TINJAUAN PUSTAKA
III.1. Definisi
Anemia aplastik adalah anemia yang disertai oleh pansitopenia (atau bisitopenia) pada darah
tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau
hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum tulang.Karena sumsum
tulang pada sebagian besar kasus bersifat hipoplastik, bukan aplastik total, maka anemia ini
disebut juga sebagai anemia hipoplastik. Untuk kriteria anemia menurut WHO yaitu :
III.4. Patogenesis
Dahulu anemia aplastik dihubungkan erat dengan paparan terhadap bahan-bahan kimia dan
obat-obatan.Anemia aplastic dianggap disebabkan paparan terhadap bahan-bahan toksik seperti
radiasi, kemoterapi, obat-obatan atau senyawa kimia tertentu. Penyebab lain meliputi kehamilan,
hepatitis viral, dan fasciitis eosinofilik. Jika pada seorang pasien tidak diketahui penyebabnya,
maka pasien digolongkan anemia aplastik idiopatik.
Anemia aplastik terkait obat terjadi karena hipersensitivitas atau dosis obat yang
berlebihan.Obat yang banyak menyebabkan anemia aplastik adalah kloramfenikol.Obat-obatan
lain yang juga sering dilaporkan adalah fenilbutazon, senyawa sulfur, emas, dan antikonvulsan,
obat-obatan sitotoksik misalnya mileran atau nitrosourea.Bahan kimia yang terkenal dapat
menyebabkan anemia aplastik adalah senyawa benzena. Penyakit infeksi yang dapat
menyebabkan anemia aplastik sementara atau permanen, misalnya virus Epstein Barr, influenza
A, dengue, tuberculosis (milier). Sitomegalovirus dapat menekan produksi sel sumsum tulang,
melalui gangguan pada sel-sel stroma sumsum tulang. Infeksi oleh human immunodeficiency
virus (HIV) yang berkembang menjadi acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dapat
menimbulkan pansitopenia. Pada kehamilan kadang-kadang ditemukan pansitopenia disertai
aplasia sumsum tulang yang berlangsung sementara.Hal ini disebabkan oleh estrogen pada
seseorang dengan predisposisi genetik, adanya zat penghambat dalam darah, atau tidak ada
perangsang hematopoiesis.Anemia aplastik sering sembuh setelah terminasi kehamilan, dapat
terjadi lagi pada kehamilan berikutnya.
Namun
sekarang
diyakini
patofisiologi
anemia
aplastik
yaitu
kelainan
Banyak data laboratorium yang menyokong hipotesis bahwa pada pasien anemia aplastik
didapat, limfosit bertanggung jawab atas destruksi kompartemen sel hematopoetik.Eksperimen
awal memperlihatkan bahwa limfosit pasien menekan hematopoiesis.Sel-sel ini memproduksi
faktor penghambat yaitu interferon-.Adanya aktivasi respon sel T helper-1 (Th1) disimpulkan
dari sifat imunofenotipik sel-sel T dan produksi interferon, tumor necrosis factor, dan interleukin
(IL) 2 yang berlebihan.
Pada anemia aplastik, sel-sel CD34+ dan sel-sel induk (progenitor) hemopoetik sangat
sedikit jumlahnya.Namun meskipun defesiensi myeloid (granulositik, eritroid, dan megakariosit)
bersifat universal pada kelainan ini, defesiensi imunologik tidak lazim terjadi.Hitung limfosit
umumnya normal pada hampir semua kasus, demikian pula fungsi sel B dan sel T.
Kegagalan produksi sel darah bertanggung jawab atas kosongnya sumsum tulang yang
tampak jelas pada pemeriksaan apusan aspirat sumsum tulang atau specimen core biopsy
sumsum tulang.Hasil pencitraan dengan magnetic resonance imaging vertebra memperlihatkan
digantinya sumsum tulang oleh jaringan lemak yang merata.Secara kuantitatif, sel-sel
hematopoetik
yang
imatur
dapat
dihitung
dengan
flow
cytometry.Sel-sel
tersebut
mengekspresikan protein cytoadhesive yang disebut CD34. Pada pemeriksaan flow cytometry,
antigen sel CD34+ dideteksi secara fluoroseins satu persatu, sehingga jumlah CD34 dapat
dihitung dengan tepat. Pada anemia aplastic, sel-sel CD34 + juga hampir tidak ada yang berarti
bahwa sel-sel induk pembentuk koloni eritroid, myeloid, dan megakariositik sangat kurang
jumlahnya.
III.5. Penegakan Diagnosis
Pada dasarnya diagnosis anemia aplastik dibuat berdasarkan adanya pansitopenia atau
bisitopenia di darah tepi dengan hipoplasia sumsum tulang, serta dengan menyingkirkan adanya
infiltrasi atau supresi pada sumsum tulang.
Penegakkan diagnosis memerlukan pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis leukosit,
hitung retikulosit, dan aspirasi serta biopsi sumsum tulang. Pemeriksaan flowcytometry darah
tepi dapat menyingkirkan hemoglobinuria nocturnal paroksismal, dan karyotyping sumsum
tulang dapat membantu menyingkirkan sindrom myelodisplastik.
Kriteria diagnosis anemia aplastik menurut International Agranulocytosis and Aplastic
Anemia Study Group (IAASG) adalah :
1. Satu dari tiga sebagai berikut
a. Hemoglobin kurang dari 10 g/dl atau hematocrit kurang dari 30%
b. Trombosit kurang dari 50x109/L
c. Leukosit kurang dari 3,5x109/L atau neutrofil kurang dari 1,5x109/L
2. Dengan retikulosit <30.000 u/L (<1%)
3. Dengan gambaran sumsum tulang :
a. Penurunan selularitas dengan hilangnya atau menurunnya semua sel hemopoetik
atau selularitas normal oleh hiperplasia eritroid fokal dengan deplesi seri
granulosit dan megakariosit.
2. Sumsum tulang
Pada anemia aplastik, penggantian sumsum tulang oleh lemak terlihat pada spesimen
biopsi.
Gambar 6. Tumpang tindih antara kelainan anemia aplastik dan diagnosis bandingnya
(Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009)
Sumsum tulang hiposelular dibutuhkan untuk diagnosis anemia aplastik.Namun aspirat,
kadang-kadang tampak selular meskipun secara keseluruhan sumsum tulang hiposelular, sebab
sebagian besar pasien masih mempunyai sarang-sarang hemopoesis yang masih berlangsung.
Diagnosis banding pada anemia aplastik yaitu :
1. Myelodisplasia Hiposelular
Membedakan anemia aplastic dari sindrom myelodisplastik hipoplastik dapat dilihat dari
proporsi sel CD34+.Pada sindrom myelodisplastik, ekspansi klonal muncul dari sel asal
CD34+, sedangkan pada anemia aplastic didapat, sel-sel asal CD34 + merupakan target
serangan autoimun. Sehingga proporsi sel-sel CD34+ pada pasien anemia aplastik adalah
<0,3%, sedangkan pada sindrom myelodisplastik proporsinya normal atau lebih tinggi
(0,5-1,0%). Kromosom umumnya normal pada anemia aplastik, namun aneuploidy atau
abnormalitas struktural relatif sering pada sindrom myelodispastik.Jika sumsum tulang
normal atau hiperselular dan sel-sel hematopoetik jelas dismorfik, maka myelodisplasia
mudah dibedakan dengan anemia aplastic.
2. Leukemia Limfositik Granulositik Besar
Penyakit ini juga dapat menjadi diagnosis untuk sumsum tulang yang kosong atau
displastik.Limfosit grandular besar dapat dikenali dari fenotipenya yang berbeda pada
pemeriksaan darah, yaitu pola pulasan sel-sel khusus pada flow cytometry, dan
ketidakaturan reseptor sel T yang membuktikan adanya ekspansi monoklonal populasi sel
T.
3. Hemoglobinuria Nokturnal Paroksismal (PNH)
Dasar genetik PNH adalah mutasi didapat pada gen PIG-A di kromosom X yang
menghentikan sintesis protein membran permukaan sel glikosilfosfatidilinositol.
Defesiensi
protein
menyebabkan
hemolisis
intravaskular, yang
mengakibatkan
Berikan transfusi konsentrat trombosit jika terdapat perdarahan major atau trombosit
<20.000/mm3.Pemberian trombosit berulang dapat menurunkan efektivitas trombosit
karena timbulnya antibodi trombosit.Kortikosteroid dapat mengurangi perdarahan kulit.
Terapi Definitif
Terapi definitif ialah terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka panjang. Terapi
definitif untuk anemia aplastik terdiri atas 2 jenis pilihan terapi :
1. Terapi imunosupresif
Obat-obatan yang termasuk dalam terapi imunosupresif adalah antithymocite globulin
(ATG) atau antilymphocite globulin (ALG) dan siklosporin (CsA).Pemberian anti
lymphocyte globuline (ALG) atau anti thymocyte globulin (ATG) dapat menekan
proses imunologik. ALG mungkin juga bekerja melalui peningkatan pelepasan
hematopoetic growth factor.Sekitar 40-70% kasus memberi respons pada ALG,
meskipun sebagian respon bersifat tidak komplit (ada defek kuantitatif atau
kualitatif).Regimen imunosupresi yang paling sering adalah ATG dari kuda dengan
dosis 20 mg/kgBB/per hari selama 4 hari atau ATG dari kelinci dengan dosis 3,5
mg/kgBB/hari selama 5 hari ditambah dengan CsA dosis 12-15 mg/kgBB/hari
umunya selama 6 bulan. Berdasarkan hasil penelitian pada pasien yang tidak
berespon terhadap ATG dari kuda, dapat diberikan ATG dari kelinci yang sama
efektifnya. Angka respon terhadap ATG kuda bervariasi antara 70-80% dengan
kelangsungan hidup 5 tahun 80-90%.ATG lebih unggul dibandingkan CsA, dan
kombinasi ATG dengan CsA memberikan hasil lebih baik dibandingkan ATG saja
atau CsA saja.Siklosporin bekerja dengan menghambat aktivasi dan proliferasi
precursor limfosit sitotoksik.
ATG atau ALG diindikasikan pada :
Anemia aplastik bukan berat
Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok
Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun, dan pada saat
pengobatan tidak terdapat infeksi atau perdarahan atau dengan granulosit lebih
dari 200/mm3.
Penambahan granulocyte colony stimulating factor (G-CSF) dapat memulihkan
neutropenia tetapi tidak menambah kelangsungan hidup. Namun respons awal
terhadap G-CSF setelah terapi ATG merupakan faktor prognostik yang baik untuk
respon secara keseluruhan. Kegagalan terapi imunosupresif mungkin mencerminkan
undertreatment
atau
kelelahan
cadangan
sel-sel
asal
sebelum
pemulihan
komorbiditas
biasanya
ditawarkan
serangkaian
terapi
imunosupresif.Pasien yang lebih tua dari 20 tahun dengan hitung neutrofil 200500/mm3 tampaknya lebih mendapat manfaat dari imunosupresi dibandingkan
TST.Secara umum pasien dengan hitung neutrofil sangat rendah lebih baik dengan
TST karena dibutuhkan waktu lebih pendek untuk resolusi neutropenia (pada terapi
imunosupresif memerlukan waktu sekitar 6 bulan). Untuk pasien usia menengah yang
mengalami donor saudara yang cocok, rekomendasi terapi dibuat setelah
memperhatikan kondisi kesehatan pasien secara menyeluruh dan derajat keparahan
penyakit. Diberikan siklosporin A untuk mengatasi GvDH (Graft versus host disease).
diepoxybutane
yang
menunjukan
terjadinya
patahan
kromosom
(chromosomal breakage)
2. Aplasia sel darah murni atau pure red cell aplasia (PRCA).
Pada PRCA terjadi aplasia selektif sistem eritroid, tanpa kelainan sistem mieloid atau
megakariosit.Diagnosis PRCA dibuat berdasarkan adanya anemia refrakter dengan
aplasia selektif sistem eritroid sumsum tulang.Telusuri kemungkinan familier atau
didapat.
III.9. Prognostik dan perjalanan penyakit
Riwayat alamiah anemia aplastik dapat berupa :
Berakhir dengan remisi sempurna
Hal ini jarang terjadi kecuali bila iatrogenik akibat kemoterapi atau radiasi.
Bertahan hidup selama 20 tahun atau lebih
Membaik dan mampu bertahan hidup lama, namun kebanyakan kasus mengalami remisi
tidak sempurna.
Meninggal dalam 1 tahun
Hal ini terjadi pada sebagian besar kasus.
Pada anemia aplastik berat memiliki prognosis buruk dibandingkan dengan anemia aplastik
ringan yang memiliki prognosis lebih baik.Dengan kemajuan pengobatan, prognosis menjadi
lebih baik.