Bahasa Indonesia adalah hasil pemikiran gemilang para cendekiawan Indonesia 74 tahun yang
silam. Seandainya pada saat itu mereka tidak memutuskan untuk menggunakan bahasa Melayu
sebagai bahasa persatuan yang dinamakan bahasa Indonesia, mungkin kita masih menggunakan
bahasa Belanda. Dengan kecepatan luar biasa bahasa Indonesia berkembangbandingkan dengan
bahasa Prancis yang memerlukan lebih dari tiga abad untuk memperoleh bentuk yang bakuuntuk
memenuhi berbagai fungsinya, termasuk menjadi bahasa ilmiah. Pertemuan pada hari ini sungguh
membahagiakan karena kita turut memeriahkan bulan bahasa dalam rangka memperingati Soempah
Pemoeda. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya menawarkan tujuh pokok dalam membahas
segi kebahasaan dalam penyusunan artikel untuk jurnal ilmiah: "bahasa" artikel jurnal, bentuk
karangan, ragangan, paragraf yang padu, kalimat yang efektif, diksi dan peristilahan, ejaan dan
tanda baca.
"Bahasa" artikel jurnal
Artikel jurnal termasuk tulisan ilmiah atau tulisan akademik. Meskipun menggunakan bahasa
Indonesia, artikel jurnal memiliki kekhasan dibandingkan penggunaan bahasa Indonesia dalam
setting yang lain. Kekhasan itu dapat dilihat dari sudut pandang fungsi bahasa, ragam dan laras
bahasa.
Dari sudut pandang fungsi bahasa, artikel jurnal menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi2
atau berfungsi informatif. Artinya, penulisnya menggunakan bahasa dengan tujuan tertentu: untuk
menyampaikan gagasan yang dapat diterima oleh publik pembacanya. Ia ingin mempengaruhi orang
lain agar ia itu yakin akan pandangannya, atau lebih jauh lagi agar ia mau "membeli" hasil
pemikirannya. Oleh karena itu, penulis artikel jurnal selalu mempertimbangkan pendidikan,
kepakaran, dan sudut pandang pembacanya. Dengan demikian, selain memperhatikan jatah ruang
yang diberikan kepadanya, ia menggunakan bahasa Indonesia yang baik dalam setting akademik:
(1) tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau mendua makna, (2) secara tepat
1
mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan pengertian yang digunakan agar tidak menimbulkan
kerancuan, dan (3) singkat dan padat, berlandaskan ekonomi bahasa. Untuk memenuhi ketiga
kriteria bahasa ilmiah itu, penulis artikel jurnal akan memperhatikan ragam dan laras bahasanya.
Dari segi ragam, artikel jurnal menggunakan ragam tulis yang jelas berbeda dari ragam lisan.
Mengenai ragam ini, kita dapat membedakan media tulis yang dibedakan dari media lisan. Jika
pesan disampaikan melalui media tulis, penerima pesan tidak melihat pengirimnya, pembaca artikel
jurnal tidak melihat penulisnya. Ia hanya berhadapan dengan tulisan, ia hanya dapat memahami
pesan penulis dengan bantuan teks dan pengetahuannnya sendiri. Oleh karena itu, penulis artikel
jurnal harus mempertimbangkan situasi itu dan menggunakan bahasa yang lugas. Selain media,
bahasa Indonesia ragam tulis juga memiliki ciri khas: kalimat yang efektif, pilihan kata dan istilah
yang tepat, ejaan dan tanda baca yang baku.
Masih dari segi ragam, artikel jurnal menggunakan ragam standar3 yang menekankan situasi
pemakaian. Kita dapat membedakan ragam standar dari yang lain berdasarkan pokok yang sedang
dibahas, hubungan antara penulis dan pembaca, medium yang digunakan, posisi jurnal dalam
lingkungan akademik.
Terakhir, laras bahasa melihat kesesuaian antara bahasa dan penggunaannya. Maka, penulis
artikel jurnal menggunakan laras ilmiah bidang ilmu tertentu yang tidak sama dengan laras ilmiah
populer, laras iklan, laras komik, dan sebagainya.
Bentuk karangan
Penulis boleh memilih bentuk karangan tertentu untuk menyampaikan gagasannya. Seorang
sastrawan akan memilih narasi dan deskripsi, sedangkan pembuat produk akan menggunakan
eksposisi dan deskripsi. Bagaimana dengan penulis artikel jurnal? Seharuanya ia memilih bentuk
karangan yang disebut argumentasi (bahasan) di samping eksposisi (paparan). Makalah saya ini
berbentuk paparan, namun ketika saya membahas hasil penelitian saya mengenai kesantunan dalam
tulisan akademik untuk dimuat di jurnal ilmiah, saya akan menggunakan argumentasi untuk
meyakinkan pembaca bahwa temuan saya masuk akal dan penting.
Media massa menggunakan ragam semi standar, percakapan tidak resmi menggunakan ragam nonstandar.
3
Ragangan
Ragangan atau kerangka karangan merupakan ciri khas ragam ilmiah, termasuk artikel jurnal.
Tanpa ragangan yang ketat, artikel berisiko tidak membahas apa pun, atau paling tidak bahasannya
tidak jelas. Ragangan juga memudahkan penulis artikel karena ia mempunyai "cetak biru"
tulisannya: ia dapat memeriksa kembali kesatuan dan kepaduan gagasannya, ia dapat menambah
atau mengurangi isinya, menyeimbangkan ketebalan bagian-bagian artikel, Apalagi, jika jurnal
yang dituju telah menetapkan format artikel4, penulis memperoleh sebagian ragangan dan tinggal
menyusun ragangan halus.
Menyusun ragangan adalah memilah pokok bahasan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil
seperti ini.
TOPIK
Bahasan 1
-
Ketika menganggap bahwa ragangannya memuaskan, penulis artikel jurnal dapat memikirkan isi
pendahuluan dan isi penutupnya. Setelah itu, ia mulai mengisi ragangannya dengan tulisan. Maka,
ia merumuskan gagasannya dalam kalimat uraian yang mengembangkan kalimat topik sehingga
membentuk berbagai paragraf.
Misalnya latar belakang, masalah penelitian, metode penelitian, hasil penelitian, simpulan penelitian.
4
Memang ada pendapat yang mengatakan bahwa kalimat topik dapat diletakkan di awal, di tengah, atau di akhir
paragraf, namun ada semacam konvensi bahwa dalam tulisan ilmiah, kalimat topik diletakkan di awal paragraf untuk
memudahkan pembacaan.
5
hubungan keserempakan yang ditandai dengan kata sambung sementara itu, dalam pada
itu, pada saat itu, pada saat uang bersamaan, ketika itu.
- Hubungan anterioritas yang ditandai dengan kata sambung sebelumnya, sebelum itu.
- Hubungan posterioritas yang ditandai dengan kata sambung sesudahnya, sesudah itu,
setelah itu, kemudian.
8. Hubungan syarat yang ditandai dengan kata sambung jika demikian halnya, kalau begitu.
9. Hubungan urutan yang ditandai dengan kata sambung selanjutnya, demikian pula, Pertama,
Kedua, Ketiga, Terakhir, atau Pertama-tama, Kemudian, Akhirnya, .
10. Hubungan penambahan yang ditunjukkan dengan kata sambung selain itu, tambahan lagi,
lagi pula, di samping itu.
11. Hubungan keinklusifan dan keeksklusifan yang dinyatakan dengan kata sambung kecuali itu,
tanpa itu, Di satu pihak,; di pihak lain, ,
12. Hubungan penegasan yang ditandai oleh kata sambung malahan, bahkan, memang, apalagi,
terlebih lagi, dengan kata lain, singkatnya, singkat kata.
13. Hubungan penyimpulan yang ditandai oleh kata sambung jadi, kesimpulannya, demikianlah
maka.
14. Hubungan pembenaran yang dinyatakan dengan kata sambung sesungguhnya, bahwasanya,
sebenarnya.
Untuk memeriksa kepaduan paragraf, penulis artikel jurnal dapat mengurai paragraf dalam
bentuk diagram pohon (atau organigram?). Jika setiap kalimat terletak pada tingkat hierarki yang
jelas, paragraf dapat dipastikan padu. Paragraf yang bagus dibentuk dari beberapa kalimat uraian
yang memerinci kalimat topik. Namun, jangan lupa bahwa kalimat-kalimat yang membentuk
paragraf harus efektif atau bernas.
Kalimat yang efektif
Kalimat yang efektif dapat secara tepat mewakili gagasan atau perasaan penulis dan sanggup
menimbulkan gagasan yang sama tepatnya dalam pikiran pembaca. Oleh karena itu, dan serupa
dengan paragraf padu, kalimat yang efektif harus memiliki kesatuan dan kepaduan gagasan. Dalam
paragraf kesatuan gagasan dijamin oleh kalmiat topik, sedangkan dalam kalimat kesatuan itu
tampak pada subjeknya. Kepaduan kalimat tercermin dari hubungan di antara subjek dan predikat.
Kedua fungsi itu menandai sebuah kalimat lengkap, namun dalam menguraikan gagasannya,
penulis artikel jurnal dapat menambahkan berbagai kelengkapan dalam kalimatnya: objek,
pelengkap, dan keterangan.
Selain kesatuan dan kepaduan gagasan, efektivitas kalimat harus memenuhi syarat lain, yaitu
penalaran, kehematan atau ekonomi bahasa, penekanan yang baik, paralelisme, dan variasi. Dalam
kesempatan ini saya menekankan segi penalaran yang berkaitan erat dengan kepaduan. Untuk
menyusun kalimat yang bernalar, khususnya kalimat majemuk, setidaknya ada tiga hubungan logis
yang dapat dipilih..
1. Hubungan koordinatif adalah hubungan setara di antara bagian-bagian kalimat (proposisi).
Contoh: Museum itu kecil, tetapi memiliki koleksi yang sangat berharga.
2. Hubungan korelatif adalah hubungan saling kait di antara bagian-bagian kalimat. Contoh: Istana
itu tidak hanya menarik, tetapi juga merupakan warisan sejarah.
3. Hubungan subordinatif adalah hubungan kebergantungan di antara induk kalimat dan anak
kalimat. Contoh: Pertunjukan harus tetap berlangsung meskipun hanya sedikit penontonnya.
Hubungan koordinatif ditandai oleh kata sambung yang menunjuk hubungan logis tertentu:
- Hubungan penambahan: dan
- Hubungan pendampingan: serta
- Hubungan pemilihan: atau
- Hubungan perlawanan: tetapi, melainkan
- Hubungan pertentangan: padahal, sedangkan
Hubungan korelatif ditandai oleh kata sambung yang menunjuk hubungan logis tertentu:
- Hubungan penambahan: baik maupun; tidak hanya, tetapi juga; bukan hanya,
melainkan juga
- Hubungan perlawanan: tidak, tetapi; bukan melainkan
- Hubungan pemilihan: apakah atau; entah entah
- Hubungan akibat: demikian sehingga; sedemikian rupa sehingga
- Hubungan penegasan: jangankan, pun
Hubungan subordinatif ada tiga belas macam yang masing-masing ditandai oleh kata sambung
yang berbeda:
1. hubungan waktu:
a. awal: sejak, semenjak, sedari.
b. serempak: sewaktu, ketika, tatkala, sementara, begitu, seraya, selagi, selama, senyampang,
sambil, demi.
c. posterioritas: setelah, sesudah, sehabis, selesai, seusai.
d. anterioritas: sebelum.
e. akhir: hingga, sampai.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Hubungan syarat: kalau, jikalau (lisan), jika, asal(kan), bila, manakala, dengan syarat.
Hubungan pengandaian: andaikata, seandainya, umpamanya, sekiranya.
Hubungan tujuan: untuk, supaya, agar, biar (lisan)
Hubungan perlawanan atau konsesif: biarpun, meski(pun), walau(pun), sekalipun,
sungguhpun, kendati(pun).
Hubungan pembandingan: seakan-akan, seolah-olah, sebagaimana, seperti, sebagai, laksana,
ibarat, daripada, alih-alih.
Hubungan sebab: sebab, karena, oleh karena, oleh sebab.
Hubungan hasil atau akibat: sehingga, sampai(-sampai), maka(nya).
Hubungan alat: dengan, tanpa.
7
10