Anda di halaman 1dari 1

SEJARAH PARTISIPASI

Partisipasi masyarakat bukan merupakan konsep yang sama sekali baru. Konsep
Partisipasi dirumuskan pada pertengahan tahun 1970 an, ditengah-tengan
tumbuhnya kesadaran bahwa upaya-upaya pembangunan pada saat itu tidak
terlalu berdampak pada pengentasan kemiskinan. Paradigma pembangunan di
tahun 1960 an dan 1970 an merupakan peninggalan dari aturan kolonial/penjajah,
khususnya pada sistem perencanaan di akhir tahun 1930 an dan setelah periode PD
II. Konsepnya bersifat top down (dari atas ke bawah) yaitu pembangunan
diartikan sebagai upaya pemerintah melakukan sesuatu untuk rakyat/masyarakat,
dan terlihat kental penggunaan bahasa-bahasa yang bernuansa militer-birokratis
yang mengacu pada literatur manajemen Amerika Serikat keluaran PD II seperti:
tujuan (objectves), sasaran (targets), strategi (strategies), kapabilitas (capability).
Penggunaan metode ilmiah sosial di akhir tahun 1950 an yang dikombinasikan
dengan penggunaan mesin menghasilkan mutu yang semu, dan terjadi pengeluaran
biaya yang besar. Hanya sedikit stakeholder yang terlibat dalam pelaksanaan
pembangunan tersebut. Kondisi ini merupakan penyebab tertinggi gagalnya
pembangunan di negara-negara berkembang dalam meningkatkan kehidupan
masyarakat miskin. Pembangunan partisipatif lahir sebagai reaksi atas kegagalan
pembangunan tersebut, dipopulerkan oleh Gordon Conway dan Robert Chambers
(1992), kemudian dikembangkan oleh David Korten (1996).

Partisipasi masyarakat pada pembangunan pedesaan dirumuskan pada World


Conference on Agrarian Reform and Rural Development (WCARRD), yang
diselenggarakan di Roma pada tahun 1979. WCARRD mendeklarasikan bahwa
partisipasi masyarakat desa merupakan hak masyarakat untuk menyusun pranatapranata sehingga dapat menentukan kehidupannya sendiri, ditegaskan bahwa
partisipasi merupakan hak asasi manusia. Konferensi mengemukakan bahwa
masyarakat desa yang pada umumnya merupakan pihak yang kurang beruntung
harus diorganisasikan dan dan secara aktif dilibatkan dalam merancang kebijakan
dan program, dan diberi kesempatan untuk mengendalikan pranata sosial ekonomi.
WCARRD melihat adanya hubungan yang erat antara partisipasi dan kesukarelaan,
antara kekuasaan/otonomi dan organisasi yang mewakili pihak terabaikan (pihak
miskin). Lembaga-lembaga atau agen-agen pembangunan hendaknya melakukan
kegiatan kooperatif dengan organisasi-organisasi tersebut, dan menyarankan agar
bantuan yang ada disalurkan pada petani kecil dan kelompok tani. Sejak saat itu
partisipasi masyarakat telah mendapat perhatian dari berbagai pemerintah,
lembaga-lembaga donor, dan organisai internasional lainnya, dan banyak program
partisipatif yang kemudian dikembang diberbagai negara.

Anda mungkin juga menyukai