PENDAHULUAN
Perilaku berlebihan umat manusia
akhir-akhir ini telah berdampak dengan
timbulnya beraneka bencana. Pembabatan
hutan di puncak atau lereng pegunungan,
pengambilan air tanah yang melebihi batas
adalah contoh perilaku berlebihan. Tuhan
telah memperingatkan dalam surat An
Naziati ayat 43 -45: fa amma man thagha,
wa assaral hayatad dun-ya, fainnal
jaimma hiyal mawa. Artinya: maka
adapun orang yang melampaui batas, dan
ia mengutamakan kehidupan dunia, maka
sesungguhnya
nerakalah
tempat
tinggalnya.
Di Yogyakarta, masyarakat yang
tinggal di sekitar hotel besar sekarang telah
menuai dampaknya. Masyarakat mengeluh
karena permukaan air sumur sangat
menurun. Masyarakat menduga, penurunan
air tanah terjadi akibat eksploitasi besar-
Permukiman
Permukiman adalah, bagian dari
lingkungan hidup diluar kawasan lindung,
baik dalam lingkup perkotaan maupun
pedesaan, dan juga memiliki fungsi
sebagai lingkungan tempat hunian serta
tempat
kegiatan
yang
mendukung
perikehidupan
dan
penghidupan.
Permukiman dengan pola campuran yaitu
pola penyebaran permukiman di wilayah
desa kota yang pembentukannya berakar
dari pola campuran antara ciri perkotaan
dan perdesaan (Koestor, 1997).
Menurut Jayadinata permukiman atau
perkampungan di pedesaan merupakan
tempat kediaman (dormintory settlement)
dari penduduk kampung diwilayah
pertanian dan wilayah perikanan umumnya
bekerja di luar kampung. Masing-masing
kampung dihubungkan oleh jalan dan di
kampung umumnya terdapat ruang terbuka
yang kecil, suatu halaman rumah
berbentuk segi empat, tempat bermain
permukaan
air
tanah,
mengurangi
penurunan atau penenggelaman lahan.
Menurut Kusnaedi (2011), resapan air
tanah seperti sumur resapan bermanfaat
langsung menampung air hujan dan untuk
meresapkannya ke dalam tanah. Manfaat
tidak langsung antara lain untuk
mengurangi
limpasan
langsung
di
permukaan, dan mencegah terjadinya
genangan air, sehingga memperkecil
terjadinya genangan air dan erosi. Manfaat
lainnya mempertahankan tinggi muka air
tanah dan bahkan menambah muka air
tanah. Mencegah penurunan atau amblasan
akibat pengambilan air tanah berlebihan,
serta mengurangi konsentrasi pencemaran
air tanah.
Resapan buatan adalah suatu cara
penambahan sumberdaya air tanah oleh
rekayasa manusia. Tujuan utama resapan
buatan
dibanyak
negara
sedang
berkembang adalah untuk menyimpan air
terutama untuk kepentingan air irigasi.
Tujuan lainnya antara lain untuk mencegah
intrusi air laut di wilayah pantai,
mengurangi limpasan (run-off) dan erosi,
serta menjaga agar diperoleh air
berkualitas yang baik (I Gale, I Neumann,
R Calow, M Moench, 2002). Beberapa
metode resapan buatan antara lain metode
menyebar (spreading method), seperti
ledokan (infiltration basin), bendungan
perenial (perennial dam), alur-alur parit,
penggenangan (flooding), irigasi, maupun
modifikasi alur sungai. Ledokan, yaitu
suatu cekungan (Jawa: jogangan) yang
digali untuk membuang sampah, dapat
juga dimanfaatkan untuk media peresapan
air. Problem yang terjadi biasanya adalah
ruang dasar ledokan cepat tersumbat.
Penyumbatan dasar cekungan adalah
masalah yang dominan.
Gambar 2. Waduk
Cara lainnya adalah penggenangan,
atau pembanjiran (flooding). Cara ini
banyak dilakukan di wilayah yang relatif
datar dan luas. Cara lain yang banyak
dilakukan karena berkaitan dengan
pertanian adalah irigasi. Irigasi atau
pengairan di lahan pertanian merupakan
cara peresapan air ke dalam tanah. Ada
juga dengan modifikasi saluran sungai,
dengan cara membuat pematang melintang
dasar sungai. Dengan demikian aliran air
tertahan, sehingga menyebabkan air
banyak meresap.
Mendukung
beberapa
metode
tersebut, terutama pada metode terbuka,
pada bendungan permanen, telah dilakukan
uji coba waduk resapan. Uji coba
Pengembangan Teknologi Waduk Resapan
dilakukan dengan kerjasama Kementerian
Ristek, BPPT, ITB, UI, Pemda DKI,
Masyarakat Air Indonesia, IPB, dan
beberapa instansi terkait, yang secara
bersama-sama
mengkaji
bagaimana
teknologi
Waduk
Resapan
dapat
diaplikasikan kepada masyarakat. Uji coba
telah dilakukan pembangunan Waduk
Resapan di wilayah UI Depok yang
merupakan wilayah hulu, dengan lama
pembuatan 8 bulan oleh Dinas Pekerjaan
Umum. Waduk Resapan mampu menahan
air selama mungkin dan memasukkan air
ke dalam air tanah yang diharapkan dapat
mengurangi banjir dan mengembalikan
kondisi tinggi muka air tanah, sehingga
keseimbangan lingkungan dapat dicapai.
D. Keseimbangan Ekologis
Di sejumlah daerah dewasa ini dapat
dilihat bahwa pemanfaatan sumberdaya
alam yang melebihi batas, yang kemudian
mengganggu keseimbangan ekologis. Hal
lainnya adalah terjadinya penurunan
kualitas air. Di berbagai wilayah telah
terjadi kekurangan air bersih. Bahkan
banyak wilayah pada musim kemarau air
menjadi sangat langka. Itulah fakta yang
berkaitan langsung dengan kelangsungan
hidup umat manusia.
Air dapat menjadi masalah karena
jumlahnya atau kuantitasnya, namun
karena kualitas juga dapat menjadi
masalah utama. Jumlah air yang berlebihan
merupakan masalah, apalagi kekurangan
air jelas akan mengancam kelangsungan
hidup hidup manusia. Berkaitan dengan
jumlah air yang berlebihan, contohnya
adalah banjir. Banjir menjadi masalah yang
utama di berbagai wilayah di bumi pada
dewasa ini. Banjir besar yang sering
melanda kota-kota besar baik di Indonesia
maupun di dunia adalah fakta nyata
tentang kelebihan jumlah air.
Panjang
Debit
Debit
maks
min
(m3/det)
(m3/det)
Opak
61,6
5,275
0,126
Serang
36
5,668
0,863
Oyo
168,9
11,684
0,048
Code
30,8
4,616
0,002
Gajahwong
37,35
4,929
0,022
Winongo
48,7
4,193
0,156
Progo
149
40
Sumber: SLHD DIY, 2012 dan BBWS, 2013.
Luas Hutan
14.026
1.058
1.335
20.593
25
31.077
Dampak Permukiman
Berdasarkan fakta diketahui bahwa
banyak masalah di wilayah perkotaan
Yogyakarta menerima dampak akibat alih
fungsi lahan resapan air hujan menjadi
permukiman.
Banyak
masyarakat
mengeluh mengenai berkurang atau
bahkan hilangnya sumber air tanah di
perkotaan Yogyakarta. Bukan hanya
kuantitasnya saja, tetapi kualitas juga
merupakan masalah yang tidak dapat
dikesampingkan.
Pada
bagian
air
permukaan, di wilayah tengah dan hilir
juga mengalami dampaknya. Dampak
hilangnya resapan air di bagian atas atau
bagian hulu, di lereng Merapi, diduga kuat
berakibat pada adanya banjir lokal di
wilayah permukiman, bahkan juga banjir
bandang pada wilayah yang ada di sekitar
sungai-sungai yang melewati wilayah
permukiman padat penduduk. Fakta pernah
terjadi banjir di wilayah Yogyakarta,
antara lain menghayutkan beberapa siswa
di Sungai Bedog (NetNews). Ancaman
banjir bandang juga banyak diulas mass
media Yogyakarta dengan bersumber pada
Badan Penanggulangan Bencana Daerah
DIY (Tempo.com). Dampak lainnya yang
juga sangat memilukan adalah langkanya
air bersih. Di banyak wilayah perkotaan
Yogyakarta telah merasakan dampaknya.
Banyak masyarakat di sekitar hotel-hotel
baru, permukaan air sumurnya mulai
semakin dalam. Menurut ESDM DIY,
telah terjadi penurunan muka air tanah
sebesar 30 cm setiap tahun di Yogyakarta
karena tumbuhnya permukiman penduduk,
sehingga mengurangi ruang peresapan air
(Harian Jogja).
Berikut tabel sebagian fakta berkaitan
dengan masalah kekeringan air tanah dan
banjir bandang.
Masalah
Air tanah di jogja turun
30 cm per tahun
Sumur mengering di
Yogyakarta
Kualitas dan Kuantitas
Air Terus Turun di
Jogja
5
6
5-7
siswa
Hanyut
Akibat Banjir Bandang
di Yogyakarta
50 Ribu Jiwa di
Yogyakarta Terancam
Banjir
F.
Penyebab
Ruang resapan berkurang
karena permukiman baru
Industri Hotel mengambil air
berlebihan
Lahan
sawah
menjadi
permukiman
dan
sumur
resapan limbah terlalu dekat
dengan sumur
Resapan
berubah
fungsi
menjadi permukiman
Air tanah tersedot hotel
Hilangnya resapan menjadi
permukiman dan rusak oleh
erupsi
Sungai
Bedog
banjir
mendadak karena hilangnya
resapan.
Tingginya curah hujan
Sumber
ESDM DIY Harian Jogja
21/9/2014
ESDM DIY Bara news.co
21/9/2014
PSLH
UGM,
Harian
Umum
Pelita
21
September
Jogjasiaga bencana 9 Juli
2013
Tribun
Jogjasiaga
bencana
3
Januari 2012
NetNews
III. PENUTUP
Perkembangan permukiman yang
semakin luas akibat dari pertumbuhan
jumlah penduduk di berbagai wilayah akan
mengancam problem air bersih terutama
air tanah. Berbagai dampak akibat
berkurangnya ruang peresapan telah mulai
dirasakan terutama masalah air bersih di
wilayah padat penduduk di perkotaan. Laju
percepatan pembangunan permukiman
dengan mengurangi lahan persawahan di
Sleman menjadi momok menakutkan.
Hantu itu akan menjadi kenyataan
apabila pemerintah tidak segera memiliki
rancangan yang bersifat mitigasi bencana
krisis air bersih.
DAFTAR PUSTAKA
Chay
Seiler,
SLHD