Anda di halaman 1dari 14

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
III.1. Definisi
Anemia aplastik adalah anemia yang disertai oleh pansitopenia (atau bisitopenia) pada darah
tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau
hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum tulang.Karena sumsum
tulang pada sebagian besar kasus bersifat hipoplastik, bukan aplastik total, maka anemia ini
disebut juga sebagai anemia hipoplastik. Untuk kriteria anemia menurut WHO yaitu :

(Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009)


III.2. Epidemiologi
Anemia aplastik didapat umumnya muncul pada usia 15 sampai 25 tahun. Puncak insiden
kedua yang lebih kecil muncul setelah usia 60 tahun. Umur dan jenis kelaminpun bervariasi
secara geografis.Di Amerika Serikat dan Eropa umur sebagian besar pasien berkisar antara 15-24
tahun.Cina melaporkan sebagian besar kasus anemia aplastik pada perempuan berumur di atas 50
tahun dan pria di atas 60 tahun.Perjalanan penyakit pada pria juga lebih berat daripada
perempuan.Perbedaan umur dan jenis kelamin mungkin disebabkan oleh risiko pekerjaan,
sedangkan perbedaan geografis mungkin disebabkan oleh pengaruh lingkungan.
III.3 Etiologi
Penyebab anemia aplastik sebagian besar (50-70%) tidak diketahui, atau bersifat idiopatik.
Kesulitan dalam mencari penyebab penyakit ini disebabkan oleh proses penyakit yang
berlangsung perlahan-lahan.
Angka kematian setelah dua tahun dengan perawatan suportif saja untuk pasien anemia
aplastik berat atau sangat berat mencapai 80%.Infeksi jamur dan sepsis bacterial merupakan
penyebab kematian utama.

III.4. Patogenesis
Dahulu anemia aplastik dihubungkan erat dengan paparan terhadap bahan-bahan kimia dan
obat-obatan.Anemia aplastic dianggap disebabkan paparan terhadap bahan-bahan toksik seperti
radiasi, kemoterapi, obat-obatan atau senyawa kimia tertentu. Penyebab lain meliputi kehamilan,
hepatitis viral, dan fasciitis eosinofilik. Jika pada seorang pasien tidak diketahui penyebabnya,
maka pasien digolongkan anemia aplastik idiopatik.
Anemia aplastik terkait obat terjadi karena hipersensitivitas atau dosis obat yang
berlebihan.Obat yang banyak menyebabkan anemia aplastik adalah kloramfenikol.Obat-obatan
lain yang juga sering dilaporkan adalah fenilbutazon, senyawa sulfur, emas, dan antikonvulsan,
obat-obatan sitotoksik misalnya mileran atau nitrosourea.Bahan kimia yang terkenal dapat
menyebabkan anemia aplastik adalah senyawa benzena. Penyakit infeksi yang dapat
menyebabkan anemia aplastik sementara atau permanen, misalnya virus Epstein Barr, influenza
A, dengue, tuberculosis (milier). Sitomegalovirus dapat menekan produksi sel sumsum tulang,
melalui gangguan pada sel-sel stroma sumsum tulang. Infeksi oleh human immunodeficiency
virus (HIV) yang berkembang menjadi acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dapat
menimbulkan pansitopenia. Pada kehamilan kadang-kadang ditemukan pansitopenia disertai
aplasia sumsum tulang yang berlangsung sementara.Hal ini disebabkan oleh estrogen pada
seseorang dengan predisposisi genetik, adanya zat penghambat dalam darah, atau tidak ada
perangsang hematopoiesis.Anemia aplastik sering sembuh setelah terminasi kehamilan, dapat
terjadi lagi pada kehamilan berikutnya.
Namun

sekarang

diyakini

patofisiologi

anemia

aplastik

yaitu

kelainan

autoimun.Keberhasilan transplantasi sumsum tulang untuk menyembuhkan anemia aplastik


memperlihatkan adanya kondisi defesiensi sel asal (stem cell).Adanya reaksi autoimunitas pada
anemia aplastik juga dibuktikan oleh percobaan in vitro yang memperlihatkan bahwa limfosit
dapat menghambat pembentukan koloni hemopoetik alogenik dan autologous.Setelah itu
diketahui bahwa limfosit T sitotoksik memerantarai destruksi sel-sel asal hemopoetik pada
kelainan ini.Sel-sel T efektor tampak lebih jelas di sumsum tulang dibandingkan dengan darah
tepi pasien anemia aplastik.Pada seorang pasien, kelainan respon imun tersebut kadang-kadang
dikaitkan dengan infeksi virus atau pajanan obat tertentu atau zat kimia tertentu.

Banyak data laboratorium yang menyokong hipotesis bahwa pada pasien anemia aplastik
didapat, limfosit bertanggung jawab atas destruksi kompartemen sel hematopoetik.Eksperimen
awal memperlihatkan bahwa limfosit pasien menekan hematopoiesis.Sel-sel ini memproduksi
faktor penghambat yaitu interferon-.Adanya aktivasi respon sel T helper-1 (Th1) disimpulkan
dari sifat imunofenotipik sel-sel T dan produksi interferon, tumor necrosis factor, dan interleukin
(IL) 2 yang berlebihan.

Gambar 1. Destruksi imun pada sel hematopoetik


(Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009)
Perubahan imunitas menyebabkan destruksi, khususnya kematian sel CD34 yang
diperantarai ligan Fas dan aktivasi alur intraselular yang menyebabkan penghentian siklus (cell
cycle arrest). Sel-sel T dari pasien membunuh sel-sel asal hemopoetik dengan manner yang
HLA-DR restricted melalui ligan Fas.Aktivasi Fasreseptor oleh ligan Fas menyebabkan
apoptosis sel target . Beberapa efek dari IFN - dimediasi melalui interferon . Faktor regulasi 1
(IRF - 1) , yang menghambat transkripsi gen seluler dan masuk ke siklus sel .IFN - adalah
inducer kuat dari banyak gen seluler , termasukinducible nitric oxide synthase(NOS ), dan
selanjutnya memproduksi toxic gas nitrit oksida (NO) yangdapat menyebabkan efek toksik pada
sel. Peristiwa ini akhirnya menyebabkan berkurangnya siklus sel dan kematian sel
denganapoptosis .
Sel-sel asal hemopoetik yang paling primitif tidak atau sedikit mengekspresikan HLA-DR
atau FAS, dan ekspresi keduanya meningkat sesuai pematangan sel-sel asal.Jadi sel-sel asal
hemopoetik primitif, yang normalnya berjumlah kurang dari 10% sel-sel CD34 + total, relatif
tidak terganggu oleh sel-sel autoreaktif. Sel-sel asal hemopoetik yang lebih matur dapat menjadi
target utama serangan autoimun.

Pada anemia aplastik, sel-sel CD34+ dan sel-sel induk (progenitor) hemopoetik sangat
sedikit jumlahnya.Namun meskipun defesiensi myeloid (granulositik, eritroid, dan megakariosit)
bersifat universal pada kelainan ini, defesiensi imunologik tidak lazim terjadi.Hitung limfosit
umumnya normal pada hampir semua kasus, demikian pula fungsi sel B dan sel T.
Kegagalan produksi sel darah bertanggung jawab atas kosongnya sumsum tulang yang
tampak jelas pada pemeriksaan apusan aspirat sumsum tulang atau specimen core biopsy
sumsum tulang.Hasil pencitraan dengan magnetic resonance imaging vertebra memperlihatkan
digantinya sumsum tulang oleh jaringan lemak yang merata.Secara kuantitatif, sel-sel
hematopoetik

yang

imatur

dapat

dihitung

dengan

flow

cytometry.Sel-sel

tersebut

mengekspresikan protein cytoadhesive yang disebut CD34. Pada pemeriksaan flow cytometry,
antigen sel CD34+ dideteksi secara fluoroseins satu persatu, sehingga jumlah CD34 dapat
dihitung dengan tepat. Pada anemia aplastic, sel-sel CD34 + juga hampir tidak ada yang berarti
bahwa sel-sel induk pembentuk koloni eritroid, myeloid, dan megakariositik sangat kurang
jumlahnya.
III.5. Penegakan Diagnosis
Pada dasarnya diagnosis anemia aplastik dibuat berdasarkan adanya pansitopenia atau
bisitopenia di darah tepi dengan hipoplasia sumsum tulang, serta dengan menyingkirkan adanya
infiltrasi atau supresi pada sumsum tulang.
Penegakkan diagnosis memerlukan pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis leukosit,
hitung retikulosit, dan aspirasi serta biopsi sumsum tulang. Pemeriksaan flowcytometry darah
tepi dapat menyingkirkan hemoglobinuria nocturnal paroksismal, dan karyotyping sumsum
tulang dapat membantu menyingkirkan sindrom myelodisplastik.
Kriteria diagnosis anemia aplastik menurut International Agranulocytosis and Aplastic
Anemia Study Group (IAASG) adalah :
1. Satu dari tiga sebagai berikut
a. Hemoglobin kurang dari 10 g/dl atau hematocrit kurang dari 30%
b. Trombosit kurang dari 50x109/L
c. Leukosit kurang dari 3,5x109/L atau neutrofil kurang dari 1,5x109/L
2. Dengan retikulosit <30.000 u/L (<1%)
3. Dengan gambaran sumsum tulang :
a. Penurunan selularitas dengan hilangnya atau menurunnya semua sel hemopoetik
atau selularitas normal oleh hiperplasia eritroid fokal dengan deplesi seri
granulosit dan megakariosit.

b. Tidak adanya fibrosis yang bermakna atau infiltrasineoplastik.


4. Pansitopenia karena obat sitostatika atau radiasi teurapetik harus dieksklusi
Setelah diagnosis ditegakkan maka perlu ditentukan derajat penyakit anemia aplastik.Hal
ini sangat penting dilakukan karena menentukan strategi terapi.Kriteria yang dipakai pada
umumnya adalah kriteria Camitta. Tergolong anemia aplastik berat (severe aplastic
anemia) bila memenuhi kriteria berikut :
1. Paling sedikit dua dari tiga :
a. Granulosit < 0,5x109/L
b. Trombosit <20x109/L
c. Corrected reticulocyte <1%
3 Selularitas sumsum tulang <25%, atau selularitas <50% dengan <30% sel-sel
hematopoetik.
Tergolong anemia aplastik sangat berat bila neutrofil <0,2x10 9/L. Anemia aplastik yang
lebih ringan dari anemia aplastik berat, disebut anemia aplastik tidak berat (nonsevere
aplastic anemia).

(Sumber: American Society of Hematology, 2011)


III.6. Manifestasi Klinis
Anemia aplastik mungkin muncul mendadak (dalam beberapa hari) atau perlahan-lahan
(berminggu-minggu atau berbulan-bulan).Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan
pada pemeriksaan rutin.Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi.Hitung jenis darah
menentukan manifestasi klinis. Anemia menyebabkan fatigue, dyspnea, dan jantung berdebardebar. Trombositopenia menyebabkan mudah memar dan perdarahan mukosa.Neutropenia
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.Pasien juga mungkin mengeluhkan sakit kepala dan
demam.

(Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009)


3.6 Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi.Pucat pada
umumnya ditemukan pada semua pasien, sedangkan perdarahan pada lebih dari setengah jumlah
pasien.Hepatomegali yang sebabnya bermacam-macam ditemukan pada sebagian kecil pasien.
Sedangkan splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun. Adanya splenomegali dan
limfadenopati justru meragukan diagnosis.

(Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009)


III.7. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah Tepi
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Jenis anemia adalah
normositik normositer.Kadang-kadang ditemukan pula makrositis, anisositosis, dan
poikilositosis.Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan
anemia aplastic.Granulosit dan trombosit ditemukan rendah.Limfositosis relatif terdapat
pada lebih dari 75% kasus.Persentase retikulosit umumnya normal atau rendah.Pada
sebagian kecil kasus, persentase retikulosit ditemukan lebih dari 2%.Akan tetapi, bila ini
dikoreksi terhadap beratnya anemua (corrected reticulocyte count) maka diperoleh
persentase retikulosit normal atau rendah juga.

2. Sumsum tulang
Pada anemia aplastik, penggantian sumsum tulang oleh lemak terlihat pada spesimen
biopsi.

Gambar 2. Biopsi sumsum tulang normal


Gambar 3. Aspirasi sumsum tulang normal
(Sumber:Harrisons, 2008)(Sumber:Harrisons, 2008)

Gambar 4.Biopsi sumsum tulang aplastik


(Sumber:Harrisons, 2008)

Gambar 5.Aspirasi sumsum tulang aplastik


(Sumber:Harrisons, 2008)

III.7. Diagnosis Banding


Adanya sumsum tulang berlemak pada biopsi menunjukan aplasia.Namun hiposelularitas
dapat terjadi pada penyakit hematologi lainnya.Uji diagnostik yang baru telah mempengaruhi
diagnosis banding dan pemahaman kita tentang kegagalan sumsum tulang. Perbedaan antara
anemia aplastic didapat dan herediter telah dipertajam dengan assay spesifik untuk kelainan
kromosomal dan zat kimia tertentu yang menandai anemia Fanconi. Meskipun biasanya muncul
pada anak-anak, anemia Fanconi dapat didiagnosis pada saat dewasa, walaupun tanpa kelainan
skeletal atau urogenital.

Gambar 6. Tumpang tindih antara kelainan anemia aplastik dan diagnosis bandingnya
(Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009)
Sumsum tulang hiposelular dibutuhkan untuk diagnosis anemia aplastik.Namun aspirat,
kadang-kadang tampak selular meskipun secara keseluruhan sumsum tulang hiposelular, sebab
sebagian besar pasien masih mempunyai sarang-sarang hemopoesis yang masih berlangsung.
Diagnosis banding pada anemia aplastik yaitu :
1. Myelodisplasia Hiposelular
Membedakan anemia aplastic dari sindrom myelodisplastik hipoplastik dapat dilihat dari
proporsi sel CD34+.Pada sindrom myelodisplastik, ekspansi klonal muncul dari sel asal
CD34+, sedangkan pada anemia aplastic didapat, sel-sel asal CD34 + merupakan target
serangan autoimun. Sehingga proporsi sel-sel CD34+ pada pasien anemia aplastik adalah
<0,3%, sedangkan pada sindrom myelodisplastik proporsinya normal atau lebih tinggi
(0,5-1,0%). Kromosom umumnya normal pada anemia aplastik, namun aneuploidy atau
abnormalitas struktural relatif sering pada sindrom myelodispastik.Jika sumsum tulang
normal atau hiperselular dan sel-sel hematopoetik jelas dismorfik, maka myelodisplasia
mudah dibedakan dengan anemia aplastic.
2. Leukemia Limfositik Granulositik Besar
Penyakit ini juga dapat menjadi diagnosis untuk sumsum tulang yang kosong atau
displastik.Limfosit grandular besar dapat dikenali dari fenotipenya yang berbeda pada
pemeriksaan darah, yaitu pola pulasan sel-sel khusus pada flow cytometry, dan
ketidakaturan reseptor sel T yang membuktikan adanya ekspansi monoklonal populasi sel
T.
3. Hemoglobinuria Nokturnal Paroksismal (PNH)

Dasar genetik PNH adalah mutasi didapat pada gen PIG-A di kromosom X yang
menghentikan sintesis protein membran permukaan sel glikosilfosfatidilinositol.
Defesiensi

protein

menyebabkan

hemolisis

intravaskular, yang

mengakibatkan

ketidakmampuan eritrosit untuk menginaktivasi komplemen permukaan. Tidak adanya


protein tersebut mudah dideteksi dengan flow cytometry eritrosit dan leukosit. Beberapa
pasien PNH akan mengalami kegagalan sumsum tulang.Pasien dengan diagnosis klinis
awal PNHterutama usia muda, kemungkinan akan mengalami aplasia sumsum tulang dan
pansitopenia. Pasien dengan diagnosis awal anemia aplastik kemungkinan juga untuk
mengalami PNH.
4. Trombositopenia amegakaryositik
Kelainan yang ditandai oleh trombositopenia berat dan tidak adanya megakariosit pada
saat lahir. Sebagian besar pasien mengalami missense atau nonsense mutasi pada gen CMPL. Banyak diantaranya mengalami kegagalan sumsum tulang multilineage di usia dua
puluhan.
III.8. Tatalaksana
Terapi Suportif
Terapi untuk mengatasi akibat pansitopenia.
1. Untuk mengatasi infeksi antara lain
a. Higiene mulut
b. Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat. Sebelum
ada hasil biakan berikan antibiotik berspectrum luas yang dapat mengatasi kuman
gram positif dan negatif. Biasanya dipakai derivat penisilin semisintetik (ampisilin)
dan gentamisin. Sekarang lebih sering dipakai sefalosporin generasi ketiga. Jika hasil
biakan sudah ada, sesuaikan antibiotic dengan hasil tes kepekaan. Jika dalam 5-7 hari
panas tidak turun, pikirkan infeksi jamur, dapat diberikan amphotericin B atau
flukonazol parenteral.
2. Usaha untuk mengatasi anemia
Berikan transfusi packed red cell (PRC) jika hemoglobin <7 g/dL atau tanda payah
jantung atau anemia yang sangat simtomatik. Koreksi sampai hemoglobin 9-10g%,
tidak perlu sampai hemoglobin normal, karena akan menekan eritropoesis internal. Pada
penderita yang akan dipersiapkan untuk transplantasi sumsum tulang untuk pemberian
transfusi harus lebih berhati-hati.
3. Usaha untuk mengatasi perdarahan

Berikan transfusi konsentrat trombosit jika terdapat perdarahan major atau trombosit
<20.000/mm3.Pemberian trombosit berulang dapat menurunkan efektivitas trombosit
karena timbulnya antibodi trombosit.Kortikosteroid dapat mengurangi perdarahan kulit.

Terapi Definitif
Terapi definitif ialah terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka panjang. Terapi
definitif untuk anemia aplastik terdiri atas 2 jenis pilihan terapi :
1. Terapi imunosupresif
Obat-obatan yang termasuk dalam terapi imunosupresif adalah antithymocite globulin
(ATG) atau antilymphocite globulin (ALG) dan siklosporin (CsA).Pemberian anti
lymphocyte globuline (ALG) atau anti thymocyte globulin (ATG) dapat menekan
proses imunologik. ALG mungkin juga bekerja melalui peningkatan pelepasan
hematopoetic growth factor.Sekitar 40-70% kasus memberi respons pada ALG,
meskipun sebagian respon bersifat tidak komplit (ada defek kuantitatif atau
kualitatif).Regimen imunosupresi yang paling sering adalah ATG dari kuda dengan
dosis 20 mg/kgBB/per hari selama 4 hari atau ATG dari kelinci dengan dosis 3,5
mg/kgBB/hari selama 5 hari ditambah dengan CsA dosis 12-15 mg/kgBB/hari
umunya selama 6 bulan. Berdasarkan hasil penelitian pada pasien yang tidak
berespon terhadap ATG dari kuda, dapat diberikan ATG dari kelinci yang sama
efektifnya. Angka respon terhadap ATG kuda bervariasi antara 70-80% dengan
kelangsungan hidup 5 tahun 80-90%.ATG lebih unggul dibandingkan CsA, dan
kombinasi ATG dengan CsA memberikan hasil lebih baik dibandingkan ATG saja
atau CsA saja.Siklosporin bekerja dengan menghambat aktivasi dan proliferasi
precursor limfosit sitotoksik.
ATG atau ALG diindikasikan pada :
Anemia aplastik bukan berat
Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok
Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun, dan pada saat
pengobatan tidak terdapat infeksi atau perdarahan atau dengan granulosit lebih
dari 200/mm3.
Penambahan granulocyte colony stimulating factor (G-CSF) dapat memulihkan
neutropenia tetapi tidak menambah kelangsungan hidup. Namun respons awal
terhadap G-CSF setelah terapi ATG merupakan faktor prognostik yang baik untuk
respon secara keseluruhan. Kegagalan terapi imunosupresif mungkin mencerminkan

undertreatment

atau

kelelahan

cadangan

sel-sel

asal

sebelum

pemulihan

hematopoetik.Disamping itu, tidak adanya respon terapi mungkin juga disebbakan


salah diagnosis atau adanya pathogenesis non-imun seperti anemia aplastik
herediter.Relaps dapat disebabkan penghentian dini imunosupresif dan hitung darah
pasien sering masih tergantung CsA.Pasien-pasien refrakter dapat diobati lagi dengan
ATG multiple, yang dapat menghasilkan kesembuhan (salvage) pada sejumlah
pasien. Suatu penelitian pada pasien refrakter dengan ATG dari kuda, dapat diganti
dengan ATG dari kelinci yang menghasilkan angka respon 50% dan kelangsungan
hidup jangka panjang yang baik.
Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi alergi
ringan sampai berat, sehingga selalu diberikan bersama dengan kortikosteroid.
Kosrtikosteroid ditambahkan untuk melawan penyakit serum intrinsic terhadap terapi
ATG, yaitu prednisone 1mg/kgBB selama 2 minggu pertama pemberian ATG.
Kombinasi ATG, siklosporin, dan metilprednisolon memberikan angka remisi sebesar
70% pada anemia aplastik berat. Kombinasi ATG dan metilprednisolon memiliki
angka remisi sebesar 46%.
2. Tranplanstasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang memberikan harapan
kesembuhan.Transplantasi sumsum tulang memberikan kesembuhan jangka panjang
pada 60-70% kasus, dengan kesembuhan komplit.Semakin meningkat umur, semakin
meningkat pula kejadian dan beratnya reaksi penolakan sumsum tulang donor yang
disebut graft versus host disease (GvDH).Pasien yang lebih muda umumnya
mentoleransi TST lebih baik dan sedikit mengalami GvDH. Pasien yang lebih tua dan
mempunyai

komorbiditas

biasanya

ditawarkan

serangkaian

terapi

imunosupresif.Pasien yang lebih tua dari 20 tahun dengan hitung neutrofil 200500/mm3 tampaknya lebih mendapat manfaat dari imunosupresi dibandingkan
TST.Secara umum pasien dengan hitung neutrofil sangat rendah lebih baik dengan
TST karena dibutuhkan waktu lebih pendek untuk resolusi neutropenia (pada terapi
imunosupresif memerlukan waktu sekitar 6 bulan). Untuk pasien usia menengah yang
mengalami donor saudara yang cocok, rekomendasi terapi dibuat setelah
memperhatikan kondisi kesehatan pasien secara menyeluruh dan derajat keparahan
penyakit. Diberikan siklosporin A untuk mengatasi GvDH (Graft versus host disease).

Algoritma Penatalaksaan Anemia Aplastik Berat


(Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009)

Kriteria Respon Terapi


Kelompok European Bone Marrow Transplantation (EBMT) mendefinisikan respon
terapi sebagai berikut :
Remisi komplit
Bebas transfusi, granulosit sekurang-kurangnya 2.000 /mm3 dan trombosit
sekurang-kurangnya 100.000 /mm3
Remisi sebagian
Tidak tergantung pada transfusi, granulosit di bawah 2.000 /mm3 dan trombosit
dibawah 100.000 /mm3
Refrakter
Tidak ada perbaikan

Bentuk-bentuk khusus anemia aplastik


1. Anemia aplastik kongenital/familier
Anemia fanconi merupakan anemia aplastik herediter atau kongenital yang paling sering
ditemukan.Anemia Fanconi diturunkan secara autosomal resesif.Terdapat tiga Fanconis
anemia genes (FANCA, -C, -G).Perubahan pada FA genes mengganggu binding dan
translokasi kompleks protein tertentu pada inti sel yang menyebabkan instabilitas
kromosom.Gangguan diduga pada mekanisme DNA repair.

(Sumber: Oxford Texbook of Medicine, 2003)


Kromosom metafase limfosit darah perifer dari pasien dengan anemia Fanconi diinkubasi
pada diepoxybutane (DEB) menampilkan multiple breaks dan rearrangement.ctg
(kromatid gap), cdg (kromosom gap), ctb (kromatid break), csb (kromosom break).
Rearrangement cte (pertukaran kromatid), tr (triradial), qr (quadriradial).
Gejala klinik pada anemia fanconi sering muncul pada usia 5-10 tahun, biasanya dijumpai
gangguan pertumbuhan dan defek kongenital pada tulang berupa mikrosefali, tidak
adanya tulang radius, kelainan ginjal, serta kelainan pada kulit (daerah hipopigmentasi
atau hiperpigmentsi). Kadang-kadang dijumpai retardasi mental.
Diagnosis anemia fanconi dibuat berdasarkan dengan ditemukannya yaitu :
a. Anemia aplastik berupa pansitopenia dan hipoplasia sumsum tulang
b. Defek fisik multipel
c. Kelainan kromosom, ditunjukan dengan pemeriksaan limfosit yang diinkubasi
pada

diepoxybutane

yang

menunjukan

terjadinya

patahan

kromosom

(chromosomal breakage)
2. Aplasia sel darah murni atau pure red cell aplasia (PRCA).
Pada PRCA terjadi aplasia selektif sistem eritroid, tanpa kelainan sistem mieloid atau
megakariosit.Diagnosis PRCA dibuat berdasarkan adanya anemia refrakter dengan
aplasia selektif sistem eritroid sumsum tulang.Telusuri kemungkinan familier atau
didapat.
III.9. Prognostik dan perjalanan penyakit
Riwayat alamiah anemia aplastik dapat berupa :
Berakhir dengan remisi sempurna
Hal ini jarang terjadi kecuali bila iatrogenik akibat kemoterapi atau radiasi.
Bertahan hidup selama 20 tahun atau lebih

Membaik dan mampu bertahan hidup lama, namun kebanyakan kasus mengalami remisi
tidak sempurna.
Meninggal dalam 1 tahun
Hal ini terjadi pada sebagian besar kasus.
Pada anemia aplastik berat memiliki prognosis buruk dibandingkan dengan anemia aplastik
ringan yang memiliki prognosis lebih baik.Dengan kemajuan pengobatan, prognosis menjadi
lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai