Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ
terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang
dewasa sekitar 2,7 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit
bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit
tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas.
Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan
bokong. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah
epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam
yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan
jaringan ikat.
EPIDERMIS
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis
gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Tebal epidermis
berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki.
Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap
4-6 minggu.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam):
1. Stratum Korneum Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2. Stratum Lusidum Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal
telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
3. Stratum Granulosum Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya
ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula
keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.
4. Stratum Spinosum Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril,
dianggap filamenfilamen tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan
kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada tempat yang terus
mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak
tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi.
Terdapat sel Langerhans.
5. Stratum Basale (Stratum Germinativum) Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan
bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan.
Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak,
usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit.
Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan
dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).
DERMIS Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap
sebagai True Skin. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan
menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada
telapak kaki sekitar 3 mm.
Dermis terdiri dari dua lapisan :
Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.
Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan bertambahnya usia.
Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal, kandungan elastin kulit manusia
meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling
bersilangan dalam jumlah besar dan serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi
kehilangan kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput. Dermis mempunyai
banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis yaitu
folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak
tidaknya derivat epidermis di dalam dermis. Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical
strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi
SUBKUTIS Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari
lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar
dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh
dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori,
kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.
VASKULARISASI KULIT
Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara lapisan papiler dan
retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan jaringan subkutis. Cabang kecil
meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri
asenden dan satu cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat
nutrient dari dermis melalui membran epidermis
FISIOLOGI KULIT
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya adalah
memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi,
mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme. Fungsi proteksi
kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan
sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah
satu fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada
daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan
cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami
proses keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal.
Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila
temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi
temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat
meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit
akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas.
PENGERTIAN
Morbus Hansen yang disebut juga Lepra adalah infeksi kronik yang
disebabkan oleh Mycobacterium leprae, yang merupakan mikroorganisme yang
menyerang kulit dan saraf. Mycobacterium leprae, penyebab dari lepra ditemukan
oleh G.H Armauer Hansen di Norway pada tahun 1873. Meskipun tidak fatal, lepra
merupakan salah satu penyebab paling sering neuropati perifer di seluruh dunia.
Bakteri ini menyerang saraf perifer, kulit, mukosa traktus respiratorius bagian
atas, kemudian organ lainnya kecuali susunan saraf pusat. Penularan lepra secara
pasti belum diketahui. Sekitar 50% penderita kemungkinan tertular karena
berhubungan dekat dengan seseorang yang terinfeksi (kontak langsung antarkulit
yang lama dan erat), dan bisa juga melalui inhalasi. Sekitar 95% orang yang pernah
terpapar oleh bakteri lepra tidak menderita lepra karena sistem kekebalannya
berhasil melawan infeksi.
Penyakit yang terjadi bisa ringan (lepra tuberkuloid) atau berat (lepra
lepromatosa). Infeksi dapat terjadi pada semua umur, paling sering mulai dari usia
20 -30 tahun. Bentuk lepromatosa 2 kali lebih sering ditemukan pada pria dibanding
wanita. Mycobacterium leprae masih belum dapat dibiakkan dalam medium buatan
karena merupakan bakteri obligat intraselular, sehingga diagnosis yang tepat dalam
waktu
pendek masih
berdasarkan gejala- gejala klinis yang spesifik pada pasien. Pengobatan pada
pasien lepra meliputi terapi dengan satu obat atau dengan kombinasi (multi drug
terapi). Obat yang dipakai untuk penyakit lepra adalah DDS (diaminodifenil),
Rifampisin, Klofazimin, Protionamide, dan Etionamide
ETIOLOGI
Kuman penyebab adalah Mycobacterium leprae. Kuman ini bersifat obligat
intrasel, aerob, dan belum dapat dibiakkan secara in vitro , berbentuk basil Gram
positif dengan ukuran 3 8 m x 0,5 m, yang mempunyai komponen antigenik
kompleks yang terdiri dari lipid, karohidrat dan protein, sehingga kuman ini tahan
asam dan alkohol.. Mikroorganisme ini merupakan mikroorganisme yang kuat yang
dapat bertahan hidup di lingkungan selama 10 hari.
dapat
ditemukan
iskemia,
fibrosis,
dan
kematian
akson. 3
Gambar 1. Mycobacterium
leprae
(http://www.who.int/lep/microbiology/en/index.html)
EPIDEMIOLOGI
Kusta terdapat dimana-mana, terutama di Asia, Afrika, Amerika latin, daerah
tropis dan subtropis, serta masyarakat yang sosial ekonominya rendah. Makin
rendah sosial ekonomi rendah makin berat penyakitnya, sebaliknya faktor sosial
ekonomi tinggi sangat membantu penyembuhan. Pada tahun 1991 World Heath
Assembly membuat resolusi tentang eliminasi kusta sebagai problem kesehatan
masyarakat pada tahun 2000 dengan menurunkan prevalensi kusta menjadi
dibawah 1 kasus per 10.000 penduduk. Di indonesia dikenal dengan Eliminasi Kusta
tahun 2000 (EKT 2000). 2
Peyakit ini masih teteap menjadi endemik di Negara seperti Afrika dan Negaranegara Asia Tenggara.Variasi geografi pada tahun 2009 menunjukkan dari 141
negara yang melaporkan, hanya 7 negara yang terdeteksi 85 % kasusnya dalah
kasus baru. Contohnya pada tahun 2009 di India terdapat 94 % kasus lepra baru
dari 79 % populasi saat itu. Pada tahun 2005 2007 di Brasil 17 % dari populasi
berkontribusi pada 53 % kasus baru. Untuk Indonesia sendiri pada tahun 2007, 14
dari 33 provinsi terdapat 83 % kasus baru. Sedangkan China pada tahun 2009, 3
dari 31 provinsi mempunyai 54, 5 % kasus baru.
: Indeterminate leprosy
: Tuberkuloid polar, bentuk yang stabil
: Borderline tuberculoid
: Mid borderline
: Borderline lepromatous
bentuk yang labil
: Lepromatous subpolar
: lepromatosa polar, bentuk yang stabil
TT adalah tipe tuberkuloid polar, yakni tuberkuloid 100%, tipe yang stabil. Jadi
tidak mungkin berubah tipe. Begitu juga LLp adalah tipe lepromatosa polar, yakni
lepromatosa 100%. Sedangkan tipe antara BT dan LLs disebut tipe borderline atau
campuran, berarti campuran antara tuberkuloid dan lepromatosa. BB adalah tipe
campuran 50% tuberkuloid dan 50% lepromatosa. BT lebih banyak tuberkuloidnya,
sedang BL dan LLs lebih banyak lepromatosanya. Tipe-tipe campuran ini adalah tipe
yang labil, berarti dapat beralih tipe, baik ke arah TT maupun LLp. 7 Indeterminate
leprosy tidak termasuk dalam spektrum.2
Menurut WHO (1981), lepra dibagi menjadi multibasilar (MB) dan pausibasilar
(PB). Multibasilar berarti mengandung banyak basil dengan indeks biposi (IB),
ditemukan bakteri lebih dari +2, yaitu tipe LLp, BL, dan BB pada klasifikasi RidleyJoping. Pausibasilar mengandung sedikit basil dengan IB kurang dari +2, yaitu tipe
TT, BT, dan I klasifikasi Ridley-Joping.2 Untuk kepentingan pengobatan, pada tahun
1987 telah terjadi perubahan. Yang dimaksud dengan kusta PB adalah kusta dengan
BTA negatif pada pemeriksaan
PB (Pausibasilar)
1-5 lesi
Hipopigmentasi/eritema
Distribusi tidak simetris
MB (Multibasilar)
>5 lesi
Distribusi lebih simetris
BTA
Tipe
Negatif
o Indeterminate (I),
o Tuberkuloid (T),
o Borderline tuberkuloid
(BT)
Positif
Lepromatosa (LL),
Borderline
lepromatous (BL),
o Mid borderline (BB)
o
o
TT
Tuberkuloid
Pausibasilar (PB)
PB
LL
Borderline
Lepromatosa
Multibasilar (MB)
MB
dapat
terjadi
pada
kusta.
Pada
kusta
sesuai
dengan
patofisiologinya ada dua yaitu primer dan sekunder. Deformitas primer sebagai
akibat langsung granuloma yang terbentuk sebagai reaksi terhadap M. leprae, yang
mendesak dan merusak jaringan sekitarnya, yaitu kulit, mukosa traktus respiratorius
atas, tulang-tulang jari, dan wajah. Deformitas sekunder terjadi sebagai akibat
kerusakan saraf, umumnya deformitas diakibatkan keduanya, tetapi terutama karena
kerusakan saraf.4,7,9
Gejala kerusakan saraf pada N.ulnaris adalah anestesia pada ujung jari anterior
kelingking dan jari manis, clawing kelingking dan jari manis, dan atrofi hipotenar dan
otot interoseus serta kedua otot lumbrikalis medial. Pada N. Medianus adalah
anestesi pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari tengah, tidak
mampu aduksi ibu jari, clawing ibu jari, telunjuk dan jari tengah, ibu jari kontraktur,
dan juga atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral. Pada N. Radialis adalah
anestesi dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk, tangan gantung (wrist
drop) dan tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan. Pada N. Poplitea
lateralis adalah anestesi tungkai bawah, bagian lateral, dan dorsum pedis, kaki
gantung (foot drop) dan kelemahan otot peroneus. Pada N. Tibialis posterior
adalah anestesi telapak kaki, claw toes dan paralisis otot intrinsik kaki dan kolaps
arkus pedis. Pada N. Fasialis adalah cabang temporal dan zigomatik menyebabkan
lagoftallmus dan cabang bukal, mandibular serta servikal menyebabkan kehilangan
ekspresi wajah dan kegagalan mengatupkan bibir. Pada N. Trigeminus adalah
anestesi kulit wajah, kornea dan konjungtiva mata. Kerusakan mata pada kusta
dapat primer dan sekunder. Primer mengakibatkan alopesia pada alis mata dan bulu
mata (madarosis), juga dapat mendesak jaringan mata lainnya. Sekunder
disebabkan oleh rusaknya N. Fasialis yang menyebabkan paralisis orbikularis okuli
sebagian
atau
seluruhnya,
mengakibatkan
lagoftalmus
yang
selanjutnya
Tuberkuloid (TT)
Bentuk
Borderline Tuberkuloid
(BT)
Lesi
Makula dibatasi infiltrat;
Indeterminate (I)
Hanya infiltrat
Jumlah
Distribusi
Permukaan
dibatasi infiltrat
Satu atau beberapa
Terlokasi dan asimetris
Kering,skuama
infiltrat saja
Satu dengan lesi satelit
Asimetris
Kering,skuama
Anestesia
Jelas
Jelas
Batas
Jelas
Jelas
Negatif
Tes Lepromin
BTA
Negatif, atau 1+
Positif lemah
Lepromatosa (LL)
Mid-borderline (BB)
Lesi
Bentuk
Jumlah
Distribusi
masih ada
Cenderung simetris
Permukaan
Halus berkilat
Halus berkilat
Anestesia
Batas
Tidak jelas
Tidak jelas
Tidak jelas
Agak jelas
BTA
Pada lesi kulit
Sekret hidung
Tes Lepromin
Banyak
Banyak
Negatif
Banyak
Biasanya tidak ada
Negatif
Agak banyak
Tidak ada
Biasanya negatif
(www.ncbi.nlm.nih.gov, 2001)
PATOGENESIS
M. leprae berpredileksi di daerah-daerah tubuh yang relatif lebih dingin.
Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dan derajat penyakit disebabkan oleh
respon imun yang berbeda yang menyebabkan timbulnya reaksi granuloma
setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena
itu penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologik. Gejala klinisnya lebih
sebanding dengan tingkat reaksi selularnya daripada intensitas infeksinya. Meskipun
cara masuk M. leprae ke dalam tubuh masih belum diketahui dengan pasti,
beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa yang tersering ialah melalui kulit
yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal.
Pengaruh, M leprae terhadap kulit bergantung pada faktor imunitas seseorang,
kemampuan hidup M. leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi yang
lama, serta sifat kuman yang avirulens dan nontoksis.1
Sebagai proteksi awal sebelum bakteri masuk ke dalam kulit, terutama
kompartemen imunologik bakteri tersebut harus melewati beberapa sawar, salah
satunya adalah berbagai mekanisme non-spesifik seperti sistem fagositosis yang
diperankan terutama oleh sel makrofag. Bakteri yang ditangkap akan melalui
beberapa proses yang bertujuan untuk mengeliminasi bakteri, sehingga pada 95%
individu yang terinfeksi oleh M. leprae tidak menimbulkan gejala klinis atau minimal
hanya subklinis saja. Setelah berbagai sawar nonspesifik tersebut gagal, maka
barulah akan bekerja mekanisme imunitas spesifik, melalui aktivasi sel-sel
imunokompeten oleh stimulasi antigen M. leprae.5
Masuknya M.Leprae ke dalam tubuh akan ditangkap oleh APC (Antigen
Presenting Cell) dan melalui dua signal yaitu signal pertama dan signal kedua.
Signal pertama adalah tergantung pada TCR- terkait antigen (TCR = T cell receptor)
yang dipresentasikan oleh molekul MHC pada permukaan APC sedangkan signal
kedua adalah produksi sitokin dan ekspresinya pada permukaan dari molekul
kostimulator APC yang berinteraksi dengan ligan sel T melalui CD28. Adanya kedua
signal ini akan mengaktivasi To sehingga To akan berdifferensiasi menjadi Th1 dan
Th2. Adanya TNF dan IL 12 akan membantu differensiasi To menjadi Th1. 6
Th 1 akan menghasilkan IL 2 dan IFN yang akan meningkatkan fagositosis
makrofag( fenolat glikolipid I yang merupakan lemak dari M.leprae akan berikatan
dengan C3 melalui reseptor CR1,CR3,CR4 pada permukaannya lalu akan
difagositosis) dan proliferasi sel B. Selain itu, IL 2 juga akan mengaktifkan CTL lalu
CD8+. Di dalam fagosit, fenolat glikolipid I akan melindungi bakteri dari
penghancuran oksidatif oleh anion superoksida dan radikal hidroksil yang dapat
menghancurkan secara kimiawi. Karena gagal membunuh antigen maka sitokin dan
growth factors akan terus dihasilkan dan akan merusak jaringan akibatnya makrofag
akan terus diaktifkan dan lama kelamaan sitoplasma dan organella dari makrofag
akan membesar, sekarang makrofag seudah disebut dengan sel epiteloid dan
penyatuan sel epitelioid ini akan membentuk granuloma.
neurofibromatous, granuloma
anulare,
xantomatosis,
skleroderma,
leukemia kutis, tuberkulosis kutis verukosa dan birth mark (Kosasih, 2002).
Kalau secara inspeksi mirip penyakit lain, ada tidaknya anestesia sangat
banyak mebantu penentuan diagnosis, meskipun tidak terlalu jelas. Hal ini dengan
mudah dilakukan dengan menggunakan jarum terhadap rasa nyeri, kapas terhadap
rasa raba, dan dapat juga dengan rasa suhu, yaitu panas dan dingin dengan tabung
reaksi. Perhatikan pula ada tidaknya dehidrasi di daerah lesi yang dapat dipertegas
dengan menggunakan pensil tinta (tanda Gunawan). Cara menggoresnya mulai dari
tengah lesi ke arah kulit normal. Dapat pula diperhatikan adanya alopesia di daerah
lesi (Siregar, 2003).
Mengenai saraf perifer yang perlu diperhatikan ialah pembesaran,
konsistensi, dan nyeri atau tidak. Hanya beberapa saraf superfisial yang dapat dan
perlu diperiksa, yaitu N. fasialis, N. aurikuralis magnus, N. radialis, N. ulnaris, N.
medianus, N. poplitea lateralis, dan N. tibialis posterior. Untuk tipe lepramatosa
kelainan saraf biasanya bilateral dan menyeluruh, sedang untuk tipe tuberkuloid
kelainan sarafnya lebih terlokalisasi mengikuti tempat lesinya.
Deformitas pada kusta, sesuai dengan patofisiologinya, dapat dibagi
dalam deformitas primer dan sekunder. Deformitas primer sebagai akibat lansung
oleh granuloma yang terbentuk sebgai reaksi terhadap M. leprae, yang mendesak
dan merusak jaringan di sekitarnya, yaitu kulit, mukosa traktus respiratorius atas,
tulang-tulang jari, dan wajah. Deformitas sekunder terjadi sebagai akibat kerusakan
saraf, umumnya deformitas diakibatkan keduanya, tetapi terutama karena kerusakan
saraf. Gejala-gejala kerusakan saraf:
1 N. ulnaris: anestesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis, clawing
kelingking dan jari manis, atrofi hipotenar dan oto interoseus serta kedua otot
lumbrikalis medial
2 N. medianus: anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari
tengah, tidak mampu aduksi ibu jari, clawing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah, ibu
jari kontraktur, atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral
3 N. radialis: anestesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk, tangan
gantung (wrist drop), tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan
4 N. poplitea lateralis: anestesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis, kaki
gantung (foot drop), kelemahan otot peroneus.
5 N. tibialis posterior: anestesia telapak kaki, claw toes, paralisis otot intristik kaki dan
kolaps arkus pedis
6 N. fasialis: lagoftalmus ( cabang temporal dan zigomatik), kehilangan ekspresi wajah
dan kegagalan mengaktupkan bibir (cabang bukal, mandibular dan servikal)
7 N. trigeminus: anestesia kulit wajah, kornea dan konjungtiva mata.
PEMERIKSAAN PENUNJANG,
1 Hitung sel darah lengkap
2 Glukosa darah, BUN, creatinine, liver function tests
3 HIV status, terutama nonresponder
4 Kerokan kulit dan atau mukosa hidung untuk AFB
5 Keluarga dan atau screening kontak untuk bukti terjangkit
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Bakterioskopik
Sediaan dari kerokan jaringan kulit atau usapan mukosa hidung yang diwarnai
dengan pewarnaan BTA ZIEHL NEELSEN. Pertama tama harus ditentukan lesi di
kulit yang diharapkan paling padat oleh basil setelah terlebih dahulu menentukan
jumlah tepat yang diambil. Untuk riset dapat diperiksa 10 tempat dan untuk rutin
sebaiknya minimal 4 6 tempat yaitu kedua cuping telinga bagian bawah dan 2 -4
lesi lain yang paling aktif berarti yang paling eritematosa dan paling infiltratif.
Pemilihan cuping telinga tanpa menghiraukan ada atau tidaknya lesi di tempat
tersebut karena pada cuping telinga biasanya didapati banyak M. leprae.2
Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid pada sebuah sediaan
dinyatakan dengan indeks bakteri ( I.B) dengan nilai 0 sampai 6+ menurut Ridley. 0
bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang (LP). 2
1 + Bila 1 10 BTA dalam 100 LP
2+Bila 1 10 BTA dalam 10 LP
3+Bila 1 10 BTA rata rata dalam 1 LP
4+Bila 11 100 BTA rata rata dalam 1 LP
5+Bila 101 1000BTA rata rata dalam 1 LP
6+Bila> 1000 BTA rata rata dalam 1 LP
Indeks morfologi adalah persentase bentuk solid dibandingkan dengan
jumlah solid dan non solid.
IM= Jumlah solid x 100 %/ Jumlah solid + Non solid
Syarat perhitungan IM adalah jumlah minimal kuman tiap lesi 100 BTA, I.B
1+ tidak perlu dibuat IM karena untuk mendapatkan 100 BTA harus mencari dalam
1.000 sampai 10.000 lapangan, mulai I.B 3+ maksimum harus dicari 100 lapangan.
Pemeriksaan Histopatologi
Gambaran histopatologi tipe tuberkuloid adalah tuberkel dan kerusakan saraf
yang lebih nyata, tidak ada basil atau hanya sedikit dan non solid. Tipe lepromatosa
terdapat kelim sunyi subepidermal ( subepidermal clear zone ) yaitu suatu daerah
langsung di bawah epidermis yang jaringannya tidak patologik. Bisa dijumpai sel
virchow dengan banyak basil. Pada tipe borderline terdapat campuran unsur unsur
tersebut. Sel virchow adalah histiosit yang dijadikan M. leprae sebagai tempat
berkembangbiak dan sebagai alat pengangkut penyebarluasan. 2
Pemeriksaan Serologik
naik turunnya SIS, sebab setiap perubahan tipe selalu disertai perubahan SIS pula.
Begitu pula reaksi reversal, terjadi perpindahan tipe ke arah TT dengan disertai
peningkatan SIS, hanya bedanya dengan cara mendadak dan cepat. Gejala klinis
reaksi reversal ialah umumnya sebagian atau seluruh lesi yang telah ada bertambah
aktif atau timbul lesi baru dalam waktu relatif singkat. Artinya lesi hipopigmentasi
menjadi eritema, lesi eritema menjadi lebih eritematosa, lesi makula menjadi infiltrat,
lesi infiltrat menjadi makin infiltratif dan lesi lama menjadi bertambah luas. Adanya
gejala neuritis akut penting diperhatikan, karena sangat menentukan pemberian
pengobatan kortikosteroid. 4,10,12
ini terjadi karena pada tipe lepromatosa jumlah basil jauh lebih banyak daripada tipe
tuberkuloid. ENL lebih banyak terjadi pada tahun kedua pengobatan karena banyak
basil lepra yang mati dan hancur, berarti banyak antigen yang dilepaskan dan
bereaksi dengan antibodi, mengaktifkan sistem komplemen. Kompleks imun tersebut
terus beredar dalam sirkulasi darah yang akhirnya dapat melibatkan berbagai organ.
2,12
Pada kulit akan timbul gejala klinis yang berupa nodus eritema dan nyeri
dengan tempat predileksi di lengan dan tungkai. Bila mengenai organ lain dapat
menyebabkan gejala seperti iridosiklitis, neuritis akut, limfadenitis, arthritis, orkitis,
dan nefritis akut dengan adanya proteinuria. ENL dapat disertai gejala konstitusi dari
ringan sampai berat.2,4,10
Terdapat juga penelitian yang mempelajari peranan tumor nekrosis faktor alfa
(TNF-a) pada patogenesiss ENL. Penderita LL yang menunjukkan reaksi ENL
setelah terapi MDT juga menunjukkan kadar TNF-a yang tinggi. Data ini
menunjukkan eratnya hubungan antara TNF-a dengan patogenesis ENL. 7
Faktor nekrosis tumor ini bisa menimbulkan kerusakan langsung pada sel dan
jaringan, mengaktifkan makrofag, memacu makrofag memproduksi IL-1 dan IL-6 dan
memacu sel hepar menghasilkan protein reaktif C (PRC). Peninggian konsenterasi
TNF-a dan PRC dalam serum penderita ENL yang berkorelasi positif sekitar 95%
apabila dibandingkan dengan penderita kusta lepromatosa non reaksi.
Fenomena Lucio
Fenomena Lucio merupakan reaksi kusta yang sangat berat yang terjadi pada
kusta tipe lepromatosa non-nodular difus. Kusta tipe ini terutama ditemukan di
Meksiko dan Amerika Tengah, namun dapat juga dijumpai di negeri lain dengan
prevalensi rendah. Gambaran klinis dapat berupa plak atau infiltrate difus, berwarna
merah muda, bentuk tak teratur dan terasa nyeri. Lesi terutama di ekstremitas,
kemudian meluas ke seluruh tubuh. Lesi yang berat tampak lebih eritematosa,
disertai purpura, dan bula kemudian dengan cepat terjadi nekrosis serta ulserasi
yang nyeri. Lesi lambat menyembuh dan akhirnya terbentuk jaringan parut. 2
Gambaran histopatologi menunjukkan nekrosis epidermal iskemik dengan
nekrosis pembuluh darah superfisial, edema, dan proliferasi endothelial pembuluh
darah lebih dalam. Didapatkan banyak basil M. leprae di endotel kapiler. Walaupun
tidak ditemukan infiltrate PMN seperti pada ENL, namun dengan imunofuorosensi
tampak deposit immunoglobulin dan komplemen di dalam dinding pembuluh darah.
Titer kompleks imun yang beredar dan krioglobulin sangat tinggi pada semua
penderita. 2
Rifampicin
Ofloxacin
Minocyclin
600 mg
400 mg
100 mg
300 mg
200 mg
50 mg
Dapson
600 mg/bulan
Dewasa
50 mg/hari diminum di
rumah
MB (BB, BL, LL) dengan lesi > 5 .Lama pengobatan 12 dosis ini bisa
diselesaikan selama 12-18 bulan. Setelah selesai minum 12 dosis obat ini,
dinyatakan RFT/=Realease From Treatment yaitu berhenti minum obat. Masa
pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif untuktipe PB selama 2 tahun dan
tipe MB selama 5 tahun.
Tabel 2.5 Regimen MDT pada kusta Multibasiler (MB)2,3
Rifampicin
Dapson
Lamprene
300 mg/bulan
600 mg/bulan
Dewasa
Diminum di depan
petugas kesehatan
100 mg/hari
Diminum di rumah
Diminum di depan
petugas kesehatan
dilanjutkan dgn 50
mg/hari diminum di
rumah
150 mg/bulan Diminum
Anak-anak
(10-14 th)
450 mg/bulan
di depan petugas
Diminum di depan
50 mg/hari
kesehatan Dilanjutkan
petugas kesehatan
Diminum di rumah
dg 50 mg selang sehari
diminum di rumah
Merupakan
kelompok
antibiotic
makrolid
dan
mempunyai
aktivitas
bakterisidal terhadap M. leprae. Pada penderita kusta lepromatosa, dosis harian 500
mg dapat membunuh 99% kuman hidup dalam 28 hari dan lebih dari 99,9% dalam
56 hari. Efek sampingnya adalah nausea, vomitus, dan diare yang terbukti sering
ditemukan bila obat ini diberikan dengan dosis 2000 mg.
Pengobatan Pada Situasi Khusus
a. Penderita yang tidak dapat makan rifampisin
Situasi ini mungkin disebabkan karena alergi, hepatitis kronis atau resisten
terhadap obat ini.
Tabel 5. Regimen untuk penderita yang tidak dapat makan rifampisin
Lama pengobatan
6 bulan
Jenis obat
Klofazimin
Dosis
50 mg/hari
Ofloksasin
400 mg/hari
Minosiklin
100 mg/hari
Klofazimin dengan 50 mg/hari
ofloksasin
minosiklin
100 /hari
Situasi ini disebabkan pasien yang khawatir akan pewarnaan kulit. Pengibatan
diganti dengan ofloksasin 400 mg/hari selama 12 bulan atau minosiklin 100 mg/hari
selama 12 bulan.
Pengobatan Kusta selama Kehamilan dan Menyusui
Kusta sering eksaserbasi pada saat hamil oleh sebab itu obat MDT harus
tetap diberikan. WHO menyatakan obat MDT standar aman dipakai selama
kehamilan dan menyusui, bagi ibu dan bayinya, sehingga tidak perlu mengubah
dosis. Obat dapat keluar melalui ASI dalam jumlah kecil tetapi tidak ada laporan efek
samping obat pada bayi kecuali pewarnaan kulit akibat klofazimin. Obat dosis
tunggal bagi bercak tunggal ditunggu pemakaiannya sampai bayinya lahir. 3
Pengobatan Reaksi Kusta
Prinsip penanganan reaksi kusta: 3
1. Mengatasi neuritis untuk mencegah agar tidak berkelanjutan menjadi paralisis
atau kontraktur.
2. Secepatnya dilakukan tindakan agar tidak terjadi kebutaan.
3. Membunuh kuman penyebab agar penyakitnya tidak meluas.
Pengobatan ENL:
Obat yang paling sering dipakai ialah tablet kortikosteroid, antara lain
prednisone, Dosisnya bergantung pada berat ringannya reaksi, biasanya prednisone
15-30 mg sehari, kadang-kadang lebih, Sesuai dengan perbaikan reaksi, dosisnya
diturunkan secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Obat lain dianggap
sebagai pilihan utama adalah thalidomide, tetapi harus berhati-hati karena
mempunyai efek teratogenik jadi tidak boleh diberikan kepada ibu hamil atau masa
subur. Di Indonesia sudah tidak diproduksi lagi. 3
Klofazimin kecuali sebagai obat antikusta dapat juga dipakai sebagai antireaksi ENL tetapi dengan dosis yang lebih tinggi. Juga bergantung pada berat
ringannya reaksi, makin berat makin tinggi dosisnya, biasanya antara 200-300 mg
sehari. Keuntungan klofazimin dapat dipakai sebagai usaha untuk lepas dari
ketergantungan kortikosteroid. Salah satu efek samping yang tidak diinginkan adalah
kulit menjadi berwarna merah kecoklatan terutama pada pemberian dosis tinggi. 3
Adapun hal lain yang juga penting adalah dilakukan monitoring dan evaluasi
pengobatan pada penderita, berupa:
1, 4,8
dapat
dinyatakan
setelah
dosis
dipenuhi
tanpa
diperlukan
keadaan
khusus
dapat
diberikan
sekaligus
beberapa
blister
Rehabilitasi Medik
Diperlukan pencegahan cacat sejak dini dengan disertai pengelolaan yang
baik dan benar. Untuk itulah diperlukan pengetahuan rehabilitasi medic secara
terpadu, mulai dari pengobatan, psikoterapi, fisioterapi, perawatan luka, bedah
rekonstruksi dan bedah septic, pemberian alas kaki, protese atau alat bantu lainnya,
serta terapi okupasi. Penting pula diperhatikan rehabilitasi selanjutnya, yaitu
rehabilitasi sosial agar mantan pasien kusta dapat siap kembali ke masyarakat,
kembali berkarya membangun negara, dan tidak menjadi beban pemerintah.
Kegiatan terpadu pengelolaan pasien kusta dilakukan sejak diagnosis ditegakkan.
Rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial merupakan kesatuan kegiatan yang dikenal
sebagai rehabilitasi paripurna.
Bila kasus dini, upaya rehabilitasi medis lebih bersifat pencegahan kecacatan.
Bila kasus lanjut, upaya rehabilitasi difokuskan pada pencegahan handicap dan
mempertahankan kemampuan fungsi yang tersisa. 3
Kalau kulit sudah lembut, gosok kaki dengan karet busa agar
kulit kering terlepas.
Stop merokok.
Latihan fisioterapi
Tujuannya adalah : cegah kontraktur, peningkatan fungsi gerak,
peningkatan kekuatan otot, peningkatan daya tahan (endurance). 3
latihan
dapat
ditungkatkan
secara
umum
untuk
I KOMPLIKASI
Lepra mungkin penyebab tersering kerusakan tangan. Trauma dan infeksi
kronik
sekunder
dapat
menyebabkan
hilangnya
jari
jemari
ataupun
ekstremitas bagian distal. Juga sering terjadi kebutaan. fenomena lucio yang
ditandai dengan artritis, terbatas pada pasien lepromatosus difus, infiltrative
dan non noduler. kasus klinik yang berat lainnya adalah vaskulitis nekrotikus
dan
menyebabkan
meningkatnya
mortalitas.
amyloidosis
sekunder
II PROGNOSIS
Bergantung pada seberapa luas lesi dan tingkat stadium penyakit.
Kesembuhan bergantung pula pada kepatuhan pasien terhadap pengobatan.
Terkadang pasien dapat mengalami kelumpuhan bahkan kematian, serta
kualitas hidup pasien menurun.2,4,7
III
KESIMPULAN
Kusta adalah penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya
Mycobacterium leprae, yang bersifat intraselular obligats. Insidensi puncak
pada usia 10-20 tahun dan 30-50 tahun. Kusta terdapat dimana-mana,
terutama di Asia, Afrika, Amerika latin, daerah tropis dan subtropis, serta
masyarakat yang sosial ekonominya rendah. Berdasarkan Ridley aand
Jopling kusta dibagai menjadi TT, BT, BB, BL ,LL, dan menurut WHO dibagi
menjadi Multibasiler dan Pausibasiler. Diagnosis Kusta dilakukan berdasarkan
pemeriksaan klinis, bakteriologis, dan histopatologis. Penatalaksanaan kusta
dengan terapi regimen Multi Drug Treatment mulai diterapkan untuk
mencegah kemungkinan timbul resistensi. Dengan pelaksanaan MDT, kusta
sekarang jauh lebih mudah untuk dikontrol. Deteksi dini dan pengobatan
penyakit, reaksi, dan kekambuhan merupakan kunci untuk mencegah
kecacatan dan memungkinkan pasien untuk menjalani kehidupan yang relatif
normal.
DAFTAR PUSTAKA
2 Kosasih A, Wisnu IM, Daili ES, Menaldi SL. Kusta. In : Djuanda A, Hamzah M,
Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. p.73-88.
3 Al-Qubati YA, de Oliveira MLW, Caldas MDP, et al. WHO Expert Committee
on Leprosy. Geneva : World Health Organization; 2012.p. 1-3, 17-28.
4 Lockwood DNJ. Leprosy. In : Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C,
editors. Rooks Textbook of Dermatology. 8 th ed. UK : Wiley-Blackwell; 2010.
p. 32.1 32. 20.
5 Abbas AK, Lichtman AH. Basic Immunology. 2 nd ed. Philadelphia : Elsevier ;
2004.p.21-33.
6 Playfair JHL, Chain BM. Immunology at a Glance. 10 th ed. UK : WileyBlackwell; 2013.p.10-1, 66-7.
7 Lee DJ, Rea TH, Modlin RL. Leprosy. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatricks Dermatology In
General Medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2012. p. 225362.
8 WHO,
editor.
Diagnosis
of
Leprosy.
Available
at
Donohue
M,
Krucik
G,
editor.
Leprosy.
Available
at
LAMPIRAN
Sebelum reaksi
Ketika reaksi
Foto
TT
BT
LL
BL
BB