Anda di halaman 1dari 16

FACTORING AND LEASING

FACTORING ( ANJAK PIUTANG )


Pengertian dan Kegiatan
Anjak Piutang (factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian
dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan
dari transaksi perdagangan dalam negeri ataupun transaksi perdagangan luar negeri.
Dari definisi tersebut, dapat dikemukakan bahwa kegiatan anjak piutang meliputi :
a. Pengambil-alihan tagihan suatu perusahaan, baik dengan cara dibeli atau dengan cara
lain sesuai kesepakatan
b. Mengelola usaha penjualan kredit suatu perusahaan
c. Penagihan piutang perusahan klien
Anjak Piutang merupakan alternatif pembiayaan jangka pendek/modal kerja atau
sebagai alternatif pengelolaan administrasi tagihan / penjualan secara lebih efektif bagi
Penjual Piutang (client).
Kegiatan usaha anjak piutang dilakukan dalam bentuk pembelian atau pengalihan
piutang/tagihan jangka pendek dari transaksi perdagangan dalam dan luar negeri dan
penatausahaan penjualan kredit serta penagihan piutang klien.
Kegiatan anjak piutang dapat dilakukan oleh Bank, Lembaga Keuangan Bukan Bank,
dan Perusahaan Pembiayaan berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi.
Dalam mengelola kegiatan sehari-harinya perusahaan anjak piutang seperti halnya
perusahaan lainnya juga memiliki tujuan tertentu yaitu mencari keuntungan. Keuntungan
yang diperoleh perusahaan anjak piutang antara lain dari berbagai biaya yang dikenakan
terhadap kliennya. Kemudian dari keuntungan inilah perusahaan anjak piutang dapat
menutupi seluruh kegiatan operasionalnya.
Dalam praktiknya keuntungan yang diperoleh dari biaya-biaya yang dibebankan
kepada para nasabahnya terdiri dari :

a. Jasa Penagihan (service charge),


Yaitu biaya yang dibebankan oleh perusahaan anjak piutang kepada kliennya, yang
dikenal dengan istilah fee dan besarnya dihitung berdasarkan presentase tertentu.
Kemudian besarnya fee yang diberikan tergantung dari kesepakatan kedua belah pihak
dengan berbagai pertimbangan seperti misalnya tingkat kesulitan atau jumlah piutang
yang ditagihkan.
b. Discount fee/charge
Yaitu biaya yang dibayarkan oleh klien kepada factor karena factor memberikan jasa
pembiayaan (uang muka) atas piutang yang diberikan oleh factor. Discount fee
diperhitungkan sebesar persentase tertentu terhadap besarnya pembiayaan yang di
berikan atas dasar resiko tertagihnya piutang, jangka waktu dan rata-rata tingkat
bunga perbankan.
c. Biaya Administrasi,
Yaitu biaya yang diterima oleh perusahaan anjak piutang setelah melakukan
pengelolaan perusahaan kreditor oleh klien dan besarnya pun tergantung dari
kesepakatan yang dibuat bersama.
Jenis Anjak Piutang (Factoring)
Dalam praktiknya terdapat beberapa jenis perusahaan anjak piutang, tergantung pada
tujuan pendirian perusahaan itu yang ditentukan oleh pemiliknya. Adapun jenisnya adalah
sebagai berikut :
a. Berdasarkan Pemberitahuan
Anjak piutang apabila dilihat dari sudut pemberitahuan kepada customer, dapat
dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: Notification Factoring (Disclosed Factoring) dan
Non-Notification Factoring (Undisclosed)

Disclosed.

Yaitu fasilitas yang diberikan kepada perusahaan anjak piutang dalam penagihan
piutangnya dengan sepengetahuan debitur.

Undisclosed.
Merupakan fasilitas yang diberikan kepada perusahaan anjak piutang tanpa
sepengetahuan si debitur, kecuali jika ada pelanggaran terhadap kesepakatan yang
telah dibuat atau oleh perusahaan anjak piutang mengandung suatu resiko.

b. Berdasarkan Tanggung Jawab / Distribusi Resiko

With Recourse
Dalam hal apabila si debitur tidak mampu untuk melunasi segala kewajibannya,
maka resiko kredit tersebut menjadi tanggung jawab pihak si kreditur dan pihak
anjak piutang mengembalikan tanggung jawab penagihannya.

Without Recourse
Dalam fasilitas ini apabila semua resiko yang tidak terbayar dalam suatu
penagihan piutang menjadi tanggung jawab pihak anjak piutang sepenuhnya dan
bukan tanggung jawab kreditur.

c. Berdasarkan Pelanggan / Jasa Yang Ditawarkan

Full Service Factoring, yaitu perusahaan anjak piutang yang memeberikan semua

jasa, baik jasa pembiayaan maupun jasa non pembiayaan.


Recource Factoring, yaitu perusahaan anjak piutang yang memberikan hamper

semua jasa, kecuali risiko tidak terbayarnya tagihan, yang tetap berada pada klien.
Bulk Factoring, yaitu perusahaan anjak piutang hanya memberikan jasa

pembiayaan dan pemberitahuan jatuh tempo pada debitur.


Maturity Factoring, yaitu perusahaan anjak piutang yang memberikan jasa
perlindungan kredit yang meliputi pengurusan atas penjualan, penagihan dari

debitur dan perlindungan atas piutang. Jasa yang diberikan tanpa pembiayaan.
Agency factoring, yaitu kreditur menyerahkan seluruh penjualan kredit kepada

perusahaan anjak piutang atas dasar pemberitahuan.


Invoice Discounting, yaitu pemberian jasa hanya untuk pembiayaan anjak piutang.
3

Undisclosed Factoring, yaitu perusahaan anjak piutang memberikan proteksi


terhadap kemacetan pelunasan piutang sampai dengan persentase tertentu dari
jumlah faktur yang telah disetujui.

d. Berdasarkan Wilayah
Kegiatan anjak piutang apabila ditinjau dari jangkauan pekerjaan atau skala kegiatan
dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu anjak piutang domestic (Domestic
Factoring) dan anjak piutang internasional (International Factoring).

Domestic Factoring
Anjak Piutang Domestik (Domestic Factoring ) adalah bila anjak piutang
dilaksanakan secara domestik/dalam negeri atau Merupakan perusahaan anjak
piutang yang hanya beroperasi di wilayah Indonesia.

International Factoring
Anjak Piutang Internasional (International Factoring) adalah pelaksanaan suatu
transaksi anjak piutang internasional bila ditinjau dari segi lokasi eksportir dan
importir akan memperlihatkan dua jenis anjak piutang yaitu Export Factor dan
Import Factor, sehingga terdapat empat pihak yang terlibat yaitu Eksportir,
Importir, Export Factor dan Import Factor. Ada beberapa langkah yang harus
ditempuh dalam transaksi anjak piutang Internasional atau merupakan kegiatan
anjak piutang yang kegiatannya dapat dilakukan antar Negara seperti pembiayaan
fasilitas ekspor dan impor.

Pihak yang Terlibat Dalam Anjak Piutang


Dalam kegiatan transaksi perusahaan anjak piutang terdapat tiga pihak yang saling
berkepentingan. Tanpa keterlibatan ketiga pihak tersebut, maka kegiatan perusahaan anjak
piutang tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam
kegiatan transaksi anjak piutang adalah sebagai berikut.

a. Kreditor atau klien yang menyerahkan tagihannya kepada pihak anjak piutang untuk
ditagih atau dikelola atau diambil alih dengan cara dikelola atau dibeli sesuai
perjanjian dan kesepakatan yang telah dibuat.
b. Perusahaan anjak piutang(factoring), yaitu perusahaan yang akan mengambil alih atau
mengelola piutang atau penjualan kredit debiturnya.
c. Debiturnya, yaitu nasabah yang mempunyai masalah (utang) kepada kreditor (klien).
Untuk lebih jelasnya transaksi yang terjadi di antara ketiga pihak yang terlibat dalam
kegiatan anjak piutang dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :
Perusahaan Anjak Piutang

Kreditor (klien)

4
3

Debitur

1. Kreditor menyerahkan persoalan piutangnya kepada perusahaan anjak piutang baik


dengan cara memberitahukan kepada debitur maupun tidak.
2. Perusahaan anjak piutang melakukan penagihan kepada debitur sesuai dengan
kesepakatan yang telah dibuat dengan kesepakatan yang telah dibuat dengan kreditor.
3. Debitur membayar kepada perusahaan anjak piutang
4. Perusahaan anjak piutang membayar sesuai tanggung jawabnya kepada kreditor
sesudah semua persoalan utang piutang diselesaikan.
Jasa-jasa Usaha untuk Anjak Piutang
Pada dasarnya ada dua jenis yang ditawarkan dalam usaha anjak piutang, yaitu jasa
pembiayaan dan jasa non pembiayaan.
a. Jasa pembiayaan
Jasa pembiayaan ini dapat dilakukan dengan cara menyediakan pembiayaan dimuka
(prefinancing) yang berkisar antara 60% - 80% dari total piutang yang setelah
dilakukan kontrak anjak piutang dan penyerahan bukti-bukti penjualan barang. Dalam
hal jasa pembiayaan, kontrak perjanjian dapat dibuat berdasarkan recourse, yaitu
apabila debitur tidak melunasi segala kewajiban, resiko kredit menjadi tanggung
5

jawab pihak kreditur. Sedangkan berdasarkan without recourse, yaitu semua resiko
yang tidak terbayar dalam suatu penagihan piutang menjadi tanggung jawab pihak
perusahaan anjak piutang.
b. Jasa non pembiayaan
Produk jasa-jasa non pembiayaan yang ditawarkan oleh perusahaan anjak piutang
antara lain:
Investigasi kredit (credit investigation)
Sales ledger administration atau sales accounting, merupakan jasa
penatausahaan atas penjualan yang dilakukan klien. Dalam jasa ini kadangkadang juga meliputi penjualan dalam berbagai valuta asing,yaitu dalam

export factoring
Pengawasan kredit dan penagihannya
Perlindungan terhadap resiko kredit, misalnya jika terjadi fluktuasi nilai kurs.

Manfaat Usaha Anjak Piutang


a. Manfaat Bagi Client
Manfaat yang dapat diterima klien terdiri dari manfaat karena menerima jasa
pembiayaan dan manfaat yang diterima karena jasa non pembiayaan.

Manfaat yang diterima melalui jasa pembiayaan,antara lain:


o Peningkatan penjualan.
Adanya jasa pembiayaan memungkinkan klien melakukan penjualan
dengan cara kredit. Penjualan dengan kredit ini sebenarnya sulit untuk
dilakukan apabila klien mengalami kesulitan modal.Namun dengan adanya
jasa anjak piutang,klien mampu menjual dengan cara kredit. Penjualan
dengan cara kredit meningkatkan kemampuan dan daya tarik bagi pembeli
dengan dana terbatas untuk melakukan pembelian pada klien.
o Kelancaran modal kerja
Jasa anjak piutang memungkinkan klien untuk mengkonfrensikan
piutangnya yang belum jatuh tempo menjadi dana tunai dengan prosedur
yang relative mudah dan cepat. Tersedianya dana tunai yang lebih besar ini
dapat dimanfaatkan oleh klien untuk mendanai kegiatan operasional klien
seperti pembelian bahan baku,pembayaran gaji pegawai,pembayan
rekening listrik dll.
o Pengurangi resiko tidak tertagihnya piutang
6

Pembayaran dengan cara without recourse memungkinkan adanya


penagihan sebagai resiko tidak tertagihnya piutang kepada factor.
Pengalihan resiko ini sangat menguntungkan bagi kelancaran dan

kepastian usaha bagi pihak klien.


Manfaat yang diterima melalui jasa non pembiayaan antara lain :
o Memudahkan penagih piutang
Jasa penagih piutang yang diberikan oleh factor menyebabkan klien tidak
perlu secara langsung melakukan penagihan piutang kepada customer
sehingga waktu dan tenaga karyawan dapat dimanfaatkan untuk
melakukan kegiatan lain yang lebih produktif
o Efisien usaha
Jasa administrasi penjualan memumgkinkan klien untuk mengelola
kegiatan penjualan secara lebih rapi dan efisien karena administrasinya
dilakukan oleh pihak factor yang sudah lebih berpengalaman.
o Peningkatan kualitas piutang.
Jasa administrasi penjualan memungkinkan pemberian fasilitas kredit
kepada penbeli secara lebih efektif,sehingga kemungkinan tertagihnya
piutang menjadi lebih tinggi.
o Memudahnya perencanaan cash flow
Jasa investigasi kredit atau piutang memungkinakn klien melakukan
perkiraan dan jumlah piutng yang dapat ditagih,sehingga memudahkan
proyeksi cash flow usaha secara keseluruhan.

b. Manfaat Bagi Factor


Maanfaat utama yang diterima factor adalah penerimaan dalam bentuk fee dari pihak
klien. Fee tersebut terdiri dari:

Discount fee/charge
Fee ini dibayarkan oleh klien kepada factor karena factor memberikan jasa
pembiayaan (uang muka) atas piutang yang diberikan oleh factor. Discount fee
diperhitungkan sebesar persentase tertentu terhadap besarnya pembiayaan
yang di berikan atas dasar resiko tertagihnya piutang, jangka waktu dan rata-

rata tingkat bunga perbankan.


Service fee/ charge
Fee ini dibayarkan oleh klien kepada factor karena factor memberikan jasa
non pembiayaan yang nilainya di tentukan sebesar persentase tertentu dari
piutang atas dasar beban kerja yang akan dilakukan oleh factor. Semakin besar
7

volume penjualan, maka fee ini juga semakin besar. Semakin sulit penagihan
piutang maka fee ini akan semakin besar
c. Manfaat Bagi Custumer
Cutomer memperoleh maanfaat berupa :

Kesempatan untuk melakukan pembelian dengan kredit. Kehadiran jasa


pembiayaan anjak piutang memungkinkan klien untuk melakukann penjualan

secara kredit.
Pelayanan penjualan

yang

lebih

baik.

Jasa

administrasi

penjualan

memungkinkan klien melalukan penjualan dengan lebih cepat dan tepat .


Pepajakan Anjak Piutang (Factoring)
Perlakuan pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai yang berlaku saat ini
khususnya untuk client atas transaksi anjak piutang yang dilakukannya adalah sebagai
berikut:
Pajak Penghasilan dari Sisi Client. Berdasarkan Surat Direktur Jendral Pajak No. S78/PJ-311/1996 tanggal 19 April 1996 perihal Pembebasan PPh Pasal 23 atas Penghasilan
yang diperoleh perusahaan anjak piutang, ditegaskan bahwa penghasilan dari perusahaan
anjak piutang yang dilakukan perusahaan pembiayaan baik yang diterima berupa diskon,
service charge dan provisi tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 oleh perusahaan yang
membayarkan (Factor). Hal ini berarti Client tidak boleh memotong Pajak Penghasilan Pasal
23 yang terhutang oleh factor serta bagi client peraturan ini tidak mempunyai pengaruh
apapun.
Pajak Pertambahan Nilai dari sisi Client. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Keuangan No. 202/KMK.04/1996 tanggal 18 April 1996 tentang Nilai Lain sebagai Dasar
Pengenaan Pajak, disebutkan bahwa Penyerahan Jasa Anjak Piutang terhutang Pajak
Pertambahan Nilai sebesar 10% x 5% x jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service
charge, provisi, dan diskon. sehingga tarif efektif adalah 0,5% x seluruh imbalan tersebut,
dan Pajak Masukan yang berkenaan dengan pajak yang terutang tersebut tidak dapat
dikreditkan, karena dalam Nilai Lain sebagai DPP telah diperhitungkan Pajak Masukan dari
Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang bersangkutan.
8

PAJAK SEWA GUNA USAHA ( LEASING )


Pengertian Sewa Guna Usaha
a) Leasing (Sewa Guna Usaha/SGU) menurut KMK No. 1169/KMK.01/1991 adalah
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa-gunausaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi
(operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu
berdasarkan pembayaran secara berkala.
b) Barang Modal adalah peralatan yang mempunyai hubungan langsung dengan proses
menghasilkan jasa oleh pengusaha dan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1
(satu) tahun.
c) Lessor adalah perusahaan pembiayaan atau perusahaan sewa-guna-usaha yang telah
memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dan melakukan kegiatan sewa-gunausaha.
d) Lessee adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan
pembiayaan dari Lessor.
e) Pembayaran Sewa-guna-usaha (Lease Payment) adalah jumlah uang yang harus
dibayar secara berkala oleh Lessee kepada Lessor selama jangka waktu yang telah
disetujui bersama sebagai imbalan penggunaan barang modal berdasarkan perjanjian
sewa-guna-usaha.
f) Kegiatan sewa-guna-usaha digolongkan sebagai sewa-guna-usaha dengan hak opsi
(finance lease) apabila memenuhi semua kriteria berikut :
a. jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama
ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga
perolehan barang modal dan keuntungan lessor.
b. Masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya :
i. 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I,
ii. 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III,
iii. 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan.
(Golongan jenis barang modal tersebut sesuai ketentuan tentang Pajak Penghasilan)

Perjanjian sewa-guna-usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.


Kegiatan sewa-guna-usaha digolongkan sebagai sewa-guna-usaha tanpa hak opsi (operating
lease) apabila memenuhi semua kriteria berikut :
9

a) jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama tidak


dapat menutupi harga perolehan barang modal yang disewa-guna-usahakan ditambah
keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor.
b) Perjanjian sewa-guna-usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.
c) Ditinjau dari teknis pelaksanaannya, transaksi sewa-guna-usaha dapat dilaksanakan
sebagai berikut :
a. Sewa-guna-usaha Langsung (Direct Lease).
Dalam transaksi ini lessee belum pernah memiliki barang modal yang menjadi
obyek sewa-guna-usaha, sehingga atas permintaannya lessor membeli barang
modal tersebut.
b. Penjualan dan Penyewaan Kembali (Sale and Lease Back).
Dalam transaksi ini lessee terlebih dahulu menjual barang modal yang sudah
dimilikinya kepada lessor dan atas barang modal yang sama kemudian
dilakukan kontrak sewa-guna-usaha antara lessee (pemilik semula) dengan
lessor (pembeli barang modal tersebut).
c. Sewa-Guna-Usaha Sindikasi (Syndicated Lease).
Yaitu beberapa perusahaan sewa-guna-usaha secara bersama melakukan
transaksi sewa-guna-usaha dengan satu lessee. Dalam hal ini salah satu
perusahaan sewa-guna-usaha akan bertindak sebagai koordinator, sehingga
lessee cukup berkomunikasi dengan koordinator ini.
Lessor adalah perusahaan pembiayaan atau perusahaan sewa-guna-usaha yang telah
memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dan melakukan kegiatan sewa-guna-usaha.
Lessor hanya diperkenankan memberikan pembiayaan barang modal kepada lessee yang telah
memiliki NPWP, mempunyai kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas.
Lessor wajib menempelkan plakat atau etiket pada barang modal yang disewa-gunausahakan dengan mencantumkan nama dan alamat lessor serta pernyataan bahwa barang
modal dimaksud terikat dalam perjanjian sewa-guna-usaha. Plakat atau etiket ini harus
ditempatkan sedemikian rupa sehingga dengan mudah barang modal tersebut dapat dibedakan
dari barang modal lainnya yang pengadaannya tidak dilakukan secara sewa-guna-usaha.
Selama masa sewa-guna-usaha, lessee bertanggung jawab untuk memelihara agar
plakat atau etiket ini tetap melekat pada barang modal yang disewa-guna-usaha. Lessee
adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan
dari lessor.

10

Lessee dilarang menyewa-guna-usahakan kembali barang modal yang disewa-gunausaha kepada pihak lain, kecuali Lessee yang memang bergerak di bidang usaha persewaan.
Dalam hal lessee memilih untuk memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa-guna-usaha,
maka nilai sisa barang modal yang disewa-guna-usahakan digunakan sebagai dasar dalam
menetapkan piutang sewa-guna-usaha.
Pada saat berakhirnya masa sewa-guna-usaha dari transaksi sewa-guna-usaha dengan
hak opsi, lessee dapat melaksanakan opsi yang telah disetujui bersama pada permulaan masa
sewa-guna-usaha. Dalam hal lessee menggunakan hak opsi membeli maka dasar
penyusutannya adalah nilai sisa barang modal. Opsi untuk membeli dilakukan dengan
melunasi pembayaran nilai sisa barang modal yang disewa-guna-usaha.
Perlakuan Perpajakan
1. Finance Lease
Perlakuan Pajak bagi Lessor
a) Penghasilan lessor yang dikenakan PPh adalah sebagian dari pembayaran finance
lease yaitu berupa imbalan jasa leasing dikurangi dengan angsuran pokok. Dalam hal
sewa-guna-usaha sindikasi, imbalan jasa bagi masing-masing anggota dihitung secara
proporsional sesuai dengan perjanjian antar anggota sindikasi yang bersangkutan.
b) Lessor tidak boleh menyusutkan atas barang modal yang di leasing.
c) Dalam hal masa leasing lebih pendek dari masa yang telah ditentukan, DJP
melakukan koreksi atas pengakuan penghasilan pihak lessor.
d) Lessor dapat membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya 2,5% (dua setengah persen)
dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang finance lease.
e) Kerugian yang diderita karena piutang leasing yang nyata-nyta tidak dapat ditagih lagi
dibebankan pada cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang telah dibentuk pada
awal tahun pajak yang bersangkutan.
f) Dalam hal cadangan penghapusan piutang ragu-ragu tersebut tidak atau tidak
sepenuhnya dibebani untuk menutup kerugian dimaksud, maka sisanya dihitung
sebagai penghasilan, sedangkan apabila cadangan tersebut tidak mencukupi maka
kekurangannya dapat dibebankan sebagai biaya yang dikurangkan dari penghasilan
bruto.
g) Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk setiap bulan adalah jumlah PPh terutang
berdasarkan Laporan Keuangan Triwulanan terakhir yang disetahunkan, dibagi dua
11

belas. Dalam hal lessor juga melaksanakan kegiatan operating lease, maka laporan
keuangan triwulanan dimaksud adalah laporan keuangan triwulanan gabungan.
Perlakuan Pajak bagi Lessee
a) Selama masa leasing, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal
yang dileasing, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli.
b) Setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee
melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value)
barang modal yang bersangkutan.
c) Pembayaran leasing oleh lessee merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi leasing tersebut memenuhi ketentuan
yang berlaku.
d) Dalam hal masa leasing lebih pendek dari masa yang telah ditentukan, DJP (Dewan
Jenderal Pajak) melakukan koreksi atas pembebanan biaya leasing.
e) Dalam hal terjadi transaksi sale and lease back, harus diperlakukan sebagai 2 (dua)
transaksi yang terpisah yaitu transaksi penjualan dan transaksi sewa-guna-usaha.
Transaksi penjualan barang modal kepada lessor diperlakukan sebagai penarikan
aktiva dari pemakaian oleh sebab biasa.
f) Lessee tidak memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran leasing.
g) Atas penyerahan jasa ini dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
B. Operating Lease
Perlakuan Pajak bagi Lessor
a) seluruh pembayaran operating lease yang diterima lessor merupakan obyek Pajak
Penghasilan.
b) Lessor membebankan biaya penyusutan atas barang modal yang di leasing tersebut.
c) Lessor tidak diperkenankan membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu.
Perlakuan Pajak bagi Lessee
d) Pembayaran operating lease yang dibayar oleh lessee adalah biaya yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto.
e) Lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang dileasing.
f) Lessee wajib memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran operating lease yang
dibayarkan kepada lessor.
g) Atas penyerahan jasa ini terhutang Pajak Pertambahan Nilai. Opsi adalah hak Lessee
untuk membeli barang modal yang disewa-guna-usaha atau memperpanjang jangka
waktu perjanjian sewa-guna-usaha.
3. Pajak Penghasilan (PPh)
12

Berdasarkan Undang-undang no 17 tahun 2000 dan surat Keputusan Menteri Keuangan RI


No. 1169/KMK.01/1991 Pasal 16 ayat 2 menyatakan: Lessee tidak memotong pajak
penghasilan pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang
berdasarkan perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi. Dalam pasal tersebut dengan jelas
menyatakan bahwa angsuran-angsuran atau pembayaran yang diterima lessor dari lessee
untuk jenis transaksi finance lease tidak dikenakan pemotongan pajak penghasilan.
Pasal 17 ayat 2 menyatakan:
a. Pembayaran sewa guna usaha tanpa hak opsi yang dibayar atau terutang oleh lessee adalah
biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
b. Lessee wajib memotong pajak penghasilan pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha
tanpa hak opsi yang dibayarkan atau terutang kepada lessor.
c. Pasal 17 ayat 2a mengatur tentang perlakuan pembayaran leasing oleh lessee. Di sini
dijelaskan bahwa pembayaran leasing dari lessee kepada lessor untuk transaksi operational
lease diperlukan pemotongan pajak penghasilan pasal 23 karena menurut pajak diperlakukan
sebagi sewa-menyewa biasa.

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Perlakuan PPN atas transaksi capital lease:
1) Berdasarkan ketentuan pasal 13 Peraturan Pemerintah nomor 50 tahun 1994 huruf d dan e,
Pengumuman Direktur Jenderal Pajak No. Peng- 139/PJ.63/1989 dan Pasal 1 angka 4
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep05/PJ/1994, penyerahan jasa dalam transaksi
capital lease dari lessor kepada lessee adalah penyerahan jasa yang terutang PPN, karena
lessor sebagai perusahaan jasa persewaan barang dengan demikian adalah pengusaha kena
pajak.
2) Pengalihan barang dalam transaksi operating lease bukan merupakan penyerahan barang
kena pajak karena pengalihan barang tersebut adalah dalam rangka persewaan biasa.
13

3) Besarnya PPN yang terutang adalah 10% dari Nilai Penggantian.


4) PPN sebagaimana dimaksud dalam angka 3) merupakan PPN Keluaran bagi lessor dan
merupakan PPN Masukan bagi lessee dalam hal lessee adalah Pengusaha Kena Pajak. PPN
yang dibayar atas perolehan barang kena pajak (BKP) yang dilease merupakan PPN Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan dengan PPN Pajak Keluaran lessor.
Dalam hal transaksi sale and lease back tanpa hak opsi, PPN masukan atas perolehan barang
tidak boleh dikreditkan oleh lessee. Dalam hal lessee kemudian melease kembali barang
tersebut, maka lessor harus mengenakan PPN yang terutang atas jasa persewaan barang yang
dilakukan.
PT ABC melakukan Leasing mobil truk dari PT XYZ Finance, dg persyaratan sbb:
1.
2.
3.
4.

Periode lease 5 Tahun dimulai tanggal 1 Januari 2007


Jumlah sewa Rp 60.000.000 pertahun dibayar dimuka setiap tahun
Taksiran umur ekonomis truk 5 tahun
Taksiran nilai residual truk pada akhir periode lasing tidak ada

Tabel
Pembayaran Lease
PV(10%;5;-60000000;;1)

1. Capital Lease
Journal Akuntansi Lessee
Pencatatan lease pada awal periode
14

Truk Leasing

250.191.927

Kewajiban menurut Capital Lease

190.191.927

Kas

60.000.000

Amortisasi GL
Beban Amortisasi atas Truk Leasing

50.038.385

Akumulasi Amortisasi atas Truk Leasing

50.038.385

Pencatatan Pembayaran Leasing


Kewajiban menurut Capital Lease

40.980.807

Beban Bunga

19.019.193

Kas

60.000.000

Capital Lease
Journal Akuntansi Lessor
Pencatatan lease pada awal periode
Kas

60.000.000

Piutang Pembayaran Leasing

240.000.000

Truk yg dibeli untuk Leasing

250.191.927

Pendapatan bunga diterima dimuka

49.808.073

Pencatatan Pembayaran Leasing


Kas

60.000.000
Piutang Pembayaran Leasing

60.000.000

Pencatatan Pendapatan Bunga


Pendapatan bunga diterima dimuka 19.019.192
15

Pendapatan bunga

19.019.192

2. Operating Lease
Journal Akuntansi Lessee
Beban Sewa

60.000.000

PPN PM

6.000.000
Hutang PPh pasal 23

1.200.000

Kas

64.800.000

Operating Lease
Journal Akuntansi Lessor
Kas

64.800.000

PPh psl 23 dibayar dimuka


Pendapatan Sewa
PPN PK

1.200.000
60.000.000
6.000.000

16

Anda mungkin juga menyukai