Anda di halaman 1dari 10

Amir Mahmud Afandi

03111003085

Rizhopus Oligosporus
Menurut Diah Aryulina dalam bukunya Biologi 1 SMA dan MA untuk Kelas
X 2006: 118, dikatakan bahwa jamur adalah organisme eukariotik dengan dinding sel
yang tersusun dari kitin. Jamur tidak memiliki klorofil untuk melakukan fotosintesis.
Jamur menyerap zat organik dari lingkungannya. Sebelum diserap, zat organik
kompleks akan diuraikan menjadi zat organik sederhana oleh enzim yang dikeluarkan
jamur.
Menurut Eva Latifah Hanum dalam bukunya Biologi SMA dan MA X 2009:
134, dikatakan bahwa bentuk jamur mirip dengan tumbuhan, tetapi jamur tidak
memiliki daun dan akar sejati. Selain itu, jamur tidak memiliki klorofil sehingga tidak
mampu berfotosintesis. Dengan demikian, jamur merupakan organisme heterotrop,
yaitu organisme yang cara memperoleh makanannya dengan mengabsorbsi nutrisi
dari lingkungannya atau substratnya. Sebelum mengabsorbsi makanan yang masih
berupa senyawa kompleks, ia mensekresikan enzim hidrolitik ekstraseluler atau
ferment untuk menguraikannya lebih dahulu di luar selnya. Jamur ada yang hidup
sebagai parasit, ada pula yang bersifat saprofit. Selain itu, ada pula yang bersimbiosis
dengan organisme lain secara mutualisme. Sebagai parasit, jamur mengambil
makanan langsung dari inangnya. Jamur jenis ini memiliki haustorium, yaitu hifa
khusus untuk menyerap makanan langsung dari inangnya.
Sebagai saprofit, jamur mengambil makanan dari sisa-sisa organisme lain
yang telah mati. Jamur yang bersimbiosis, mengambil nutrisi berupa zat organik dari
organisme lain dan organisme itu mendapatkan zat tertentu yang bermanfaat dari
jamur tersebut. Jamur dapat berkembang biak secara aseksual dan seksual. Meski
demikian, perkembangbiakan secara seksual lebih mendominasi karena dilakukan
hampir semua jamur.
Menurut Drs. Sudjino dalam bukunya Biologi Kelas X 2005: 151, dikatakan
bahwa tanpa kita sadari tempe yang kita makan mengandung jamur. Setelah hari
pertama pembuatan tempe, mulailah muncul benang-benang halus berwarna putih.
Hari berikutnya, benang-banang tersebut semakin menebal dan biji kedelai tidak

Amir Mahmud Afandi


03111003085

nampak lagi. Benang-banang putih pada tempe itu sebenarnya adalah hifa. Hifa-hifa
tersebut tumbuh bercabang-cabang sehingga menyerupai kapas. Jamur yang berperan
dalam pembuatan tempe tersebut merupakan salah satu dari jamur Rhizopus yang
tergolong dalam Divisi Zygomycotina. Nama Zygomycotina berasal dari istilah
zigosporangium yaitu badan penghasil spora (zigospora). Zigospora merupakan spora
istirahat yang memiliki dinding tebal.
Menurut D dan L Foods dalam artikelnya Tempe 2009:1, dikatakan bahwa
ragi yang digunakan dalam pembuatan tempe adalah Rhizoporous Oligosporus. Ini
adalah jamur berjenis filamentous, dan bukan dari jenis bakteri. Jamur jenis ini adalah
jamur baik, mirip dengan jamur yang digunakan pada pembuatan keju. Jamur ini
memainkan peranan penting pada mencerna dini sebagian besar protein kedelai,
merubah protein menjadi asam amino yang menjadikan tempe mudah dicerna oleh
manusia. Jamur ini juga menghasilkan ensim phytase yang mengurai phytase pada
kedelai. Dengan demikian, membantu penyerapan lebih optimal untuk mineral seperti
zinc, zat besi dan kalsium pada pencernaan manusia.
Menurut Sitoresmi Triwibowo dalam bukunya Cermin Dunia kedokteran
1996: 53, dikatakan bahwa Rhizopus oligosporus menghasilkan enzim-enzim
protease. Perombakan senyawa kompleks protein menjadi senyawa-senyawa lebih
sederhana adalah penting dalam fermentasi tempe, dan merupakan salah satu faktor
utama penentu kualitas tempe, yaitu sebagai sumber protein nabati yang memiliki
nilai cerna amat tinggi.
Menurut Cillperqueen dalam artikelnya zygomycotina 2010:7, dikatakan
bahwa Rhizopus yang terdapat pada ragi tempe mempunyai daya untuk memecah
putih telur dan lemak. Oleh karena itu, ia berperan dalam pembuatan tempe dan
oncom putih. Jamur tempe mempunyai hifa yang berguna untuk menyerap makanan
dari kacang kedelai. Dalam waktu dua sampai tiga hari, kumpulan hifa tersebut akan
membungkus kedelai yang kemudian disebut tempe. Selain pada tempe, jamur ini
juga dapat tumbuh di tempat-tempat yang lembab.
Rhizopus oligosporus membentuk hifa penetrasi rata-rata 1400 m2
(+300m2) diluar permukaan kotiledon dan1010m2 (340m2) pada bagian dalam

Amir Mahmud Afandi


03111003085

(flat). Hifa terinfiltasi pada 742 m2 atau sekitar 25% rata-rata lebar kotiledon
kedelai.
Jamur Rizhopus oligosporus biasa digunakan dalam proses fermentasi.
Fermentasi berasal dari kata Latin fervere yang berarti mendidih, yang
menunjukkan adanya aktivitas dari yeast pada ekstrak buah-buahan atau larutan malt
biji-bijian. Kelihatan seperti mendidih disebabkan karena terbentuknya gelembunggelembung gas CO2 yang diakibatkan proses katabolisme atau biodegradasi secara
anaerobik dari gula yang ada dalam ekstrak.
Fermentasi adalah proses pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa
yang lebuh sederhana dengan bantuan enzim mikro organisme. Proses ini dapat
berlangsung dalam lingkungan aerob maupun anaerob tergantung mikro organisme.
Fermentasi ditinjau secara biokimia mempunyai perbedaan arti dengan
mikrobiologi industri. Secara biokimia, fermentasi diartikan sebagai terbentuknya
energi oleh proses katabolisme bahan organik, sedang dalam mikrobiologi industri,
fermentasi diartikan lebih luas yaitu sebagai suatu proses untuk mengubah bahan
baku menjadi suatu produk oleh massa sel mikroba. Dalam hal ini, fermentasi berarti
pula pembentukan komponen sel secara aerob yang dikenal dengan proses
anabolisme atau biosintesis.
Mikrobiologi industri adalah fermentasi dalam pengertian yang lebih luas
yang menguraikan macam-macam proses guna memperoleh hasil dalam skala industri
dengan mass culture atau mikroba. Secara komersial, fermentasi dibagi menjadi 4
tipe, yaitu :
1)
2)
3)
4)

Fermentasi yang menghasilkan sel mikroba atau biomassa.


Fermentasi yang menghasilkan enzim mikroba.
Fermentasi yang menghasilkan metabolit mikroba baik primer maupun sekunder.
Fermentasi yang memodifikasi bahan yang disebut pula dengan proses
transformasi.
Fermentas memanfaatkan kemampuan mikroba untuk menghasilkan metabolit

primer dan metabolit skunder dalam suatu lingkungan yang dikendalikan. Proses
pertumbuhan mikroba merupakan tahap awal proses fermentasi yang dikendalikan

Amir Mahmud Afandi


03111003085

terutama dalam pengembangan inokulum agar dapat diperoleh sel yang hidup.
Pengendalian dilakukan dengan pengaturan kondisi medium, komposisi medium,
suplai O2, dan agitasi. Bahkan jumlah mikroba dalam farmetor juga harus
dikendalikan sehingga tidak terjadi kompetisi dalam penggunaan nutrisi. Nutrisi dan
produk fermentasi juge perlu dikendalikan, sebab jika berlebih nutrisi dan produk
metabolit hasil fermentasi tersebut dapat menyebabkan inhibisi dan represi.
Pengendalian diperlukan karena pertumbuhan biomassa dalam suatu medium
fermentasi dipengaruhi banyak faktor baik ekstraseluler maupun faktor
intraseluler(Anonim, 2007).
Syarat-syarat terjadinya fermentasi yaitu:
1) Terdapat lingkungan yang sesuai untuk berkembang, misalnya:
a) Makanan (nutrisi) yang sesuai,
b) pH, aktivitas air dan temperatur yang sesuai.
2) Terdapat mikroba yang dapat berkembang pada lingkungan tersebut.
3) Mikroba tersebut memang tumbuh dan berkembang(Adam dan Moss, 2000:2).
Berkaitan dengan hal pertama, keadaan lingkungan yang mendukung, maka
kita dapat membagi faktor lingkungan ini ke dalam dua bagian besar, yaitu faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik. Akan tetapi, semua faktor lingkungan yang dibicarakan
menjadi sebuah semesta pembicaraan yang tidak terpisahkan, karena saling terkait
satu dan lainnya. Pendekatan ini disebut dengan pendekatan ekologi(Adam dan
Moss, 2001:3).
1. Faktor Intrinsik
Faktor intrinsik artinya adalah segala sesuatu yang terdapat atau melekat pada
lingkungan (media) tempat tumbuh mikroba tersebut. Apabila diasumsikan media
berada pada kondisi stabil dan steril, faktor intrinsik ini tidak akan berubah-ubah
kondisinya.
Adapun faktor intrinsik terjadinya fermentasi yaitu:
a)
Nutrien
Perkembangan atau pertumbuhan dapat berlangsung apabila mikroba dapat
melakukan sintesis komponen-komponen selular dan energi dengan mengambil
nutrisi dari lingkungannya. Komponen nutritif ini adalah:
1) Karbohidrat, atau sumber C,

Amir Mahmud Afandi


03111003085

2)
3)
4)
5)

Protein, asam amino, atau sumber N,


Lipid, terutama asam lemak esensial,
Mineral,\
Vitamin.
Adapun air tidak dianggap sebagai komponen nutritif, tetapi penting sebagai

medium terjadinya reaksi biokimia dalam proses sintesis komponen sel dan
energi(Adam dan Moss, 2000:6).
Semua bahan pangan memiliki kelima komponen tersebut, baik secara natural
memang terdapat disana, ataupun dengan cara ditambahkan. Komposisi kelima
komponen nutrisi pada setiap bahan pangan berbeda, diantaranya dipengaruhi oleh
faktor:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)

Varietas
Lokasi diperoleh
Tingkat kematangan
Kualitas bahan pangan
Faktor penghambat dan stimulant
Aktivitas air
pH
Potensial redoks(Ray, 2004: 4)

2. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik berarti keadaan lingkungan yang dapat berubah dikarenakan
entitasnya tidak melekat pada lingkungan (media) tempat tumbuh mikroba,
melainkan dikarenakan kondisi di sekitar media tersebut.
Adapun faktor ektrinsik terjadinya fermentasi yaitu:
a) Kelembaban relatif, RH
b) Temperature
c) Komposisi gas(Adam dan Moss, 2000:5)
Kapang tempe bersifat aerob obligat membutuhkan oksigen untuk
pertumbuhannya, sehingga apabila dalam proses fermentasi itu kurang oksigen maka
pertumbuhan kapang akan terhambat dan proses fermentasinya pun tidak berjalan
lancar. Oleh karena itu, pada pembungkus tempe biasanya dilakukan penusukan
dengan lidi yang bertujuan agar oksigen dapat masuk dalam bahan tempe. Sebaiknya
jika dalam proses fermentasinya kelebihan oksigen, dapat menyebabkan proses

Amir Mahmud Afandi


03111003085

metabolismenya terlalu cepat sehingga suhu naik dan pertumbuhan kapang


terhambat(Nurita Puji Astuti, 2009:8).
Fermentasi adalah suatu proses metabolisme yang menghasilkan produkproduk pecahan baru dan substrat organik karena adanya aktivitas atau kegiatan
mikroba. Fermentasi kedelai menjadi tempe oleh Rhizopus Oligosporus terjadi pada
kondisi anaerob. Hasil fermentasi tergantung pada fungsi bahan pangan atau substrat
mikroba dan kondisi sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhannya. Dengan
adanya fermentasi dapat menyebabkan beberapa perubahan sifat kedelai tersebut.
Senyawa yang dipecah dalam proses fermentasi adalah karbohidrat.
Selain meningkatkan mutu gizi, fermentasi kedelai menjadi tempe juga
mengubah aroma kedelai yang berbau langu menjadi aroma khas tempe. Tempe segar
mempunyai aroma lembut seperti jamur yang berasal dari aroma miselium kapang
bercampur dengan aroma lezat dari asam amino bebas dan aroma yang ditimbulkan
karena penguraian lemak. Semakin lama fermentasi berlangsung, aroma yang lembut
berubah menjadi tajam karena terjadi pelepasan amonia.
Dalam proses fermentasi tempe kedelai, substrat yang digunakan adalah
keping-keping biji kedelai yang telah direbus, mikroorganismenya berupa kapang
tempe Rhizopus Oligosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer (dapat
kombinasi dua spesies atau tiga-tiganya), dan lingkungan pendukung yang terdiri dari
suhu 300 C, pH awal 6,8 serta kelembaban nisbi 70-80 %.
Dengan adanya proses fermentasi itu kedelai yang dibuat tempe rasanya
menjadi enak dan nutrisinya lebih mudah dicerna tubuh dibandingkan kedelai yang
dimakan tanpa mengalami fermentasi. Keuntungan lain dengan dibuat tempe adalah
bau langu hilang serta cita rasa dan aroma kedelai bertambah sedap(Nurita Puji
Astuti, 2009:9).
Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau
beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti
Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer (kapang roti), atau
Rhizopus arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe".
Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks
menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan

Amir Mahmud Afandi


03111003085

serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam
tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan
antioksidan pencegah penyakit degeneratif.
Dalam Wikipedia bahasa Indonesia dikatakan bahwa secara umum tempe
berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji
kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen
kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda
dengan tahu, tempe terasa agak masam.
Proses pembuatan tempe dapat diawali dengan perebusan kacang kedelai 2
jam dan dibiarkan dalam air perebus tanpa api 24 jam. Kemudian kulit bijinya
dibuang dan direbus kembali selama setengah jam, lalu ditiriskan untuk didinginkan.
Setelah cukup dingin dicampur bibit tempe dan dibentuk menjadi lempenganlempengan tipis, dibungkus daun pisang atau dalam kantung plastik yang dilubangi
agar panas dapat keluar dengan uap air yang terjadi. Tempe dibiarkan mengalami
fermentasi selama 24 jam maka terjadilah hasil olahan tempe yang diliputi benangbenang jamur secara merata. Campuran untuk membuat tempe dapat ditambah tepung
atau ampas tahu agar pertumbuhan jamur lebih baik(Anonim, 2008:39).
Tempe merupakan produk olahan kedelai yang terbentuk atas jasa kapang jenis
Rhizopus sp melalui proses fermentasi. Banyak perubahan yang terjadi selama proses
fermentasi kedelai menjadi tempe, baik yang menyangkut perubahan fisik, biokimia
dan mikrobiologi yang semuanya berdampak menguntungkan terhadap sumbangan
gizi dan kesehatan. Kerja Rhizopus sp mampu mengubah kedelai menjadi tempe yang
berasa lebih enak, lebih bergizi dan berfungsi sebagai makanan sehat(Nurita Puji
Astuti, 2009:11).
Tempe yang baik harus memenuhi syarat mutu secara fisik dan kimiawi.
Tempe dikatakan memiliki mutu fisik jika tempe itu sudah memenuhi ciri-ciri
tertentu. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :
a) Warna putih.
b) Tekstur tempe kompak.
c) Aroma dan rasa khas tempe.

Amir Mahmud Afandi


03111003085

Tempe dengan kualitas buruk ditandai dengan sifat fisik sebagai berikut :
a)
b)
c)
d)
e)

Permukaannya yang basah.


Struktur tidak kompak.
Adanya bercak bercak hitam.
Adanya bau amoniak dan alcohol
Beracun.
Daya tahan tempe juga dipengaruhi oleh temperatur ruang tempat

penyimpanan. Pada suhu rendah, proses metabolisme peragian lanjut akan terhambat,
misalnya di dalam lemari pendingin. Tempe dapat tahan disimpan selama 3 hari tanpa
adanya perubahan warna dan rasa. Namun, pada hari kelima, warna akan berubah
menjadi kekuning-kuningan dan rasa busuk akan mulai muncul(Nurita Puji Astuti,
2009:14).
Menurut Dinda dalam artikelnya fermentasi tempe 2008:1, dikatakan bahwa
mekanisme pembentukan tempe melalui dua tahapan sebagai berikut:
1. Perkecambahan spora
Perkecambahan Rhizopus oligosporus berlangsung melalui dua tahapan yang
amat jelas, yaitu pembengkakan dan penonjolan keluar tabung kecambah. Kondisi
optimal perkecambahan adalah suhu 420 C dan pH 4,0. Beberapa senyawa
karbohidrat tertentu diperlukan agar awal pembengkakan spora ini dapat terjadi.
Pembengkakan tersebut diikuti dengan penonjolan keluar tabung kecambahnya, bila
tersedia sumber-sumber karbon dan nitrogen dari luar. Senyawa-senyawa yang dapat
menjadi pendorong terbaik agar terjadi proses perkecambahan adalah asam amino
prolin dan alanin, dan senyawa gula glukosa annosa dan xilosa.
2. Proses miselia menembus jaringan biji kedelai
Proses fermentasi hifa jamur tempe dengan menembus biji kedelai yang keras
itu dan tumbuh dengan mengambil makanan dari biji kedelai. Karena penetrasi
dinding sel biji tidak rusak meskipun sisi selnya dirombak dan diambil. Rentang
kedalaman penetrasi miselia kedalam biji melalui sisi luar kepiting biji yang
cembung, dan hanya pada permukaan saja dengan sedikit penetrasi miselia,
menerobos kedalam lapisan sel melalui sela-sela dibawahnya. Konsep tersebut
didukung adanya gambar foto mikrograf dari beberapa tahapan terganggunya sel biji
kedelai oleh miselia tidak lebih dari 2 lapisan sel. Sedangkan perubahan kimiawi

Amir Mahmud Afandi


03111003085

seterusnya dalam biji terjadi oleh aktifitas enzim ekstraseluler yang diproduksi /
dilepas ujung miselia.
Tempe yang baik dicirikan oleh permukaan tempe yang ditutupi oleh miselium
kapang (benang-benang halus) secara merata, kompak dan berwarna putih. Antar
butiran kacang kedelai dipenuhi oleh miselium dengan ikatan yang kuat dan merata,
sehingga bila diiris tempe tersebut tidak hancur. Tempe yang masih baik warnanya
putih, spora kapang yang berwarna abu-abu kehitaman belum terbentuk, dan aroma
yang kurang enak yang kadang-kadang bau amoniak belum terbentuk. Kegagalan
untuk mendapatkan tempe yang baik dengan ciri-ciri tersebut diatas, sering
disebabkan oleh faktor-faktor yang menyebabkan pertumbuhan kapang tempe yang
diperoleh tidak merata kacang kedelai menjadi basah, lunak, bau amoniak atau bau
alkohol.
Faktor-faktor tersebut antara lain :
a) Oksigen
Oksigen memang diperlukan untuk pertumbuhan kapang, tetapi bila berlebihan
proses metabolisme kapang menjadi lebih cepat sehingga menghasilkan panas
berlebihan dan tidak seimbang dengan pembuangannya (panas yang ditimbulkannya
menjadi lebih besar daripada panas yang dibuang dari bungkusan). Bila hal ini terjadi,
suhu kacang kedelai yang sedang mengala mi fermentasi menjadi tinggi dan akan
mengakibatkan kapangnya mati. Oleh karena itu pada pembutan tempe selalu
menggunakan kantong plastik berlubang yang dibuat pada kantung plastik sesuai
dengan kebutuhannya. Sebaliknya jika oksigen yang diperlukan untuk pertumbuhan
kapang kurang, maka pertumbuhan kapang akan terhambat (lambat).
b) Suhu
Kapang tempe bersifat mesofilik, yaitu untuk tumbuhnya memerlukan suhu
antara 25 30 C atau suhu kamar, oleh sebab itu suhu ruangan tempat pemeraman
perlu diperhatikan dengan memberikan ventilasi cukup baik.
c) Jenis laru ( Ragi Tempe/ Rhizopus oligosporus)

Amir Mahmud Afandi


03111003085

Untuk mendapatkan tempe yang baik maka laru tempe harus dalam keadaan
aktif, artinya kapang tempe mampu tumbuh dengan baik. Menggunakan laru yang
masih baru akan berpeluang menghasilkan tempe yang baik Laru sangat berpengaruh
terhadap pembentukan rasa, aroma dan flavor tempe yang dihasilkan.
d) Nilai pH (derajat keasaman)
Derajat keasaman memegang peranan penting dalam proses pembuatan tempe.
Bila kondisinya kurang asam atau pH tinggi maka kapang tempe tidak dapat tumbuh
dengan baik sehingga pambuatan tempe akan mengalami kegagalan. Disamping
untuk memenuhi kondisi yang dibutuhkan oleh kapang tempe, suasana asam berguna
untuk mencegah tumbuhnya mikroba lain yang tidak diinginkan dalam pembuatan
tempe.

Anda mungkin juga menyukai