Anda di halaman 1dari 12

FF/ACCIDENTAL LOVE/ONE SHOOT

Cast :
Jung BinHwa
Kim Jonghyun
Shim Changmin
Park Hyun Rye

Author : AryLee

Sore yang indah diselimuti mega yang berwarna kemerahan menerpa wajahku yang sedang asik duduk
dikursi penumpang KA expres menuju kota Seoul. Hari ini adalah hari yang membahagiakan bagi diriku.
Sudah 8 tahun berlalu sejak perpisahanku dengan onnie angkatku dulu. Setelah misi terakhir bersama
dengannya, sekarang akan bertemu kembali. Aku merasa sedikit bersalah pada dirinya, karena saat dia
menikah aku tidak dapat menghadirinya. Mungkin saja saat ini dia sudah siap dengan segudang cercaan
dan ocehan untuk memarahiku habis-habisan nanti. Aku jadi sangat rindu dan ingin segera sampai
dihadapannya saat ini juga. Tak sabar rasa hatiku untuk memeluk dirinya seperti dulu lagi. Walau aku
juga merasa sangat bersalah pada dirinya karena telah membohongi dia dengan mengatakan bahwa aku
sudah berhenti dari pekerjaan yang dulu sama-sama kami jalani.

Laju kereta semakin mendekat ke tempat yang kutuju, pepohonan yang tadinya berada di kiri dan kanan
kini mulai digantikan dengan banyaknya gedung-gedung bertingkat dan juga deru suara kendaraan yang
lainnya. Hampir pusat kota kini. Kereta berhenti di salah satu stasiun. Banyak penumpang yang mulai
turun dan juga naik kedalam kereta. Sedikit berdesakan namun teratur, ada yang langsung mencari
tempat duduk dan ada juga yang berdiri memegangi gantungan yang khusus diperuntukkan bagi
penumpang. Suasana kereta tidak terlalu padat, sedikit lengang terasa. Mungkin karena banyak
penumpang yang turun tadi.
“Boleh saya duduk disini??” kata wanita paruh baya padaku.
“Ow,, silahkan.” kataku sambil tersenyum dan memindahkan tasku.
“Terima kasih.” kata ibu itu dengan membalas senyumku.
“Ya,, sama-sama.” kataku kembali.
Dari sekian banyak kursi yang kosong dan tersedia begitu saja, Ibu itu malah memilih duduk disampingku
yang sedang asik membaca novel cinta kesukaanku. Hai itu tidaklah menjadi persoalan yang besar
bagiku namun hal ada hal lain yang mengangguku. Ibu itu terus saja memandangiku dengan tatapan
yang sangat tidak mengenakkan, ia serasa mencari sesuatu di dalam wajahku. Entah apa yang ia cari dan
apa yang ia dapatkan dari parasku yang kata orang cantik ini.
“Apa kau mau ke Seoul?” Tanya ibu itu padaku tiba-tiba.
“Ne!! Ah,, iya saya mau ke Seoul. Ada apa??” tanyaku ingin tahu maksudnya.
“Anio, kau akan bahagia jika tinggal disana nantinya.” katanya yang aneh meluncur begitu saja dan
membuatku tersentak kaget.
“HAH?? Oh,, iya terima kasih.” kataku berusaha untuk tetap tenang.
“Kau akan menemukan sedikit banyak masalah dan juga akan menemukan dambaan hatimu di Seoul
nantinya.” kata Ibu paruh baya itu. Aku hanya bisa tertegun memandangi ibu itu, hatiku betanya-tanya
kenapa ibu itu berkata demikian padaku yang merupakan orang asing.
“Atau jangan-jangan orang ini adalah peramal?” lanjutku dalam hati.
“Kau tidak tampak seperti orang asing bagiku.” kata Ibu itu kembali mengagetkanku.
“Maksud anda??” Tanyaku penasaran. “Apa orang in ibis amembaca pikiranku?” tukasku dalam hati.
“Wajahmu sangat mirip dengan calon menantu yang telah lama terlebih dahulu pergi meninggalkanku
untuk selamanya karena sakit.” kata ibu itu dengan raut wajah yang kini mulai berubah menjadi sendu.
Hatiku tergerak dan merasa kasihan melihatnya.
“Miane, bukan maksud saya untuk,,” kataku terhenti ketika ibu itu menyentuk kedua tanganku.
“Hiduplah yang normal dan sewajarnya, jika itu kau lakukan maka hidupmu nanti akan menjadi lebih
baik dan bahagia.” kata ibu paruh baya itu yang kemudian bangkit dari kursi penumpang dan hendak
untuk turun dari kereta karena sudah sampai pada stasiun yang dia tuju.
“Apa maksud anda? saya tidak mengerti!” aku menghentikan langkah kakinya dengan menarik
pergelangan tangan ibu itu.
“Aku hanya berusaha untuk mengubah hidupmu dan aku bukan peramal.” kata ibu itu dan kemudian
berlalu dari hadapanku tersapu dengan penumpang yang turun dari kereta.
Aku masih tertegun dan kemudian kembali terduduk emas tanpa mengeti apapun yang dikatakan oleh
ibu paruh baya itu, sedikit menggangu pikiranku namun aku hany menganggapnya angin lalu. Stasiun
yang kutuju masih harus melewati satu stasiun lagi, aku mengenyakkan diriku dalam kursi penumpang
yang ternyata tidak cukup nyaman ini dan berusaha untuk melanjutkan acara membaca novelku yang
tertunda sebentar tadi. Baru saja aku membuka novel itu, rasa yang tak tertahankan begitu mengganggu
otakku untuk segera menutup novel itu dan kemudian berlari kecil menuju kamar mandi yang ada di
ujung gerbong. Beruntung bagi diriku, karena aku berada di gerbong yang memiliki kamar mandi, jadi
tidak perlu jauh-jauh untuk mencarinya. Selesai dari toilet aku pun keluar dan tanpa aku sadari ide gila
itu muncul dan terlintas didalam pikiranku. Aku lihat dari ada seorang pria yang berjalan kearahku,
dengan wajah yang tertutup masker dan tubuh yang berbalut jaket hitam dilengkapi dengan topi putih
dikepalanya ia terlihat sebagai sasaran yang empuk bagiku. Dan kemudian akupun berjalan
menghampirinya.
“BRUUUK!!” kami bertabrakan.
“Ah,, miane nona.. maaf saya tidak sengaja.” kata pria itu dengan penuh sopan memegangi tubuhku
yang hampir terjatuh ke lantai kereta.
“Gwenchanayo.” kataku berusaha menimpali.
“Maafkan aku, aku tidak sengaja menabrakmu, mungkin karena aku kurang hati-hati. Uhuk,,Uhuk,,”
katanya merendah dan terlihat sedang sakit.
“Ah,, tidak apa-apa. Mungkin ini salahku juga. Aku yang kurang hati-hati berjalan, jadi terpelesat dan
mengenaimu, jadi aku yang harus minta maaf padamu.” kataku berbasa-basi.
“Ya sudah, kita sama-sama salah. Jadi apa boleh aku lewat sekarang?” Tanya pria itu.
“Oh,, iy tentu saja boleh. Silahkan.” kataku sambil tersenyum.
“Terima kasih.” kata pria itu dan kemudian berlalu membelakangiku, aku pun beranjak dari tempatku
berdiri menuju kearah tempatku duduk semula.
Kusampirkan tali tas semi ranselku dikedua bahuku dan kemudian beranjak menuruni kereta. Aku telah
sampai di stasiun kereta Seoul yang kutuju. Dengan perasaan yang senang aku menepakkan kaki
pertamaku di Seoul dan dengan senyum licik aku memegang dompet pria yang kutabrak tadi di dalam
kantong jaket panjangku. Berbalutkan shall hitam di leherku, aku melangkahan kakiku menuju tujuanku
selanjutnya, kerumah onnie angkatku.
-------------------------

“Ini pesanananmu hyung.” kata pelayan itu memberikan satu box donat dan pembelinya itu dengan
segera memberikan beberapa won pada penjual itu.
“Tunggu sebentar aku ambilkan kembaliannya.” pelayan itu kembali menuju meja kasir.
“Miane, tidak ada kembalinya, aku lupa untuk menukarkan uang tadi pagi.” kata kasir itu meresa
bersalah.
“Ya sudah, pakai saja uangku dulu.” kata pelayan itu menawarkan dan kemudian merogoh saku
belakangnya.
“Astaga, dompetku!” teriak pelayan itu kaget mendapati dompetnya tak lagi berada di dalam sakunya.
Wajahnya mulai panik, dia menrogoh tiap kantong celana yang ia kenakan.
“Memangnya kau taruh dimana dompetmu? mungkin kau lupa menaruhnya? Periksa dulu yang teliti!”
kata sang kasir yang semakin membuat panik.
“Jonghyun~ah,, Ada apa??” Tanya seorang pria sambil membawa box donatnya.
“Dompetku hilang hyung.” kata Jonghyun sambil terus mencari dompetnya dalam saku celananya.
“Apa kau sudah mencarinya dengan benar, coba kau ingat-ingat dulu. Mungkin kau taruh ditasmu??”
kata pria itu berusaha menenangkan.
“Tidak mungkin Hyung, aku selalu menaruh dompetku itu di dalam saku belakang celanaku ini.” kata
Jonghyun sambil menunjuk kearah saku belakang celananya. “Aku tidak pernah menaruhnya di dalam
tas. Jangan-jangan!!” kata Jonghyun terhenti dan berusaha mengingat seseuatu.
“Jangan-jangan kenapa??” Tanya sang kasir ingin tahu.
“Jangan-jangan aku kecopetan di kereta tadi, kalau aku tidak salah saat turun aku bertemu dengan
seorang pria yang aneh dan dia terlihat sangat mencurigakan. Aku yakin kalau dia pasti yang mencuri
dompet kesayanganku itu. Aish,, bagaimana nanti aku pulang, semua uangku ada didalam dompet itu!”
kata Jonghyun yang kini terduduk lemas.
“Sudahlah, bagaimana kalau nanti aku yang antar kau pulang saja? Bagaimana??” kata pria itu
menawarkan bantuan.
“Tapi hyung??” kata Jonghyun terhenti saat pria itu tersenyum sambil menepuk bahunya yang
menandakan dia tidak keberatan untuk direpotkan. “Gomawo Hyung!” kata Jonghyun sambil tesenyum.
Pria itupun kemudian beranjak dari tempatnya berdiri menuju pintu keluar.
“Changmin Hyung!! Kembaliannya!!” teriak Jonghyun.
“Ambil saja, untukmu.” kata Changmin sambil melambaikan tangannya tanpa menoleh kearah Jonghyun
dan keluar sambil membawa box donatnya.
“Jongmal gomawo hyung!” kata Jonghyun dalam hatinya.

Changmin melangkahkan kakinya kearah kantornya yang tepat berada di depan kedai donat milik
istrinya itu. Kantor polisi yang sangat megah dan berdiri dengan kokohnya adalah tempat ia bekerja.
Pekerjaannya sebagai ditektif senior di kepolisian sudah ia jalani sejak 3 tahun yang lalu. Selepas lulus
dari akademi kepolisian dia bergabung dengan kepolisian Seoul untuk menjalankan tugas Negara. Telah
banyak kasus yang ia tangani selama ini,dan hampir semuanya berhasil diungkapnya. Namun hanya ada
satu kasus yang baginya masih belum terungkap sampai dengan saat ini yaitu kasus pencurian salah satu
bank didaerah Pusan 5 tahun yang lalu. Meski kasus itu telah ditutup dengan dipenjarakannya salah satu
orang yang dituduh dan didakwa sebagai pelaku, namun bagi Changmin ada beberapa hal yang
mengganjal dihatinya.

“Yoboseyo!” sapa Changmin. “Ada apa jagya??” Tanya Changmin ingin tahu.
“Baiklah, aku akan pulang cepat nanti malam.” jawabnya.
“Chakaman,, apa aku boleh mengajak Jonghyun bersama? aku rasa dia perlu pertolongan mala mini.”
katanya meminta izin. “Nanti saja aku ceritakan saat sampai dirumah.” kata Changmin dan kemudian
menutup ponselnya setelah memberikan kecupan manis bagi istrinya.
“Dasar wanita." kata Changmin sambil tersenyum memandangi ponselnya dan kemudian berjalan
kembali memasuki kantornya.
------------------

Setelah beberapa jam sampai dirumah onnie angkatku, aku pun dipersilahkan untuk istirahat di dalam
kamar tamu yang telah dia persiapkan satu hari sebelumnya. Begitu bangayak yang dia katakana
padaku, dan benar saja semua cercaan dan dan ocehan yang aku pikirkan tadi dikereta dia keluarkan
semuanya. Dia sedikit memarahiku karena tidak dapat hadir dalam pernikahannya dulu, namun dia
tetap menyayangi diriku selayak dongsaengnya sendiri. Aku benahi isi tas semi ranselku itu dan
mengeluarkan semua barang-barang yang aku bawa. Selepas membersihkan diriku, kuganti pakaianku
dengan kaos dan celana panjang. Kurebahkan badanku yang terasa cukup lelah di kasur yang empuk dan
kuhenpaskan kedua tanganku bersamaan. Tiba-tiba tangan kananku menyentuh suatu benda yang keras
dibalik jaket panjangku yang masih tergeletak di atas tempat tidur ini. Aku terduduk dan mengambil
jaket panjang itu lalu merogoh kearah kantongnya. Kudapati dompet berwarna coklat polos yang cukup
tebal. Kubuka dompet itu, kulihat hanya ada beberapa lembar Won dan ATM didalamnya dan aku juga
mendapati sebuah foto wajah yang tampan diterpajang didalamnya.
“Apa ini wajah orang itu!” kataku dalam hati sambil berusaha meningat orang yang ditabraknya tadi
dikereta. “Tampan juga!” kataku kembali.
“Ow,, namanya Kim Jong..hyun.” kataku sedikit mengeja namanya yang tertera dikartu identitasnya.
“Bagus juga namanya, setara dengan wajahnya.” kataku kembali dalam senyum jika mengingat kejadian
didalam kereta itu.
“Bin Hwa~ah,, cepat turun, makan malam sudah siap, ayo makan dulu!” seru Hyunrye, onnie angkatkku
dari arah bawah tangga.
“Ne!! aku akan segera turun.” teriakku dari dalam kamar. Dengan segera aku masukkan kembali dompet
coklat itu kedalam jaket panjangku dan aku bergegas keluar kamar dan menuju ruang makan.

“Wah, banyak sekali masaknya? seperti ada pesta saja. Tidak usah repot-repot seperti ini untuk
menyambutku, sudah melihatmu bahagia saja aku sudah merasa puas.” kata Bin Hwa berbasa-basi.
“Apa ini sudah banyak?? aku kira masih kurang!” kata Hyunrye dari arah dapur sambil membawa
mangkuk besar berisi kimchi.
“HAH?? kurang?? makanan sebanyak ini kau bilang masih kurang, memangnya siapa yang akan
menghabiskannya? bukankah kau masih hidup berdua saja dengan kakak iparku itu.” kata Bin Hwa tidak
percaya dengan apa yang didengar dan dilihatnya.
“Nanti kau juga tahu.” kata Hyunrye dengan senyum manis diwajahnya.
Bin Hwa hanya dapat terdiam melihat Hyunrye bolak balik dari dapur dan membawa begitu banyak
makanan lainnya dan menaruhnya diatas meja. Bin Hwa yang tadinya berniat membantu kini hanya
dapat menelan ludah melihat semua makanan enak itu berada didepan matanya dan siap untuk
disantap.

Akhirnya orang yang ditunggu kini sudah datang, kakak ipar Bin Hwa telah sampai dirumah dan setelah
mengecup kening istrinya itu dia menyapa Bin Hwa dengan sangat sopan dan ramah. Ini memang bukan
pertama kalianya bagi Bin Hwa bertemu dengan kakak iparnya itu. Dia sudah lama mengenalnya, bahkan
sebelum onnienya menikah dengan Changmin dia telah mengetahui semua latar belakang kakak iparnya
itu dan onnienya itu telah melakukan perubahan besar bagi hidupnya sendiri dengan menikahi seorang
ditektif kepolisian. Mengingat jati diri kami berdua yang sangat bertentangan dan bermusuhan dengan
pekerjaan kakak iparku itu aku hanya bisa tersenyum geli.
“Jagya,, bukanny kau mengajak,,” kata Hyunrye terputus setelah melihat JongHyun yang baru saja
sampai diambang pintu rumahnya sambil membawa dua buah kantong belanjaan yang telihat berisikan
buah-buahan.
“Nah,, itu dia. Tidak perlu dicari lagi kan?” kata Changmin sambil menunjuk kearah Jonghyun.
“Annyeong Noona!” kata Jonghyun menyapa Hyunrye yang telah dianggapnya sebagai noonanya itu.
“Cepat masuk, makanannyadi sudah siap dan letakkan saja belanjaanmu itu didapur.” kata Hyunrye yang
kemudian beranjak pergi dari hadapan Jonghyun dan Bin Hwa di depan pintu masuk rumah. “Katakan
padaku ada apa dengan Jonghyun tadi??....” kata Hyunrye berlalu bersama Changmin.
Bin Hwa terdiam kaku didepan pintu masuk sambil memandang Jonghyun, dilihatnya Jonghyun dari atas
sampai bawah. Dia sangat mengenali pria ini, wajah yang tertutup masker dan tubuh yang berbalut jaket
hitam dilengkapi dengan topi putih dikepalanya yang berdiri didepannya kini adalah orang yang sama
dengan orang yang dia tabrak dan curi dompetnya waktu di kereta.
“OH Tuhan!! Ottoke?? jika dia mengenaliku dan memanggilkan polisi untuk menangkapku saat ini,
Ottoke,,Ottoke???” pertanyaan itu terus berputar di kepala Bin Hwa yang diliputi rasa ketakutan. Dan
Jonghyun hanya dapat diam merasakan ketidak nyamanan dengan apa yang dilakukan Bin Hwa pada
diriny.
“Miane nona, kenapa masih disini? lebih baik masuk, kau sudah dipanggil.” kata Jonghyun meretakkan
semua kebekuan pikiran Bin Hwa.
“(terdengar suara Hyunrye memanggil) Ah,, iya mari masuk.” kata Bin Hwa sedikit malu. Dibelakang
Jonghyun Bin Hwa berjalan menuju ruang makan. “Untung saja dia tidak mengenaliku.” kata Bin Hwa
merasa aman.

Acara makan malam itu mengungkap semuanya, Jonghyun yang telah melepaskan maskernya itu
memang benar adalah orang yang telah Bin Hwa tabrak dan curi dompetnya. Dia adalah seorang
pelayan dikedai donat milik Hyunrye onnie yang berada tepat didepan kantor Changmin oppa. Selain
sebagai pelayan dia juga dipercayai untuk mengurus kedai itu, sewaktu-waktu Hyunrye berhalangan
untuk datang ke kedai itu. Dia juga seorang mahasiswa jurusan seni music di Universitas Seoul. Setelah
diperkenalkan dan mendengarkan cerita Jonghyun yang kecopetan dompetnya Bin Hwa meresa sedikit
iba dengan apa yang menimpa Jonghyun. Dia merasa kasihan, andai saja dia tidak mencuri dompet
Jonghyun mungkin pria tampan itu sudah ada dirumahnya sekarang bersama dengan keluarganya.
“Sepertinya aku pernah melihatmu? tapi dimana ya?” kata Jonghyun memecah keheningan pikiran Bin
Hwa yang sedang asik menikmati makanan buatan onninya.
“Mwo??” kata Bin Hwa kaget.
“(Jonghyun berfikir) AH,, kau kan gadis yang menabrakku tadi pagi didalam kereta. Ya kan?? kata
Jonghyun mencari pembenaran.
“A,,aa,,apa iya??” kata Bin Hwa terbata-bata dengan sedikit ketakuan.
“Apa kau lupa padaku? Aku masih ingat benar dengan wajahmu, tapi kau terlihat berbeda dengan
rambut terikat seperti ini. Kau terlihat lebih manis.” kata Jonghyun mulai merayu.
“Jadi kalian sudah pernah bertemu?” tanya Hyunrye pada Bin Hwa.
“Iya onnie.” kata Bin Hwa dengan raut wajah sedikit bersalah. Nampaknya Bin Hwa telah mengetah
mengetahui bahwa onnienya itu tahu siapa pelaku pencurian yang sebenarnya. Dan tidak seperti yang
diceritakan suaminya tadi yang kini hanya memperdulikan makanannya saja.

Susana kembali dapat terkendali, walau sepertinya ada ancaman yang akan melanda Bin Hwa nantinya,
tapi semuanya berjalan tanpa adanya kecurigaan dari Changmin dan juga Jonghyun. Makan malam ini
adalah makan malam pertama yang dinilai Bin Hwa sangat bekesan dalam hidupnya. Sejak
meninggalkan panti asuhan bersama dengan Hyunrye dan mendalami dunia hitam sebagai seorang
pencuri professional, Bin Hwa tidak pernah merasakan kehangatan keluarga. Walaupun demikian dia
tetap tidak kehilangan kasih sayang dari Hyunrye yang merupakan kakak angkatnya saat dia tumbuh dan
besar dipanti asuhan. Hyunrye dan Bin Hwa tidak dapat terpisahkan sampai dengan Changmin datang
merebut cinta Hyunrye dari tangan Bin Hwa, dan selepas itu Bin Hwa menjalankan misi dari
organisasinya sendiri tanpa bantuan Hyunrye lagi.
---------------------------------
Setahun berlalu dari peristiwa makan malam itu, hubungan Bin Hwa dan juga Jonghyun semakin akrab
setiap harinya. Bin Hwa lah kini yang membantu Jonghyun di kedai donat, dan menggantikan Hyunrye
sebagai owner sementara Hyunrye yang dilarang Changmin utuk melakukan apapun karena ia tengah
hamil besar. Kini mereka juga kuliah ditempat yang sama namun berbeda jurusan. Dan kelihatannya
benih cinta diantara keduanya telah tumbuh seiiring bergantinya musim di Seoul. Mereka berdua telah
menjadi sepasang kekasih beberapa bulan yang lalu dan berencana untuk melakukan pertunangan dua
minggu lagi. Mereka berdua merupakan pasangan yang sangat serasi, yang pria sangat cerewet dan yang
gadis sangat suka dengan keheningan. Mereka berdua memang dijodohkan bersama.

“Bin Hwa,, kau ini tidak pernah bisa rapih!!” kata Hyunrye yang melihat beberapa bungkus cemilan
berserakan dilantai dan diatas meja diruang keluarga.
“Biarkan saja disana onnie, nanti aku rapihkan.” kata Bin Hwa dari dalam kamar mandi yang tidak jauh
berada dari ruang keluarga.
“Kau itu sudah ketularan oppamu, kalau makan cemilan selalu saja berantakan seperti ini.” keluh
Hyunrye yang kemudian duduk dan menyalakan televisi.
Ponsel Bin Hwa bergetar dan terlihat dilayar tertulis sebuah nama ‘MY LOVE’, Hyunrye yang melihat itu
berfikir kalau panggilan telepon itu berasal dari Jonghyun dan terpintas untuk mengerjainya dengan
mengangkat panggilan telepon itu. Namun apa yang didengar Hyunrye sama sekali bukan suara
Jonghyun yang dia kenal melainkan suara seseorang yang telah lama dia tinggalkan. Suara dari
seseorang yang dulu disebutnya dengan BOS kini mengalun mengerikan di telinga Hyunrye
memberitahukan bahwa ada tugas bagi Bin Hwa untuk melakukan misi pencurian lagi dan kali ini
sasarannya adalah partitur milik salah satu maestro ternama yang dipamerkan di Universitas Seoul
tempat Bin Hwa kini kuliah dan tanggal pelaksanaan aksi itu tepat sehari sebelum hari pertunangan Bin
Hwa dan Jonghyun dilaksanakan. Setelah selesai mendengarkan perkataan yang hampir mencopot
jantungnya itu, Hyunrye segera menutup ponsel Bin Hwa. Perasaannya kini semakin tidak karuan dan
sangat takut jika adik angkatnya itu nanti berurusan dengan suaminya. Hyunrye tahu betul siapa
Changmin dan juga Jonghyung.
“ (Ponsel Bin Hwa berdering lagi),, ada panggilan telepon untukmu!!” teriak Hyunrye yang sedang pura-
pura menonton televisi saat Bin Hwa keluar dari kamar mandi.
“Dari siapa onnie??” Tanya Bin Hwa ingin tahu.
“Kekasihmu!” kata Hyunrye menggoda sambil berusaha menutupi ketakutannya kini.
“Onnie,,” kata Bin Hwa manja dan langsung mengambil ponsel dari tangan Hyunrye.
“Selesai telepon, bersihkan semuanya ini ya,, aku mau istirahat dulu.” kata Hyunrye yang kemudian
beranjak pergi menuju kamarnya.

Bin Hwa yang sibuk menerima telepon dari kekasihnya itu tidak menyadari akan apa yang telah
diketahui oleh Hyunrye. Rasa pusing didalam kepala Hyunrye menjadi sangat terasa. Apa jadinya jika
Changmin mendapati Bin Hwa sebagai seorang pencuri di tempat dia akan ditugaskan kali ini dan apa
jadinya jika Bin Hwa tahu kalau Jonghyun adalah salah satu intel dan anak buah dari Changmin. Apa yang
akan terjadi dengan hidup Bin Hwa nantinya?? semua pertanyaan itu terus berputar dikepala Hyunrye.
“Andwe,, itu tidak boleh terjadi. Bin Hwa harus tetap bersih dari semua tuduhan. Aku tidak rela jika dia
harus mendekam dipenjara dan mati seperti kedua orang tuanya dulu. Aku tidak mau peristiwa itu
terjadi lagi didepan mataku. Cukup aku saja yang mengetahui semua hal kelam itu. Bin Hwa tidak boleh
mengetahui hal yang sebenarnya terjadi kalau dia adalah anak dari seorang YAKUZA, dan aku ini adalah
salah satu anak buah orang tuanya. Andwe,, aku tidak akan membiarkan itu terjadi.” kata Hyunrye pada
dirinya sendiri dan kini mulai mengatur rencana.

Selesai menerima telepon, Bin Hwa menerima MMS dari BOSnya yang menunjukkan barang yang harus
ia curi kali ini. Wajah Bin Hwa sedikit mengkerut saat ia mendapati email dalam ponselnya menuliskan
tempat tersimpannya benda yang harus dicurinya dan tanggal misi itu harus dilaksanakan. Dia terkejut
namun dengan segera berusaha mengontrol emosinya.
-----------------------

Hari yang dinanti kini telah tiba, semuanya terlihat biasa saja luarnya. Jonghyun yang biasa menjemput
Bin Hwa dengan motornya sudah tiba sedari tadi dan Changmin juga sudah siap dengan semua
perlengkapannya dibalik jas hitam yang dia kenakan. Mereka semua tengah menikmati sarapan pagi
buatan Hyunrye yang dibantu oleh Bin Hwa. Hyunrye milihat ada raut wajah yang berbeda dari
ketiganya. Raut ketegangan melakukan kesalahan terlihat jelas diwajah Jonghyun, raut wajah ketakutan
yang dibalut dengan make up tipis itu terlihat samar-samar diwajah Bin Hwa dan raut wajah memburu
terlihat jelas di wajah Changmin. Ketiga raut wajah itu sangat membuat Hyunrye merasa ketakutan akan
apa yang akan terjadi. Namun dia berusaha mengontrol emosinya aga semuanya terlihat seperti
biasanya. Hyunrye mulai tersenyum kembali dan kini berhasil mengembalikan keadaan kembali ceria.
“Onnie aku berangkat dulu ya!” kata Bin Hwa setelah mengecup kedua pipi Hyunrye dan berlalu keluar
bersama Jonghyun menuju motornya.
“Jagya aku berangkat dulu ya! jaga dirimu baik-baik.” kata Changmin yang kemudian mengcup kening
Hyunrye dan sebentar melumat bibirnya.
“Araso!” kata Hyunrye dan kemudian dia melambaikan tangannya pada ketiga orang yang telah siap
menjalankan misi mereka masing-masing. Lalu Hyunrye masuk kedalam rumah kembali setelah
mengantarkan kepergian ketiga orang itu dengan senyuman.

Sudah setengah jam ketiga orang itu pergi dari hadapan Hyunrye. Dilihatnya jam tangan yang melingkar
di tangannya masih menunjukkan pukul 10.30 pagi dan tandanya 30 menit kedepan Bin Hwa akan
sampai di kampus dan pukul 12.00 siang dia akan melakukan aksinya. Sambil memikirkan semuanya itu,
Hyunrye telah berada didepan kulkas kesayangan suaminya. Dibukanya kulkas yang penuh berisikan
makanan itu, diputanya beberapa kali tukas pendingin kulkas itu dan secara otomatis dapurnya yang
indah dan tertata rapi itu berubah sedemikian rupa menjadi seperti ruang kerja seorang Heaker yang
handal. Dia duduk diatas kursi empuk secara perlahan mengingat usia kehamilannya yang tinggal
menunggu 2 bulan lagi untuk melahirkan. Hyunrye duduk di depan komputr cangihnya dan dengan
lincah jari jemarinya memainkan tust computer itu mencari celah pada jaringan data. Setelah beberapa
detik berlalu akhirnya dia bisa menyambungkan dirinya dengan alat komunikasi yang terpasang sejak
pagi ditelinga Bin Hwa yang dia tahu akan selalu dipakai Bin Hwa jika adiknya itu akan menjalankan misi.

Jonghyun yang sangat senang dengan music sangat tertarik dengan pameran itu dan sangat menikmati
tiap benda yang dilihatnya di pameran itu, semua bentuk seni dan music tersaji di pameran itu. namun
satu hal yang sangat mengganggu pandangannya adalah sebuah partitur dengan notasi yang dibuat oleh
seorang maestro dibidang musik yang terpajang diatas piano yang merupakan hal yang sangat langka
untuk dilihat. Bin Hwa yang melihatnya bersama dengan Jonghyun hanya menganggap benda itu adalah
barang biasa yang tidak ada nilainya sama sekali, yang akan dicurinya sebentar lagi. Bin Hwa melihat dari
kejauhan Changmin berjalan menghampiri Jonghyun dan dirinya yang sedari tadi lama berdiri
memandangi partitur itu.
“Oppa! sedang apa disini?” Tanya Bin Hwa ingin tahu.
“Ow,, hanya mengontrol keadaan saja.” kata Changmin singkat.
“Tengang saja hyung penjagaan disini cukup ketat, jadi tidak mungkin ada pencuri atau semacamnya
yang datang kesini.” kata Jonghyung sedikit pamer sambil menunjuk pada beberapa penjaga berseragam
yang berdiri disudut ruangan.
“(Tersenyum) ya semoga yang kau katakana itu benar adanya.” kata Changmin. “Baiklah jangan lama-
lama berada disini, nanti kalian telat masuk kelas. Aku pergi dulu masih banyak yang harus aku periksa.”
kata Changmin yang kemudian meninggalkan sepasang kekasih itu di depan piano yang dipamerkan.
“Kalau begitu, lebih baik kita segera kembali sekarang. Bukankah kau ada kelas pagi ini?” Tanya
Jonghyun pada Bin Hwa.
“Ah,, chakkaman oppa, aku mau kekamar mandi dulu sebentar.” izin Bin Hwa pada Jonghyun.
“Baiklah, aku akan menunggumu dipintu keluar saja ya!” kata Jonghyun pada Bin Hwa.
“Ok! aku tidak akan lama.” kata Bin Hwa dengan senyum.

Dengan cepat Bin Hwa mengganti rupanya, dengan wig dan kacamata juga pakaian yang berbeda ia
telah berubah menjadi seorang wanita asing yang terlihat sangat dewasa. Dia tampak seperti seorang
dosen saja. Dilihatnya jam tangan yang ia kenakan telah tepat menunjukkan pukul 12.00 siang dan tepat
saat untuk melakukan aksinya. Saat semua penjaga akan dirolling untuk penggantian saat makan siang,
saat itulah waktunya Bin Hwa melancarkan aksinya untuk mencuri partitur itu. Dengan membawa tas
ditangannya dia mendekat kelokasi kejadian. Langkahnya yang halus dan lemah gemulai dengan senyum
yang mengembang di wajahya dan kepercayaan diri yang tinggi mulai melancarkan aksinya. Dengan
secepat kilat ia mengalihkan pengawasan dari kamera pengintai yang menyorot dirinya dengan
menekan tombol remot yang telah dia set sehari sebelumnya untuk membuat gangguan pada system
keamanan untuk beberapa detik. Dan itu berhasil tanpa harus diragukan lagi, kini Bin Hwa telah
menukar partitur itu dengan yang palsu. Semuanya berjalan lancar sampai ada suara yang
memanggilnya dari arah belakang.
“Permisi nona!!” teriak seorang pria yang sangat dikenal suaranya oleh Bin Hwa.
“Changmin Oppa!!” kata Bin Hwa dalam batinnya. “Ya,, ada apa tuan, ada yang bisa say bantu??” Tanya
Bin Hwa berbasa-basi.
“Maaf anda seharusnya tidak berada disini saat ini, bukankan pameran ini ditutup saat makan siang?
dan akan dibuka kembali sekitar jam 1 siang? Apa anda tidak membaca tulisan diluar sana ketika anda
ingin masuk tadi??” jelas Changmin panjang lebar.
“Ah,, miane. Penjaga yang diluar sana yang telah mengizinkan saya untuk masuk.” kata Bin Hwa sedikit
ketakutan melihat kakak iparnya itu yang dia rasa memergoki aksinya kali ini.
“Apa itu benar?? aku tidak yakin petugas itu ada!” kata Changmin menatap tajam kearah Bin Hwa dibalik
kacamata minusnya.
“Maaf tuan saya harus pergi, karena ada kelas yang harus saya ajar.” kata Bin Hwa berkilah.
“Silahkan saja, tapi setelah kau ikut aku kekantor polisi.” kata Changmin dengan sangat tegas sambil
menggenggam erat pergelangan tangan Bin Hwa.
“Jika aku tidak mau bagaimana?” Tanya Bin Hwa hendak menghindar.
“Jika anda tidak mau, maka akan aku paksa.” kata Changmin yang berusaha menarik tangan Bin Hwa.

Tanpa pikir panjang lagi Bin Hwa pun melawan, dengan keahlian bela diri yang dia pelajari semenjak
menjadi seorang pencuri professional dia terhitung cukup lincah untuk melarikan diri dari lawannya.
Namun kali ini lawannya adalah kakak iparnya yang sangat tidak berperasaan dalam menaklukkan
lawannya terutama para criminal seperti Bin Hwa. Dengan berbagai macam jurus Bin Hwa berusaha
menghindar dan melarikan diri, dan akhirnya dengan sedikit gerak tipu dia bisa lari dari hadapan
Changmin. Akan tetapi hal itu tidak berakhir sampai disitu saja, Changmin kini mulai berlari mengejar
jejak Bin Hwa, dia sudah mengeluarkan pistol dari balik jasnya. Magnum caliber 24 yang dimulikinya kini
sudah tergenggam kuat ditangan Changmin dan kapan saja siap mengeluarkan timah panas itu untuk
menembak sasarannya. Ditikungan terakhir menuju pintu keluar Changmin mendapati Bin Hwa yang
tengah berlari. Dibidiknya dengan cermat dan secepat kilat peluru dari dala pistol yang digenggam
Changmin terlontar keluar mencari sasarannya. Suara letusan senjata itu menggema di Hall yang kosong
dan suara jeritan seorang wanita terdengar begitu kencang ditelinga Jonghyun yang masih duduk
didekat pintu keluar menunggu Bin Hwa yang tadi minta izin darinya untuk pergi ke kamar mandi
sebentar. Dengan cepat Bin Hwa berlari sambil memegangi lengannya yang ternyata terkena peluru
panas dari senjata Changmin, darah berceceran ditiap langkahnya. Tepat di depan pintu keluar Bin Hwa
menabrak Jonghyun dan lirih berkata maaf pada Jonghyun.
“Bin Hwa!!” kata Jonghyun yang tersungkur akibat tertabrak oleh Bin Hwa. Jonghyun menyadari siapa
yang menabraknya itu sebagai Bin Hwa, suara Bin Hwa yang sangat dikenalnya itu sangat khas dan tidak
bisa dia lupakan dan tabrakan dengan tubuhnya itu sudah sering kali dia rasakan semenjak Bin Hwa
menjadi kekasihnya.
“Apa kau melihat wanita yang terluka lengannya lewat sini?” Tanya Changmin dengan sangat tegas.
“Ah,, dia berlari kearah sana!” kata Jonghyun yang menunjukkan arah yang berlawanan dengan apa
yang dilihatnya.
“Baiklah, kalau begitu cepat hubungi tim yang lain dan suruh mereka untuk mengepung semua jalan
keluar dari kampus ini.” kata Changmin yang kemudian berlari menuju arah yang di tunjukkan oleh
Jonghyun.
“Miane hyung!!” kata Jonghyun merasa bersalah dan kemudian berlari mengejar Bin Hwa.

“Bin Hwa,, Kau mendengarku?” Tanya Hyunrye pada Bin Hwa yang sedang dalam pengejaran.
“Onnie? bagaimana kau?” Tanya Bin Hwa kaget mengetahui onnienya tiba-tiba masuk kedalam jaringan
komunikasinya.
“Sudah jangan banyak bicara, kau ikuti saja semua petunjukku.” kata Hyunrye yang sedari tadi
memantau adiknya itu dari kejauhan. “Sekarang ka uterus berlari kearah utara dan nanti didepan tepat
arah jam 3 kau belok kiri dan kemudian lurus setelah itu kau akan menemukan sebuah semak-semak kau
lewati semak-semak itu dan kemudian kau lurus saja sampai bertemu dengan sebuah rumah tua diujung
jalan nantinya. Disana kau akan aman dan tidak akan ada lagi yang akan mengejarmu.” jelas Hyunrye
pada adiknya itu yang kini mengikuti semua petunjuknya itu.
Dengan nafas yang erengah-engah dan darah yang terus mengalir dari dalam tubuhnya Bin Hwa sampai
pada tempat yang ditunjukkan oleh Hyunrye. Bin Hwa masuk kedalam rumah tua dan menghempaskan
dirinya setelah melemparkan tas berisi partitur antic itu. Mukanya terlihat pucat dan dia masih
memegangi lengannya yang terasa panas akibat tertembus peluru panas.
“BinHwa,, BinHwa,, BinHwa!!!” teriak Hyunrye dari sambungan komunikasinya dengan Bin Hwa, namun
tidak adanya jawaban dari adiknya itu.

Sementara Bin Hwa tidak menjawab panggilan dari Hyunrye terlihat dilayar computer Hyunrye bahwa
Changmin mulai mendekat kearah Bin Hwa berada. Alat kecil yang ditempelkan Hyunrye pada jas
suaminya tanpa sengaja itu bekerja sesuai dengan apa yang diharapkan Hyunrye. Dalam kecemasannya
Hyunrye dengan segera mengalihkan sambugan komunikasinya pada ponsel Changmin.
“JAGYA,,,AAAAKKKKHHHH,,, TOLONG AKU, SAKIT SEKALI !!!” teriak Hyunrye terkesan penuh kesakitan
dalam sambungan komunikasinya.
“Hyunrye~ah,, kau kenapa?? Hyunrye,, JAGYA!!!” teriak Changmin mulai panik. Tanpa pikir panjang lagi
Changmin langsung berbalik arah yang telihat jelas dilayar computer Hyunrye kalau arah yang diambil
Changmin itu adalah arah menuju keluar kampus.
Selsai mengalihkan perhatian Changmin dari adiknya, kini Hyunrye kembali memanggil Bin Hwa kembali.
dan alangkah terkejutnya Hyunrye mendengar suara Jonghyun yang menjawab panggilan kontaknya.
Namun apa disangaka, Jonghyung malah meminta Hyunrye untuk segera membantunya melakukan
operasi kecil untuk lengan Bin Hwa yang terluka. Dengan istruksi singkat Jonghyun yang cerdas itu
melakukan semuanya yang dikatakan Hyunrye dengan sangat cermat dan rapih. Dengan sobekan
kemejanya, Jonghyun menyelesaikan balutan terakhir pada lengan Bin Hwa, dan kemudian membawa
Bin Hwa secepat mungkin keluar dari rumah tua itu menuju rumahnya.
sesampainya dirumah, dengan perasaan penuh kekhawatiran Changmin langsung membanting pintu
mobilnya dan segera masuk kedalam rumahnya. Dia mendapati istrinya tengah duduk santai di depan
televisi sambil memakan cemilan. Rasa kaget dan kesal tersirat dalam hatinya.
“Hyunrye~ah,, kau ini kenapa? tadi berteriak seperti orang sakit ditelepon sekarang malah duduk santai
di depan televisi? Sebenarnya ada apa??” Tanya Changmin dengan nada suara yang meninggi.
“Ah,, tadi ada kontraksi sedikit, tapi sekarang sudah tidak lagi. Kenapa kau marah-marah padaku??” kata
Hyunrye yang hampir menangis dihadapan suaminya itu.
(Changmin langsung mendekat) Miane,, Miane Jagya, bukan maksud ku untuk memarahimu. Miane.”
kata Changmin yang kemudian memeluk erat istrinya itu. dan Hyunrye hanya dapat tersenyum puas
mengetahui semuanya telah berakhir. Adiknya tidak tertangkap oleh suaminya dan selamat bersama
dengan Jonghyun.
----------------------------

Mata Bin Hwa terbuka dan ia mendapati dirinya berada ditempat asing, tas yang berisikan partitur antic
itu tergeletak disudut dinding. Bin Hwa terduduk dari tidurnya dilihatnya sekeliling ruangan itu dan
terkejutnya dia mendapati sebuah foto yang berisikan gambar Jonghyun dengan seorang wanita paruh
baya, yang tidak lain merupakan ibu paruh baya yang pernah bertemu dengannya dikereta.
“Kau sudah sadar?” Tanya Jonghyun yang masuk kedalam kamarnya dengan membawa semangkuk
bubur dan susu untuk kekasihnya itu.
“KAU!! apa kau yang menolongku?” Tanya Bin Hwa pada Jonghyun.
“Tentu saja, dank au jangan banyak Tanya. Karena aku sudah mengetahui semuanya dari Hyunrye noona
tadi malam.” jelas Jonghyun. “Ini makanlah dulu, dan setelah kau makan segeralah pergi kesalon yang
telah dipesan oleh Hyunrye noona pesan untuk mendandani dirimu, karena hari ini adalah hari
pertunangan kita.” kata Jonghyun yang kini mulai beranjak dari tempatnya duduk.
“Chakkaman!! apa dia ibumu?” Tanya Bin Hwa pada Jonghyun sambil memperlihatkan foto yang dia
liahal tadi.
“Iya,, dia ibuku. Namun dia sudah meninggal dua tahun yang lalu. Dan saat kita bertemu pertama
kalinya adalah hari peringatan meninggalnya yang kedua tahun.” jelas Jonghyun sedikit menahan
sedihnya.
“Miane,, aku tidak mengetahuinya.” kata Bin Hwa menyesal.
“Tidak apa-apa, itu bukan salahmu, itu salahku yang tidak memberitahukanmu, bahkan sampai saat ini.
Ya sudah, sekarang kau makan dulu buburmu dan segera pergi kesalon, karena aku juga harus bersiap
untuk hari ini.” kata Jonghyun sambil tersenyum dan berlalu dari hadapan Bin Hwa.

Bin Hwa menuruti apa yang telah dikatakan Jonghyun. Dan acara pertunangan hari ini berjalan dengan
lancar, dengan tata rias yang handal semua kekurangan Bin Hwa bisa ditutupi dengan sempurna. Tidak
ada selintaspun kecurigaan dimata Changmin dan Jonghyun dan Hyunrye hanya dapat bersepakat satu
sama lain untuk tidak menceritakan hal ini pada siappun sampai mereka mati nanti.
“Bin Hwa~ah,, ada yang ingin aku katakan padamu.” kata Jonghyun penuh keseriusan.
“Ada apa?” Tanya Bin Hwa ingin tahu.
“Sebenarnya aku bukanlah pelayan dan juga mahasiswa biasa, aku sebenarnya adalah,,” kata Jonghyun
terputus. “INTEL yang menyamar untuk mencari informasi gembong pencurian bank di pusan beberapa
tahun lalu??” kata Bin Hwa dengan sangat tegas.
“Bagimana kau tahu??” Tanya Jonghyun pada Bin Hwa.
“Itu bukan hal yang sulit untuk dilacak, aku sudah mengetahuinya sejak awal kita bertemu. Saat aku
mencuri dompetmu dikereta. kau memiliki dua dompet, satu didalam saku kemejamu yang berisi
lencana polisimu dan satu lagi ada disaku belakangmu yang berisi uang dan kartu IDmu.” kata Bin Hwa
berusaha menjelaskan.
“Pantas saja, lencanaku sedikit tergores, ternyata kau yang hampir mengambilnya?” kata Jonghyun yang
kini mendekap erat tunangannya itu sambil terduduk dibawah pohon yang rindang dibelakang rumah
Changmin. “Kalau begitu, kau harus dihukum. Mulai sekarang kau tidak akan aku lepaskan sedetikpun
dari pandanganku. kau harus bersamaku selamanya.” kata Jonghyun menjatuhkan hukuman bagi
BinHwa.
“Aku menerima hukuman itu dengan senang hati, selamanya.” kata BinHwa tersenyum. “kau benar, aku
akan menemukan sedikit banyak masalah dan juga akan menemukan dambaan hati di Seoul. Umma kini
aku telah mendapat hukuman yang setimpal dengan kesusahan yang telah aku derita. Gomawo atas
petunjuk yang kau berikan padaku.” kata BinHwa sambil mengingat ibu paruh baya yang telah
memberikan petuah itu pada dirinya. Suatu kebetulan yang menghadirkan cinta yang bukan kebetulan
adanya, namun takdirlah yang menyatukan semua insan didunia ini.

-- THE END --

Anda mungkin juga menyukai