
sendiri kadar glukosa darahnya di rumah. Beberapa cara yang dapat dilakukan
untuk PKGS adalah dengan pemantuan reduksi urin, pemantauan glukosa
darah, dan pemantauan komplikasi serta cara mengatasinya (Soewondo, 2009).
PKGS kini telah dilakukan secara luas oleh sekitar 40% pasien DMT1 dan 26%
pasien DMT2 di Amerika. ADA mengindikasikan PKGS pada kondisi-kondisi
berikut : 1) Mencapai dan memelihara kendali glikemik : PKGS memberikan
informasi kepada dokter dan perawat mengenai kendali glikemik dari hari ke
hari agar dapat memberi nasehat yang tepat, 2) Mencegah dan mendeteksi
hipoglikemia, 3) Mencegah hiperglikemia berat, 4) menyesuaikan dengan
perubahan gaya hidup terutama berkaitan dengan masa sakit, latihan jasmani,
atau aktivitas lainnya seperti mengemudi, dan 5) Menentukan kebutuhan untuk
memulai terapi insulin pada pasien DM gestasional (Soewondo, 2009).
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

18
Pemantauan dengan menggunakan A1c merupakan parameter tingkat
pengendalian kadar glukosa darah. Kelebihan pemeriksaan A1c adalah mampu
menunjukkan kadar rata-rata gula darah selama 8-12 minggu terakhir.
Pemeriksaan

A1c

mempunyai

korelasi

dengan

komplikasi

diabetes.

Pengendalian dikatakan baik jika kadar HbA1c kurang dari 7%, acceptable jika
kadar HbA1c antara 7,6% - 9% (Batubara, 2009).
2.2.8 Komplikasi
Menurut Price & Wilson (2006), komplikasi penyakit DM dapat dibagi menjadi
dua kategori, yaitu komplikasi yang terjadi secara akut (komplikasi metabolik
akut) dan komplikasi yang terjadi secara kronis (komplikasi vaskuler jangka
panjang).
2.2.8.1 Komplikasi akut
Komplikasi akut DM terjadi akibat perubahan yang relatif akut pada konsentrasi
glukosa plasma, yaitu hipoglikemia dan hiperglikemia.
a.

Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat
berupa koma disertai kejang (Boedisantoso, 2009). Hipoglikemia ditegakkan
apabila kadar glukosa darah plasma 63 mg/dl (3,5 mmol/L).
Berbagai studi fisilogis menunjukkan bahwa gangguan fungsi otak sudah
terjadi pada kadar glukosa darah 55 mg/dl (3 mmol/L), lebih lanjut diketahui
bahwa kadar glukosa darah 55 mg/dl yang berulang kali dapat merusak
proteksi endogen terhadap hipoglikemia yang lebih berat (Soemadji, 2006).
Hipoglikemia terjadi akibat peningkatan kadar insulin baik sesudah
penyuntikan subkutan atau karena obat yang meningkatkan sekresi insulin
seperti

sulfonilurea

(Soemadji,

2006).

Penyebab

lain

yang

dapat

menimbulkan hipoglikemia adalah makan kurang dari aturan yang


ditentukan, berat badan turun, sesudah olahraga, sesudah melahirkan, sembuh
dari sakit, dan pemberian insulin yang tidak tepat (Boedisantoso, 2009).

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

19
b.

Hiperglikemia
Melalui anamnesis penyebab hiperglikemia dapat diketahui, diantaranya
karena adanya

masukan kalori yang berlebihan, penghentian obat oral

maupun insulin yang didahului oleh stres akut. Pasien menderita


hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan
lipolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan
benda keton. Peningkatan keton dalam plasma menyebabkan ketosis dengan
tanda khas penurunan kesadaran disertai dehidrasi berat (Price & Wilson,
2002; Smeltzer, 2008; Boedisantoso, 2009).
Hiperglikemia hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis disebut sindrom
hiperglikemia hiperosmolar non ketotik (HHNK). Gejala klinis utamanya
adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat, dan sering disertai gangguan
neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis (Soewondo, 2006).
2.2.8.2 Komplikasi kronis
Komplikasi jangka panjang DM meliputi mikroangiopati dan makroangiopati.
Adanya pertumbuhan dan kematian sel merupakan dasar terjadinya komplikasi
vaskuler terutama pada endotel pembuluh darah, serat otot polos pembuluh darah
yang menyebabkan perubahan pada pertumbuhan dan kesintesisan sel (Waspadji,
2009).
a.

Mikroangiopati
Mikroangiopati merupakan lesi spesifik DM yang menyerang kapiler dan
arteriol retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik), dan
saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot dan kulit.

b.

Makroangiopati
Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa
aterosklerosis yang disebabkan karena penimbunan sorbitol dalam intima
vaskuler (Waspadji, 2009). Apabila mengenai

arteri perifer dapat

mengakibatkan insufisiensi vaskuler perifer disertai klaudikasio intermitten


dan gangguan pada ekstremitas seperti luka yang sulit disembuhkan

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

20
(gangren). Bila mengenai arteri koronaria dan aorta menyebabkan angina dan
infark miokard (ADA, 2010; Price & Wilson, 2006; Smeltzer, 2008).
2.3 Stress dan Diabetes Melitus
Stres adalah reaksi non spesifik manusia terhadap rangsangan atau tekanan
(stressor). Stres merupakan suatu reaksi adaptif, bersifat sangat individual,
sehingga suatu stres bagi seseorang belum tentu sama tanggapannya bagi orang
lain (Hartono, 2007). Stres diartikan sebagai suatu kondisi dimana kebutuhan
tidak terpenuhi secara adekuat, sehingga menimbulkan adanya ketidakseimbangan
(Taylor dalam Gunawan, 2007). Lebih lanjut, Taylor mendeskripsikan stres
sebagai pengalaman emosional negatif disertai perubahan reaksi biokimiawi,
fisiologis, kognitif dan perilaku yang bertujuan untuk mengubah atau
menyesuaikan diri terhadap situasi yang menyebabkan stres (Gunawan &
Sumadiono, 2007).
Stresor dibedakan atas 3 golongan yaitu, 1) stresor fisik atau biologik seperti
dingin, panas, infeksi, rasa nyeri, dan pukulan. 2) stresor psikologis seperti takut,
khawatir, cemas, dan marah, dan 3) stresor sosial budaya seperti menganggur,
perceraian, dan perselisihan (Gunawan & Sumadiono, 2007).
Stres fisiologis seperti infeksi dan pembedahan mempermudah terjadinya
hiperglikemia dan dapat mencetuskan terjadinya Diabetes Ketoasidosis (DKA)
atau Hiperglikemia Hiperosmolar Nonketotik Sindrom (HHNS). Stres emosional
(stres, kecemasan, depresi) yang terjadi akibat tingginya kadar glukosa darah dan
komplikasi DMT2 bisa berdampak negatif pada pasien (Smeltzer & Bare, 2008).
Selama stres, hormon-hormon yang mengarah pada peningkatan kadar glukosa
darah seperti epineprin, kortisol, glukagon, ACTH, kortikosteroid, dan tiroid akan
meningkat. Selain itu selama stres emosional, pasien DMT2 mengubah pola
kebiasaan makan, latihan, dan pengobatan. Hal ini tentunya dapat memperburuk
kondisi pasien (Smeltzer & Bare, 2008; Price & Wilson, 2006).
Stres menyebabkan epineprin bereaksi pada hati meningkatkan konversi glukagon
menjadi glukosa. Kortisol memiliki efek meningkatkan metabolisme glukosa,
sehingga asam amino, laktat, dan pirufat diubah di hati menjadi glukosa
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

21
(glukoneogenesis) yang akhirnya meningkatkan kadar glukosa darah. Glukagon
meningkatkan kadar glukosa darah dengan cara mengkonversi glikogen di hati
menjadi glukosa. ACTH dan glukokortikoid pada korteks adrenal dapat
meningkatkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pembentukan glukosa
baru oleh hati. ACTH dan glukokortikoid meningkatkan lipolisis dan katabolisme
karbohidrat (Smeltzer & Bare, 2008; Price & Wilson, 2006).
Reaksi pertama dari respon stres adalah terjadinya sekresi sistem saraf simpatis
yang diikuti sekresi simpatis-adrenal-medular. Secara simultan hipotalamus
bekerja secara langsung pada sistem saraf otonom untuk merangsang respon yang
segera terhadap stress. Sistem otonom sendiri diperlukan dalam menjaga
keseimbangan tubuh. Sistem otonom terbagi dua yaitu sistem simpatis dan
parasimpatis (Price & Wilson, 2006).
Sistem simpatis bertanggung jawab terhadap adanya stimulus stress, berupa
peningkatan denyut jantung, napas yang cepat, dan penurunan aktivitas
gastrointestinal. Sementara sistem parasimpatis membuat tubuh kembali ke
keadaan istirahat melalui penurunan denyut jantung, perlambatan pernapasan, dan
peningkatan aktivitas gastrointestinal. Perangsangan yang berkelanjutan terhadap
sistem simpatis menimbulkan respon stres yang berulang-ulang dan menempatkan
sistem otonom pada ketidakseimbangan. Untuk kompensasi lebih lanjut sistem
hipotalamus-pituitari akan diaktifkan (Price & Wilson, 2006; Smeltzer, 2008).
Hipotalamus menstimulasi neuron-neurosekretori untuk melepaskan hormon CRH
(Corticotropin- Releasing Hormone) ke hipofisis anterior melalui sistem portal,
hipofisis anterior melepaskan hormon lain yaitu ACTH (Adrenocorticotropic
Hormone) ke dalam sirkulasi. ACTH sebagai gantinya menstimulasi kelenjar
adrenal, yaitu korteks adrenal untuk mensekresi glukokortikoid (kortisol). Proses
ini merupakan mekanisme umpan balik negatif hipotalamus-hipofisis-korteks
adrenal (Price & Wilson, 2006). Kortisol ini selanjutnya akan meningkatkan
konversi asam amino, laktat, dan pirufat di hati menjadi glukosa melalui proses
glukoneogenesis, namun karena resistensi insulin, glukosa tidak bisa diambil oleh
sel dari siskulasi sehingga kadarnya meningkat dalam darah (Price & Wilson,
2006; Smeltzer, 2008).
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

22
2.4 Progressive Muscle Relaxation (PMR)
2.4.1 Definisi
PMR adalah gerakan mengencangkan dan melemaskan otot-otot pada satu bagian
tubuh pada satu waktu untuk memberikan perasaan relaksasi secara fisik. Gerakan
mengencangkan dan melemaskan otot secara progresif ini dilakukan secara
berturut-turut (Snyder & Lindquist, 2002). Pada relaksasi ini perhatian pasien
diarahkan untuk membedakan perasaan yang dialami saat kelompok otot
dilemaskan dan dibandingkan ketika otot-otot dalam kondisi tegang.
Relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik relaksasi yang mudah dan
sederhana serta sudah digunakan secara luas. PMR merupakan suatu prosedur
untuk mendapatkan relaksasi pada otot melalui dua langkah, yaitu dengan
memberikan tegangan pada suatu kelompok otot, dan menghentikan tegangan
tersebut kemudian memusatkan perhatian terhadap bagaimana otot tersebut
menjadi rileks, merasakan sensasi rileks, dan ketegangan menghilang (Richmond,
2007).
2.4.2 Indikasi
Relaksasi merupakan salah satu bentuk mind-body therapy dalam terapi
komplementer dan alternatif (Complementary and Alternative Therapy (CAM)
(Moyad & Hawks, 2009). Terapi komplementer adalah pengobatan tradisional
yang sudah diakui dan dapat dipakai sebagai pendamping terapi konvensional/
medis. Pelaksanaannya dapat dilakukan bersamaan dengan terapi medis (Moyad
& Hawks, 2009).
PMR merupakan salah satu intervensi keperawatan yang dapat diberikan kepada
pasien DM untuk meningkatkan relaksasi dan kemampuan pengelolaan diri.
Latihan ini dapat membantu mengurangi ketegangan otot, stres, menurunkan
tekanan

darah,

meningkatkan

toleransi

terhadap

aktivitas

sehari-hari,

meningkatkan imunitas, sehingga status fungsional dan kualitas hidup meningkat


(Smeltzer & Bare, 2002).
PMR telah menunjukkan manfaat dalam mengurangi ansietas atau kecemasan,
dan berkurangnya kecemasan ini mempengaruhi berbagai gejala psikologis dan
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

23
kondisi medis. Yildirim & Fadiloglu (2006) dari hasil penelitiannya menyebutkan
bahwa PMR menurunkan kecemasan dan meningkatkan kualitas hidup pasien
yang menjalani dialisis. Penelitian yang dilakukan oleh Sheu, et al, (2003)
memperlihatkan bahwa PMR menurunkan rata-rata tekanan darah sistolik sebesar
5,4 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastolik sebesar 3,48 mmHg pada pasien
hipertensi di Taiwan. Gazavi, et al, (2007) menyebutkan bahwa PMR dan masase
menurunkan tingkat HbA1C pada diabetes melitus tipe 1 (DM pada anak-anak).
Maryani (2008), menyebutkan PMR mengurangi kecemasan yang berimplikasi
pada penurunan mual dan muntah pada pasien yang menjalani kemoterapi.
Selanjutnya relaksasi otot progresif efektif menurunkan tekanan darah pada pasien
hipertensi primer di Kota Malang (Hamarno, 2010).
2.4.3 Manfaat PMR
Stres dan kecemasan mencetuskan beberapa sensasi dan perubahan fisik, meliputi
peningkatan aliran darah menuju otot, ketegangan otot, mempercepat atau
memperlambat pernafasan, meningkatkan denyut jantung, dan menurunkan fungsi
digesti (Ankrom, 2008). Jika stres dan kecemasan yang dialami berlangsung terus
menerus, maka respon psikofisiologikal yang berulang dapat membahayakan
tubuh.
Brown 1997 dalam Snyder & Lindquist (2002) menyebutkan bahwa respon stres
adalah bagian dari jalur umpan balik yang tertutup antara otot-otot dan pikiran.
Penilaian terhadap stressor mengakibatkan ketegangan otot yang mengirimkan
stimulus ke otak dan membuat jalur umpan balik. Relaksasi PMR akan
menghambat jalur tersebut dengan cara mengaktivasi kerja sistem saraf
parasimpatis dan memanipulasi hipotalamus melalui pemusatan pikiran untuk
memperkuat sikap positif sehingga rangsangan stres terhadap hipotalamus
berkurang (Copstead & Banasik, 2000).
2.4.4 Kontra indikasi
Beberapa hal yang mungkin menjadi kontra indikasi latihan PMR antara lain
adalah cidera akut atau ketidaknyamanan muskuloskeletal, dan penyakit jantung
berat/ akut (Fritz, 2005). Latihan PMR dapat meningkatkan kondisi rileks yang

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

24
dapat menyebabkan hipotensi, sehingga perlu memeriksa tekanan darah untuk
mengidentifikasi kecendrungan hipotensi (Snyder & Lindquist, 2002).
2.4.5 Prosedur PMR
Progressive Muscle relaxation (PMR) merupakan suatu prosedur untuk
mendapatkan relaksasi pada otot melalui dua langkah, yaitu dengan memberikan
tegangan pada suatu kelompok otot, dan menghentikan tegangan tersebut
kemudian memusatkan perhatian terhadap bagaimana otot tersebut menjadi rileks,
merasakan sensasi rileks, dan ketegangan menghilang. Untuk hasil yang maksimal
dianjurkan untuk melakukan PMR pada jam yang sama 2 kali sehari selama 25-30
menit. Latihan bisa dilakukan pagi dan sore hari, dilakukan 2 jam setelah makan
untuk mencegah rasa mengantuk setelah makan (Charleswarth & Nathan, 1996).
Jadwal latihan biasanya memerlukan waktu 1 minggu. Berstein & Borkovec
menganjurkan menggunakan 10 sesi untuk PMR. Greenberg (2002) mengatakan
relaksasi akan memberikan hasil setelah dilakukan sebanyak 3 kali latihan.
Berdasarkan pendapat di atas dan atas pertimbangan lama hari rawat pasien
DMT2 di RSUD Raden Mattaher yaitu antara 5-12 hari, maka pada penelitian ini
latihan PMR diberikan dalam 6 kali latihan.
Prosedur PMR terdiri dari 15 gerakan berturut-turut,

yaitu; gerakan

pertama ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan dengan cara
menggenggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan. Pasien diminta
membuat kepalan ini semakin kuat sambil merasakan sensasi ketegangan yang
terjadi. Lepaskan kepalan perlahan-lahan, sambil merasakan rileks selama 8
detik. Lakukan gerakan 2 kali sehingga klien dapat membedakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks yang dialami. Prosedur serupa juga dilatihkan
pada tangan kanan.
Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian belakang.
Gerakan ini dilakukan dengan cara menekuk kedua lengan ke belakang pada
pergelangan tangan sehingga otot-otot di tangan bagian belakang dan lengan
bawah menegang, jari-jari menghadap ke langit-langit. Lakukan penegangan 8
detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks yang dialami. Lakukan gerakan ini 2 kali.
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

25
Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot bisep. Gerakan ini diawali dengan
menggenggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian membawa
kedua kepalan ke pundak sehingga otot-otot bisep akan menjadi tegang. Lakukan
penegangan otot 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan
rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan
ini 2 kali.
Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Dilakukan dengan
cara mengangkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan menyentuh kedua
telinga. Fokus perhatian gerakan ini adalah kontras ketegangan yang terjadi di
bahu, punggung atas, dan leher. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut 8 detik,
kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
Gerakan kelima sampai ke delapan adalah gerakan-gerakan yang ditujukan
untuk melemaskan otot-otot di wajah. Otot-otot wajah yang dilatih adalah otototot dahi, mata, rahang, dan mulut. Gerakan untuk dahi dapat dilakukan dengan
cara mengerutkan dahi dan alis sampai ototototnya terasa dan kulitnya keriput,
mata dalam keadaan tertutup. Rasakan ketegangan otot-otot dahi selama 8 detik,
kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
Gerakan keenam ditujukan untuk mengendurkan otot-otot mata diawali dengan
menutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di sekitar mata
dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata. Lakukan penegangan otot 8
detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
Gerakan ketujuh

bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami

oleh otot-otot rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan menggigit
gigi-gigi sehingga ketegangan di sekitar otot-otot rahang. Rasakan ketegangan
otot-otot tersebut 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan
rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan
ini 2 kali.
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

26
Gerakan kedelapan dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut.
Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di
sekitar mulut. Rasakan ketegangan otot-otot sekitar mulut selama 8 detik,
kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
Gerakan kesembilan ditujukan untuk merilekskan otot-otot leher bagian
belakang. Pasien dipandu meletakkan kepala sehingga dapat beristirahat,
kemudian diminta untuk menekankan kepala pada permukaan bantalan kursi
sedemikian rupa sehingga pasien dapat merasakan ketegangan di bagian belakang
leher dan punggung atas. Lakukan penegangan otot 8 detik, kemudian
relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot
dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
Gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan. Gerakan
ini dilakukan dengan cara membawa kepala ke muka, kemudian pasien diminta
untuk membenamkan dagu ke dadanya. Sehingga dapat merasakan ketegangan di
daerah leher bagian muka. Rasakan ketegangan otot-otot tersebut 8 detik,
kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini
dapat dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi, kemudian
punggung dilengkungkan, lalu busungkan dada. Kondisi tegang dipertahankan
selama 8 detik, kemudian rileks. Pada saat rileks, letakkan tubuh kembali ke
kursi, sambil membiarkan otot-otot menjadi lemas. Rasakan ketegangan otot-otot
punggung selama 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahan-lahan dan
rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan gerakan
ini 2 kali.
Gerakan kedua belas dilakukan untuk melemaskan otot-otot dada. Tarik nafas
panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara sebanyak-banyaknya. Tahan
selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian dada kemudian
turun ke perut. Pada saat ketegangan dilepas, pasien dapat bernafas normal dengan
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

27
lega. Lakukan penegangan otot 8 detik, kemudian relaksasikan secara perlahanlahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks. Lakukan
gerakan ini 2 kali.
Gerakan ketiga belas bertujuan untuk melatih otot-otot perut. Tarik kuat-kuat
perut ke dalam, kemudian tahan sampai perut menjadi kencang dan keras.
Rasakan ketegangan otot-otot tersebut 8 detik, kemudian relaksasikan secara
perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.
Gerakan keempat belas bertujuan untuk melatih otot-otot paha, dilakukan
dengan cara meluruskan kedua belah telapak kaki sehingga otot paha terasa
tegang. Rasakan ketegangan otot-otot paha tersebut selama 8 detik, kemudian
relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot
dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali.
Gerakan kelima belas bertujuan untuk melatih otot-otot betis, luruskan kedua
belah telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang. Gerakan ini dilanjutkan
dengan mengunci lutut, lakukan penegangan otot 8 detik, kemudian
relaksasikan secara perlahan-lahan dan rasakan perbedaan antara ketegangan otot
dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2 kali. Langkah-langkah relaksasi PMR
dapat dilihat pada lampiran6.
2.5 Peran perawat
Relaksasi PMR merupakan relaksasi yang mudah untuk diajarkan kepada pasien
dalam rangka meningkatkan kemandirian pasien dalam mengatasi masalah
kesehatannya. Perawat berperan dalam memfasilitasi kemandirian pasien, hal ini
sesuai dengan konsep self-care Orem. Menurut teori self-care Orem, pasien
dipandang sebagai individu yang memiliki potensi untuk merawat dirinya sendiri
dalam memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan, dan mencapai
kesejahteraan. Kesejahteran atau kesehatan yang optimal dapat dicapai pasien
apabila dia mengetahui dan dapat melakukan perawatan yang tepat sesuai dengan
kondisi dirinya sendiri. Perawat menurut teori self-care berperan sebagi
pendukung atau pendidik bagi pasien (Tomey & Alligood, 2006).
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

28
Menurut Orem (dalam Tomey & Alligood, 2006), perawatan merupakan suatu
kebutuhan universal untuk menjaga dan meningkatkan eksistensi diri, kesehatan,
dan kesejahteraan hidup. Pasien DMT2 yang menjalani perawatan di rumah sakit
sering mengalami stres fisik maupun psikologis akibat penyakitnya. Stres fisik
maupun psikologis ini dapat memicu meningkatnya kadar glukosa darah. Oleh
karena itu selain memberikan terapi kolaboratif, perawat dapat membantu pasien
mencapai kemampuan dalam mengontrol kadar glukosa darahnya melalui latihan
relaksasi otot progresif (PMR).
2.6 Kerangka teori
Hubungan berbagai variabel dalam penelitian ini diuraikan dalam suatu kerangka
teori yang diadopsi dari beberapa literatur. Untuk lebih jelasnya kerangka teori
penelitian ini dapat dilihat pada skema 2.3.

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

29
Skema 2.3 Kerangka Teori Penelitian
Diabetes Melitus

Ambilan Glukosa oleh Sel

Kadar Glukosa Darah

Komplikasi Akut

Komplikasi Kronis

Hiperglikemia
Hipoglikemia
Ketoasidosis diabetik
Sindrom HHNK

Makrovaskuler
Kaki diabetik
PJK
Stroke

Mikrovaskuler

Neuropati

Retinopati
Nefropati

Stres & kecemasan


Homeostasis
Latihan PMR

TD Normal

Keseimbangan tubuh
Hemodinamik stabil

KGD Normal

Umur
Jenis kelamin
Penyakit penyerta
Lama menderita DMT2
Sumber : Kombinasi dari Black & Hawks (2009); Riyadi & Sukarmin (2008);
Snyder & Lindquist (2002)

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

BAB 3
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN
DEFINISI OPERASIONAL

Dalam bab ini diuraikan tentang kerangka konsep penelitian, hipotesis, dan
difinisi operasional untuk membantu mempermudah memahami masing-masing
variabel penelitian dan hipotesis yang akan dibuktikan, serta batasan dari masingmasing variabel penelitian.
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan landasan berpikir dalam melakukan penelitian yang
dikembangkan berdasarkan teori. Dalam kerangka konsep ini dijelaskan tentang
variabel-variabel yang dapat diukur dalam penelitian. Variabel-variabel yang
dimaksud adalah sebagai berikut :
a. Variabel terikat (dependent)
Variabel terikat pada penelitian ini adalah kadar glukosa darah pasien DMT2
sebelum dan setelah mendapatkan relaksasi PMR.
b. Variabel bebas (independent)
Variabel independent pada penelitian ini adalah relaksasi PMR pada DMT2
yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok intervensi atau kelompok
yang diberikan latihan PMR dan kelompok kontrol atau kelompok yang tidak
mendapat latihan PMR.
c. Variabel perancu (confounding)
Variabel perancu pada penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, penyakit
penyerta, dan lama menderita diabetes.
Hubungan antara variabel-variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada
skema 3.1

30

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia

31

Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen

Variabel Dependen

Relaksasi PMR

Kadar Glukosa Darah

Variabel Confounding
Usia
Jenis Kelamin
Penyakit Penyerta
Lama menderita DM
3.2 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu pernyataan yang merupakan jawaban sementara peneliti
terhadap pertanyaan penelitian (Dahlan, 2008). Hipotesis inilah yang akan
dibuktikan oleh peneliti melalui penelitian. Ada dua kemungkinan hasil apakah
hipotesis penelitian terbukti atau tidak terbukti. Dalam penelitian ini ada dua
hipotesis yang dirumuskan peneliti, yaitu hipotesis mayor dan hipotesis minor.
Hipotesis mayor dalam penelitian ini adalah : Ada pengaruh PMR terhadap
penurunan KGD pada pasien DMT2 di RSUD Raden Mattaher Jambi. Sedangkan
hipotesis minornya adalah :
a.

Ada perbedaan rata-rata KGD sebelum dan setelah latihan PMR pada
kelompok intervensi.

b.

Ada perbedaan rata-rata KGD sebelum dan setelah intervensi pada kelompok
kontrol.

c.

Ada perbedaan selisih rata-rata KGD antara kelompok intervensi dan


kelompok kontrol setelah intervensi.

d.

Ada hubungan antara umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, dan lama
menderita DMT2 dengan penurunan rata-rata KGD setelah latihan PMR.

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

32
3.3 Definisi Operasional
Definisi operasional masing-masing variabel dijelaskan dalam tabel 3.1 berikut
ini.

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Variabel

Definisi Operasional

Cara Ukur

Hasil Ukur

Skala

Independent:
Progressive
Muscle
Relaxation
(PMR)

Suatu prosedur yang terdiri


dari 15 langkah untuk
mendapatkan
relaksasi
pada otot melalui 2 tahap,
yaitu dengan memberikan
tegangan pada kelompok
otot ( 8 detik), kemudian
melemaskan
kelompok
otot tersebut ( 8 detik).
Dilakukan selama 3 hari,
sehari 2 kali selama 15
menit.

Observasi
pelaksanaan
relaksasi PMR

1= iya/
melakukan 15
langkah PMR
0= tidak
melakukan 15
langkah PMR

Nominal

Dependent:
Kadar glukosa
darah

Kadar
glukosa
darah
pasien diabetes melitus
tipe 2 jam 06.00, 11.00,
dan 16.00 yang diukur
dengan glukometer

Pengukuran
dengan
observasi nilai
KGD
menggunakan
Glukometer.
KGD
diukur
hari 0 sebelum
dan hari ke 4
setelah
dilakukan PMR

Glukosa darah
dalam satuan
mg/dl

Interval

Perancu:
Umur

Umur responden yang


dihitung dalam tahun

Kuesioner

1= 45 tahun
2= > 45 tahun

Ordinal

Jenis Kelamin

Gender yang terdiri dari


laki-laki dan perempuan

Kuesioner

Kategori :
1. Laki-laki
2. Perempuan

Nominal

Penyakit
penyerta
DMT2

Ada tidaknya penyakit


yang menyertai DMT2
sebagai komplikasi dan
mempengaruhi KGD

0= tidak ada
1= ada

Nominal

Lama
menderita DM

Lamanya pasien menderita


DM setelah didiagnosis
dokter

Kuesioner
Data
ini
diperoleh
dengan melihat
catatan medis/
keperawatan
Kuesioner

0 = mean
1 = > mean

Ordinal

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menguraikan desain penelitian, populasi dan sampel, tempat penelitian,
waktu penelitian, etika penelitian, alat pengumpul data, prosedur pengumpulan
data, dan analisis data.
4.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan pre and post with control
group, yaitu suatu desain yang memberikan perlakuan pada dua atau lebih
kelompok, kemudian diobservasi sebelum dan sesudah implementasi (Polit &
Beck, 2006). Desain ini digunakan untuk membandingkan hasil intervensi dua
kelompok, yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol yang keduanya
diukur sebelum dan sesudah dilakukan intervensi (Notoatmojo, 2005). Kelompok
kontrol dalam penelitian ini penting untuk melihat perbedaan perubahan variabel
dependen antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Untuk lebih
jelasnya desain ini dapat dilihat pada skema 4.1.
Skema 4.1 Desain penelitian
Post test

Pre test
X1

X2

Relaksasi PMR

Out put
X1 X2 = Y1
X3 X4 = Y2
X1 X3 = Y3

Tidak mendapat
relaksasi PMR

X3

X4

Y1 Y2 = Y4

Keterangan :
X1

: Rata-rata KGD pasien DMT2 sebelum relaksasi PMR pada kelompok


intervensi.

X2

: Rata-rata KGD pasien DMT2 setelah relaksasi PMR pada kelompok


intervensi.
33

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia

34
X3

: Rata-rata KGD pasien DMT2 sebelum intervensi pada kelompok kontrol.

X4

: Rata-rata KGD pasien DMT2 setelah intervensi pada kelompok kontrol.

Y1

: Perbedaan rata-rata KGD pasien DMT2 sebelum dan setelah intervensi


PMR pada kelompok intervensi.

Y2

: Perbedaan rata-rata KGD pasien DMT2 sebelum dan setelah intervensi


pada kelompok kontrol.

Y3

: Perbedaan rata-rata KGD pasien DMT2 sebelum intervensi pada


kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

Y4

: Perbedaan rata-rata KGD pasien DMT2 setelah intervensi pada kelompok


intervensi dan kelompok kontrol.

4.2 Populasi dan sampel


4.2.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien DMT 2 yang dirawat di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Raden Mattaher Jambi.
4.2.2 Sampel
4.2.2.1 Teknik pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling, yaitu merekrut
semua subjek yang memenuhi kriteria inklusi dalam waktu tertentu. Menurut
Sastroasmoro, (2006), consecutive sampling merupakan jenis non-probability
sampling yang paling baik dan paling sering digunakan dalam studi klinis. Sampel
yang diambil dalam penelitian ini didasarkan pada kriteria inklusi dan eksklusi
yang dibuat peneliti.
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah 1) Penderita DMT2 dengan atau tanpa
penyakit penyerta yang dirawat inap, dengan kadar glukosa darah saat masuk
rumah sakit 200 mg/dl. 2) Bersedia menjadi subjek penelitian, 3) Belum pernah
melakukan relaksasi PMR, 4) Mendapat terapi insulin short acting (Reguler
Insulin) subkutan atau obat hiperglikemia oral , 5) Bersedia mematuhi program
pengobatan yang dijalankan (mematuhi diet rumah sakit dan menjalankan terapi
insulin/ OHO) di bawah observasi peneliti atau asisten peneliti selama penelitian
berlangsung.
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

35
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah; 1) Pasien pulang sebelum mencapai 6
kali perlakuan, 2) Pasien menolak melanjutkan perlakuan sebelum mencapai 6
kali latihan PMR, 3) Mengalami stres dan kecemasan berat, dan 4) Pasien
mengalami gangguan kesadaran.
Dalam penelitian ini subjek atau responden dibagi dalam 2 kelompok, yaitu
kelompok DMT2 yang mendapat latihan PMR (kelompok intervensi), dan
kelompok pembanding atau kelompok kontrol yaitu kelompok DMT2 yang
dirawat sesuai standar perawatan rumah sakit dan tidak mendapat PMR.
Penentuan kelompok dibedakan pada ruang rawat pasien, kelompok intervensi
diambil pada pasien yang dirawat di ruang Mayang Mengurai, Pinang Masak, dan
Gapkindo, sedangkan kelompok kontrol diambil pada pasien yang dirawat di
ruang Interne RSUD Raden Mattaher Jambi.
4.2.2.2 Besar Sampel
Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini ditetapkan dengan
menggunakan rumus dua populasi berpasangan (Sastroasmoro, 2008; Dahlan,
2006), yaitu :

n = (Z + Z). Sd
d

Keterangan :
n

: Besar sampel kelompok intervensi dan kelompok kontrol

Z : Deviat baku alpha (1,96)


Z : Deviat baku beta (1,64)
Sd : Simpangan baku dari rerata selisih (dari pustaka)
d

: Selisih rerata kedua kelompok yang bermakna (clinical judgment)

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

36
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setyawati, (2010) diketahui : Sd =
51,87, selisih kadar glukosa darah dianggap bermakna 50, maka :
n = (Z +Z) Sd
d

= (1,96 + 1,64) 51,87


50

= 13,9
Untuk antisipasi drop out, jumlah sampel ditambah 10% dari perkiraan besar
sampel sehingga besar sampel masing-masing kelompok menjadi 15 responden.
Pada pelaksanaan pengambilan data, jumlah responden yang didapatkan adalah
15 orang untuk masing-masing kelompok.
4.3 Waktu dan Tempat Penelitian
4.3.1 Waktu
Jadwal waktu penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.1 seperti di bawah ini.
Tabel 4.1 Rencana Jadwal Penelitian dalam Minggu
Kegiatan

Jan-Feb-Mar
1 2 3 4

April
Mei
Juni
Juli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

Penyelesaian Bab I-IV


Ujian proposal
Pengumpulan data
Analisis & penafsiran data
Penulisan laporan
Ujian hasil penelitian
Sidang tesis
Perbaikan tesis
Jilid hard cover
Pengumpulan laporan

Pengumpulan data dilaksanakan dari tanggal 27 April sampai dengan 31 Mei


2011.
4.3.2 Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Rawat Inap Mayang Mengurai, Pinang
Masak, Gapkindo, dan Interne RSUD Raden Mattaher Jambi.

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

37
4.4 Etika Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan memperhatikan dan menjunjung tinggi etika
penelitian, meliputi penerapan prinsip-prinsip etik dan informed consent.
4.4.1 Prinsip Etik
Penelitian ini dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip atau isu-isu
etik, yang meliputi; nonmaleficience, beneficience, autonomy, dan justice.
a.

Nonmaleficience (terhindar dari cidera)


Sebelum penelitian dilakukan, responden diberi penjelasan tentang tujuan dan
prosedur penelitian (lembar penjelasan penelitian dapat dilihat pada lampiran
1). Selama penelitian berlangsung peneliti dan asisten peneliti melakukan
observasi terhadap risiko yang mungkin terjadi akibat intervensi penelitian,
yaitu hipotensi. Oleh karena itu sebelum dilakukan intervensi terlebih dahulu
dilakukan pemeriksaan atau observasi terhadap tanda dan gejala hipotensi,
begitu juga setelah intervensi. Hasilnya selama penelitian berlangsung tidak
ada responden yang mengalami hipotensi terkait latihan PMR yang
dilakukan.

b.

Beneficience (bermanfaat)
Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperiman dengan memberikan terapi pada
kelompok intervensi berupa relaksasi PMR, artinya responden mempunyai
potensi untuk menerima manfaat dari intervensi yang diberikan. Secara fisik
manfaat PMR bagi responden adalah membantu menurunkan kadar glukosa
darah, sedangkan secara psikologis responden akan merasa lebih tenang, lebih
segar, serta stres dan kecemasannya menurun. Selama penelitian berlangsung
beberapa responden mangatakan rasa enak dan rileks setelah melakukan
PMR.

c.

Autonomy
Sebelum penelitian dilakukan responden diberi penjelasan secara lengkap
meliputi tujuan penelitian, prosedur, gambaran risiko atau ketidaknyamanan
yang mungkin terjadi, serta keuntungan atau manfaat penelitian. Setelah
diberikan penjelasan pasien bebas menentukan pilihan untuk berpartisipasi
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

38
dalam penelitian atau tidak, dan tidak ada unsur paksaan. Pasien yang
bersedia ikut dalam penelitian dipersilahkan untuk menandatangani surat
persetujuan menjadi responden penelitian.
d.

Justice (Keadilan)
Semua responden berhak mendapatkan perlakuan yang adil baik sebelum,
selama, dan setelah berpartisipasi dalam penelitian. Semua responden tetap
menjalankan terapi standar dari rumah sakit. Responden yang tergabung
dalam kelompok intervensi mendapatkan tambahan terapi berupa relaksasi
PMR selama penelitian berlangsung, responden dalam kelompok kontrol
diberikan relaksasi PMR setelah pengumpulan data penelitian selesai
dilakukan.

4.4.2 Informed Consent


Lembar ini diberikan kepada responden untuk ditandatangani setelah sebelumnya
diberikan penjelasan prosedur penelitian, keuntungan dan kerugian bagi
responden, serta manfaat dari penelitian. Tidak ada unsur paksaan bagi responden
yang ingin bergabung atau menarik diri dari penelitian ini. Selama penelitian
berlangsung responden mempunyai hak untuk mengikuti penelitian ini sampai
selesai, atau menghentikan keikutsertaannya dalam penelitian ini meskipun
kegiatan penelitian belum selesai. Dalam penelitian ini, semua responden
menandatangani informed concent dan tidak ada yang menarik diri dari penelitian
sampai penelitian selesai. Lembar persetujuan penelitian ini dapat dilihat pada
lampiran 2.
4.5 Alat dan Prosedur Pengumpulan Data
4.5.1 Alat Pengumpul Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat glukometer untuk
pemeriksaan kadar glukosa darah, kuesioner karakteristik responden, lembar
observasi pelaksanaan PMR dan pengukuran kadar glukosa darah.

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

39
a.

Glukometer
a) Spesifikasi
Nama produk blood glucose monitor, volume 11 dan opsi tetes ulang.
Rentang hasil pengukuran 10-600 mg/dl dengan waktu tes 5 detik.
Metode pengukuran menggunakan fotometrik, dan sistem kalibrasi
menggunakan kode chip.
b) Validasi alat
Alat yang masih baru telah dilakukan uji validitas oleh pabrik.
Penggunaan alat untuk pemeriksaan glukosa darah lebih dari 50 kali atau
minimal 3 bulan sekali dilakukan uji validitas dengan menggunakan alat
khusus yang disebut quality control (QC).

b.

Kuesioner karakteristik responden


Kuesioner ini digunakan untuk mencatat karakteristik responden, meliputi
inisial, umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, lama menderita DMT2 dan
terapi medis. Kuesioner ini dapat dilihat pada lampiran 3.

c.

Lembar observasi pelaksanaan PMR dan pengukuran KGD


Lembar observasi ini digunakan untuk mencatat hasil observasi pelaksanaan
PMR sesuai pedoman yang dibuat peneliti selama penelitian berlangsung dan
hasil pengukuran KGD pasien sebelum dan setelah dilakukan intervensi
PMR. Lembar observasi ini dapat dilihat pada lampiran 4.

4.5.2 Prosedur Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dan asisten peneliti. Prosedur
pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan
pelaksanaan.
4.5.2.1 Tahap Persiapan
a.

Persiapan Instrumen
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan instrumen yang digunakan untuk
pengumpulan data berupa lembar panduan PMR, kuesioner karakteristik
responden, lembar observasi kadar glukosa darah, lembar observasi
pelaksanaan PMR, dan peralatan glukometer.
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

40
Pada tahap ini peneliti juga merekrut tiga orang asisten yang peneliti pilih
dari perawat ruangan dengan kriteria; berpendidikan minimal diploma tiga
keperawatan, pengalaman kerja di ruang penyakit dalam minimal 5 tahun,
bersedia diberi pelatihan PMR dan cara pengumpulan data, dan bersedia
menjadi asisten penelitian. Peran asisten dalam penelitian ini adalah
membantu peneliti dalam pengumpulan data meliputi observasi pelaksanaan
PMR, pengukuran KGD, observasi terhadap ketaatan diit dan pengobatan
pasien.
b.

Persiapan Administrasi
Pada tahap ini peneliti mengurus perijinan tempat penelitian dengan
mengajukan surat permohonan ijin penelitian dari Dekan FIK-UI yang
ditujukan ke Direktur RSUD Raden Mattaher Jambi.

4.5.2.2 Tahap Pelaksanaan


Pada tahap kedua ini peneliti melakukan pengumpulan data melalui langkahlangkah; 1) memilih responden sesuai kriteria inklusi dan eksklusi, 2)
memberikan informasi penelitian kepada responden dengan jelas, 3) meminta
persetujuan pasien untuk menjadi responden, 4) menentukan kelompok responden
(kelompok intervensi dan kelompok kontrol). 5) Melakukan kontrak dengan
responden baik kelompok kontrol maupun kelompok intervensi. Selanjutnya
untuk kelompok intervensi dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a.

Hari pertama peneliti menemukan responden sesuai kriteria inklusi dan


eksklusi (hari 0).
Peneliti melihat status pasien untuk memastikan diagnosis pasien DMT2 dan
kadar glukosa darah waktu masuk 200 mg/dl, ada tidaknya penyakit
penyerta, kemudian peneliti ke tempat tidur pasien menjelaskan rencana
penelitian dan meminta persetujuan pasien untuk menjadi responden
penelitian. Peneliti melakukan skrining terhadap stres dan kecemasan pasien
menggunakan skala VAS, serta mengisi kuisioner karakteristik responden.
Dilanjutkan dengan pengukuran kadar glukosa darah pukul 06.00, 11.00, dan
16.00 WIB (prosedur pelaksanaan pengukuran KGD dapat dilihat pada
lampiran 5). Setelah itu peneliti melakukan kontrak waktu dengan pasien
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

41
untuk melatih PMR sampai pasien bisa melakukan sendiri. Peneliti juga
melakukan kontrak waktu pelaksanaan PMR yang dilakukan selama 3 hari, 2
kali sehari selama 15 menit yaitu antara pukul 11.00-12.00 WIB dan pukul
16.00-17.00 WIB.
b.

Hari ke-1 penelitian (hari 1 pasien melakukan PMR dengan panduan


peneliti). Pada hari ke-1 ini peneliti dan atau asisten peneliti memastikan dan
mencatat ke dalam lembar observasi tentang penatalaksanaan yang diberikan
kepada responden, meliputi; 1) menjalankan terapi (insulin atau OHO), dan
menghabiskan makan pagi yang dihidangkan petugas rumah sakit. 2) Pasien
melakukan PMR1 sesuai panduan dan latihan yang dilakukan sebelumnya,
yaitu 15 langkah PMR secara berurutan yang dilakukan antara pukul 11.0012.00 WIB selama 15 menit. 3) Menjalankan terapi (insulin atau OHO), dan
menghabiskan makan siang yang dihidangkan petugas rumah sakit. 4) Pasien
melakukan PMR2 sesuai panduan yang dilaksanakan antara pukul 16.0017.00 WIB selama 15 menit dibawah observasi peneliti atau asisten
peneliti. 4) Menjalankan terapi (insulin atau OHO), dan menghabiskan makan
malam yang dihidangkan petugas rumah sakit. 5) Mengingatkan kontrak
untuk hari ke-2.

c.

Pada hari ke-2 penelitian ini peneliti dan atau asisten peneliti memastikan dan
mencatat ke dalam lembar observasi tentang penatalaksanaan yang diberikan
kepada responden, meliputi; 1) menjalankan terapi (insulin atau OHO), dan
menghabiskan makan pagi yang dihidangkan petugas rumah sakit. 2) Pasien
melakukan PMR3 sesuai panduan yaitu 15 langkah PMR secara berurutan
yang dilakukan antara pukul 11.00-12.00 WIB selama 15 menit. 3)
Menjalankan terapi (insulin atau OHO), dan menghabiskan makan siang yang
dihidangkan petugas rumah sakit. 4) Pasien melakukan PMR4 sesuai panduan
yang dilaksanakan antara pukul 16.00-17.00 WIB selama 15 menit dibawah
observasi peneliti atau asisten peneliti. 4) Menjalankan terapi (insulin atau
OHO), dan menghabiskan makan malam yang dihidangkan petugas rumah
sakit. 5) Mengingatkan kontrak untuk hari ke-3.

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

42
d.

Hari ke-3 penelitian


Hari ke-3 ini merupakan hari terakhir pasien melakukan PMR, yaitu PMR 5
dan PMR6. Pada hari ke-3 penelitian ini peneliti dan atau asisten peneliti
memastikan

dan

mencatat

ke

dalam

lembar

observasi

tentang

penatalaksanaan yang diberikan kepada responden, meliputi; 1) menjalankan


terapi (insulin atau OHO), dan menghabiskan makan pagi yang dihidangkan
petugas rumah sakit. 2) Pasien melakukan PMR5 sesuai panduan yaitu 15
langkah PMR secara berurutan yang dilakukan antara pukul 11.00-12.00 WIB
selama 15 menit. 3) Menjalankan terapi (insulin atau OHO), dan
menghabiskan makan siang yang dihidangkan petugas rumah sakit. 4) Pasien
melakukan PMR6 sesuai panduan yang dilaksanakan antara pukul 16.0017.00 WIB selama 15 menit dibawah observasi peneliti atau asisten
peneliti. 4) Menjalankan terapi (insulin atau OHO), dan menghabiskan makan
malam yang dihidangkan petugas rumah sakit. 5) Mengingatkan kontrak
untuk hari ke-4.
e. Hari ke-4 penelitian
Pada hari ke-4 ini peneliti dan atau asisten melakukan pengukuran kadar
glukosa darah pukul 06.00, 11.00, dan 16.00 WIB, kemudian mencatat hasil
pengukuran tersebut ke dalam lembar observasi. Setelah itu peneliti
melakukan terminasi kepada pasien serta menganjurkan pasien untuk
melaksanakan PMR sendiri tanpa pengawasan peneliti untuk membantu
mengontrol kadar glukosa darahnya.
Untuk kelompok kontrol, hari pertama peneliti bertemu responden (hari 0)
dilakukan penjelasan penelitian, informed consent, skrining stres dan kecemasan
sesuai kriteria inklusi, pengukuran kadar glukosa darah pukul 06.00, 11.00, dan
16.00 WIB, selanjutnya melakukan kontrak tiga hari kedepan. Hari 1 sampai 3
penelitian, dilakukan pemantauan terhadap terapi yang diberikan (insulin/ OHO),
dan pemantauan ketaatan terhadap diet yang diberikan.

Hari ke-4 penelitian

dilakukan pengukuran kadar glukosa darah pukul 06.00, 11.00, dan 16.00 WIB,
dan responden yang ingin mempelajari relaksasi PMR, pada hari ke-4 ini akan
diberikan latihan PMR. Untuk prosedur penelitian, dapat dilihat pada lampiran 7
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

43
4.6 Pengolahan dan Analisis Data
4.6.1 Pengolahan Data
Proses pengolahan data meliputi proses editing, coding, entry data, dan cleaning
data. 1) Editing dilakukan untuk melihat kelengkapan data, data yang belum
lengkap segera dilengkapi pada pertemuan berikutnya., 2) Coding yaitu tindakan
memberi kode pada lembar kuesioner dan lembar observasi masing-masing
responden., 3) Entry data, yaitu kegiatan memasukkan data ke dalam program
komputer untuk dilakukan analisis menggunakan softwear statistik., dan 4)
Cleaning, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengecek kembali apakah masih
terdapat kesalahan data atau tidak. Setelah semua data dipastikan benar, maka
dilanjutkan dengan analisis data menggunakan komputer.
4.6.2 Analisis Data
4.6.2.1 Analisis Univariat
Tujuan analisis univariat adalah untuk mendeskripsikan karakteristik masingmasing variabel yang diteliti. Untuk data numerik (umur dan kadar glukosa darah)
digunakan nilai mean, median, simpangan baku, nilai minimal dan maksimal.
Sedangkan data kategorik (jenis kelamin, penyakit penyerta, dan lama menderita
DM) dijelaskan dengan nilai persentasi dan proporsi masing-masing kelompok.
4.6.2.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan
baik hipotesis mayor maupun hipotesis minor. Hipotesis mayor dalam penelitian
ini adalah ada pengaruh PMR terhadap penurunan KGD pasien DMT2 di RSUD
Raden Mattaher Jambi. Sedangkan hipotesis minornya adalah ada perbedaan ratarata KGD sebelum dan setelah intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol, ada perbedaan selisih mean rata-rata KGD setelah intervensi PMR pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol, dan ada hubungan masing-masing
variabel confounding terhadap penurunan rata-rata KGD setelah intervensi.
Sebelum dilakukan analisis bivariat terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data
menggunakan uji Shapiro-Wilk, karena jumlah sampel pada penelitian ini kurang
dari 50. Data yang berdistribusi secara normal diuji dengan uji beda dua mean (uji
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

44
t), dan data yang berdistribusi tidak normal diuji dengan uji Wilcoxon atau MannWhitney. Setelah dilakukan uji normalitas data, selanjutnya dilakukan uji
homogenitas atau kesetaraan pada setiap variabel data antara kelompok intervensi
dengan kelompok kontrol. Untuk data kategorik diuji dengan uji Chi-Square dan
untuk data numerik digunakan uji Levenes test. Apabila nilai p>0,05, maka data
tersebut homogen. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.2 Rencana Uji Kesetaraan Variabel Confounding
Variabel Confounding

Kelompok
Intervensi

Kontrol

Jenis Uji

Umur

Ordinal

Ordinal

Chi-Square

Jenis kelamin

Nominal

Nominal

Chi-Square

Penyakit penyerta

Nominal

Nominal

Chi-Square

Lama menderita DM

Ordinal

Ordinal

Chi-Square

Tabel 4.3 Rencana Analisis Bivariat Uji Beda Mean Antara


Dua Kelompok Data Variabel Dependen
Kelompok Data

Kelompok Data

Uji Statistik

Rata-rata KGD jam 06.00 sebelum


relaksasi PMR pada kelompok
intervensi

Rata-rata KGD jam 06.00


setelah relaksasi PMR pada
kelompok intervensi

Wilcoxon

Rata-rata KGD jam 11.00 sebelum


relaksasi PMR kelompok intervensi

Rata-rata KGD jam


setelah
relaksasi
kelompok intervensi

11.00
PMR

Uji t berpasangan
(paired t test)

Rata-rata KGD jam 16.00 sebelum


relaksasi PMR kelompok intervensi

Rata-rata KGD jam


setelah
relaksasi
kelompok intervensi

16.00
PMR

Wilcoxon

Rata-rata KGD jam 06.00 sebelum


intervensi pada kelompok kontrol
(tanpa PMR)

Rata-rata KGD jam 06.00


setelah
intervensi
pada
kelompok kontrol (tanpa PMR)

Uji t berpasangan
(paired t test)

Rata-rata KGD jam 11.00 sebelum


intervensi pada kelompok kontrol
(tanpa PMR)

Rata-rata KGD jam 11.00


setelah
intervensi
pada
kelompok kontrol (tanpa PMR)

Uji t berpasangan
(paired t test)

Rata-rata KGD jam 16.00 sebelum


intervensi pada kelompok kontrol
(tanpa PMR)

Rata-rata KGD jam 16.00


setelah
intervensi
pada
kelompok kontrol (tanpa PMR)

Uji t berpasangan
(paired t test)

Selisih mean KGD jam 06.00


kelompok kontrol

Selisih mean KGD jam 06.00


kelompok intervensi

Uji Mann-Whitney

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

45
Selisih mean KGD jam 11.00
kelompok kontrol

Selisih mean KGD jam 11.00


kelompok intervensi

Uji t tidak
berpasangan (pooled
t test)

Selisih mean KGD jam 16.00


kelompok kontrol

Selisih mean KGD jam 16.00


kelompok intervensi

Uji t tidak
berpasangan (pooled
t test)

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

BAB 5
HASIL PENELITIAN

Bab ini memaparkan hasil penelitian pengaruh progressive muscle realaxation


terhadap kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang telah
dilaksanakan di RSUD Raden Mattaher Jambi pada bulan April-Mei 2011. Jumlah
subjek dalam penelitian ini sebanyak 30 responden terbagi dalam dua kelompok,
yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol yang masing-masing terdiri dari
15 responden. Pembagian kelompok dibedakan berdasarkan ruangan rawat inap
penyakit dalam, 3 ruangan untuk kelompok intervensi, dan 3 ruangan untuk
kelompok kontrol. Data yang telah diperoleh dianalisis dengan analisis univariat
dan bivariat sesuai jenis data sebagai berikut :
5.1 Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menggambarkan karakteristik masing-masing
variabel yang diteliti yaitu umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, lama
menderita diabetes, dan rata-rata kadar glukosa darah sebelum dan setelah
intervensi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
a.

Gambaran karakteristik responden


Distribusi responden berdasarkan umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, dan
lama menderita DMT2 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5.1 Hasil Analisis Umur Responden Di RSUD Raden Mattaher Jambi
April-Mei 2011 (n1=n2= 15)
Kelompok

Mean

Median

SD

Min-Maks

95% CI

Intervensi
Kontrol

51,60
52,87

52,00
53,00

7,199
7,671

42-62
42-64

47,61-55,59
48,62-57,11

Hasil analisis tabel 5.1 dapat disimpulkan bahwa umur responden kelompok
intervensi dan kelompok kontrol hampir sama. Rata-rata umur responden
kelompok intervensi adalah 51,60 tahun dengan standar deviasi 7,199 tahun.
Umur terendah 42 tahun dan tertinggi 62 tahun. Dengan tingkat kepercayaan
95%, rata-rata umur responden kelompok intervensi berada antara 47,6146

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia

47
55,59 tahun. Sedangkan rata-rata umur responden kelompok kontrol adalah
52,87 tahun dengan standar deviasi 7,671 tahun. Umur terendah 42 tahun dan
tertinggi 64 tahun. Dengan tingkat kepercayaan 95%, rata-rata umur
responden kelompok intervensi berada antara 48,62-57,11 tahun.
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Penyakit Penyerta,
dan Lama Menderita DMT2 Di RSUD Raden Mattaher Jambi
April-Mei 2011 (n1=n2= 15)
Variabel
Jenis Kelamin
- Laki-laki
- Perempuan
Penyakit penyerta
- Tidak ada
- Ada
Lama menderita DMT2
- 8 tahun
- > 8 tahun

Intervensi
n
%

Kontrol
n
%

Total (%)

8
7

53,3
46,7

10
5

66,7
33,3

18 (60,0)
12 (40,0)

5
10

33,3
66,7

5
10

33,3
66,7

10 (33,3)
20 (66,7)

9
6

60,0
40,0

8
7

53,3
46,7

17 (56,7)
13 (43,3)

Hasil analisis tabel 5.2 menunjukkan bahwa responden dengan jenis kelamin
laki-laki lebih banyak dari pada perempuan, yaitu 8 orang (53,3%) untuk
kelompok intervensi dan 10 orang (66,7%) untuk kelompok kontrol. Sebagian
besar responden dirawat dengan penyakit penyerta, yaitu 66,7% dari
kelompok intervensi dan 66,7% dari kelompok kontrol. Sebagian besar
responden menderita DMT2 kurang atau sama dengan 8 tahun, yaitu 60,0%
untuk kelompok intervensi dan 53,3% untuk kelompok kontrol.
b.

Gambaran rata-rata kadar glukosa darah sebelum dan setelah dilakukan PMR
pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

48
Tabel 5.3 Hasil Analisis Kadar Glukosa Darah Responden Sebelum
Dan Setelah Dilakukan PMR Di RSUD Raden Mattaher Jambi
April-Mei 2011 (n1=n2=15)
Variabel
KGD

Kelompok

Mean

SD

Min-Maks

95% CI

182,20

69,104

96-339

143,93-220,47

KGD 11.00

262,33

77,391

146-405

219,48-305,19

KGD 16.00

236,67

84,641

88-400

189,79-283,54

Setelah
KGD 06.00

130,67

53,581

91-291

100,99-160,34

KGD 11.00

177,00

45,530

104-256

151,79-202,21

KGD 16.00

148,80

74,289

88-388

107,66-189,94

168,27

54,293

89-300

138,20-198,33

KGD 11.00

226,80

62,065

134-315

192,43-261,17

KGD 16.00

206,00

75,277

80-303

164,31-247,69

Setelah
KGD 06.00

155,53

46,457

99-279

129,81-181,26

KGD 11.00

206,53

45,436

142-307

181,37-231,69

KGD 16.00

197,53

66,517

110-367

160,70-234,37

Intervensi
Sebelum
KGD 06.00

Kontrol
Sebelum
KGD 06.00

n
15

15

Hasil analisis tabel 5.3 menunjukkan bahwa rata-rata kadar glukosa darah
(KGD) jam 06.00 sebelum dilakukan PMR pada kelompok intervensi adalah
182,20 mg/dl, dengan standar deviasi 69,104 mg/dl. Dengan tingkat
kepercayaan 95%, rata-rata KGD jam 06.00 sebelum PMR pada kelompok
intervensi diyakini antara 143,93 sampai dengan 220,47 mg/dl. Rata-rata
KGD jam 11.00 adalah 262,33 mg/dl, dengan standar deviasi 77,391 mg/dl.
Dengan tingkat kepercayaan 95%, rata-rata KGD jam 11.00 sebelum PMR
pada kelompok intervensi diyakini antara 219,48 sampai dengan 305,19
mg/dl. Sedangkan rata-rata KGD jam 16.00 adalah 236,67 mg/dl, dengan
standar deviasi 84,641 mg/dl. Dengan tingkat kepercayaan 95%, rata-rata
KGD jam 16.00 sebelum PMR pada kelompok intervensi diyakini antara
189,79 sampai dengan 283,54 mg/dl.
Rata-rata KGD jam 06.00 setelah dilakukan PMR pada kelompok intervensi
adalah 130,67 mg/dl, dengan standar deviasi 53,581 mg/dl. Dengan tingkat
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

49
kepercayaan 95%, rata-rata KGD jam 06.00 setelah dilakukan PMR pada
kelompok intervensi diyakini antara 100,99 sampai dengan 160,34 mg/dl.
Rata-rata KGD jam 11.00 adalah 177,00 mg/dl, dengan standar deviasi
45,530 mg/dl. Dengan tingkat kepercayaan 95%, rata-rata KGD jam 11.00
setelah dilakukan PMR pada kelompok intervensi diyakini antara 151,79
sampai dengan 202,21 mg/dl. Sedangkan rata-rata KGD jam 16.00 adalah
148,80 mg/dl, dengan standar deviasi 74,289 mg/dl. Dengan tingkat
kepercayaan 95%, rata-rata KGD jam 16.00 setelah dilakukan PMR pada
kelompok intervensi diyakini antara 107,66 sampai dengan 189,94 mg/dl.
Dari tabel 5.3 juga diketahui rata-rata KGD jam 06.00 sebelum intervensi
pada kelompok kontrol adalah 168,27 mg/dl, dengan standar deviasi 54,293
mg/dl. Dengan tingkat kepercayaan 95%, rata-rata KGD jam 06.00 sebelum
intervensi pada kelompok kontrol diyakini antara 138,20 sampai dengan
198,33 mg/dl. Rata-rata KGD jam 11.00 adalah 226,80 mg/dl, dengan standar
deviasi 62,065 mg/dl. Dengan tingkat kepercayaan 95%, rata-rata KGD jam
11.00 sebelum intervensi pada kelompok kontrol diyakini antara 192,43
sampai dengan 261,17 mg/dl. Sedangkan rata-rata KGD jam 16.00 sebelum
intervensi pada kelompok kontrol adalah 206,00 mg/dl, dengan standar
deviasi 75,277 mg/dl. Dengan tingkat kepercayaan 95%, rata-rata KGD jam
16.00 sebelum intervensi pada kelompok kontrol diyakini antara 164,31
sampai dengan 247,69 mg/dl.
Rata-rata KGD jam 06.00 setelah intervensi pada kelompok kontrol adalah
155,53 mg/dl, dengan standar deviasi 46,457 mg/dl. Dengan tingkat
kepercayaan 95%, rata-rata KGD jam 06.00 setelah intervensi pada kelompok
kontrol diyakini antara 129,81 sampai dengan 181,26 mg/dl. Rata-rata KGD
jam 11.00 adalah 206,53 mg/dl, dengan standar deviasi 45,436 mg/dl. Dengan
tingkat kepercayaan 95%, rata-rata KGD jam 11.00 setelah dilakukan
intervensi pada kelompok kontrol diyakini antara 181,37 sampai dengan
231,69 mg/dl. Sedangkan rata-rata KGD jam 16.00 adalah 197,53 mg/dl,
dengan standar deviasi 66,517 mg/dl. Dengan tingkat kepercayaan 95%, rata-

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

50
rata KGD jam 16.00 setelah dilakukan intervensi pada kelompok kontrol
diyakini antara 160,70 sampai dengan 234,37 mg/dl.
5.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat akan menguraikan ada tidaknya perbedaan rata-rata kadar
glukosa darah sebelum dan setelah intervensi pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol, ada tidaknya perbedaan selisih mean rata-rata kadar glukosa
darah setelah intervensi PMR pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol,
serta menguraikan ada tidaknya hubungan masing-masing variabel terhadap ratarata kadar glukosa darah setelah intervensi. Analisis bivariat dilakukan untuk
membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan.
Sebelum dilakukan analisis bivariat terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data
numerik yaitu KGD jam 06.00, 11.00, dan 16.00 sebelum dan setelah intervensi
PMR pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol, serta rata-rata selisih KGD
jam 06.00, 11.00, dan 16.00 sebelum dan setelah intervensi. Uji normalitas data
dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk. Setelah uji normalitas data, perlu juga
dilakukan uji homogenitas atau kesetaraan data antara kelompok intervensi
dengan kelompok kontrol. Pengujian ini bertujuan untuk menentukan bahwa
perubahan rata-rata kadar glukosa darah yang terjadi bukan karena variasi
responden, tetapi karena pengaruh PMR. Untuk data numerik digunakan uji
Levenes test, sedangkan data kategorik diuji dengan uji Chi-Square. Apabila
nilai p>0,05, maka data tersebut homogen. Berikut adalah tabel uji homogenitas
dan normalitas setiap variabel :
a.

Uji normalitas data rata-rata KGD jam 06.00, 11.00, dan 16.00 sebelum dan
setelah intervensi PMR antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

51
Tabel 5.4 Hasil Analisis Uji Normalitas Data Kadar Glukosa Darah Sebelum Dan
Setelah Intervensi PMR Pada Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol
Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011
Variabel
KGD

Kelompok

Intervensi
KGD 06.00
Sebelum
Setelah
KGD 11.00
Sebelum
Setelah
KGD 16.00
Sebelum
Setelah
Kontrol
KGD 06.00
Sebelum
Setelah
KGD 11.00
Sebelum
Setelah
KGD 16.00
Sebelum
Setelah
*Distribusi normal (p>0,05)

Mean

SD

pValue

182,20
130,67

69,104
53,581

0,135*
0,000

262,33
177,00

77,391
45,530

0,309*
0,439*

236,67
148,80

84,641
74,289

0,631*
0,000

168,27
155,53

54,293
46,457

0,235*
0,065*

226,80
206,53

62,065
45,436

0,254*
0,695*

206,00
197,53

75,277
66,517

0,166*
0,166*

15

15

Hasil analisis tabel 5.4 dapat disimpulkan bahwa rata-rata KGD jam 06.00
sebelum intervensi PMR pada kelompok intervensi adalah 182,20 mg/dl
dengan standar deviasi 69,104 mg/dl. Setelah intervensi PMR diperoleh ratarata KGD jam 06.00 sebesar 130,67 mg/dl dengan standar deviasi 53,581
mg/dl. Setelah dilakukan uji normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk
terhadap rata-rata KGD jam 06.00 sebelum intervensi PMR diperoleh nilai
p=0,135 (p>0,05), berarti rata-rata KGD jam 06.00 sebelum intervensi
berdistribusi secara normal. Namun rata-rata KGD jam 06.00 setelah
intervensi PMR pada kelompok intervensi berdistribusi secara tidak normal
dengan hasil uji statistik nilai p=0,000 (p<0,05).
Rata-rata KGD jam 11.00 sebelum intervensi PMR pada kelompok intervensi
adalah 262,33 mg/dl dengan standar deviasi 77,391 mg/dl. Setelah intervensi
PMR diperoleh rata-rata KGD jam 11.00 adalah 177,00 mg/dl dengan standar
deviasi 45,530 mg/dl. Setelah dilakukan uji normalitas data dengan uji
Shapiro-Wilk terhadap rata-rata KGD jam 11.00 sebelum intervensi PMR
diperoleh nilai p=0,309 (p>0,05), berarti rata-rata KGD jam 11.00 sebelum
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

52
intervensi berdistribusi secara normal. Demikian juga rata-rata KGD jam
11.00 setelah intervensi PMR pada kelompok intervensi berdistribusi secara
normal dengan hasil uji statistik nilai p=0,439 (p>0,05).
Rata-rata KGD jam 16.00 sebelum intervensi PMR pada kelompok intervensi
adalah 236,67 mg/dl dengan standar deviasi 84,641 mg/dl. Setelah intervensi
PMR diperoleh rata-rata KGD jam 16.00 adalah 148,80 mg/dl dengan standar
deviasi 74,289 mg/dl. Setelah dilakukan uji normalitas data dengan uji
Shapiro-Wilk terhadap rata-rata KGD jam 16.00 sebelum intervensi PMR
diperoleh nilai p=0,631 (p>0,05), berarti rata-rata KGD jam 16.00 sebelum
intervensi berdistribusi secara normal. Namun rata-rata KGD jam 16.00
setelah intervensi PMR pada kelompok intervensi berdistribusi secara tidak
normal dengan hasil uji statistik nilai p=0,000 (p<0,05).
Hasil analisis tabel 5.4 juga memperlihatkan bahwa rata-rata KGD jam 06.00
sebelum intervensi PMR pada kelompok kontrol adalah 168,27 mg/dl dengan
standar deviasi 54,293 mg/dl. Setelah intervensi PMR rata-rata KGD jam
06.00 adalah 155,53 mg/dl dengan standar deviasi 46,547 mg/dl. Hasil uji
normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk terhadap rata-rata KGD jam 06.00
sebelum intervensi PMR diperoleh nilai p=0,235 (p>0,05), berarti rata-rata
KGD jam 06.00 sebelum intervensi berdistribusi secara normal. Demikan
juga rata-rata KGD jam 06.00 setelah intervensi PMR pada kelompok kontrol
berdistribusi secara normal dengan hasil uji statistik nilai p=0,065 (p>0,05).
Rata-rata KGD jam 11.00 sebelum intervensi PMR pada kelompok kontrol
adalah 226,80 mg/dl dengan standar deviasi 62,065 mg/dl. Setelah intervensi
PMR rata-rata KGD jam 11.00 adalah 206,53 mg/dl dengan standar deviasi
45,436 mg/dl. Hasil uji normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk terhadap
rata-rata KGD jam 11.00 sebelum intervensi PMR diperoleh nilai p=0,254
(p>0,05), berarti rata-rata KGD jam 11.00 sebelum intervensi berdistribusi
secara normal. Demikian juga rata-rata KGD jam 11.00 setelah intervensi
PMR pada kelompok kontrol berdistribusi secara normal dengan hasil uji
statistik nilai p=0,695 (p>0,05).

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

53
Rata-rata KGD jam 16.00 sebelum intervensi PMR pada kelompok kontrol
adalah 206,00 mg/dl dengan standar deviasi 75,277 mg/dl. Setelah intervensi
PMR rata-rata KGD jam 16.00 adalah 197,53 mg/dl dengan standar deviasi
66,517 mg/dl. Hasil uji normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk terhadap
rata-rata KGD jam 16.00 sebelum intervensi PMR diperoleh nilai p=0,166
(p>0,05), berarti rata-rata KGD jam 16.00 sebelum intervensi berdistribusi
secara normal. Demikian juga rata-rata KGD jam 16.00 setelah intervensi
PMR pada kelompok kontrol berdistribusi secara normal dengan hasil uji
statistik nilai p=0,166 (p>0,05).
Analisis bivariat dilakukan dengan uji statistik Wilcoxon untuk mengetahui
perbedaan rata-rata KGD jam 06.00 dan KGD jam 16.00 sebelum dan setelah
intervensi PMR pada kelompok intervensi, serta selisih rata-rata KGD jam
06.00 antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Paired t test
untuk mengetahui perbedaan rata-rata KGD jam 11.00 sebelum dan setelah
intervensi PMR pada kelompok intervensi dan rata-rata KGD jam 06.00,
11.00 dan 16.00 sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol.
Sedangkan untuk analisis perbedaan selisih mean rata-rata KGD jam 06.00
setelah intervensi antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol
digunakan uji Mann-Whitney, selisih mean KGD jam 11.00 dan 16.00 setelah
intervensi PMR antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol
dilakukan dengan menggunakan uji statistik pooled t test. Untuk analisis
hubungan masing-masing variabel confounding dengan variabel dependen
dilakukan dengan uji Mann-Whitney.
b. Uji homogenitas terhadap umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, dan lama
menderita DMT2 antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

54
Tabel 5.5 Hasil Analisis Uji Homogenitas Responden Berdasarkan Umur, Jenis
Kelamin, Penyakit Penyerta, Dan Lama Menderita DMT2 Antara Kelompok
Intervensi Dan Kelompok Kontrol Di RSUD Raden Mattaher Jambi
April-Mei 2011
Variabel
Umur
45 thn
> 45 thn
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Penyakit penyerta
Tidak ada
Ada
Lama menderita DM
8 tahun
> 8 tahun
*Homogen (p>0,05)

Intervensi
n
%

Kontrol
n

Total (%)

pValue

6
9

40,0
60,0

5
10

33,3
66,7

11 (36,7)
19 (63,3)

1,000*

8
7

53,3
46,7

10
5

66,7
33,3

18 (60,0)
12 (40,0)

0,709*

5
10

33,3
66,7

5
10

33,3
66,7

10 (33,3)
20 (66,7)

1,000*

9
6

60,0
40,0

8
7

53,3
46,7

17 (56,7)
13 (43,3)

1,000*

Hasil analisis tabel 5.5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden


berumur lebih dari 45 tahun baik kelompok intervensi maupun kelompok
kontrol, yaitu 60,0% untuk kelompok intervensi dan 66,7% untuk kelompok
kontrol. Variabel umur ini selanjutnya diuji dengan uji Chi-Square untuk
mengetahui kesetaraan umur responden antara kelompok intervensi dengan
kelompok kontrol dan diperoleh nilai p=1,000 (p>0,05), yang berarti bahwa
ada kesetaraan umur antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.
Dari tabel 5.5 juga dapat disimpulkan bahwa responden dengan jenis kelamin
laki-laki lebih banyak dari pada perempuan, yaitu 8 orang (53,3%) untuk
kelompok intervensi dan 10 orang (66,7%) untuk kelompok kontrol. Variabel
ini setelah diuji dengan Chi-Square untuk mengetahui kesetaraan jenis
kelamin responden antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol dan
diperoleh nilai p=0,709 (p>0,05), artinya ada kesetaraan jenis kelamin antara
kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.
Sebagian besar responden dirawat dengan penyakit penyerta, yaitu 66,7% dari
kelompok intervensi dan 66,7% dari kelompok kontrol. Variabel penyakit
penyerta ini setelah diuji dengan uji Chi-Square untuk mengetahui kesetaraan
ada tidaknya penyakit penyerta antara kelompok intervensi dengan kelompok

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

55
kontrol diperoleh nilai p=1,000 (p>0,05), artinya ada kesetaraan data penyakit
penyerta antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.
Sebagian besar responden menderita DMT2 kurang atau sama dengan 8
tahun, yaitu 60,0% untuk kelompok intervensi dan 53,3% untuk kelompok
kontrol. Setelah diuji dengan uji Chi-Square untuk mengetahui kesetaraan
lama menderita DMT2 antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol
diperoleh nilai p=1,000 (p>0,05), artinya ada kesetaraan data lama menderita
DMT2 antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.
c.

Analisis uji homogenitas terhadap rata-rata kadar glukosa darah sebelum


intervensi PMR antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Tabel 5.6 Hasil Analisis Homogenitas Kadar Glukosa Darah Pasien DMT2 Sebelum
PMR Antara Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Di RSUD Raden
Mattaher Jambi April-Mei 2011 (n1=n2=15)
Variabel

Kelompok

KGD 06.00
Intervensi
Kontrol
KGD 11.00
Intervensi
Kontrol
KGD 16.00
Intervensi
Kontrol
*Homogen (p>0,05)

Mean

SD

SE

pValue

95% CI

182,20
168,27

69,104
54,293

17,842
14,019

0,452*

-32,547-60,413

262,33
226,80

77,391
62,065

19,982
16,025

0,187*

-16,935-88,002

236,67
206,00

84,641
75,277

21,854
19,436

0,571*

-29,243-90,576

KGD

Hasil analisis tabel 5.6 dapat disimpulkan bahwa rata-rata KGD jam 06.00
sebelum intervensi PMR pada kelompok intervensi adalah 182,20 mg/dl
dengan standar deviasi 69,104 mg/dl, sedangkan rata-rata KGD jam 06.00
sebelum intervensi pada kelompok kontrol adalah 168,27 mg/dl dengan
standar deviasi 54,293 mg/dl. Dari hasil uji t tidak berpasangan (pooled t test)
diperoleh nilai p=0,452 (p>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan rata-rata KGD jam 06.00 sebelum intervensi PMR
antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Diyakini sebesar 95%
bahwa jika pengukuran dilakukan di populasi, maka perbedaan rata-rata KGD
jam 06.00 sebelum intervensi antara kelompok intervensi dengan kelompok
kontrol adalah antara -32,547 sampai dengan 60,413 mg/dl.
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

56
Rata-rata KGD jam 11.00 sebelum intervensi PMR pada kelompok intervensi
adalah 262,33 mg/dl dengan standar deviasi 77,391 mg/dl, sedangkan ratarata KGD jam 11.00 sebelum intervensi pada kelompok kontrol adalah
226,80 mg/dl dengan standar deviasi 62,065 mg/dl. Dari hasil uji t tidak
berpasangan (pooled t test) diperoleh nilai p=0,187 (p>0,05), maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata KGD jam
11.00 sebelum intervensi PMR antara kelompok intervensi dengan kelompok
kontrol. Diyakini sebesar 95% bahwa jika pengukuran dilakukan di populasi,
maka perbedaan rata-rata KGD jam 11.00 sebelum intervensi antara
kelompok intervensi dengan kelompok kontrol adalah antara -16,935 sampai
dengan 88,002 mg/dl.
Rata-rata KGD jam 16.00 sebelum intervensi PMR pada kelompok intervensi
adalah 236,67 mg/dl dengan standar deviasi 84,641 mg/dl, sedangkan ratarata KGD jam 16.00 sebelum intervensi pada kelompok kontrol adalah
206,00 mg/dl dengan standar deviasi 75,277 mg/dl. Dari hasil uji t tidak
berpasangan (pooled t test) diperoleh nilai p=0,571 (p>0,05), maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata KGD jam
16.00 sebelum intervensi PMR antara kelompok intervensi dengan kelompok
kontrol. Diyakini sebesar 95% bahwa jika pengukuran dilakukan di populasi,
maka perbedaan rata-rata KGD jam 16.00 sebelum intervensi antara
kelompok intervensi dengan kelompok kontrol adalah antara -29,243 sampai
dengan 90,576 mg/dl.
Setelah diketahui distribusi masing-masing data, dilanjutkan dengan analisis
pengaruh PMR terhadap rata-rata kadar glukosa darah. Berikut adalah tabel
pengaruh PMR terhadap kadar glukosa darah :
a.

Pengaruh PMR terhadap rata-rata kadar glukosa darah pasien DMT2 sebelum
dan setelah intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

57
Tabel 5.7 Hasil Analisis Perbedaan Kadar Glukosa Darah Pasien DMT2 Sebelum
Dan Setelah Intervensi PMR Pada Kelompok Intervensi Dan Kelompok
Kontrol Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011
Variabel

Kelompok

Intervensi
KGD 06.00
Sebelum
Setelah
Selisih
KGD 11.00
Sebelum
Setelah
Selisih
KGD 16.00
Sebelum
Setelah
Selisih
Kontrol
KGD 06.00
Sebelum
Setelah
Selisih
KGD 11.00
Sebelum
Setelah
Selisih
KGD 16.00
Sebelum
Setelah
Selisih
*signifikan pada =0,05

Mean

SD

SE

P
Value

95% CI

182,20
130,67
51,53

69,104
53,581
54,970

17,842
13,835
14,193

0,001*

15

21,092-81,975

262,33
177,00
85,33

77,391
45,530
72,777

19,982
11,756
18,791

0,000*

15

45,031-125,636

236,67
148,80
87,87

84,641
74,289
96,598

21,854
19,181
24,941

0,003*

15

34,373-141,361

168,27
155,53
12,73

54,293
46,457
35,546

14,019
11,995
9,178

0,187

15

-6,951-32,418

226,80
206,53
20,27

62,065
45,436
47,131

16,025
11,731
12,169

0,118

15

-5,834-46,367

206,00
197,53
8,47

75,277
66,517
55,571

19,436
17,175
14,348

0,565

15

-22,307-39,241

KGD

Dari tabel 5.7 dapat disimpulkan bahwa rata-rata KGD jam 06.00 sebelum
intervensi PMR adalah 182,20 mg/dl dengan standar deviasi 69,104 mg/dl.
Setelah intervensi PMR diperoleh rata-rata KGD jam 06.00 sebesar 130,67
mg/dl dengan standar deviasi 53,581 mg/dl. Dari hasil uji Wilcoxon diperoleh
nilai mean perbedaan antara rata-rata KGD sebelum dan setelah intervensi
PMR sebesar 51,53 mg/dl, dengan standar deviasi 54,970 mg/dl. Hasil uji
statistik didapatkan nilai p= 0,001 (p<0,05), maka dapat disimpulkan ada
perbedaan yang signifikan antara rata-rata KGD jam 06.00 sebelum dan
setelah intervensi PMR. Diyakini sebesar 95% bahwa jika pengukuran
dilakukan di populasi, maka perbedaan rata-rata KGD jam 06.00 antara
sebelum dan setelah intervensi PMR adalah antara 21,092 sampai dengan
81,975 mg/dl.

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

58
Rata-rata KGD jam 11.00 sebelum intervensi PMR adalah 262,33 mg/dl
dengan standar deviasi 77,391 mg/dl. Setelah intervensi PMR didapatkan
rata-rata KGD jam 11.00 sebesar 177,00 mg/dl dengan standar deviasi 45,530
mg/dl. Dari hasil uji t berpasangan (paired t test) diperoleh nilai mean
perbedaan antara rata-rata KGD sebelum dan setelah intervensi PMR sebesar
85,33 mg/dl, dengan standar deviasi 72,777 mg/dl. Hasil uji statistik
didapatkan nilai p= 0,000 (p<0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan
yang signifikan antara rata-rata KGD jam 11.00 sebelum dan setelah
intervensi PMR. Diyakini sebesar 95% bahwa jika pengukuran dilakukan di
populasi, maka perbedaan rata-rata KGD antara sebelum dan setelah
intervensi PMR adalah antara 45,031 sampai dengan 125,636 mg/dl.
Rata-rata KGD jam 16.00 sebelum intervensi PMR adalah 236,67 mg/dl
dengan standar deviasi 84,641 mg/dl. Setelah intervensi PMR didapatkan
rata-rata KGD jam 16.00 sebesar 148,80 mg/dl dengan standar deviasi 74,289
mg/dl. Dari hasil uji Wilcoxon diperoleh nilai mean perbedaan antara rata-rata
KGD sebelum dan setelah intervensi PMR sebesar 87,87 mg/dl, dengan
standar deviasi 96,598 mg/dl. Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,003
(p<0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara ratarata KGD jam 16.00 sebelum dan setelah intervensi PMR. Diyakini sebesar
95% bahwa jika pengukuran dilakukan di populasi, maka perbedaan rata-rata
KGD jam 16.00 antara sebelum dan setelah intervensi PMR adalah antara
34,373 sampai dengan 141,361 mg/dl.
Dari tabel 5.7 juga dapat disimpulkan bahwa rata-rata KGD jam 06.00
sebelum intervensi pada kelompok kontrol adalah 168,27 mg/dl, dengan
standar deviasi 54,293 mg/dl. Setelah intervensi didapatkan rata-rata KGD
sebesar 155,53 mg/dl, dengan standar deviasi 46,457 mg/dl. Dari hasil uji t
berpasangan diperoleh nilai mean perbedaan antara rata-rata kadar glukosa
darah sebelum dan setelah intervensi sebesar 12,73 mg/dl, dengan standar
deviasi 35,546 mg/dl. Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,187 (p>0,05),
maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata
KGD jam 06.00 sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol.
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

59
Diyakini sebesar 95% bahwa jika pengukuran dilakukan di populasi, maka
perbedaan rata-rata KGD jam 06.00 antara sebelum dan setelah intervensi
adalah antara -6,951 sampai dengan 32,418 mg/dl.
Rata-rata KGD jam 11.00 sebelum intervensi pada kelompok kontrol adalah
226,80 mg/dl, dengan standar deviasi 62,065 mg/dl. Setelah intervensi
didapatkan rata-rata KGD sebesar 206,53 mg/dl, dengan standar deviasi
45,436 mg/dl. Dari hasil uji t berpasangan diperoleh nilai mean perbedaan
antara rata-rata KGD jam 11.00 sebelum dan setelah intervensi sebesar 20,27
mg/dl, dengan standar deviasi 47,131 mg/dl. Hasil uji statistik didapatkan
nilai p= 0,118 (p>0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang
signifikan antara rata-rata KGD jam 11.00 sebelum dan setelah intervensi
pada kelompok kontrol. Diyakini sebesar 95% bahwa jika pengukuran
dilakukan di populasi, maka perbedaan rata-rata KGD jam 11.00 antara
sebelum dan setelah intervensi adalah antara -5,835 sampai dengan 46,367
mg/dl.
Rata-rata KGD jam 16.00 sebelum intervensi pada kelompok kontrol adalah
206,00 mg/dl, dengan standar deviasi 75,277 mg/dl. Setelah intervensi
didapatkan rata-rata KGD sebesar 197,53 mg/dl, dengan standar deviasi
66,517 mg/dl. Dari hasil uji t berpasangan diperoleh nilai mean perbedaan
antara rata-rata kadar glukosa darah sebelum dan setelah intervensi sebesar
8,47 mg/dl, dengan standar deviasi 55,571 mg/dl. Hasil uji statistik
didapatkan nilai p= 0,565 (p>0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada
perbedaan yang signifikan antara rata-rata KGD jam 16.00 sebelum dan
setelah intervensi pada kelompok kontrol. Diyakini sebesar 95% bahwa jika
pengukuran dilakukan di populasi, maka perbedaan rata-rata KGD jam 16.00
antara sebelum dan setelah intervensi adalah antara -22,307 sampai dengan
39,241 mg/dl.
Pengaruh PMR terhadap perubahan KGD jam 06.00, 11.00, dan 16.00
masing-masing responden setelah intervensi pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

60
Grafik 5.1A Perubahan Kadar Glukosa Darah Jam 06.00 Masing-Masing
Responden Sebelum Dan Setelah Intervensi PMR Pada Kelompok
Intervensi Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011

KGD
(mg/
dl)

400
350
300
250
200
150
100
50
0
1

10 11 12 13 14 15

Responden
KGD JAM 6.00 PRE

KGD JAM 6.00 POST

Grafik 5.1B Perubahan Kadar Glukosa Darah Jam 06.00 Masing-Masing


Responden Sebelum Dan Setelah Intervensi PMR Pada Kelompok
Kontrol Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011

KGD
(mg
/dl)

350
300
250
200
150
100
50
0
1

10 11 12 13 14 15

Responden
KGD 6.00 PRE

KGD 6.00 POST

Grafik 5.1A menunjukkan bahwa KGD jam 06.00 masing-masing responden


mengalami penurunan setelah dilakukan PMR selama 3 hari atau 6 kali
latihan selama masing-masing sesi 15 menit. Sedangkan grafik 5.1B
memperlihatkan perubahan KGD jam 06.00 masing-masing responden yang
terjadi setelah tiga 3 hari intervensi pada kelompok kontrol, ada 4 responden
yang KGD-nya meningkat.

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

61
Grafik 5.2A Perubahan Kadar Glukosa Darah Jam 11.00 Masing-Masing
Responden Sebelum Dan Setelah Intervensi PMR Pada Kelompok
Intervensi Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0

KGD
(mg/
dl)

6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Responden
KGD JAM 11.00 PRE
KGD JAM 11.00 POST

Grafik 5.2B Perubahan Kadar Glukosa Darah Jam 11.00 Masing-Masing


Responden Sebelum Dan Setelah Intervensi PMR Pada Kelompok
Kontrol Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011

KGD
(mg/
dl)

350
300
250
200
150
100
50
0
1

10 11 12 13 14 15

Responden
KGD JAM 11.00 PRE

KGD JAM 11.00 POST

Grafik 5.2A menunjukkan bahwa KGD jam 11.00 masing-masing responden


mengalami perubahan ke arah penurunan setelah dilakukan PMR selama 3
hari atau 6 kali latihan selama masing-masing sesi 15 menit, hanya 1orang
responden

yang

KGD-nya

meningkat.

Sedangkan

grafik

5.2B

memperlihatkan perubahan KGD jam 11.00 masing-masing responden yang


terjadi setelah tiga 3 hari intervensi pada kelompok kontrol, ada 7 responden
yang KGD-nya meningkat.

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

62
Grafik 5.3A Perubahan Kadar Glukosa Darah Jam 16.00 Masing-Masing
Responden Sebelum Dan Setelah Intervensi PMR Pada Kelompok
Intervensi Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011

450
400
350
300
250
200
150
100
50
0

KGD
(mg/
dl)

6 7 8 9
Responden

KGD JAM 16.00 PRE

10 11 12 13 14 15

KGD JAM 16.00 POST

Grafik 5.3B Perubahan Kadar Glukosa Darah Jam 16.00 Masing-Masing


Responden Sebelum Dan Setelah Intervensi PMR Pada Kelompok
Kontrol Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011

KGD
(mg/
dl)

400
350
300
250
200
150
100
50
0
1

6 7 8 9
Responden

KGD JAM 16.00 PRE

10 11 12 13 14 15

KGD JAM 16.00 POST

Grafik 5.3A menunjukkan bahwa KGD jam 16.00 masing-masing responden


mengalami perubahan ke arah penurunan setelah dilakukan PMR selama 3
hari atau 6 kali latihan selama masing-masing sesi 15 menit, hanya 2 orang
responden

yang

KGD-nya

meningkat.

Sedangkan

grafik

5.3B

memperlihatkan perubahan KGD jam 11.00 masing-masing responden yang


terjadi setelah tiga 3 hari intervensi pada kelompok kontrol, ada 6 responden
yang KGD-nya meningkat.
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

63
b. Perbedaaan selisih mean rata-rata kadar glukosa darah setelah intervensi PMR
antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Tabel 5.8 Hasil Analisis Selisih Rata-Rata Kadar Glukosa Darah Pasien DMT2
Setelah PMR Antara Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol
Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011
Variabel

Kelompok

KGD 06.00
Intervensi
Kontrol
KGD 11.00
Intervensi
Kontrol
KGD 16.00
Intervensi
Kontrol
*Signifikan pada =0,05

Selisih Mean

SD

P Value

95% CI

51,53
12,73

54,970
35,546

0,014*

4,178-73,422

85,33
20,27

72,777
47,131

0,025*

7,919-107,281

87,87
8,47

96,598
55,571

0,001*

40,594-144,873

KGD

Hasil analisis tabel 5.8 dapat disimpulkan bahwa selisih mean rata-rata KGD
jam 06.00 sebelum dan setelah intervensi PMR kelompok intervensi adalah
51,53 mg/dl dengan standar deviasi 54,970 mg/dl. Selisih mean rata-rata
KGD jam 06.00 sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol adalah
12,73 mg/dl dengan standar deviasi 35,546 mg/dl. Hasil uji Mann-Whitney
diperoleh nilai p=0,014 (=0,05), artinya ada perbedaan yang signifikan
selisih mean KGD jam 06.00 antara kelompok intervensi dengan kelompok
kontrol. Diyakini sebesar 95% bahwa jika pengukuran dilakukan di populasi,
maka perbedaan selisih mean KGD jam 06.00 antara kelompok intervensi
dengan kelompok kontrol adalah antara 4,178 sampai dengan 73,422 mg/dl.
Selisih mean KGD jam 11.00 sebelum dan setelah intervensi PMR pada
kelompok intervensi adalah 85,33 mg/dl dengan standar deviasi 72,777
mg/dl, sedangkan selisih mean KGD jam 11.00 sebelum dan setelah
intervensi pada kelompok kontrol adalah 20,27 mg/dl dengan standar deviasi
47,131 mg/dl. Dari hasil uji t tidak berpasangan (pooled t test) diperoleh nilai
p= 0,025 (p<0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan
rata-rata selisih mean KGD jam 11.00 antara kelompok intervensi dengan
kelompok kontrol. Diyakini sebesar 95% bahwa jika pengukuran dilakukan di
populasi, maka perbedaan selisih mean KGD jam 11.00 antara kelompok

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

64
intervensi dengan kelompok kontrol adalah antara 7,919 sampai dengan
107,281 mg/dl.
Selisih mean KGD jam 16.00 sebelum dan setelah intervensi PMR pada
kelompok intervensi adalah 87,87 mg/dl dengan standar deviasi 96,598
mg/dl, sedangkan rata-rata selisih mean KGD jam 16.00 sebelum dan setelah
intervensi pada kelompok kontrol adalah 8,47 mg/dl dengan standar deviasi
55,571 mg/dl. Dari hasil uji t tidak berpasangan (pooled t test) diperoleh nilai
p= 0,001 (p<0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan
rata-rata selisih mean KGD jam 16.00 antara kelompok intervensi dengan
kelompok kontrol. Diyakini sebesar 95% bahwa jika pengukuran dilakukan di
populasi, maka perbedaan selisih mean KGD jam 16.00 antara kelompok
intervensi dengan kelompok kontrol adalah antara 40,594 sampai dengan
144,873 mg/dl.
c. Hubungan faktor perancu dengan rata-rata kadar glukosa darah setelah
intervensi PMR
Tabel 5.9 Hasil Analisis Umur, Jenis Kelamin, Penyakit Penyerta, Dan Lama
Menderita DMT2 Dengan Selisih Kadar Glukosa Darah Jam 06.00, 11.00,
Dan 16.00 Di RSUD Raden Mattaher Jambi April-Mei 2011
Variabel
Umur
- 45 tahun
- > 45 tahun
Jenis Kelamin
- Laki-laki
- Perempuan
Penyakit penyerta
- Tidak ada
- Ada
Lama menderita DMT2
- 8 tahun
- > 8 tahun

Intervensi
n
%

Kontrol
n
%

Total (%)

P value KGD
06.00 11.00 16.00

6
9

40,0
60,0

5
10

33,3
66,7

11 (36,7)
19 (63,3)

0,389

0,533

0,518

8
7

53,3
46,7

10
5

66,7
33,3

18 (60,0)
12 (40,0)

0,019

0,385

0,156

5
10

33,3
66,7

5
10

33,3
66,7

10 (33,3)
20 (66,7)

0,090

0,826

0,271

9
6

60,0
40,0

8
7

53,3
46,7

17 (56,7)
13 (43,3)

0,161

0,336

0,477

Hasil analisis tabel 5.9 dapat disimpulkan bahwa hasil uji Mann-Whitney
terhadap hubungan umur dengan selisih mean penurunan KGD jam 06.00
diperoleh nilai p=0,389, KGD jam 11.00 nilai p=0,533, dan KGD jam 16.00
nilai p=0,518 (=0,05), artinya tidak ada hubungan antara umur dengan
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

65
selisih mean penurunan KGD jam 06.00, 11.00, dan 16.00. Hasil uji MannWhitney terhadap hubungan jenis kelamin dengan selisih mean penurunan
KGD jam 06.00 diperoleh nilai p=0,019, KGD jam 11.00 nilai p=0,385, dan
KGD jam 16.00 nilai p=0,156 (p<0,05), artinya ada hubungan antara jenis
kelamin dengan selisih mean penurunan KGD jam 06.00, tetapi tidak ada
hubungan jenis kelamin dengan selisih penurunan KGD jam 11.00 dan 16.00.
Hasil uji Mann-Whitney terhadap hubungan penyakit penyerta dengan selisih
mean penurunan KGD jam 06.00 diperoleh nilai p=0,090, KGD jam 11.00
nilai p=0,826, KGD jam 16.00 nilai p=0,271 (p>0,05), artinya tidak ada
hubungan antara penyakit penyerta dengan selisih mean penurunan KGD jam
06.00, 11.00, dan 16.00. Sedangkan hasil uji Mann-Whitney terhadap
hubungan lama menderita DMT2 dengan selisih mean penurunan KGD jam
06.00 diperoleh nilai p=0,161, KGD jam 11.00 nilai p=0,336, KGD jam 16.00
nilai p=0,477 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan antara lama menderita
DMT2 dengan selisih mean penurunan KGD jam 06.00, 11.00, dan 16.00.

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

BAB 6
PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan pembahasan yang meliputi interpretasi dan diskusi hasil
penelitian yang telah dijelaskan dalam bab 5 (hasil penelitian) dengan mengacu
pada teori-teori dan penelitian yang telah ada sebelumnya baik yang mendukung
maupun yang berlawanan dengan temuan-temuan yang baru. Pada bab ini juga
disajikan keterbatasan penelitian dan implikasi serta tindak lanjut hasil penelitian
ini yang dapat digunakan dalam pelayanan, pendidikan, maupun penelitian
keparawatan dalam upaya meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien DMT2.
6.1 Interpretasi dan diskusi hasil penelitian
a.

Pengaruh PMR terhadap kadar glukosa darah


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien DMT2 yang diberi latihan
PMR selama tiga hari dengan frekuensi latihan dua kali sehari dan durasi
masing-masing sesi 15 menit memperlihatkan adanya perbedaan rata-rata
KGD baik KGD jam 06.00, 11.00, dan 16.00 sebelum dan setelah latihan
PMR, yaitu mengalami penurunan kadar glukosa darah. Sedangkan pasien
DMT2 yang tidak diberi latihan PMR tidak menunjukkan adanya penurunan
kadar glukosa darah.
Selisih rata-rata KGD jam 06.00 setelah dilakukan PMR berbeda secara
signifikan antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol (nilai
p=0,014, =0,05), Rata-rata KGD jam 11.00 dan jam 16.00 juga berbeda
secara signifikan antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol
setelah dilakukan PMR dengan nilai p= 0,025 dan p=0,001(=0,05).
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, terlihat bahwa latihan
PMR mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penurunan kadar
glukosa darah pada pasien DMT2. Peneliti meyakini bahwa PMR
memberikan pengaruh yang signifikan dalam menurunkan KGD pasien
DMT2 dalam penelitian ini dengan beberapa alasan, diantaranya penelitian
ini menggunakan desain kuasi eksperiman dengan pre and post with control
66

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia

67
group, variabel karakteristik responden setara (homogen) antara kelompok
intervensi dengan kelompok kontrol, dan variabel rata-rata kadar glukosa
darah sebelum intervensi setara antara kelompok intervensi dan kelompok
kontrol.
Mekanisme PMR dalam menurunkan KGD pada pasien DMT2 erat kaitannya
dengan stres yang dialami pasien baik fisik maupun psikologis. Selama stres,
hormon-hormon yang mengarah pada peningkatan KGD seperti epineprin,
kortisol, glukagon, ACTH, kortikosteroid, dan tiroid akan meningkat. Selain
itu peristiwa kehidupan yang penuh stres telah dikaitkan dengan perawatan
diri yang buruk pada penderita diabetes seperti pola makan, latihan, dan
penggunaan obat-obatan (Smeltzer & Bare, 2008; Price & Wilson, 2006).
Stres fisik maupun emosional mengaktifkan sistem neuroendokrin dan sistem
saraf simpatis melalui hipotalamus-pituitari-adrenal (Price & Wilson, 2006;
Smeltzer, 2002; DiNardo, 2009). Relaksasi PMR merupakan salah satu
bentuk mind-body therapy (terapi pikiran dan otot-otot tubuh) dalam terapi
komplementer (Moyad & Hawks, 2009). Brown 1997 dalam Snyder &
Lindquist (2002) menyebutkan bahwa respon stres merupakan bagian dari
jalur umpan balik yang tertutup antara otot-otot dan pikiran. Penilaian
terhadap stressor mengakibatkan ketegangan otot yang mengirimkan stimulus
ke otak dan membuat jalur umpan balik. Relaksasi PMR akan menghambat
jalur tersebut dengan cara mengaktivasi kerja sistem saraf parasimpatis dan
memanipulasi hipotalamus melalui pemusatan pikiran untuk memperkuat
sikap positif sehingga rangsangan stres terhadap hipotalamus berkurang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Ghazavi, et al (2007), bahwa
latihan PMR yang diberikan kepada pasien DM dapat menurunkan kadar
HbA1C. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah, pada penelitian tersebut
peneliti membandingkan PMR dengan terapi masase dan kelompok kontrol
pada pasien DMT1 (anak-anak) untuk mengukur HbA1C bukan KGD. 75
sampel dibagi dalam tiga kelompok, kelompok PMR dan kelompok terapi
masase diberikan intervensi setiap mau tidur malam oleh orang tua pasien
selama dua bulan. Hasilnya kelompok PMR dan kelompok terapi masase
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

68
menunjukkan penurunan HbA1C secara signifikan dibandingkan kelompok
kontrol (nilai p=0,026, p=0,036, =0,05).
Dari hasil penelitian Ghazavi, et al (2007) dan hasil penelitian ini jelas bahwa
PMR dapat menurunkan kadar glukosa darah pasien DM dengan
memunculkan kondisi rileks. Pada kondisi ini terjadi perubahan impuls saraf
pada jalur aferen ke otak dimana aktivasi manjadi inhibisi. Perubahan impuls
saraf ini menyebabkan perasaan tenang baik fisik maupun mental seperti
berkurangnya denyut jantung, menurunnya kecepatan metabolisme tubuh
dalam hal ini mencegah peningkatan KGD (Smeltzer & Bare, 2002).
Hipofisis anterior juga diinhibisi sehingga ACTH yang menyebabkan sekresi
kortisol menurun sehingga proses glukoneogenesis, katabolisme protein dan
lemak yang berperan meningkatkan KGD menurun (Sudoyo, et al, 2006).
Selisih rata-rata KGD jam 06.00 setelah dilakukan PMR berbeda secara
signifikan antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol (nilai
p=0,014, =0,05), selisih rata-rata KGD jam 11.00 dan jam 16.00 juga
berbeda secara signifikan antara kelompok intervensi dengan kelompok
kontrol setelah dilakukan PMR dengan nilai p= 0,025 dan p=0,001(=0,05).
Namun bila dilihat secara individu penurunan KGD jam 06.00 responden
berkisar antara 3-187 mg/dl, KGD jam 11.00 antara -12-239mg/dl, dan KGD
jam 16.00 antara -100-243 mg/dl. Dari hasil analisis ini KGD jam 06.00
setelah intervensi PMR mengalami penurunan untuk semua responden,
namun KGD jam 11.00 ada 1 responden (responden nomor 10) dan KGD jam
16.00 ada 2 responden (responden nomor 14 dan 15) yang KGD-nya tidak
mengalami penurunan setelah intervensi PMR, bahkan cendrung naik.
KGD jam 11.00 dan 16.00 termasuk KGD post prandial, KGD ini
dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya diit dan aktivitas. Tiga orang
responden yang KGD jam 11.00 dan 16,00-nya tidak mengalami penurunan
setelah intervensi PMR kemungkinan disebabkan oleh pengaruh makanan
karena dalam penelitian ini kontrol diit tidak dilakukan secara ketat dalam 24
jam. Selain itu, mungkin juga disebabkan oleh adanya infeksi yang diderita
responden yang menurut asumsi peneliti dapat meningkatkan KGD melalui
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

69
peningkatan metabolisme (hipermetabolisme). Kemungkinan lain adalah
ketidakmampuan responden melaksanakan PMR dengan benar. Meskipun
responden dapat melakukan semua prosedur atau langkah-langkah PMR,
namun bila yang bersangkutan tidak mampu memusatkan pikiran dalam
melaksanakan PMR juga kurang membawa hasil yang maksimal, karena
PMR merupakan salah satu bentuk mind-body therapy.
Individu mempunyai sifat yang multidimensi, respon individu dalam
mengatasi masalah berbeda-beda. Tampak pada penelitian ini dengan
perlakuan yang sama yaitu terapi PMR ternyata rentang penurunan KGD jam
06.00, 11.00, dan 16.00 setiap responden berbeda-beda. Responden dalam
penelitian ini melaporkan bahwa pada saat melakukan PMR ada dua sensasi
yang berbeda yaitu merasakan ketegangan otot ketika bagian otot-otot
tubuhnya diteganggkan dan merasakan sesuatu yang rileks, nyaman, enak,
dan santai ketika otot-otot tubuh yang sebelumnya ditegangkan tersebut
direlaksasikan. Namun ada beberapa responden yang melaporkan kurang bisa
merasakan sensasi dari latihan PMR yang dilakukannya karena mereka
kurang bisa berkonsentrasi dalam melakukan PMR tersebut, meskipun
dirinya bisa melakukan semua langkah atau prosedur PMR. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Richmond (2007), bahwa PMR merupakan salah satu
bentuk mind-body therapi, oleh karena itu saat melakukan PMR perhatian
diarahkan untuk membedakan perasaan yang dialami saat kelompok otot
dilemaskan dan dibandingkan ketika otot-otot dalam kondisi tegang.
Beberapa penelitian sebelumnya tentang PMR, telah menunjukkan manfaat
dalam mengatasi berbagai masalah kesehatan terutama mengurangi ansietas
atau kecemasan, dan berkurangnya kecemasan ini mempengaruhi berbagai
gejala psikologis dan kondisi medis. Yildirim & Fadiloglu (2006) dari hasil
penelitiannya menyebutkan bahwa PMR menurunkan kecemasan dan
meningkatkan kualitas hidup pasien yang menjalani dialisis. Penelitian yang
dilakukan oleh Sheu, et al, (2003) memperlihatkan bahwa PMR menurunkan
rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik pada pasien hipertensi di
Taiwan. Maryani (2008), menyebutkan PMR mengurangi kecemasan yang
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

70
berimplikasi pada penurunan mual dan muntah pada pasien yang menjalani
kemoterapi. Haryati (2009), menyebutkan bahwa PMR meningkatkan status
fungsional pasien kanker dengan kemoterapi di RS. Dr Wahidin
Sudirohusodo. Selanjutnya relaksasi otot progresif efektif menurunkan
tekanan darah pada pasien hipertensi primer di Kota Malang (Hamarno,
2010).
Jacobs (2001) menyatakan jika pada organ pankreas ada kerusakan pasokan
aliran darah, maka produksi hormon pankreas akan menurun yang berakibat
pada ketidakstabilan KGD. Dengan PMR upaya untuk mengatasi hal tersebut
diharapkan terjadi sehingga pankreas berfungsi dengan baik dan mampu
menghasilkan insulin secara normal. Lewis, et al (2003) mengemukakan
perlunya terapi komplementer dalam setting rumah sakit.
Penelitian ini sejalan dengan pernyataan Dunning (2003) bahwa terapi
komplementer memberikan manfaat pada pasien diabetes diantaranya
meningkatkan penerimaan kondisi DM saat ini, menurunkan stres,
kecemasan, dan depresi, mengembangkan strategi untuk mencegah stres
berkelanjutan, meningkatkan keterlibatan pasien dalam proses penyembuhan.
Keuntungan terapi komplementer secara spesifik bagi pasien diabetes juga
dikemukakan oleh Riyadi & Sukarmin (2008) yaitu menurunkan KGD,
meningkatkan kontrol metabolik, mencegah neuropati perifer, menurunkan
kadar katekolamin dan aktivitas otonom.
b. Hubungan variabel confounding dengan penurunan kadar glukosa darah
setelah intervensi PMR
1) Hubungan umur dengan penurunan kadar glukosa darah setelah
intervensi PMR
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa tidak ada hubungan antara umur
dengan penurunan kadar glukosa darah baik KGD jam 06.00, 11.00,
maupun jam 16.00 00 (nilai p=0,389, p=0,533, p=0,518; =0,05). Hasil
penelitian ini sejalan dengan pernyataan Golberg dan Coon (2006) bahwa
umur sangat erat kaitannya dengan kenaikan kadar glukosa darah,
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

71
sehingga semakin meningkat usia maka prevalensi diabetes dan
gangguan toleransi glukosa semakin tinggi. DMT2 biasanya terjadi
setelah usia 30 tahun dan semakin sering terjadi setelah usia 40 tahun
serta akan terus meningkat pada usia lanjut. Sekitar 6% individu berusia
45-64 tahun, dan 11% individu berusia di atas 65 tahun (Ignatavicius &
Walkman, 2006). Usia lanjut yang mengalami gangguan toleransi
glukosa mencapai 50-92% (Medicastore, 2007; Rochmah dalam Sudoyo,
2006).
Proses menua yang berlangsung setelah umur 30 tahun mengakibatkan
perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia. Perubahan dimulai dari
tingkat sel berlanjut ke tingkat jaringan dan akhirnya pada tingkat organ
yang mempengaruhi fungsi homeostasis. Komponen tubuh yang
mengalami perubahan adalah sel pankreas penghasil insulin, sel-sel
jaringan target yang menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain
yang mempengaruhi kadar glukosa darah.
Perubahan anatomi, fisiologi, dan biokimia yang terjadi pada pasien
DMT2 ini, mempengaruhi sel pankreas dalam mengahsilkan insulin
sehingga produksi insulin berkurang, sementara hormon counter regulasi
yang mempengaruhi peningkatan KGD meningkat. Perubahan ini terjadi
karena proses menua atau degeneratif, dan prosesnya lebih cepat terjadi
pada pasien DMT2 karena dipicu oleh KGD yang tinggi dalam waktu
yang lama. WHO menyebutkan bahwa setelah usia 30 tahun, maka kadar
glukosa darah akan naik 1-2 mg/dl/tahun pada saat puasa dan naik 5,6-13
mg/dl/tahun pada 2 jam setelah makan (Rochmah dalam Sudoyo, 2006).

2) Hubungan jenis kelamin dengan rata-rata kadar glukosa darah setelah


intervensi PMR
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa responden laki-laki lebih
banyak dibandingkan perempuan, yaitu 18 orang (60%). Hasil penelitian
ini tidak sejalan dengan temuan Santono, et al (2006) tentang gambaran
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

72
pola penyakit diabetes di RSUD Koja tahun 2000-2004. Dalam penelitian
tersebut dilaporkan bahwa perempuan lebih banyak dibandingkan lakilaki.
Dari hasil uji statistik diketahui bahwa tidak ada hubungan antara jenis
kelamin dengan penurunan kadar gula darah setelah intervensi PMR.
Asumsi peneliti adalah pasien DMT2 baik laki-laki maupun perempuan
lebih mempunyai kecendrungan untuk terjadi peningkatan KGD apabila
mempunyai berat badan yang lebih (obesitas), terjadi resistensi insulin,
dan DMT2 yang dideritanya sudah berlangsung lama tanpa kontrol
glukosa yang baik.
Tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan penurunan kadar
glukosa darah setelah intervensi pada penelitian ini, menurut peneliti
dapat mengurangi bias dari hasil penelitian sehingga variabel jenis
kelamin sebenarnya bukan merupakan variabel perancu pada penelitian
ini.
3) Hubungan penyakit penyerta dengan penurunan kadar glukosa darah
setelah intervensi PMR
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar responden
dirawat dengan penyakit penyerta, yaitu 20 orang (66,7%), dan dari hasil
uji statistik diketahui bahwa tidak ada hubungan antara penyakit penyerta
dengan penurunan kadar glukosa darah baik KGD jam 06.00, 11.00,
maupun jam 16.00 (p=0,090, p=0,826, p=0,271 =0,05).
Hasil penelitian ini sesuai dengan tulisan Smeltzer dan Bare (2002),
bahwa separuh dari keseluruhan pasien DM yang berusia 50 tahun ke
atas di rawat di rumah sakit setiap tahunnya, dan komplikasi DM
menyebabkan peningkatan angka rawat inap bagi pasien DMT2. Hal ini
terjadi karena DMT2 sering tidak menunjukkan gejala yang khas pada
awalnya, sehingga diagnosis baru ditegakkan ketika pasien berobat untuk
keluhan penyakit lain yang sebenarnya merupakan komplikasi dari
diabetes tersebut (Soegondo et al, 2009). Lebih lanjut Soegondo
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

73
mengatakan secara epidemiologis DMT2 sering kali tidak terdeteksi dan
dikatakan onset atau mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum
diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi
pada kasus yang tidak terdeteksi ini.
Menurut Waspadji (2009) penyandang DM mempunyai risiko untuk
terjadinya penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah otak 2
kali lebih besar, 5 kali lebih mudah menderita ulkus/ gangren, 7 kali lebih
mudah mengidap gagal ginjal terminal, dan 25 kali lebih mudah
mengalami kebutaan akibat kerusakan retina dari pada pasien non DM
(Waspdji, 2009). Responden dalam penelitian ini beberapa diantara
menderita ulkus kaki, penyakit jantung, anemia, gangguan pencernaan,
dan gangguan penglihatan.
4) Hubungan lama menderita DMT2 dengan penurunan kadar glukosa darah
setelah intervensi PMR
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar responden, yaitu
17 orang (56,7%) menderita DMT2 kurang atau sama dengan 8 tahun,
dan dari uji statistik diketahui tidak ada hubungan antara lama menderita
DMT2 dengan penurunan KGD setelah intervensi. Hasil penelitian ini
sesuai dengan tulisan Waspadji (2009) yang mengatakan bahwa lamanya
pasien menderita DM dikaitkan dengan komplikasi kronik yang
menyertainya. Hal ini didasarkan pada hipotesis metabolik, yaitu
terjadinya komplikasi kronik DM adalah sebagai akibat kelainan
metabolik yang ditemui pada pasien DM (Waspdji, 2009). Semakin lama
pasien menderita DM dengan kondisi hiperglikemia, maka semakin
tinggi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi kronik.
Atas dasar hipotesis ini West lebih setuju menganggap kelainan vaskuler
sebagai manifestasi patologis DM dari pada sebagai penyulit, karena
eratnya hubungan dengan kadar glukosa darah yang abnormal, sedangkan
untuk mudahnya terjadi infeksi seperti tuberkulosis atau gangren diabetik
lebih sebagai komplikasi (Waspadji, 2009).

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

74
Dari analisis hubungan antara variabel confounding dengan penurunan
kadar glukosa darah setelah intervensi PMR diperoleh nilai p> 0,05,
berarti umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, dan lama menderita
DMT2 tidak mempengaruhi penurunan rata-rata kadar glukosa darah atau
dapat disimpulkan bahwa umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, dan
lama menderita DMT2 sebenarnya bukan merupakan variabel perancu
dalam penelitian ini.
6.2 Keterbatasan penelitian
Keterbatasan yang peneliti temukan selama melakukan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Peneliti tidak melakukan pemantauan lebih lanjut terhadap penyakit
penyerta yang kemungkinan besar dapat mempengaruhi KGD pasien.
b. Pemantauan terhadap kepatuhan diit DM dilakukan dengan menanyakan
kepada pasien, tidak melalui observasi selama 24 jam.

6.3 Implikasi dan tindak lanjut hasil penelitian


a. Implikasi pada pelayanan keperawatan
Hasil penelitian ini telah membuktikan bahwa intervensi keperawatan
mandiri melalui latihan PMR pada pasien DMT2 mempunyai pengaruh
yang signifikan dalam menurunkan kadar glukosa darah. Pasien DMT2
yang dirawat mempunyai masalah yang sangat kompleks sehingga
membutuhkan perawatan yang komprehensif. Perawat dituntut untuk
mampu memberikan tindakan keperawatan mandiri disamping tindakan
kolaboratif.
PMR merupakan salah satu terapi komplementer dalam bentuk mind-body
therapy yang telah dibuktikan manfaatnya melalui penelitian-penelitian
terutama dalam upaya menurunkan atau mengurangi stres dan kecemasan
pasien. Pada pasien DMT2 stres fisik maupun emosional berkaitan erat
dengan kondisi hiperglikemia yang dideritanya, dan hasil penelitian ini
membuktikan bahwa latihan PMR dapat membantu menurunkan kadar
glukosa darah pasien.
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

75
Dengan demikian hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi
perawat untuk menjadikan PMR sebagai

salah satu intervensi

keperawatan

PMR

mandiri

dan

memasukkan

dalam

protap

penatalaksanaan pasien DMT2. Penelitian ini juga dapat memberikan


kontribusi terhadap perubahan perilaku dan pola pikir perawat yang
cenderung hanya memberikan tindakan kolaboratif dalam memberikan
asuhan keperawatan pasien DMT2.
b. Implikasi pada pendidikan keperawatan
Penelitian ini telah menunjukkan bahwa terapi atau intervensi fisik dan
psikologis melalui latihan PMR dapat membantu menurunkan kadar
glukosa darah pasien DMT2. Hasil penelitian ini memberikan peluang
bagi perkembangan ilmu keperawatan untuk mengembangkan intervensi
keperawatan sesuai evidence based practice. Selain itu, hasil penelitian
ini juga dapat memperkuat keilmuan keperawatan, dengan demikian
institusi pendidikan keperawatan perlu melakukan sosialisasi dan aplikasi
intervensi keperawatan mandiri dalam memberikan asuhan keperawatan
kepada peserta didiknya.

c. Implikasi pada penelitian keperawatan


Penelitian

ini

bersifat

aplikatif

sehingga

perlu

direplikasi

dan

dikembangkan untuk meningkatkan pelayanan keperawatan khususnya di


area keperawatan medikal bedah. Penelitian ini juga telah memberikan
informasi baru, sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk
penelitian selanjutnya yang sejenis dengan jumlah sampel yang lebih
besar atau mengidentifikasi pengaruh PMR terhadap kondisi atau
penyakit lainnya.

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
a. PMR berpengaruh terhadap penurunan rata-rata kadar glukosa darah
pasien DMT2 baik kadar glukosa darah jam 06.00, jam 11.00, maupun
jam 16.00.
b. Tidak ada hubungan antara umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, dan
lama menderita DMT2 dengan rata-rata penurunan kadar glukosa darah
setelah intervensi PMR.
7.2 Saran
a. Bagi Pelayanan Keperawatan
Latihan PMR dapat dijadikan salah satu intervensi keperawatan mandiri
untuk membantu menurunkan kadar glukosa darah pasien DM.
Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan perawat dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan melalui seminar atau pelatihan terkait
teknik PMR dan melakukan evidence based practice. Bagi manajer
keperawatan diharapkan dapat mempertimbangkan untuk menjadikan
hasil penelitian ini sebagai dasar dalam menyusun rencana asuhan
keperawatan atau standar operasional prosedur.
b. Bagi Pendidikan Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber bagi perkembangan ilmu
pengetahuan keperawatan khususnya yang terkait dengan intervensi
keperawatan mandiri. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sumber ilmu atau referensi baru bagi para pendidik dan mahasiswa
sehingga dapat menambah wawasan yang lebih luas dalam hal intervensi
keperawatan mandiri. Bagi pendidikan keperawatan diharapkan dapat
memasukkan materi terapi komplementer ke dalam kurikulum pendidikan
keperawatan pada mata ajar Kebutuhan Dasar Manusia dan Keperawatan
Medikal Bedah.
76

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia

77
c. Bagi Penelitian selanjutnya
Penelitian ini bersifat aplikatif, diharapkan dapat direplikasi atau
dikembangkan lagi untuk memperkaya ilmu pengetahuan keperawatan
terutama

intervensi

keperawatan

mandiri

yang

berbasis

terapi

komplementer. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi inspirasi


untuk melakukan penelitian labih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih
besar sehingga dapat menyempurnakan penelitian ini.

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

DAFTAR PUSTAKA

Alim, M.B, (2010). Langkah-langkah Relaksasi Otot Progresif. Diakses tanggal


20 April 2010. http://www.psikologizone.com/langkah-langkah-relaksasiotot-progresif.
Ankrom, S. (2008). Progressive muscle relaxation can help you reduce anxiety
and prevent panic : What is progressive muscle relaxation? April 20,
2010. http://panicdisorder.about.com/od/living withpd/a/PMR.htm,
Anonim. (2009). Indonesia Urutan ke-4 Penderita Kencing Manis (diabetes
melitus/DM), diakses tanggal 13 April 2010.
American Diabetes Association, (2010). Diabetes Care. April 21, 2010.
http://care.diabetes journals. org/content/27/suppl1/s5.full.
Azwar, A., & Prihartono. (2003). Metodologi penelitian kedokteran dan
kesehatan masyarakat. Batam : Binarupa Aksara.
Basuki, E., (2009). Teknik penyuluhan diabetes melitus, dalam Soegondo, S.,
Soewondo, P., & Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus
terpadu (hlm 135-150). Jakarta : FKUI.
Batubara, J.RL. (2009). Penatalaksanaan diabetes melitus pada anak, dalam
Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan diabetes
melitus terpadu (hlm 187-202). Jakarta : FKUI.
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Medical-Surgical Nursing; Clinical
Management for Positive Outcomes, (8th edition). Elsevier Saunders.
Boedisantoso, A. R. (2009). Komplikasi akut diabetes melitus, dalam Soegondo,
S., Soewondo, P., & Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus
terpadu (hlm 163-174). Jakarta : FKUI.
Canadian Diabetes Association. (2010). Guidlines for nutrisional management of
diabetes mellitus in the new millenium. April 20, 2010. http://www.
diabetes.com/files/ nutritional-guide-eng.pdf.
Charlesworth, E.A., & Nathan, R.G. (1996). Manajemen stres dengan teknik
relaksasi, dalam Haryati (2009). Pengaruh latihan PMR terhadap status
fungsional dalam konteks asuhan keperawatan pasien kanker dengan
kemoterapi di RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar, (tesis).
Perpustakaan FIK-UI.
Copstead, L.C., & Banasik, J.L. (2000). Pathophysiology, (2th ed). Philadelphia :
W.B. saunders company.
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Dahlan, M. S. (2008). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan, deskriptif,


bivariat, dan multivariat dilengkapi aplikasi dengan menggunakan SPSS.
Seri evidence based medicine (seri 1), Jakarta: Sagung Seto.
____________. (2008). Besar sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan,
Seri evidence based medicine (seri 2), Jakarta: Sagung Seto.
____________. (2008). Langkah-langkah membuat proposal penelitian bidang
kedokteran dan kesehatan, Seri evidence based medicine (seri 3), Jakarta:
Sagung Seto.
Di Nardo, M.M. (2009). Mind-bodies therapy in diabetes management. Diabetes
spectrum, April 20, 2010. http://proquest.umi.com/ pqdweb? Index=8&dib
=1662109331& Srchmode=2&side=14&Fmt.
Dochterman, J.M., dan Bulechek, G.M. (2004). Nursing interventions
classification, (4the ed). St. Louis, Missouri : Mosby.
Dunning, T. (2003). Care of people with diabetes: a manual nursing practice.
Melbourne : Blackwell Publishing.
Fritz, Z. (2005). Sport and exercise massage: Comprehensive in athletics, fitness,
and rehabilitation, St. Louis, Missouri Mosby. Inc.
Greenberg, S.S. (2002). Comprehensive stress management, (7th ed). New York :
The McGraw-Hill Companies.
Ghazavi, Z., Talakoob, S., Abdeyazdan, Z., Attari, A., dan Joazi, M. (2007).
Effects of Massage Therapy and Muscle Relaxation on Glycosylated
Hemoglobin in Diabetic Children. April 20, 2010 http://semj.sums. ac.ir/
vol9/jan2008 /dm.htm
Gunawan, B., dan Sumadiono. (2007). Stres dan Sistem Imun Tubuh; Suatu
Pendekatan Psikoneuroimunologi. 20 April, 2010. http://dennyhendrata.
wordpress.com/ 2007/07/30/stres-dan-sistem-imun-tubuhsuatu-pendekatan
-psikoneuroimu nologi-2/.
Gustaviani, R. (2006). Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus, dalam Sudoyo,
A. W., Setyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S.. Buku ajar
ilmu penyakit dalam (4th ed) (hlm 1879-1881). Jakarta : Pusat Penerbit
Departemen Penyakit Dalam FKUI.
Hamarno, R. (2010). Pengaruh relaksasi otot progresif terhadap penurunan
tekanan darah pada pasien hipertensi primer di kota malang, (tesis).
Perpustakaan FIK-UI.
Hastono, S.P. (2007). Analisis data kesehatan. Jakarta : FKM-UI.
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Hidayat, A.A. (2004). Pengantar konsep dasar keperawatan. Jakarta : Salemba


Medika.
Ignatavicius, D., & Wolkman, M.L. (2006). Medical surgical nursing, critical
thinking for collaborative care, (5th ed). St. Louis : Missouri.
Ilyas, E. I. (2009). Olahraga bagi diabetesi, dalam Soegondo, S., Soewondo, P., &
Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 69-110).
Jakarta : FKUI.
_______. (2009). Manfaat latihan jasmani bagi penyandang diabetes, (materi
penyuluhan 3) dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. Ed.
Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 289-301). Jakarta : FKUI.
Istiarini, C.H. (2009). Pengaruh terapi refleksologi terhadap kadar glukosa darah
pada klien diabetes melitus tipe 2 dalam konteks asuhan keperawatan di
Sleman Yogyakarta, (tesis). Perpustakaan FIK-UI.
Jacobs, G.D., (2001). The Physiology of MindBody Interactions: The Stress
Response and the Relaxation Response. The journal of alternative and
complementary research, April 20, 2010, (supplement 1): 83-92.
doi:10.1089/107555301753393841.
http://gemini.utb.edu/nurs330484/
ASSIGNMENTS/Assignment%207%20Mind%20Body%20Physiology _
5921200.pdf"
Manaf, A. (2006). Insulin : Mekanisme sekresi dan aspek metabolisme, dalam
Sudoyo, A. W., Setyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S..
Buku ajar ilmu penyakit dalam (4th ed) (hlm 1890-1891). Jakarta : Pusat
Penerbit Departemen Penyakit Dalam FK-UI.
Maryani. (2008). Pengaruh progressive muscle relaxation terhadap kecemasan
yang berimplikasi pada mual dan muntah pada pasien post kemoterapi di
poliklinik rumah sakit Hasan Sadikin Bandung, (tesis). Perpustakaan
FIKUI.
Medicastore. (2010). Diabetes, the silent killer. 20 April 2010. http://www.
medicastore .com /med/index.php.
Medical Record RSUD Raden Mattaher Jambi. (2010). Laporan kasus rawat inap
dan rawat jalan RSUD. Raden Mattaher Jambi.
Moyad, M., dan Hawks, J.H. (2009). Complementary and alternative therapies,
dalam Black, J.M., & Hawks, J.H. Medical-Surgical Nursing; Clinical
Management for Positive Outcomes, (8th edition). Elsevier Saunders.

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Murray, et al. (2003). Harpers biochemistry. (25th ed) (Penerjemah A. Hartono)


Buku asli diterbitkan 2000. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Notoatmodjo, S. (2005). Promosi kesehatan : teori dan aplikasi. Jakarta : Rineka
cipta.
Perry, G.A., dan Potter, A.P. (2005). Fundamentals of Nursing, (6th Edition).
Elsevier Mosby.
Pollit, D.F., dan Beck, C.T. (2006). Essentials of Nursing Research; Methods,
apprasial, and utilization, (6th edition). Philadelphia: Lippincott William
& Walkins.
Price, S.A., & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses penyakit,
Edisi 6. Jakarta : EGC
Ramdhani, N., dan Putra, A.A. (2008). Pengembangan Multimedia Relaksasi.
Diakses tanggal 20 April 2010. http://neila.staff.ugm.ac.id/wordpress/wpcontent/uploads/ 2008/05/relaksa si-otot.pdf.
Richmond, R.L. (2007). A guide to psychology and its practice. April 20, 2010.
http://www.guidetopsychology.com/ pmr.htm.
Riyadi dan Sukarmin. (2008). Askep pada pasien dengan gangguan eksokrin dan
endokrin pada pankreas. Yogyakarta : Graha ilmu.
Robbins, N.C., Shaw, C.A., dan Lewis, S.L. (2007). Nursing management
diabetes mellitus dalam Lewis, S.L., Heitkemper, M.M., Dirksen, S.R.,
OBrien, P.G., dan Bucher, L. Medical surgical nursing; assessment and
management of clinical problems, (7 th edition) (hlm 1253-1289) Elsevier
Mosby.
Rochmah, W. (2006). Diabetes melitus pada usia lanjut, dalam Sudoyo, A.W.,
Setyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. (4th ed) (hlm 1937-1939). Jakarta : Pusat Penerbit
Departemen Penyakit Dalam FK-UI.
Santono, Lian, S., dan Yudi. (2006). Gambaran pola penyakit diabetes melitus di
bagian rawat inap RSUD Koja Jakarta tahun 2000-2004. Cermin Dunia
Kedokteran.
Sastroasmoro, S., dan Ismael, S. (2010). Dasar-dasar Metodologi Penelitian
Klinis, (edisi ke-3), Jakarta: Sagung Seto.
Setyawati, A. (2010). Pengaruh relaksasi otogenik terhadap kadar glukosa darah
dan tekanan darah pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan hipertensi
di DI Yogykarta dan Jawa Tengah. (Tesis). Perpustakaan FIK UI.

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Sheu, S., Irvin, B. L., Lin, HS., dan Mar, CL. (2003). Effects of progressive
muscle relaxation on blood pressure and psychososial status for clients
with essential hypertension in taiwan. Holistic nursing practice. April 20,
2010. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12597674.
Smeltzer, S.C. dan bare, B.G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah
Brunner & suddarth, (edisi 8). Jakarta : EGC.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., Cheever, K.H. (2008). Brunner &
Suddarths Textbook of medical-surgical nursing, (11th edition).
Philadelphia : Lippincott William & Wilkins.
Snyder, M. dan Lindquist, R. (2002). Complementary/ alternative therapies in
nursing, (4th ed). New York : Springer Publishing Company.
Soewondo, P. (2009). Pemantauan kendali diabetes melitus, dalam Soegondo, S.,
Soewondo, P., & Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus
terpadu (hlm 151-162). Jakarta : FKUI.
Soegondo, S. (2009). Prinsip penanganan diabetes, insulin dan obat oral
hipoglikemik oral, dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti. I. Ed.
Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 111-133). Jakarta : FKUI.
Subekti, I. (2009). Apa itu diabetes: patofisiologi, gejala dan tanda, (materi
penyuluhan 1) dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. Ed.
Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 273-278). Jakarta : FKUI.
Sukardji, K. (2009). Bagaimanakah perencanaan makan pada penyandang
diabetes, (materi penyuluhan 2) dalam Soegondo, S., Soewondo, P., &
Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 279-287).
Jakarta : FKUI.
Sumadji, D.W. (2006). Hipoglikemia iatrogenik, dalam dalam Sudoyo, A.W.,
Setyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. (4th ed) (hlm 1892-1895). Jakarta : Pusat Penerbit
Departemen Penyakit Dalam FK-UI.
Suyono, S. (2009). Kecendrungan peningkatan jumlah penyandang diabetes,
dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan
diabetes melitus terpadu (hlm 3-10). Jakarta : FKUI.
_________. (2009). Patofisiologi diabetes melitus, dalam Soegondo, S.,
Soewondo, P., & Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan diabetes melitus
terpadu (hlm 11-18). Jakarta : FKUI.
Tarigan, T.J.E. (2009). Rumor tentang insulin, mana yang benar, mana yang
salah? dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti. I. Ed.
Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 309-313). Jakarta : FKUI.
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Tomey, AM., dan Alligood, MR., (2006). Nursing Theorists and Their Work, (6th
edition). Elsevier Mosby.
Waspadji, S. (2009). Diabetes melitus : Mekanisme dasar dan pengelolaannya
yang rasional, dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. Ed.
Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (hlm 31-45). Jakarta : FKUI.
__________. (2009). Diabetes melitus, penyulit kronik dan pencegahannya,
dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. Ed. Penatalaksanaan
diabetes melitus terpadu (hlm 175-185). Jakarta : FKUI.
Yildirim, Y.K., dan Fadiloglu, T. (2006). The effect of progressive muscle
relaxation training on anxity levels and quality of life in dialysis patients,
April 20, 2010. EDNA/ERCA Journal.

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Lampiran 1
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS INDONESIA

PENJELASAN PENELITIAN
Judul Penelitian

Peneliti
NPM

:
:

Pengaruh Progressive Muscle Relaxation (PMR) Terhadap


Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Raden
Mattaher Dan Rumah Sakit Dr. Bratanata Jambi
Mashudi
0906594425

Saya mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan


Medikal Bedah Universitas Indonesia, bermaksud melaksanakan penelitian untuk
mengetahui pengaruh PMR terhadap penurunan kadar glukosa darah pasien DM tipe 2.
Penelitian ini bermanfaat bagi pasien DMT2 untuk membantu menurunkan ketegangan
dan kecemasan yang pada akhirnya juga menurunkan kadar glukosa darah pasien melalui
terapi komplementer PMR. Bapak/ibu yang berpartisipasi dalam penelitian ini dibagi dua
kelompok, yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Bapak/ibu yang tergabung
dalam kelompok intervensi mendapat terapi relaksasi PMR selama 3 hari, 2 kali sehari
masing-masing selama 15 menit, sehingga keseluruhan 6 kali latihan. Latihan
dilaksanakan antara pukul 11.00-12.00 dan antara pukul 16.00-17.00 WIB. Bapak/ibu
yang tergabung dalam kelompok kontrol akan memperoleh latihan PMR setelah
pengumpulan data penelitian selesai.
Sebelum pelaksanaan PMR dan setelah 6 kali pelaksanaan PMR akan dilaksanakan
pengukuran KGD bapak/ibu dengan menggunakan alat glukometer. Bapak/ibu
diperbolehkan melakukan pengukuran KGD sendiri diantara waktu yang ditentukan dan
hasilnya tidak didokumentasikan sebagai data penelitian.
Peneliti menjamin bahwa penelitian ini tidak akan berdampak negatif bagi bpk/ibu.
Apabila selama berpartisipasi dalam penelitian ini bpk/ibu mengalami ketidaknyamanan,
maka bpk/ibu mempunyai hak untuk berhenti atau keluar dari penelitian ini. Kami
berjanji akan menjunjung tinggi hak-hak bpk/ibu sebagai responden dengan cara menjaga
kerahasiaan data yang diperoleh, baik dalam proses pengumpulan, pengolahan, maupun
penyajian data. Peneliti juga menghargai keinginan bpk/ibu untuk tidak berpartisipasi/
keluar kapan saja dari penelitian ini. Apabila terdapat hal-hal yang kurang jelas mengenai
prosedur penelitian, maka bpk/ibu dapat langsung menanyakannya pada peneliti.
Akhirnya melalui penjelasan ini, peneliti mengharapkan partisipasi bpk/ibu dalam
penelitian ini dan ucapan terimakasih peneliti haturkan kepada bpk/ibu atas kesediaan dan
partisipasinya.

Jambi, April 2011


Peneliti

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Lampiran 2
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS INDONESIA

LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Penelitian

Pengaruh Progressive Muscle Relaxation (PMR) terhadap Kadar


Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher dan
Rumah Sakit Dr. Bratanata Jambi

Peneliti

Mashudi

NPM

0906594425

Peneliti telah memberikan penjelasan tentang penelitian yang akan dilaksanakan. Saya
mengerti bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Progressive
Muscle relaxation (relaksasi otot progresif) terhadap kadar glukosa darah pada pasien
Diabetes Melitus Tipe 2.
Saya juga mengerti bahwa partisipasi saya dalam penelitian ini bermanfaat bagi
pengembangan terapi relaksasi PMR dalam usaha menurunkan kadar glukosa darah. Saya
mengerti risiko yang mungkin terjadi selama penelitian ini sangat kecil. Saya mengerti
bahwa identitas dan catatan dalam penelitian ini akan dijamin kerahasiaannya dan hanya
dipergunakan untuk keperluan penelitian.
Saya berhak untuk menghentikan keikutsertaan dalam penelitian ini kapan saja, serta
berhak mendapatkan jawaban yang jelas mengenai prosedur penelitian yang akan
dilakukan.
Secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun, saya bersedia berpartisipasi
menjadi responden dalam penelitian ini.

Jambi,
Responden

Peneliti

...................................

Mashudi

April 2011

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Lampiran 3

DATA RESPONDEN

1.

Nomor Responden

........................................

2.

Nama Responden/ initial

........................................

3.

Umur

........................................

4.

Jenis kelamin

1. Laki-laki

2. Perempuan

5.

Penyakit penyerta

0. Tidak ada

1. Ada

6.

Mendapat terapi medis

Insulin short acting/ RI

7.

KGD saat masuk RS

....................................

8.

Lama menderita DM

....................................

OHO short acting

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Lampiran 4

LEMBAR OBSERVASI PELAKSANAAN PROGRESSIVE MUSCLE


RELAXATION DAN HASIL PENGUKURAN KADAR GLUKOSA DARAH
Intervensi

Kelompok :

Kontrol

Format Pemantauan Terapi Dan Diet Pasien

No.

Umur

JK

Penatalaksanaan
**Terapi Insulin/
OHO
Siang Sore
Pagi
Siang Sore
*Diet

Hari
Pagi
1
2
3

Keterangan :
*
Diberikan tanda () bila porsi diet yang disediakan habis dimakan pasien, dan tanda (x) bila diet yang
disediakan tidak habis dimakan pasien.
** Diberikan tanda () bila injeksi insulin diberikan atau OHO diminum pasien, dan tanda (x) bila injeksi
insulin tidak diberikan atau OHO tidak diminum pasien.

Format Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah


No

Hari

Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah


*Sebelum Intervensi
**Setelah Intervensi
06.00
11.00
16.00
06.00
11.00
16.00

0
4
Keterangan :
*
Sebelum intervensi, yaitu diukur pada hari 0 pukul 06.00, 11.00, dan 16.00 WIB
** Setelah intervensi, yaitu diukur pada hari ke-4 pukul 06.00, 11.00, dan 16.00 WIB

Format Pelaksanaan PMR


No.

Hari
1
2
3

PMR
PMR1
PMR2
PMR3
PMR4
PMR5
PMR6

Pukul

Pelaksanaan PMR
*Ya
**Tidak

Keterangan

11.00-12.00
16.00-17.00
11.00-12.00
16.00-17.00
11.00-12.00
16.00-17.00

Keterangan :
1.
Untuk kelompok intervensi format pelaksanaan PMR harus diisi
2.
Untuk kelompok kontrol format pelaksanaan PMR tidak perlu diisi
*
Diberikan tanda () bila pasien melaksanakan 15 langkah PMR sesuai panduan penelitian
** Diberikan tanda () bila pasien tidak melaksanakan 15 langkah PMR sesuai panduan penelitian.

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Lampiran 5
PROSEDUR TETAP
PELAKSANAAN PENGUKURAN KADAR GLUKOSA DARAH

1.

Siapkan alat meliputi glukometer, glukocard x-sensor, lancing device,


lancets, kasa alkohol.

2.

Cuci tangan

3.

Jelaskan rencana tindakan yang akan dilakukan kepada pasien

4.

Atur posisi yang nyaman bagi pasien

5.

Masukkan glukocard x-sensor ke dalam inlet glukometer, tunggu sampai


glukometer mengeluarkan bunyi bip serta muncul waktu dan simbol darah
pada layar.

6.

Desinfeksi ujung jari telunjuk dengan kasa alkohol, kemudian tunggu


beberapa detik sampai kering kembali.

7.

Tusuk ujung jari telunjuk dengan lancing device dan lakukan masase
disekitar penusukan untuk menghasilkan jumlah darah yang mencukupi.

8.

Oleskan darah pada sensor

9.

Tunggu 5 detik hingga hasil keluar

10.

Desinfeksi ujung jari telunjuk bekas penusukan dengan kasa alkohol

11.

Buang kasa bekas, lancets bekas dan sensor bekas pada tempat sampah
medis

12.

Rapikan peralatan

13.

Cuci tangan

14.

Catat hasil pengukuran pada lembar observasi

(Sumber ; Soegondo, 2007)

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Lampiran 6
LANGKAH-LANGKAH RELAKSASI
PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION (PMR)

Gerakan pertama

Gerakan kedua

Gerakan ketiga

Gerakan
pertama ditujukan
untuk
melatih otot tangan yang dilakukan dengan
cara menggenggam tangan kiri sambil
membuat suatu kepalan. Klien diminta
membuat kepalan ini semakin kuat
(gambar 1), sambil merasakan sensasi
ketegangan yang terjadi. Lepaskan kepalan
perlahan-lahan, sambil merasakan rileks
selama 8 detik. Lakukan gerakan 2 kali
sehingga klien dapat membedakan
perbedaan antara ketegangan otot dan
keadaan relaks yang dialami. Prosedur
serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.
Gerakan kedua adalah gerakan untuk
melatih otot tangan bagian belakang.
Gerakan ini dilakukan dengan cara
menekuk kedua lengan ke belakang pada
pergelangan tangan sehingga otot-otot di
tangan bagian belakang dan lengan bawah
menegang, jari-jari menghadap ke langitlangit (gambar 2). Lakukan penegangan
8 detik, kemudian relaksasikan secara
perlahan-lahan dan rasakan perbedaan
antara ketegangan otot dan keadaan relaks
yang dialami. Lakukan gerakan ini 2 kali

Gerakan ketiga adalah untuk melatih otototot Biceps. Otot biceps adalah otot besar
yang terdapat di bagian atas pangkal
lengan (lihat gambar 3). Gerakan ini
diawali dengan menggenggam kedua
tangan
sehingga
menjadi
kepalan
kemudian membawa kedua kepalan ke
pundak sehingga otot-otot biceps akan
menjadi tegang. Lakukan penegangan otot
8 detik, kemudian relaksasikan secara
perlahan-lahan dan rasakan perbedaan
antara ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

(Lanjutan)

Gerakan keempat

Gerakan kelima

Gerakan keenam

Gerakan
keempat ditujukan
untuk
melatih otot-otot bahu. Relaksasi untuk
mengendurkan bagian otot-otot bahu
dapat dilakukan dengan cara mengangkat
kedua bahu setinggi-tingginya seakanakan bahu akan dibawa hingga
menyentuh
kedua
telinga.
Fokus
perhatian gerakan ini adalah kontras
ketegangan yang terjadi di bahu,
punggung atas, dan leher. Rasakan
ketegangan otot-otot tersebut 8 detik,
kemudian relaksasikan secara perlahanlahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.

Gerakan
kelima
sampai
ke
delapan adalah gerakan-gerakan yang
ditujukan untuk melemaskan otot-otot di
wajah. Otot-otot wajah yang dilatih
adalah otot-otot dahi, mata, rahang, dan
mulut. Gerakan untuk dahi dapat
dilakukan dengan cara mengerutkan dahi
dan alis sampai ototototnya terasa dan
kulitnya keriput, mata dalam keadaan
tertutup. Rasakan ketegangan otot-otot
dahi selama 8 detik, kemudian
relaksasikan secara perlahan-lahan dan
rasakan perbedaan antara ketegangan otot
dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini
2 kali.

Gerakan keenam ditujukan untuk


mengendurkan otot-otot mata diawali
dengan menutup keras-keras mata
sehingga dapat dirasakan ketegangan di
sekitar mata dan otot-otot yang
mengendalikan gerakan mata.
Lakukan penegangan otot 8 detik,
kemudian relaksasikan secara perlahanlahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

(Lanjutan)

Otot-otot rahang

Gerakan ketujuh

Otot-otot mulut

Gerakan kedelapan

Gerakan kesembilan

Gerakan ketujuh
bertujuan untuk
mengendurkan ketegangan yang dialami
oleh otot-otot rahang dengan cara
mengatupkan rahang, diikuti dengan
menggigit gigi-gigi sehingga ketegangan di
sekitar
otot-otot
rahang.
Rasakan
ketegangan otot-otot tersebut 8 detik,
kemudian relaksasikan secara perlahanlahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.

Gerakan kedelapan ini dilakukan untuk


mengendurkan otot-otot sekitar mulut.
Bibir
dimoncongkan
sekuat-kuatnya
sehingga akan dirasakan ketegangan di
sekitar mulut. Rasakan ketegangan otototot sekitar mulut selama 8 detik,
kemudian relaksasikan secara perlahanlahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.

Gerakan kesembilan ditujukan untuk


merilekskan otot-otot leher bagian
belakang. Klien dipandu meletakkan
kepala sehingga dapat beristirahat,
kemudian diminta untuk menekankan
kepala pada permukaan bantalan kursi
sedemikian rupa sehingga klien dapat
merasakan ketegangan di bagian belakang
leher dan punggung atas. Lakukan
penegangan otot 8 detik, kemudian
relaksasikan secara perlahan-lahan dan
rasakan perbedaan antara ketegangan otot
dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2
kali.

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

(Lanjutan)
Gerakan kesepuluh bertujuan untuk
melatih otot leher bagian depan. Gerakan
ini dilakukan dengan cara membawa
kepala ke muka, kemudian klien diminta
untuk membenamkan dagu ke dadanya.
Sehingga dapat merasakan ketegangan di
daerah leher bagian muka. Rasakan
ketegangan otot-otot tersebut 8 detik,
kemudian relaksasikan secara perlahanlahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.
Gerakan kesepuluh

Gerakan kesebelas

Gerakan keduabelas

Gerakan
kesebelas bertujuan
untuk
melatih otot-otot punggung. Gerakan ini
dapat dilakukan dengan cara mengangkat
tubuh dari sandaran kursi, kemudian
punggung dilengkungkan, lalu busungkan
dada sehingga tampak seperti pada
gambar. Kondisi tegang dipertahankan
selama 8 detik, kemudian rileks. Pada
saat rileks, letakkan tubuh kembali ke
kursi, sambil membiarkan otot-otot
menjadi lemas. Rasakan ketegangan otototot punggung selama 8 detik, kemudian
relaksasikan secara perlahan-lahan dan
rasakan perbedaan antara ketegangan otot
dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2
kali.

Gerakan kedua belas, dilakukan untuk


melemaskan otot-otot dada. Tarik nafas
panjang untuk mengisi paru-paru dengan
udara sebanyak-banyaknya. Tahan selama
beberapa
saat,
sambil
merasakan
ketegangan di bagian dada kemudian turun
ke perut. Pada saat ketegangan dilepas,
klien dapat bernafas normal dengan lega.
Lakukan penegangan otot 8 detik,
kemudian relaksasikan secara perlahanlahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

(Lanjutan)
Gerakan ketiga belas bertujuan untuk
melatih otot-otot perut. Tarik kuat-kuat
perut ke dalam, kemudian tahan sampai
perut menjadi kencang dan keras. Rasakan
ketegangan otot-otot tersebut 8 detik,
kemudian relaksasikan secara perlahanlahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.

Gerakan ketigabelas

Gerakan keempat belas bertujuan untuk


melatih otot-otot paha, dilakukan dengan
cara meluruskan kedua belah telapak kaki
(lihat gambar) sehingga otot paha terasa
tegang.
Rasakan ketegangan otot-otot paha
tersebut selama 8 detik, kemudian
relaksasikan secara perlahan-lahan dan
rasakan perbedaan antara ketegangan otot
dan keadaan rileks. Lakukan gerakan ini 2
kali.
Gerakan keempatbelas

Gerakan kelima belas bertujuan untuk


melatih otot-otot betis, luruskan kedua
belah telapak kaki sehingga otot paha
terasa tegang. Gerakan ini dilanjutkan
dengan mengunci lutut (lihat gambar).
Lakukan penegangan otot 8 detik,
kemudian relaksasikan secara perlahanlahan dan rasakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan rileks.
Lakukan gerakan ini 2 kali.
Gerakan kelimabelas

(Sumber : Ramdhani, & Aulia, 2006).

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Lampiran 7
PETUNJUK PELAKSANAAN PENELITIAN

1.

Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2011 di Instalasi Rawat Inap RSUD
Raden Mattaher Jambi.

2.

Alat pengumpul data :


a. Format/ kuisioner data karakteristik responden
b. Format observasi KGD
c. Format observasi pelaksanaan PMR
d. Glukometer beserta perangkatnya dan protap pengukuran KGD

3.

Menetapkan kelompok responden :


Responden yang dirawat di ruang Mayang Mengurai, Pinang Masak, dan Gapkindo
sebagai kelompok intervensi dan responden yang di rawat di ruang Interne sebagi
kelompok kontrol.

4.

Memilih responden sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi, pemberian penjelasan
penelitian, dan penandatanganan informed consent.
Kriteria inklusi :
a. Pasien DMT2 dengan/ tanpa penyakit penyerta yang dirawat inap, dengan kadar
glukosa darah 200 mg/dl pada saat masuk rumah sakit.
b. Bersedia menjadi subjek penelitian dengan menandatangani informed consent
c. Diberikan ijin oleh dokter untuk dilakukan latihan PMR
d. Belum pernah melakukan latihan PMR sebelumnya
e. Mendapat terapi insulin short action subkutan atau OHO kerja pendek
f. Bersedia mematuhi program pengobatan yang dijalankan (mematuhi diet rumah
sakit dan menjalankan terapi insulin/ OHO) di bawah observasi peneliti atau
asisten peneliti.
Kriteria eksklusi :
a. Pasien pulang sebelum mencapai 6 kali latihan PMR
b. Pasien menolak melanjutkan perlakuan sebelum mencapai 6 kali latihan PMR
c. Pasien mengalami stres/ kecemasan berat (dinilai menggunakan skala VAS
dengan rentang 0-100 seperti gambar di bawah ini)

10

20

3
90
50
80
40
70
60
0
00
Keterangan : Stres/ Cemas ringan (10-20), sedang (30-70), berat (70-100)

100

Sumber : Potter & Perry, 2002

d. Pasien mengalami gangguan kesadaran


5.

Mengisi lembar/ format data karakteristik responden dengan melihat rekam medis
dan wawancara langsung dengan pasien.

6.

Membuat kontrak dengan responden kelompok intervensi sebagai berikut:


a. Responden akan menjalani pengukuran KGD (jam 06.00, 11.00, dan 16.00 WIB)
pada hari pertama bertemu (Hari 0) sebelum pelaksanaan PMR, setelah itu
responden akan diberi latihan PMR sampai responden bisa melakukan sendiri.
Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

(Lanjutan)
b. Pada hari ke-1 sampai ke-3 penelitian, responden akan melaksanakan PMR 2 kali
sehari selama 15 menit antara pukul 11.00-12.00 dan pukul 16.00-17.00 WIB.
Latihan PMR dilakukan satu persatu di kamar masing-masing responden dibawah
observasi peneliti atau asisten peneliti.
c. Pada hari ke-4 penelitian, responden akan menjalani pengukuran KGD (jam
06.00, 11.00, dan 16.00 WIB).
d. Selama penelitian berlangsung responden harus bersedia mengikuti program
pengobatan yang dijalankan (mematuhi diet rumah sakit, bersedia menjalankan
terapi insulin/ OHO).
Membuat kontrak dengan responden kelompok kontrol sebagai berikut :
a. Responden akan menjalani pengukuran KGD (jam 06.00, 11.00, dan 16.00 WIB)
pada hari pertama bertemu (Hari 0) sebelum perlakuan.
b. Pada hari ke-1 sampai ke-3 penelitian, responden harus bersedia mengikuti
program pengobatan yang dijalankan (mematuhi diet rumah sakit, bersedia
menjalankan terapi insulin/ OHO) di bawah observasi peneliti atau asisten
peneliti.
c. Pada hari ke-4 penelitian, responden akan menjalani pengukuran KGD (jam
06.00, 11.00, dan 16.00 WIB).
d. Setelah penelitian selesai, responden yang bersedia mengikuti latihan PMR akan
diberikan latihan PMR oleh peneliti sampai responden bisa melakukannya
sendiri.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Prosedur pelaksanaan penelitian


Kelompok Intervensi

Kelompok Kontrol

Hari 0

Memilih responden sesuai kriteria inklusi


dan eksklusi, penjelasan penelitian, dan
penandatanganan informed consent.
Membuat kontrak, meliputi :
a. Pengukuran KGD (jam 06.00, 11.00,
dan 16.00 WIB) sebelum intervensi
dan setelah intervensi (hari ke-4).
b. Kesediaan responden untuk mengikuti
program pengobatan yang dijalankan
seperti mematuhi diet rumah sakit,
menjalankan terapi insulin/ OHO di
bawah observasi peneliti/ asisten
peneliti
selama
penelitian
berlangsung.
c. Pemberian latihan PMR.
d. Pelaksanaan intervensi PMR 2 kali
sehari selama 15 menit antara pukul
11.00-12.00 dan pukul 16.00-17.00
WIB (hari ke-1 s/d ke-3).

Memilih responden sesuai kriteria inklusi


dan eksklusi, penjelasan penelitian, dan
penandatanganan informed consent.
Membuat kontrak, meliputi :
a. Pengukuran KGD (jam 06.00, 11.00,
dan 16.00 WIB) sebelum intervensi dan
setelah intervensi (hari ke-4).
b. Kesediaan responden untuk mengikuti
program pengobatan yang dijalankan
seperti mematuhi diet rumah sakit,
menjalankan terapi insulin/ OHO di
bawah observasi peneliti/ asisten
peneliti selama penelitian berlangsung.
c. Setelah penelitian selesai, responden
yang bersedia mengikuti latihan PMR
akan diberikan latihan PMR oleh
peneliti
sampai
responden
bisa
melakukannya sendiri.

Hari ke-1

a. Melakukan
observasi
terhadap
kepatuhan
responden
menjalani
program
pengobatan
meliputi;
menjalankan terapi insulin/ OHO, dan
sarapan pagi.
b. Melakukan observasi terhadap tanda
& gejala hipotensi dan hipoglikemia.
c. Melakukan
observasi
terhadap
pelaksanaan PMR1, meliputi 15

a. Melakukan
observasi
terhadap
kepatuhan
responden
menjalani
program
pengobatan
meliputi;
menjalankan terapi insulin/ OHO, dan
sarapan pagi.
b. Melakukan
kepatuhan
program

observasi
responden
pengobatan

terhadap
menjalani
meliputi;

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

(Lanjutan)

d.
e.

f.
g.

h.
i.

j.
Hari ke-2

Hari ke-3

langkah PMR yang dilakukan sekitar


pukul 11.00-12.00 WIB.
Melakukan observasi terhadap tanda
& gejala hipotensi dan hipoglikemia.
Melakukan
observasi
terhadap
kepatuhan
responden
menjalani
program
pengobatan
meliputi;
menjalankan terapi insulin/ OHO, dan
makan siang.
Melakukan observasi terhadap tanda
& gejala hipotensi dan hipoglikemia.
Melakukan
observasi
terhadap
pelaksanaan PMR2, meliputi 15
langkah PMR yang dilakukan sekitar
pukul 16.00-17.00 WIB.
Melakukan observasi terhadap tanda
& gejala hipotensi dan hipoglikemia.
Melakukan
observasi
terhadap
kepatuhan
responden
menjalani
program
pengobatan
meliputi;
menjalankan terapi insulin/ OHO, dan
makan sore/ malam.
Mengingatkan kontrak hari ke-2

menjalankan terapi insulin/ OHO, dan


makan siang.
c. Melakukan
observasi
terhadap
kepatuhan
responden
menjalani
program
pengobatan
meliputi;
menjalankan terapi insulin/ OHO, dan
makan sore/ malam.
d. Mengingatkan kontrak hari ke-2

a. Melakukan
observasi
terhadap
kepatuhan
responden
menjalani
program
pengobatan
meliputi;
menjalankan terapi insulin/ OHO, dan
sarapan pagi.
b. Melakukan observasi terhadap tanda
& gejala hipotensi dan hipoglikemia.
c. Melakukan
observasi
terhadap
pelaksanaan PMR3, meliputi 15
langkah PMR yang dilakukan sekitar
pukul 11.00-12.00 WIB.
d. Melakukan observasi terhadap tanda
& gejala hipotensi dan hipoglikemia.
e. Melakukan
observasi
terhadap
kepatuhan
responden
menjalani
program
pengobatan
meliputi;
menjalankan terapi insulin/ OHO, dan
makan siang.
f. Melakukan observasi terhadap tanda
& gejala hipotensi dan hipoglikemia.
g. Melakukan
observasi
terhadap
pelaksanaan PMR4, meliputi 15
langkah PMR yang dilakukan sekitar
pukul 16.00-17.00 WIB.
h. Melakukan observasi terhadap tanda
& gejala hipotensi dan hipoglikemia.
i. Melakukan
observasi
terhadap
kepatuhan
responden
menjalani
program
pengobatan
meliputi;
menjalankan terapi insulin/ OHO, dan
makan sore/ malam.
j. Mengingatkan kontrak hari ke-3

a. Melakukan
observasi
terhadap
kepatuhan
responden
menjalani
program
pengobatan
meliputi;
menjalankan terapi insulin/ OHO, dan
sarapan pagi.

a. Melakukan
observasi
terhadap
kepatuhan
responden
menjalani
program
pengobatan
meliputi;
menjalankan terapi insulin/ OHO,
sarapan pagi.
b. Melakukan observasi terhadap tanda
& gejala hipotensi dan hipoglikemia.

a. Melakukan
observasi
terhadap
kepatuhan
responden
menjalani
program
pengobatan
meliputi;
menjalankan terapi insulin/ OHO, dan
sarapan pagi.

b. Melakukan
observasi
terhadap
kepatuhan
responden
menjalani
program
pengobatan
meliputi;
menjalankan terapi insulin/ OHO, dan
makan siang.
c. Melakukan
observasi
terhadap
kepatuhan
responden
menjalani
program
pengobatan
meliputi;
menjalankan terapi insulin/ OHO, dan
makan sore/ malam.
d. Mengingatkan kontrak hari ke-3

b. Melakukan

observasi

terhadap

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

(Lanjutan)
c. Melakukan
observasi
terhadap
pelaksanaan PMR5, meliputi 15
langkah PMR yang dilakukan sekitar
pukul 11.00-12.00 WIB.
d. Melakukan observasi terhadap tanda
& gejala hipotensi dan hipoglikemia.
e. Melakukan
observasi
terhadap
kepatuhan
responden
menjalani
program
pengobatan
meliputi;
menjalankan terapi insulin/ OHO, dan
makan siang.
f. Melakukan observasi terhadap tanda
& gejala hipotensi dan hipoglikemia.
g. Melakukan
observasi
terhadap
pelaksanaan PMR6, meliputi 15
langkah PMR yang dilakukan sekitar
pukul 17.00 WIB.
h. Melakukan observasi terhadap tanda
& gejala hipotensi dan hipoglikemia.
i. Melakukan
observasi
terhadap
kepatuhan
responden
menjalani
program
pengobatan
meliputi;
menjalankan terapi insulin/ OHO, dan
makan sore/ malam.
j. Mengingatkan kontrak hari ke-4
Hari ke-4

kepatuhan
responden
menjalani
program
pengobatan
meliputi;
menjalankan terapi insulin/ OHO, dan
makan siang.

c. Melakukan
observasi
terhadap
kepatuhan
responden
menjalani
program
pengobatan
meliputi;
menjalankan terapi insulin/ OHO, dan
makan sore/ malam.
d. Mengingatkan kontrak hari ke-4

a. Melakukan
pengukuran
KGD a.
responden pukul 06.00, 11.00, dan
16.00 WIB.
b.
b. Melakukan terminasi
c.

Melakukan pengukuran KGD responden


pukul 06.00, 11.00, dan 16.00 WIB.
Memberikan pelatihan PMR kepada
responden yang bersedia mempelajari
PMR.
Melakukan terminasi

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Lampiran 8

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Lampiran 9

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

(lanjutan)

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

(lanjutan)

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Lampiran 10

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Lampiran 11

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Mashudi

Tempat/ tanggal lahir

: Teluk Nilau/ 27 Agustus 1974

Jenis kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

: PNS

Alamat Rumah

: Jl. H. Adam Malik No. 51 RT/RW 019/005 Kel.


Thehok Kec. Jambi Selatan Kota Jambi

Alamat Institusi

: Jl. Dr. Tazar No. 05 Kel. Buluran Kenali Kec.


Telanaipura Jambi

Riwayat pendidikan

: SD Negeri No. 266/V Teluk Nilau (tamat 1986)


SMP Negeri Teluk Nilau (tamat 1989)
SMA Negeri 1 Jambi (tamat 1992)
PAM Keperawatan Jambi (tamat 1995)
S1 Kep FIKUI (tamat 2007)

Riwayat pekerjaan

: 1995 s/d 2000 Staf Pengajar Akper Garuda Putih


Jambi
2001 s/d sekarang Dosen Poltekkes Jambi

Universitas Indonesia

Pengaruh progressive..., Mashudi, FIK UI, 2011

Anda mungkin juga menyukai