Anda di halaman 1dari 7

I.

PENDAHULUAN
Definisi Ilmu Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari cara manusia dalam
memanfaatkan, mengelola, dan menggunakan sumberdaya alam yang ada untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Dalam kegiatan ekonomi, pelaku yang
bertindak di dalamnya terbagi menjadi produsen, konsumen dan distributor. Salah
satu kegiatan ekonomi yang dibahas dalam ilmu ekonomi adalah tingkah laku
konsumen dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam pandangan teori ekonomi
konvensional, perilaku/tingkah laku konsumen didasarkan pada aturan kebebasan
mutlak. Berbeda dengan teori ekonomi konvensional, dalam teori ekonomi Islam
mengajarkan umat manusia pada umunya dan umat muslim pada khususnya untuk
berpegang pada norma dan batas-batas yang berlandaskan kepada ketentuanketentuan syariah.
Teori Perilaku konsumen (consumer behavior) mempelajari bagaimana
manusia memilih di antara berbagai pilihan yang dihadapinya dengan
memanfaatkan sumberdaya (resources) yang dimilikinya.
Teori perilaku konsumen rasional dalam paradigma ekonomi konvensional
didasari pada prinsip-prinsip dasar utilitarianisme. Diprakarsai oleh Bentham yang
mengatakan bahwa secara umum tidak seorangpun dapat mengetahui apa yang
baik untuk kepentingan dirinya kecuali orang itu sendiri. Dengan demikian
pembatasan terhadap kebebasan individu, baik oleh individu lain maupun oleh
penguasa, adalah kejahatan dan harus ada alasan kuat untuk melakukannya.
Teori perilaku konsumen yang dibangun berdasarkan syariah Islam, memiliki
perbedaan yang mendasar dengan teori konvensional. Perbedaan ini menyangkut
nilai dasar yang menjadi fondasi teori, motif dan tujuan konsumsi, hingga teknik
pilihan dan alokasi anggaran untuk berkonsumsi. Dalam tulisan ini akan dilakukan
analisa bagaimana teori ekonomi Islam mendeskripsikan dan membahas perilaku
konsumen.

II.PEMBAHASAN

2.1. Teori Perilaku Konsumen dalam Ilmu Ekonomi Konvensional


Teori Perilaku konsumen (consumer behavior) mempelajari bagaimana
manusia memilih diantara berbagai pilihan yang dihadapinya dengan memanfaatkan
sumber daya (resources) yang dimilikinya. Teori perilaku konsumen rasional dalam
paradigma ekonomi konvensional didasari pada prinsip-prinsip dasar utilitarianisme.
Diprakarsai oleh Bentham yang mengatakan bahwa secara umum tidak seorangpun
dapat mengetahui apa yang baik untuk kepentingan dirinya kecuali orang itu sendiri.
Dengan demikian pembatasan terhadap kebebasan individu, baik oleh individu lain
maupun oleh penguasa, adalah kejahatan dan harus ada alasan kuat untuk
melakukannya.
Dasar filosofis tersebut melatarbelakangi analisis mengenai perilaku konsumen
dalam teori ekonomi konvensional:
o Kelangkaan dan terbatasnya pendapatan.
o Konsumen mampu membandingkan biaya dengan manfaat.
o Tidak selamanya konsumen dapat memperkirakan manfaat dengan tepat.
Saat membeli suatu barang, bisa jadi manfaat yang diperoleh tidak sesuai
dengan harga yang harus dibayarkan.
o Setiap barang dapat disubstitusi dengan barang lain. Dengan demikian
konsumen dapat memperoleh kepuasan dengan berbagai cara.
o Konsumen tunduk kepada hukum Berkurangnya Tambahan Kepuasan (The
Law of Diminishing Marginal Utility). Semakin banyak jumlah barang
dikonsumsi, semakin kecil tambahan kepuasan yang dihasilkan. Jika untuk
setiap tambahan barang diperlukan biaya sebesar harga barang tersebut (P),
maka konsumen akan berhenti membeli barang tersebut manakala tambahan
manfaat yang diperolehnya (MU) sama besar dengan tambahan biaya yang
harus dikeluarkan. Maka jumlah konsumsi yang optimal adalah jumlah
dimana MU = P.
Fungsi utility dalam ilmu ekonomi konvensional dijelaskan sebagai berikut:
Dalam ekonomi, utilitas adalah jumlah dari kesenangan atau kepuasan relatif
(gratifikasi) yang dicapai. Dengan jumlah ini, seseorang bisa menentukan meningkat
atau menurunnya utilitas, dan kemudian menjelaskan kebiasaan ekonomis dalam
koridor dari usaha untuk meningkatkan kepuasan seseorang.
Dalam ilmu ekonomi tingkat kepuasan (utility function) digambarkan oleh
kurva indiferen (indifference curve). Biasanya yang digambarkan adalah utility
function antara dua barang (atau jasa) yang keduanya memang disukai konsumen.
Tujuan aktifitas konsumsi adalah memaksimalkan kepuasan (utility) dari
mengkonsumsi sekumpulan barang/jasa yang disebut consumption bundle
dengan memanfaatkan seluruh anggaran/ pendapatan yang dimiliki.
2.2. Teori Perilaku Konsumen dalam Ilmu Ekonomi Islam
Pada kenyataannya, kepuasan dan perilaku konsumen dipengaruhi oleh hal-hak
sebagai berikut :
o Nilai guna (utility) barang dan jasa yang dikonsumsi. Kemampuan barang
dan jasa untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.
o Kemampuan konsumen untuk mendapatkan barang dan jasa. Daya beli
dari income konsumen dan ketersediaan barang dipasar.

o Kecenderungan Konsumen dalam menentukan pilihan konsumsi


menyangkut pengalaman masa lalu, budaya, selera, serta nilai-nilai yang
dianut seperti agama, adat istiadat.
.
Pada tingkatan praktis, perilaku ekonomi (economic behavior) sangat ditentukan
oleh tingkat keyakinan atau keimanan seseorang atau sekelompok orang yang
kemudian membentuk kecenderungan prilaku konsumsi di pasar. Tiga karakteristik
perilaku ekonomi dengan menggunakan tingkat keimanan sebagai asumsi yaitu:
Ketika keimanan ada pada tingkat yang cukup baik, maka motif berkonsumsi
atau berproduksi akan didominasi oleh tiga motif utama tadi: mashlahah,
kebutuhan dan kewajiban.
Ketika keimanan ada pada tingkat yang kurang baik, maka motifnya tidak
didominasi hanya oleh tiga hal tadi tapi juga kemudian akan dipengaruhi
secara signifikan oleh ego, rasionalisme (materialisme) dan keinginankeinganan yang bersifat individualistis.
Ketika keimanan ada pada tingkat yang buruk, maka motif berekonomi tentu
saja akan didominasi oleh nilai-nilai individualistis (selfishness): ego,
keinginan dan rasionalisme.
2.3 Perilaku konsumen Muslim
Perilaku konsumsi Islam berdasarkan tuntunan Al-Quran dan Hadis perlu
didasarkan atas rasionalitas yang disempurnakan yang mengintegrasikan keyakinan
kepada kebenaran yang melampaui rasionalitas manusia yang sangat terbatas ini.
bekerjanya invisible hand yang didasari oleh asumsi rasionalitas yang bebas nilai
tidak memadai untuk mencapai tujuan ekonomi Islam yakni terpenuhinya kebutuhan
dasar setiap orang dalam suatu masyarakat.
Islam memberikan konsep adanya an-nafs al-muthmainnah (jiwa yang
tenang). Jiwa yang tenang ini tentu saja tidak berarti jiwa yang mengabaikan
tuntutan aspek material dari kehidupan. Disinilah perlu diinjeksikan sikap hidup
peduli kepada nasib orang lain yang dalam bahasa Al-Quran dikatakan al-iitsar.
Berbeda dengan konsumen konvensional. Seorang muslim dalam
penggunaan penghasilanya memiliki 2 sisi, yaitu pertama untuk memenuhi
kebutuhan diri dan keluarganya dan sebagiannya lagi untuk dibelanjakan di jalan
Allah.
Dalam Islam, konsumsi tidak dapat dipisahkan dari peranan keimanan.
Peranan keimanan menjadi tolak ukur penting karena keimanan memberikan cara
pandang dunia yang cenderung mempengaruhi kepribadian manusia. Keimanan
sangat mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi baik dalam bentuk kepuasan
material maupun spiritual.
.
Batasan konsumsi dalam islam tidak hanya memperhatikan aspek halalharam saja tetapi termasuk pula yang diperhatikan adalah yang baik, cocok, bersih,
tidak menjijikan. Larangan israf dan larangan bermegah-megahan.
.
Begitu pula batasan konsumsi dalam syariah tidak hanya berlaku pada
makanan dan minuman saja. Tetapi juga mencakup jenis-jenis komoditi lainya.
Pelarangan atau pengharaman konsumsi untuk suatu komoditi bukan tanpa sebab.
.
Pengharaman untuk komoditi karena zatnya karena antara lain memiliki kaitan
langsung dalam membahayakan moral dan spiritual.
Dalam Islam, asumsi dan aksioma yang sama (komplementer, substitusi, tdk
ada keterikatan), akan tetapi titik tekannya terletak pada halal, haram, serta berkah
tidaknya barang yang akan dikonsumsi sehingga jika individu dihadapkan pada dua
pilihan A dan B maka seorang muslim (orang yang mempunyai prinsip keislaman)

akan memilih barang yang mempunyai tingkat kehalalan dan keberkahan yang lebih
tinggi, walaupun barang yang lainnya secara fisik lebih disukai.
.

1
.
.
.
1

Dalam Islam dikenal pula konsumsi sosial, dengan penjelasan sebagai berikut:
Konsumsi dalam islam tidak hanya untuk materi saja tetapi juga termasuk
konsumsi social yang terbentuk dalam zakat dan sedekah. Dalam al-Quran dan
hadits disebutkan bahwa pengeluaran zakat sedekah mendapat kedudukan penting
dalam islam. Sebab hal ini dapat memperkuat sendi-sendi social masyarakat.zakat
sedekah
2.4. Analisis Perbandingan Perilaku dan Prinsip Konsumsi Antara
Konvensional dan Islam
Dalam kerangka pemikiran teori ekonomi konvensional, lahirnya ilmu perilaku
ekonomi didasarkan kepada jumlah sumber daya (resource) yang terbatas dengan
kebutuhan (needs) yang tidak terbatas. Fenomena keterbatasan tersebut melahirkan
suatu kondisi yang disebut kelangkaan (scarcity). Munculnya kelangkaan
mendorong berbagai permasalahan dalam memilih (problem of choices) yang harus
diselesaikan gunamencapai suatu tujuan yang dinamakan kesejahteraan (welfare).
Dalam Principles of Economics mengatakan bahwa kriteria penilaian
pencapaian hasil ekonomi berdasarkan kepada:
o Efficiency (allocative efficiency): menghasilkan apa yang dibutuhkan
masyarakat dengan biaya yang serendah-rendahnya
o Equity: fairness (keadilan)
o Growth: peningkatan total output dalam perekonomian
o Stability: kondisi output yang tetap atau meningkat dengan tingkat inflasi
rendah dan tidak ada sumber daya yang menganggur.
Dalam mempelajari consumer behavior ada tiga langkah yang dilakukan oleh
ekonomi konvensional (Pyndick):
Mempelajari consumer preferences: mendeskripsikan bagaimana seseorang lebih
memilih suatu barang terhadap barang yang lain. Asumsi dasar dalam konsumsi:
Preferences are complete pilihan-pilihan menyeluruh.
Preferences are transitive pilihan-pilihan bersifat konsisten A>B, B>C,
makaA>C.
Consumers always prefer more of any good to less: konsumen selalu memilih
sesuatu yang banyak dibandingkan yang sedikit.
Mengetahui keberadaan budget constraint (keterbatasan anggaran/sumber daya).
2 Menggabungkan antara consumer preferences dan budget constraint untuk
menentukan pilihan konsumen atau dengan kata lain kombinasi barang apa saja
yang akan dibeli untuk memenuhi kepuasannya.
Manusia termasuk makhluk multidimensi, yaitu makhluk yang di dalam dirinya
terdapat berbagai aspek yang cenderung menggerakkan manusia untuk berbuat,
bertindak dan membutuhkan sesuatu. Sehingga manusia terdorong untuk
melakukan sesuatu guna memenuhi kebutuhannya.
Telah dijelaskan dalam ekonomi konvensional, bahwa perilaku konsumsi
mencakup kegiatan kegiatan yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan
baik jasmani maupun rohani guna mencukupi kelangsungan hidup. Perilaku
konsumsi individu berbeda-beda, perbedaan tersebut disebabkan adanya
perbedaan pendapat dan latar belakang .Dalam perspektif ekonomi konvensional
dikatakan lebih banyak selalu lebih baik. Sementara dalam islam ada beberapa etika
ketika seorang muslim berkonsumsi :

1
2
3
4
5
1
2
4
5

Menurut M.A. Manan :


Prinsip Keadilan
Prinsip Kebersihan
Prinsip Kesederhanaan
Prinsip Kemurahan hati.
Prinsip Moralitas.
Menurut Yusuf Qardhawi
Membelanjakan harta dalam kebaikan dan menjauhi sifat kikir.
Tidak melakukan kemubadziran.
3 Menjauhi berutang. setiap muslim diperintahkan untuk
pendapatan dengan pengeluarannya.
Menjaga asset yang mapan dan pokok.
Tidak hidup mewah dan boros.Kesederhanaan.

menyeimbangkan

Ada tiga nilai dasar yang menjadi fondasi bagi perilaku konsumsi masyarakat
muslim:
1. Keyakinan akan adanya hari kiamat dan kehidupan akhirat, prinsip ini
mengarahkan seorang konsumen untuk mengutamakan konsumsi untuk akhirat
daripada dunia. Mengutamakan konsumsi untuk ibadah daripada konsumsi duniawi.
Konsumsi untuk ibadah merupakan future consumption (karena terdapat balasan
surga di akherat), sedangkan konsumsi duniawi adalah present consumption.
2. Konsep sukses dalam kehidupan seorang muslim diukur dengan moral agama
Islam, dan bukan dengan jumlah kekayaan yang dimiliki. Semakin tinggi moralitas
semakin tinggi pula kesuksesan yang dicapai. Kebajikan, kebenaran dan ketaqwaan
kepada Allah merupakan kunci moralitas Islam. Kebajikan dan kebenaran dapat
dicapai dengan prilaku yang baik dan bermanfaat bagi kehidupan dan menjauhkan
diri dari kejahatan.
3. Kedudukan harta merupakan anugrah Allah dan bukan sesuatu yang dengan
sendirinya bersifat buruk (sehingga harus dijauhi secara berlebihan). Harta
merupakan alat untuk mencapai tujuan hidup, jika diusahakan dan dimanfaatkan
dengan benar. (QS.2.265)

III. KESIMPULAN & SARAN


3.1 Kesimpulan
1 .Ada perbedaan nyata antara perilaku konsumen konvensional dan Islam.
2 .Perilaku konsumen Islam memiliki dasar rujukan syariah yang diambil dari Kitab
suci Al Quran dan Al Hadis. Sedangkan perilaku konsumen konvensional
berdasarkan rujukan logika manusia dan menganut paham kebebasan, hak pilihan
mutlak pada keinginan logika manusia. Tujuan konsumsi dalam ekonomi Islam
adalah memaksimalkan mashlahah.
3 . Mashlahah merupakan integrasi dari manfaat fisik dan keberkahan (keberkahan
diperoleh dari produk/jasa halal, mengkonsumsi dengan niat / motif ibadah,
konsumsi dibeli dari harta/rejeki yang halal dan lain sebagainya)Dalam rumusan
matematis penghitungan mashlahah marginal, preferensi terhadap keberkahan
terbukti dapat memperpanjang rentang kegiatan konsumsi, sehingga akan
memperlambat/mencegah kebosanan. Sedangkan tujuan konsumsi dalam ekonomi
konvensional adalah memaksimalkan kepuasan, tanpa memperhatikan halal haram
atau menerapkan perilaku bebas nilai. Jika pun ada nilai yang dipakai tidak bersifat
mengikat dan melekat, tujuan akhirnya tetap saja memaksimalkan kepuasan.
3.2. Saran
1 . Dibutuhkan penelitian dan pengembangan lebih lanjut untuk mendeskripsikan,
memformulasikan dan mempertajam kajian serta analisa tentang teori perilaku
konsumen.
2 . Perilaku konsumen Islam memiliki kandungan nilai moral dan etika yang lengkap
dan komprehensif. Namun untuk menjadi sebuah cabang ilmu tersendiri, ilmu
ekonomi Islam harus membangun kerangka teoritik sesuai dengan tinjauan dari sisi
axiologi, epistemologi dan ontologi. Oleh karena itu para ekonom/ilmuwan ekonomi
Islam harus bersepakat membuat standarisasi ilmu ekonomi Islam, termasuk pula
di dalamnya teori perilaku konsumen.
3 . Teori Ekonomi konvensional bisa dijadikan komplementer dalam mengembangkan
ilmu ekonomi Islam, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah.Pemerintah Indonesia, harus memberi dukungan konkret terhadap
perkembangan ilmu ekonomi Islam, baik dalam bentuk regulasi maupun dana,
infrastruktur, sarana dan prasarana, sehingga diharapkan, Indonesia bisa menjadi
pusat Ilmu Ekonomi Islam di dunia, bukan negara lain.

DAFTAR PUSTAKA
Kahf, M., 1995, Ekonomi Islam, PustakaPelajar, Yogyakarta
Karim, A. Ir. , 2007. Ekonomi Mikro Islam, edisi ketiga, Rajawali Pers, Jakarta
Marton, Saad, Said, (2004), Ekonomi Islam Ditengah Krisis Ekonomi Global, Zikrul
Hakim, Jakarta
Metwally, (1995), Teori dan model ekonomi islam. PT Bangkit Daya Insana, Jakarta
Nasution, M.E., Huda, N., dkk (2006). Pengenalan Ekslusif Ilmuekonomi Islam,
Kencana Prenada Group, Jakarta
P3EI, 2008, Ekonomi Islam, Rajawali Pers, Jakarta
Rahardja, P. dan Mandala, M., 2004, Teori Ekonomi Mikro: Suatu Pengantar, edisi
ketiga, Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta.
Sukirno, S., 2009, Mikro Ekonomi: Teori Pengantar, edisi ketiga, Rajawali Pers,
Jakarta
Yusuf,
Q.,
2002,
Halal
dan
Haram
dalam
Islam,
Bina
Ilmu,
Surabayahttp://ekonomikonvensionaldanekonomiislam.blogspot.com/2011/10/penge
rtian-konsumsi.html, diambil tanggal 11 Maret 2013.

Anda mungkin juga menyukai