Anda di halaman 1dari 7

PEDOMAN PRAKTIS PEMBUATAN VISUM ET REPERTUM

Agustina*, Caesar Nurhadiono*, Hirli S Sari*, Rizky Wahyuni*, Rizqhiyatul Ulfa*,


Taufik Suryadi**
* Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Kedokteran forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Syiah
Kuala / RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
**Bagian/SMF Ilmu Kedokteran dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

PENDAHULUAN
Bantuan dokter kepada kalangan
hukum yang paling sering dan sangat
diperlukan adalah pemeriksaan korban
untuk pembuatan Visum et Repertum
(VeR) atau lebih sering disingkat visum.
Melalui jalur inilah umumnya terjalin
hubungan antara pihak yang membuat dan
memberi bantuan dengan pihak yang
meminta dan menggunakan bantuan. 1,2
Dari rumah sakit pemerintah
maupun swasta sampai ke puskesmas,
setiap bulan ada ratusan pemeriksaan yang
harus dilakukan dokter untuk membuat
VeR yang diminta oleh peyidik. Dari
beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa
jumlah kasus pembunuhan, perkosaan, dan
penganiayaan yang mengakibatkan luka
merupakan jenis yang paling sering
terjadi.1,3Jumlah kasus perlukaan dan
keracunan yang memerlukan VeR pada
unit gawat darurat mencapai 50-70%. oleh
karenanya penyidik perlu meminta VeR
kepada dokter sebagai alat bukti di depan
pengadilan.1,2
Visum
et
Repertum
(VeR)
merupakan alat bukti dalam proses
peradilan yang tidak hanya harus
memenuhi standar penulisan rekam medis,
tetapi juga harus memenuhi hal-hal yang
disyaratkan dalam sistem peradilan.
Sebuah VeR yang baik harus mampu
membuat terang perkara tindak pidana
yang terjadi dengan melibatkan buktibukti forensik yang cukup.2,4
Berdasarkan uraian di atas,
pembuatan
VeR
memiliki
aspek
medikolegal yang harus diperhatikan
terutama penilaian klinis dan penulisannya
sehingga dapat memudahkan penyelidikan
kepolisian.3 Penulisan Visum et Repertum
(VeR) saat ini masih beragam bentuknya

dan banyak menggunakan formulir isian.


Oleh karena itu, perlu adanya tinjauan
pustaka dari berbagai literatur mengenai
pedoman praktis pembuatan Visum et
Repertum (VeR).
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
1. Definisi dan Dasar Pengadaan Visum
et Repertum
Visum et Repertum adalah
keterangan tertulis yang dibuat dokter atas
permintaan tertulis (resmi) penyidik
tentang pemeriksaan medis terhadap
seseorang manusia baik hidup maupun
mati ataupun bagian dari tubuh manusia,
berupa temuan dan interpretasinya, di
bawah sumpah dan untuk kepentingan
peradilan.5
Walaupun istilah ini berasal dari
bahasa latin namun sudah dipakai sejak
zaman Hindia Belanda dan sudah
demikian menyatu dalam bahasa Indonesia
di kehidupan sehari-hari. Jangankan
kalangan
hukum
dan
kesehatan,
masyarakat sendiri pun akan segera
menyadari bahwa visum pasti berkaitan
dengan surat yang dikeluarkan untuk
kepentingan polisi atau pengadilan.1,2
Dasar hukum Visum et Repertum
adalah salah satunya Pasal 133 KUHAP
menyebutkan:5
(1) Dalam hal penyidik untuk
kepentingan peradilan menangani
seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang
diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia
berwenang
mengajukan
permintaan
keterangan
ahli
kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter dan atau ahli lainnya.
1

(2) Permintaan
keterangan
ahli
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan secara tertulis,
yang dalam surat itu disebutkan
dengan tegas untuk pemeriksaan
luka atau pemeriksaan mayat dan
atau pemeriksaan bedah mayat.
Yang
berwenang
meminta
keterangan ahli adalah penyidik dan
penyidik pembantu sebagaimana bunyi
pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP.
Penyidik yang dimaksud di sini adalah
penyidik sesuai dengan pasal 6(1) butir a,
yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara
RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal
bagi pidana umum, termasuk pidana yang
berkaitan dengan kesehatan dan jiwa
manusia. Oleh karena visum et repertum
adalah keterangan ahli mengenai pidana
yang berkaitan dengan kesehatan jiwa
manusia, maka penyidik pegawai negeri
sipil tidak berwenang meminta visum et
repertum,
karena
mereka
hanya
mempunyai wewenang sesuai dengan
undang-undang yang menjadi dasar
hukumnya masing-masing (Pasal 7(2)
KUHAP).3,5
Sanksi hukum bila dokter menolak
permintaan penyidik, dapat dikenakan
sanki pidana :2
Pasal 216 KUHP :
Barangsiapa dengan sengaja tidak
menuruti perintah atau permintaan yang
dilakukan menurut undang-undang oleh
pejabat yang tugasnya mengawasi
sesuatu, atau oleh pejabat berdasar- kan
tugasnya, demikian pula yang diberi
kuasa untuk mengusut atau memeriksa
tindak pidana; demikian pula barangsiapa
dengan sengaja mencegah, menghalanghalangi atau mengga-galkan tindakan
guna menjalankan ketentuan, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat
bulan dua minggu atau denda paling
banyak sembilan ribu rupiah.
2. Peranan dan
Repertum

Fungsi

Visum

et

Kedudukan visum et repertum


dalam suatu proses peradilan adalah
sebagai salah satu alat bukti yang sah
sebagaimana yang tertulis di pasal 184
KUHAP ayat (1). 1Visum et repertum turut
berperan dalam proses pembuktian perkara
pidana terhadap kesehatan dan jiwa
manusia artinya dokter bukan lagi
memeriksa pasien tetapi memeriksa
saksi/korban tindak pidana. Pemeriksaan
tersebut dilakukan secara rinci dan
diuraikan kemudian dituang kedalam
tulisan dalam bentuk visum et repertum.2,4
Keterangan dan pendapat dokter
setelah melakukan pemeriksaan ditulis di
bagian Kesimpulan. Dengan demikian
visum et repertum telah menjadi
penghubung antara ilmu kedokteran dan
ilmu hukum,sehingga dengan membaca
visum et repertum bisa dipertimbangkan
dan diterapkan sesuai dengan norma
hukum menyangkut tubuh atau jiwa
seseorang.2,4
Visum et repertum berbeda dengan
catatan medik dan surat keterangan medik
lainnya karena visum et repertum dibuat
atas kehendak undang-undang yang
berlaku,maka dokter tidak dapat dituntut
karena membuka rahasia pekerjaan
sebagaimana diatur dalam pasal 322
KUHP, meskipun dokter membuatnya
tanpa seizin pasien dan selama visum et
repertum dibuat untuk dipergunakan
dalam proses peradilan.2,3
3. Jenis Visum et Repertum
Secara umum dikenal dua jenis
visum et repertum yaitu visum untuk
orang hidup (kasus perlukaan, keracunan,
perkosaan, psikiatri,dan lain lain) dan
visum jenazah.1,4,5
1) Visum orang hidup
Berdasarkan waktu visum untuk
orang hidup dibedakan menjadi :
a. Visum seketika yang dibuat
langsung setelah korban diperiksa
dan paling banyak yang dibuat
oleh dokter.

b. Visum sementara. Visum yang


diberikan pada korban yang
masih dalam perawatan. Biasanya
visum sementara ini diperlukan
penyidik untuk menentukan jenis
kekerasan,
sehingga
dapat
menahan tersangka atau sebagai
petunjuk dalam menginterogasi
tersangka.
Dalam
visum
sementara ini belum ditulis
kesimpulan.
c. Visum lanjutan. Visum ini
diberikan setelah korban sembuh
atau meninggal dan merupakan
lanjutan dari visum sementara
yang telah diberikan sebelumnya.
Dalam
visum
ini
harus
dicantumkan nomor dan tanggal
dari visum sementara yang telah
diberikan. Dalam visum ini
dokter
telah
membuat
kesimpulan. Visum lanjutan tidak
perlu dibuat oleh dokter yang
membuta visum sementara, tetapi
oleh dokter yang terakhir
merawat penderita.
Ada beberapa kondisi tertentu yang
perlu diperhatikan dalam pembuatan
visum korban hidup, seperti visum et
repertum untuk kejadian yang telah lalu,
misalnya permintaan visum datang setelah
beberapa hari bahkan seminggu sesudah
korban diperiksa. Kondisi lainnya seperti
penulisan visum oleh dokter berdasarkan
kronologis dari saksi kejadian diakibatkan
korban tidak sadarkan diri. Pada
prinsipnya visum tetap dilakukan pada
kondisi diatas dan visum dibuat
berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan
oleh dokter.
2) Visum jenazah
Visum jenazah dapat dibedakan
atas:
a. Visum dengan pemerikasaan luar
b. Visum dengan pemeriksaan luar
dan dalam.
Jenazah yang dimintakan visum et
repertumnya harus diberi label yang

memuat identitas mayat, dilak dengan


diberi cap jabatan, yang diikat pada ibu
jari kaki atau bagian tubuh lainnya. Pada
surat permintaan visum et repertum harus
jelas tertulis jenis pemeriksaan yang
diminta, apakah hanya pemeriksaan luar
jenazah ataukah pemeriksaan autopsi.1,5
Bila pemeriksaan autopsi yang
diinginkan,
maka
penyidik
wajib
memberitahu kepada keluarga korban dan
menerangkan
maksud
dan
tujuan
pemeriksaan. Seperti yang tertera pada
pasal 134 KUHAP yang berbunyi:4
(1) Dalam hal sangat diperlukan
dimana untuk keperluan pembuktian
bedah mayat tidak mungkin lagi
dihindari,
penyidik
wajib
memberikan terlebih dahulu kepada
keluarga korban
(2) Dalam hal keluarga keberatan,
penyidik wajib menerangkan dengan
sejelas-jelasnya tentang maksud dan
tujuan
perlu
dilakukannya
pembedahan tersebut.
(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak
ada tanggapan apapun dari
keluarga atau pihak yang diberi
tahu tidak diketemukan, penyidik
segera melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal
133 ayat (3) undang-undang ini.
4. Tata Cara Pembuatan Visum et
Repertum
Tahapan pembuatan visum et
repertum pada korban luka:
a. Penerimaan Korban dan Surat
Permintaan VeR
Penerimaan korban yang dikirim
oleh Penyidik adalah dokter, mulai dokter
umum sampai dokter spesialis yang
pengaturannya mengacu pada Standar
Prosedur Operasional (SOP) Rumah Sakit
tersebut. Yang diutamakan pada kegiatan
ini adalah penanganan kesehatannya dulu,
bila kondisi telah memungkinkan barulah
ditangani aspek medikolegalnya. Tidak
tertutup kemungkinan bahwa terhadap

korban
dalam
penanganan
medis
melibatkan berbagai disiplin spesialis.6
Prosedur permintaan visum et
repertum korban luka tidak diatur secara
rinci di dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP). Tidak
ada ketentuan yang mengatur tentang
pemeriksaan apa saja yang harus dan
boleh dilakukan oleh dokter. Hal ini
berarti pemilihan jenis pemeriksaan yang
dilakukan diserahkan sepenuhnya kepada
dokter dengan mengandalkan tanggung
jawab profesi kedokteran.2,5
KUHAP juga
tidak
memuat
ketentuan tentang bagaimana menjamin
keabsahan korban sebagai barang bukti.
Hal-hal yang merupakan barang bukti
pada tubuh korban adalah perlukaannya
beserta akibatnya dan segala sesuatu yang
berkaitan dengan perkara pidananya.
Sedangkan orangnya sebagai manusia
tetap diakui sebagai subyek hukum dengan
segala hak dan kewajibannya.3,7
Hal penting yang harus diingat
adalah bahwa surat permintaan visum et
repertum harus mengacu kepada perlukaan
akibat tindak pidana tertentu yang terjadi
pada waktu dan tempat tertentu. Surat
permintaan visum et repertum pada korban
hidup bukanlah surat yang meminta
pemeriksaan, melainkan surat yang
meminta keterangan ahli tentang hasil
pemeriksaan medis.3,6
b. Visum et Repertum berdasarkan
rekam medis
Adanya surat permintaan keterangan
ahli /visum et repertum merupakan hal
yang penting untuk pembuatan visum et
repertum. Dokter sebagai penanggung
jawab hasil pemeriksaan medikolegal
harus meneliti adanya surat permintaan
tersebut. Hal ini merupakan aspek yuridis
yang sering menimbulkan masalah, yaitu
pada saat korban akan diperiksa surat
permintaan dari penyidik belum ada.
Dalam keadaan ini, dokter boleh
melaporkan hasil pemeriksaan yang lalu
yang telah tecatat dalam rekam medis,
namun dalam hasil pemeriksaan terlampir

surat keterangan tidak keberatan dari


korban kepada dokter untuk melaporkan
hasil pemeriksaannya kepada penyidik.1
Cara mengantisipasi agar masalah
tersebut mudah diatasi. Maka dibuat
kriteria tentang pasien/korban yang pada
waktu masuk Rumah Sakit tidak
membawa Surat permintaan visum et
repertum yaitu:
1. Setiap pasien dengan trauma
2. Setiap pasien dengan keracunan/diduga
keracunan
3. Pasien tidak sadar dengan riwayat
trauma yang tidak jelas
4. Pasien dengan kejahatan
kesusilaan/perkosaan
Kelompok pasien di atas dilakukan
pengkhususan dalam hal pencatatan
temuan-temuan medis dalam rekam medis
khusus yaitu diberi tanda pada map rekam
medisnya seperti tanda VER, warna
sampul rekam medis yang berbeda, serta
penyimpanan rekam medis yang tidak
digabung dengan rekam medis pasien
umum.3
Kemungkinan pasien tersebut di
atas pada saat yang akan datang, akan
dimintakan visum et repertumnya dengan
surat permintaan visum yang datang
menyusul. Apabila telah dilakukan
pengelompokan, maka dokter lebih mudah
untuk menemukan hasil pemeriksaan.
c. Pemeriksaan
Korban
Secara
Medis
Tahap ini dikerjakan oleh dokter
dengan menggunakan ilmu forensik yang
telah dipelajarinya. Namun tidak tertutup
kemungkinan dihadapi kesulitan yang
mengakibatkan beberapa data terlewat dari
pemeriksaan.
Pemeriksaan dilakukan dengan
memanfaatkan panca indera yang dimiliki,
seperti dengan indera penglihatan dapat
dilihat keadaan korban maupun benda
yang berada disekitar korban, indra
penciuman untuk mencium aroma bau
4

yang dapat berhubungan dengan alcohol,


racun, dan obat-obat lainnya, dengan
melakukan perabaan dapat merasakan
sensasi yang berbeda dari permukaan
tubuh korban.
Selain memanfaatkan panca indera,
barang bukti penyidikan juga dapat
digunakan. Apabila ada barang bukti yang
belum diperiksa oleh penyidik maka pihak
petugas sarana kesehatan harus menyimpannya sebaik mungkin agar tidak
banyak terjadi perubahan. Status benda
bukti itu adalah milik negara, dan secara
yuridis tidak boleh diserahkan pada pihak
keluarga/ahli warisnya tanpa melalui
penyidik.
Sumbangan
ilmu
kedokteran
forensik dalam membantu penyelesaian
proses penyidikan perkara pidana yang
khususnya didalam kasus perlukaan
sebagaimana
dimaksudkan
dengan
penganiayaan dan kealphaan yang
mengakibatkan luka-luka dalam KUHP,
dimana sumbangan tersebut dituangkan
dalam bentuk Visum et Repertum.
Pemeriksaan medis yang terdapat pada
Visum et Repertum meliputi menentukan
identitas, jenis luka, menentukan jenis
kekerasan yang menyebabkan luka, dan
menetukan kualifikasi luka.4
d. Pengetikan Surat Visum et
Repertum
Setiap visum et repertum harus
dibuat memenuhi ketentuan umum sebagai
berikut:3,4
a) Diketik di atas kertas berkepala
surat instansi pemeriksa
b) Bernomor dan bertanggal
c) Mencantumkan
kata
Pro
Justitia di bagian atas kiri (kiri
atau tengah)
d) Menggunakan bahasa Indonesia
yang baik dan benar
e) Tidak menggunakan singkatan,
terutama
pada
waktu
mendeskripsikan
temuan
pemeriksaan
f) Tidak menggunakan istilah asing

g) Ditandatangani dan diberi nama


jelas
h) Berstempel instansi pemeriksa
tersebut
i) Diperlakukan sebagai surat yang
harus dirahasiakan
j) Salinannya diarsipkan dengan
mengikuti
ketentuan
arsip,
umumnya disimpan hingga 20
tahun.
e. Bentuk dan Susunan Visum et
Repertum
Konsep visum yang digunakan
selamainidiIndonesiamerupakankarya
pakarbidangkedokterankehakimanyaitu
Prof. Muller, Prof. Mas Sutejo
Meryodidjojo dan Prof. Tjokronegoro
sejak puluhan tahun yang lalu. Konsep
visuminidisusundalamkerangkandasar
yangterdiridari:1,5
1) Projustitia
Penulisan Projustitia pada bagian
atas dari visum diartikan agar pembuat
maupun pemakai visum dari semula
menyadaribahwalaporanituadalahdemi
keadilan (Projustitia). Hal ini sering
terabaikanolehpembuatmaupunpemakai
tentang arti sebenarnya kata projustitia
ini. Bila dokter sejak semula memahami
bahwa laporan yang dibuatnya tersebut
adalahsebagaipartisipasinyasecaratidak
langsung dalam menegakkan hukum dan
keadilan, maka saat mulai memeriksa
korban dokter telah menyadari bantuan
yangdiberikanakandipakaisebagaisalah
satualatbuktiyangsahdalammenegakan
hukumdankeadilan.Penulisanprojustitia
pada visum et repertum juga merupakan
pengganti materai yang menandakan
visum et repertum merupakan surat sah
yangdapatdigunakandipengadilan.
2) Pendahuluan
Bagian pendahuluan berisi tentang
siapa yang memeriksa, saat pemeriksaan
(tanggal, hari, dan jam), tempat
pemeriksaan,alasanpemeriksaandanatas
5

permintaan siapa visum itu dibuat. Data


diri korban diisi sesuai dengan yang
tercantumdalampermintaanvisum.1,5
3) Pemeriksaan
Bagian terpenting dari visum
sebetulnyaterletakpadabagianini,karena
apa yang dilihat dan ditemukan dokter
sebagai terjemahan dari Visum et
Repertum itu terdapat pada bagian ini.
Pada bagian ini dokter melaporkan hasil
pemeriksaan secara objektif. Biasanya
pada bagian ini dokter menuliskan luka,
cedera, dan kelainan pada tubuh korban
seperti apa adanya, misalnya didapati
suatu luka, dokter menuliskan dalam
visum suatu luka berbentuk panjang,
denganpanjang10cm,lebarluka2cm,
dan dalam luka 4 cm, pinggir luka rata,
jaringan dalam luka terputus tanpa
menyebutkanjenisluka.1
Sebagai tambahan pada bagian
pemeriksaanini,biladoktermendapatkan
kelainanyangbanyakatauluasdanakan
sulit menjelaskannya dengan katakata,
maka sebaiknya penjelasan ini disertai
denganlampiranfotoatausketsa.
4) Kesimpulan
Untuk pemakai visum, bagian ini
merupakan bagian yang penting karena
diharapkan dokter dapat menyimpulkan
kelainanyangterjadipadakorbanmenurut
keahliannya. Pada korban luka perlu
penjelasan tentang jenis kekerasan,
hubungan sebabakibat dari kelainan,
tentang derajat kualifikasi luka, berapa
lama korban dirawat dan bagaimana
harapankesembuhan.2,8
Pada korban perkosaan atau
pelanggaran kesusilaan perlu penjelasan
tentang tandatanda persetubuhan, tanda
tanda kekerasan, kesadaran korban, serta
bila perlu umur korban (terutama pada
anak belum cukup umur atau belum
mampuuntukdinikahi).1
Olehkarenaitu,bagiankesimpulan
ini perlu mendapat perhatian agar visum
berdayagunadanlebihinformatif.
5) Penutup

Bagian ini tidak berjudul. Bagian


penutup mengingatkan pembuat dan
pemakai visum bahwa laporan tersebut
dibuat sejujurjujurnya dan mengingat
sumpah dokter. Untuk menguatkan
pernyataan itu dokter mencantumkan
LembaranNegaraNo.350tahun.5
Pada umumnya visum et repertum
dibuat seperti pada lampiran tulisan ini.
f.

Penandatanganan
Visum
et
Repertum
Undang-undang menentukan bahwa
yang berhak menandatanganinya adalah
dokter. Setiap lembar berkas keterangan
ahli harus diberi paraf oleh dokter. Sering
terjadi bahwa surat permintaan visum dari
pihak
penyidik
datang
terlambat,
sedangkan dokter yang menangani telah
tidak bertugas di sarana kesehatan itu lagi.
Dalam hal ini sering timbul keraguan
tentang siapa yang harus menandatangani
visum et repertun korban hidup tersebut.
Hal yang sama juga terjadi bila korban
ditangani beberapa dokter sekaligus sesuai
dengan
kondisi
penyakitnya
yang
kompleks. Dalam hal korban ditangani
oleh hanya satu orang dokter, maka yang
menandatangani visum yang telah selesai
adalah dokter yang menangani tersebut
(dokter pemeriksa).3
Dalam hal korban ditangani oleh
beberapa dokter, maka idealnya yang
menandatangani visumnya adalah setiap
dokter yang terlibat langsung dalam
penanganan
atas
korban.
Dokter
pemeriksa yang dimaksud adalah dokter
yang melakukan pemeriksaan atas korban
yang masih berkaitan dengan luka/cedera.6
Dalam hal dokter pemeriksa sering
tidak lagi ada di tempat (di luar kota) atau
sudah tidak bekerja pada Rumah Sakit
tersebut, maka visum et repertum
ditandatangani oleh dokter penanggung
jawab pelayanan forensik klinik yang
ditunjuk oleh Rumah Sakit atau oleh
Direktur Rumah Sakit tersebut.3
g. Penyerahan Benda Bukti Yang
Telah Selesai Diperiksa
6

Benda bukti yang telah selesai


diperiksa hanya boleh diserahkan pada
penyidik saja dengan menggunakan berita
acara.3
h. Penyerahan Visum et Repertum
Visum et repertum juga hanya boleh
diserahkan pada pihak penyidik yang
memintanya saja. Dapat terjadi dua
instansi penyidikan sekaligus meminta
surat visum et repertum.3,6

2.

3.
4.

KESIMPULAN
Visum
et
Repertum
(VeR)
merupakan alat bukti dalam proses
peradilan yang tidak hanya harus
memenuhi standar penulisan rekam medis,
tetapi juga harus memenuhi hal-hal yang
disyaratkan dalam sistem peradilan karena
VeR mempengaruhi penentuan beratnya
sanksi pidana yang harus dijatuhkan sesuai
dengan keadilan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Amir A. 2007. Rangkaian Ilmu
kedokteran Forensik. Medan. Bagian
Ilmu
Kedokteran
Forensik
dan

5.

6.
7.

8.

Medikolegal. Fakultas Kedokteran


Sumatera Utara.
Afandi D. 2010. Visum et Repertum
Perlukaan: Aspek Medikolegal dan
Penentuan Derajat Luka. Maj Kedokt
Indon Vol 60 (4), April 2010.
Afandi D. Visum et repertum pada
korban hidup. Jurnal Ilmu Kedokteran.
2009; vol 3(2):79-84.
Idries AM, Tjiptomartono AL. 2008.
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik
Dalam Proses Penyelidikan. Jakarta:
CV. Sagung Seto.
Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono
S. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta:
Bagian Kedokteran Forensik Fakultas,
Kedokteran Universitas Indonesia,
1997.
Sampurna B, Samsu Z. 2003. Peranan
Ilmu Forensik dalam Penegakan
Hukum. Jakarta: Pustaka Dwipar.
Sofwan d. 2000. Ilmu Kedokteran
Forensik: Pedoman Bagi Dokter Dan
Penegak Hukum. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Afandi D, Mukhyarjon, Roy J. The
Quality of visum et repertum of the
living victims In Arifin Achmad
General Hopital during January 2004September
2007.
Jurnal
Ilmu
Kedokteran. 2008;2(1):19-22.

Anda mungkin juga menyukai