adanya
keterbatasan
kardiak
output,
penumpulan
refleks
produksi
atau
berlebihnya
produksi
hormon2
dapat
Pankreas
Fisiologi
Orang dewasa normalnya mensekresikan sekitar 50 U insulin tiap
harinya dari sel-sel pulau langerhans pankreas. Kecepatan sekresi insulin
utamanya ditentukan oleh level glukosa darah. Insulin, hormon anabolik
paling penting, memiliki banyak efek metabolik, termasuk meningkatnya
pemasukan glukosa dan potassium ke sel adiposa dan dan sel otot;
meningkatnya sintesis glikogen, protein dan asam lemak; dan menurunnya
glikogenolisis, glukoneogenesis, ketogenesis, lipolisis, dan katabolisme
protein. Secara umum, insulin menstimulasi anabolisme, dimana kekurangan
2
DIABETES MELLITUS
Manifestasi Klinis
Diabetes mellitus dicirikan dengan dengan gangguan metabolisme
karbohidrat dikarenakan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif atau
kemampuan insulin dalam bereaksi yang terganggu, yang memacu
hiperglikemia dan glikosuria. Diagnosisnya berdasarkan peningkatan glukosa
plasma puasa (>140 mg/dL) atau gula darah (126 mg/dL). Nilai yang kadangkadang dilaporkan perihal gula darah, yang lebih rendah 12-15% dari glukosa
plasma. Bahkan ketika menguji whole blood, pengukur glukosa yang lebih
baru menghitung dan menampilkan glukosa plasma. Akhir-akhir ini diabetes
telah di klasifikasi ulang menjadi empat tipe (Tabel 36-2); diabetes tipe I
(insulin-dependent) dan tipe II (noninsulin-dependent) merupakan yang paling
awam dan diketahui dengan baik. Ketosidosis diabetik (DKA) dihubungkan
dengan diabetes mellitus tipe I, namun terdapat beberapa individu dengan
DKA yang fenotipenya tampak memiliki tipe diabetes melitus II. Lebih jauh
lagi, individu dengan diagnosis awal diabetes mellitus tipe II kemudian dapat
berkembang
Klasifikasi
Tipe I Defisiensi insulin absolut sekunder karena diperantarai immun
atau idiopatik
II Onset sekunder pada usia dewasa akibat resistensi / defisiensi
3
relatif
III Diabetes mellitus tipe spesifik sekunder akibat defek genetik
IV Gestasional
keluarnya
cathecolamine
dan
menyebabkan
terjadinya
diaphoresis, takikardi, dan kegugupan. Sebagian besar gejala dan tanda dari
hipoglikemi akan tertutupi oleh anestesia umum. Walaupun level glukosa
plasma normal didefinisikan sakit dan tergantung pada usia dan jenis kelamin,
hipoglikemia secara umum dipertimbangkan pada level yang lebih rendah dari
50 mg/dL. Penatalaksanaan terhadap hipoglikemia dengan pemberian glukosa
50% intravena (setiap mililiter dari glukosa 50% akan meningkatkan gula
darah pada seorang pasien dengan berat badan 70 kg kira-kira sebesar 2
mg/dL).
PERTIMBANGAN ANESTETIK
A. Preoperatif
Level Hemoglobin A1C dapat membantu mengidentifikasi pasienpasien yang berada pada resiko terbesar terhadap terjadinya hiperglikemia
perioperatif dan oleh karenanya meningkatkan komplikasi dan keluaran yang
buruk. Morbiditas perioperatif pada pasien diabetes dihubungkan dengan
kerusakan organ preoperatif, walaupun sepertiga sampai setengah pasienpasien dengan DM tipe II mungkin ridak menyadari bahwa mereka
mengidapnya. Sistem pulmoner, kardiovaskuler, dan ginjalmembutuhkan
pemeriksaan yang lebih teliti. Radiograf thoraks preoperatif pada pasien
diabetes kelihatannya dilakukan untuk melihat adanya pembesaran jantung,
kongesti vaskuler pulmoner, atau efusi pleura. Diabetes juga mengalami
peningkatan segmen ST dan segmen gelombang T yang abnormal pada
elektrokardiogram preoperatifnya (ECG). Iskemi miokard dapat dibuktikan
pada ECG walaupun riwayat penyakitnya negatif (silent myocardial ischeia
dan infarction). Pasien diabetes dengan hipertensi memiliki 50% kemungkinan
neuropatiotonom yang menyertai diabetes (Tabel 36-3). Disfungsi refleks
sistem saraf otonom dapat meningkat pada usia tua, diabetes lebih dari 10
tahun, penyakit arteri koroner, dan blokade -adrenergik. Neuropati otonomik
diabetik dapat membatasi kemampuan jantung untuk mengkompensasi
6
perubahan
volume
intravaskuler
dan
dapat
memacu
ketidakstabilan
dapat
meningkat
oleh
penggunaan
ACE-inhibitor
atau
B. Intraoperatif
Tujuan primer dari manajemen gula darah intraoperatif adalah untuk
mencegah hipoglikemia. Walaupun usaha untuk mempertahankan euglikemia
sering terlupa, kehilangan kendali terhadap gula darah (>180 mg/dL) juga
membawa resiko. Hiperglikemia telah dihubungkan dengan hiperosmolaritas,
infeksi, dan penyembuhan luka yang buruk. Lebih penting lagi, dapat
memperburuk keadaan neurologis yang mengikuti episode iskemia serebral
dan membahayakan hasil pembedahan jantung atau setelah infark miokard
akut. Jika hiperglikemia tidak ditangani secara agresif pada pasien diabetik
tipe I, pengendalian metabolik dapat terganggu, terutama yang berhubungan
dengan
pembedahan
mayor
atau
sepsis.
Pengendalian
yang
ketat
7
kotraktilitas
jantung
dan
penyapihannya,
dan
dengan
Infus Kontinyu
Reguler:
Unit
per
Plasma150
Intraoperatif
Insulin reguler
sliding scale)
Postoperatif
jam
=Glukosa
sulfonilurea dan metformin tidak boleh digunakan 24-48 jam sebelum operasi
karena mereka memiliki waktu paruh yang panjang. Dapat diberikan
postoperatif ketika pasien mendapat obat peroral. Metformin diulang kembali
jika fungsi ginjal dan hepar tetap adekuat. Karena durasi aksi yang panjang,
sebuah infus glukosa dimulai dan gula darah dimonitor walaupun insulin
interrmediate telah diberikan. Efek obat hipoglikemi oral dengan durasi
pendek dapat diperpanjang pada keadaan gagal ginjal. Banyak pasien yang
membutuhkan
Peralatan
ini
mengukur
konversi
warna
dari
strip
yang
C. Postoperatif
Pengawasan yang dekat dari gula darah pasien diabetes harus
dilanjutkan sampai postoperatif, satu alasan untuk ini adalah variasi individual
pada onset dan durasi kerja preparat insulin (Tabel 36-5). Sebagai contoh,
onset kerja insulin reguler bisa kurang dari 1 jam, namun durasinya dapt lebih
dari 6 jam. Insulin NPH secara khas memiliki onset kerja dalam waktu 2 jam,
namun aksinya berakhir lebih dari 24 jam. Alasan lain untuk pengawasan
dekat adalah progresi stress hiperglikemia pada periode pemulihan. Jika cairan
intravena dalam volume besar yang mengandung laktat diberikan secara
intraoperatif, gula darah akan cenderung meningkat 24-48 jam saat
postoperatif karena hepar mengubah laktat menjadi glukosa. Pasien diabetik
yang sudah keluar dapat memerlukan opname semalam jika mual dan muntah
yang menetap dari gastroparesis mencegah asaupan per oral.
TIROID
Fisiologi
Iodine dari makanan diabsorbsi oleh traktus gastrointestinal, diubah
menjadi ion iodine, dan secara aktif dikirim ke kelenjar tiroid. Sekali masuk,
iodida dioksidasi kembali menjadi iodine, yang mana terikat pada asam amino
11
(thyroid-stimulating
hormone,
atau
TSH),
dan
autoregulasi
HIPERTIROID
Manifestasi Klinis
Level hormon tiroid yang berlebihan dapat disebabkan oleh penyakit
Graves, goiter multinoduler toksik, tiroiditis, tumor pituiteri yang mensekresi
thyroid-stimulating-hormone, adenoma tiroid fungsional, atau overdosis
hormon pengganti tiroid (kecelakaan atau disengaja). Manifestasi klinis dari
kelebihan hormon tiroid termasuk penurunan berat badan, intoleransi panas,
kelemahan otot, diare, refleks hiperaktif, dan gugup. Tremor halus,
eksoftalmos, atau goiter(gondok) mungkin diperhatikan, terutama ketika
penyebabnya adalah penyakit Graves. gejala kardiak memiliki batasan dari
sinus takikardi sampai atrial fibrilasi dan gagal jantung kongestif. Diagnosis
hipertiroidisme dikonfirmasi oleh tes fungsi tiroid yang abnormal, yang
mungkin melibatkan peningkatan T4 serum, T3 serum, dan T4 bebas (tak
terikat) total.
Penatalaksanaan medis hipertiroidisme bersandar pada obat-obatan
yang menghambat sintesis hormon (misal, propylthiouracil, methimazole),
12
PERTIMBANGAN ANESTETIK
A. Preoperatif
Semua prosedur pembedahan elektif, termasuk tiroidektomi subtotal,
seharusnya ditunda sampai pasien eutiroid secara klinis maupun secar kimiawi
dengan pengobatan medis. Hari-hari induksi thyroid steal dengan pemberian
medikasi secara diam-diam telah menjadi masa lalu. Penilaian preoperatif
harus mencakup tes fungsi tiroid normal, dan denyut jantung istirahat kurang
dari 85 kali/menit telah direkomendasikan. Benzodiazepin adalah pilihan yang
baik untuk sedasi preoperatif. Medikasi antitiroid dan antagonis -adrenergik
dilanjutkan sampai pagi hari akan operasi. Pemberian propylthiouracyl dan
methimazole sangat penting karena waktu paruhnya relatif pendek. Jika
pembedahan emergensi harus dilakukan, sirkulasi hiperdinamik dapat
dikendalikan dengan titrasi infus esmolol.
B. Intraoperatif
Fungsi kardiovaskuler dan suhu tubuh harus sangat diperhatikan pada
pasien yang memiliki riwayat hipertiroid. Mata pasien harus dilindungi dengan
baik, karena eksoftalmos pada Graves disease meningkatkan resiko abrasi
atau ulserasi kornea. Kepala meja operasi dapat dinaikkan 15-20 o untuk
13
C. Postoperatif
Ancaman paling serius terhadap pasien hipertiroid pada periode
postoperatif adalah badai tiroid, yang diciri-cirikan dengan hiperpireksia,
takikardi, gangguan kesadaran (misal, agitasi, delirium, koma), dan hipotensi.
Onsetnya biasanya 6-24 jam setelah pembedahan namun dapat muncul
intraoperatif, meniru hipertermia maligna. Tidak seperti hipertermia maligna,
badai tiroid tidakdikaitkan dengan kekakuan otot, peningkatan creatin kinase,
atau asidosis metabolik (laktat) dan respiratorik yang dapat dinilai. Pengobatan
termasuk hidrasi dan pendinginan, infus esmolol atau propanolol intravena
(dinaikkan sekitar 0,5 mg sampai denyut jantung <100 kali/menit),
propylthiouracyl (250-500 mg setiap 6 jam per oral atau melalui nasogastric
tube) diikuti dengan sodium iodida (1 g intravena setelah 12 jam) dan koreksi
adanya penyebab (misal, infeksi). Cortisol (100-200 mg tiap 8 jam)
direkomendasikan untuk mencegah komplikasi yang berdampingan dengan
14
subtotal
dikaitkan dengan
beberapa
komplikasi
HIPOTIROID
Manifestasi Klinis
Hipotiroid dapat disebabkan oleh penyakit autoimmun (misal,
tiroiditis Hashimoto), tiroidektomi, idodine radioaktif, pengobatan anti tiroid,
defisiensi iodine, atau kegagalan aksis hipothalamus-pituitari (hipotiroid
sekunder). Hipotiroid selama perkembangan neonatus dapat menyebabkan
kretinisme, sebuah kondisi yang ditandai dengan retardasi mental dan fisik.
Manifestasi pada orang dewasa biasanya tidak terlihat dan termasuk
penambahan berat badan, intoleransi dingin, kelemahan otot, lethargi,
konstipasi, refleks yang hipoaktif, ekspresi wajah yang tampak bodoh, dan
depresi. Hipotiroid subklinis umumnya muncul pada pasien yang lebih tua
dengan penyakit yang parah. Denyut jantung, kontraktilitas miokard, stroke
volume, dan cardiac output menurun, dan akstremitasnya dingin dan berbintikbintik karena vasokonstriksi perifer. Efusi pleura, abdomen, dan perikardium
15
sering terjadi. Diagnosis hipotiroid dapat dikonfirmasi dari level T4 bebas yang
rendah. Hipotiroid primer dibedakan dari yang sekunder melalui peningkatan
TSH. Pengobatan hipotiroid terdiri dari terapi pengganti per oral dengan
preparat hormon tiroid, yang memerlukan beberapa hari untuk memproduksi
efek fisiologis dan beberapa minggu untuk membangkitkan perbaikan klinis
yang jelas.
Koma mixedema dihasilkan dari hipotiroid ekstrim dan diciri-cirikan
dengan gangguan mental, hipoventilasi, hipotermia, hiponatremia (dari sekresi
hormon antidiuretik hormon yang berlebihan), dan gagal jantung kongestif.
Lebih umum pada pasien yang tua dan dapat dipacu oleh infeksi, pembedahan,
atau trauma. Koma mixedema merupakan penyakit yang mengancam nyawa
yang telah diatasi dengan sukses dengan hormon tiroid intravena. Loading
dose T3 atau T4 (misal, 300-500 mg levothyroxine sodium pada pasien tanpa
penyakit jantung) diikuti dengan infus (misal 50 mg levothyroxine per hari).
ECG harus dimonitor selama terapi untuk mendeteksi iskemi miokard atau
arritmia. Pengganti steroid (misal hidrokortison, 100 mg intravena setiap 8
jam) diberikan secara rutin dalam mengatasi supresi kelenjar adrenal.
Nbeberapa pasien membutuhkan dukungan ventilasi dan pemanasan eksternal.
PERTIMBANGAN ANESTETIK
A. Preoperatif
Pasien dengan hipotiroid parah yang tidak terkoreksi (T 4 < 1 mg/dL)
atau koma mixedema seharusnya tidak menjalani pembedahan elektif dan
seharusnya terutama diatasi dengan hormon tiroid pada pembedahan
emergensi. Walaupun idealnya status eutiroid, hipotiroid ringan atau sedang
tampaknya tidak menjadi kontraindikasi absolut terhadap pembedahan. Dalam
kenyataannya, pasien hipotiroid dengan penyakit arteri koroner simptomatis
mendapat manfaat dari penundaan terapi tiroid sampai setelah operasi bypass
arteri koroner.
Pasien hipotiroid biasanya tidak membutuhkan banyak sedasi
preoperatif dan sangat rentan terhadap depresi napas terinduksi obat. Sebagai
tambahannya, mereka gagal untuk merespon hipoksia dengan peningkatan
16
B. Intraoperatif
Pasien hipotiroid lebih rentan terhadap efek hipotensif dari agen
anesthetik karena mereka mengurangi cardiac output, menumpulkan refleks
baroreseptor, dan menurunkan volume intravaskuler. Untuk alasan ini, ketamin
sering direkomendasikan untuk induksi anestesia. Kemungkinan insuffisiensi
adrenal primer atau gagal jantung kongestif yang menyertai harus
dipertimbangkan untuk berjaga-jaga terhadap hipotensi refrakter. Penurunan
cardiac output dapat mempercepat kecepatan induksi dengan anestetik
inhalasi, namun hipotiroid secara signifikan tidak menurunkan MAC. Masalah
lain yang potensial adalah hipoglikemia, anemia, hiponatremia, kesulitan
intubasi karena lidah yang besar, dan hipotermia dari kecepatan metabolik
dasar yang rendah.
C. Postoperatif
Pemulihan dari anestesia umum dapat tertunda pada pasien hipotiroid
oleh hipotermia, depresi pernapasan, atau biotransformasi obat yang
melambat.
Pasien-pasien
ini
sering
membutuhkan
vntilasi
mekanik
17
HIPERPARATIROID
Manifestasi Klinis
Penyebab hiperparatiroid primer termasuk adenoma, karsinoma, dan
hiperplasia kelenjar paratiroid. Hiperparatiroid sekunder merupakan respos
adaptif terhadap hipokalsemia yang dihasilkan penyakit seperti gagal ginjal
atau sindroma malabsorbsi intestinal. Hiperparatiroid ektopik disebabkan oleh
produksi hormon paratiroid oleh tumor di luar kelenjar paratiroid yang jarang.
Peptida yang berhubungan dengan hormon paratiroid dapat menyebabkan
hiperkalsemia ketika disekresi oleh karsinoma (misal, hepatoma, karsinoma
bronkogenik) dan yang paling umum menyebabkan hiperkalsemia akibat
keganasan.
Sebagian besar manifestasi klinis dari hiperparatiroid disebabkan oleh
hiperkalsemia (Tabel 36-7). Penyebab hiperkalsemia (selain hiperparatiroid)
termasuk metastasis tulang, intoksikasi vitamin D, sindroma susu-alkali,
sarkoidosis, dan immobilisasi yang lama. Terapi hiperparatiroid tergantung
dari penyebabnya, namun pengangkatan secara pembedahan dari keempat
kelenjar
biasanya
pengangkatan
dibuthkan
adenoma
pada
tunggal
hiperplasia
mengobati
paratiroid.
banyak
pasien
Namun,
dengan
Pertimbangan Anesthetik
Evaluasi preoperatif seharusnya termasuk penilaian terhadap status
volume untuk mencegak hipotensi selama induksi. Hidrasi dengan saline
normal dan diuresis dengan furosemide biasanya menurunkan kalsium serum
sampai ke level yang dapat diterima (< 14 mg/dL, 7 mEq/L, atau 3,5 mmol/L).
Secara jarang, terapi yang lebih agresif dengan bisphosphonate pamidronate
intravena (Aredia) atau etidronate (Didronel) mungkin diperlukan. Plicamycin
(Mithramycin), glukokortikoid, calcitonin, atau dialisis mungkin perlu ketika
bisphosphonate
tidak
cukup
atau
dikontraindikasikan.
Hipoventilasi
HIPOPARATIROID
Manifestasi Klinis
Hipoparatiroid biasanya disebabkan oleh defisiensi hormon paratiroid
akibat paratiroidektomi. Manifestasi klinis dari hipoparatiroid merupakan hasil
dari hipokalsemia (Tabel 36-8), yang juga disebabkan oleh gagal ginjal,
hipomagnesemia, defisiensi vitamin D, dan pankreatitis akut (lihat Bab 28).
Hipoalbuminemia menurunkan calcium serum total (setetes 1g/dL albumin
serum menyebabkan penurunan calcium serum total sebesar 0,8 mg/dL),
namun calcium yang terionisasi, kesatuan yang aktif, tidak terpengaruh.
Iritabilitas neuromuskuler secara klinis dapat dikonfirmasi oleh kemunculan
tanda Chvostek (kedutan otot wajah yang nyeri ynag mengikuti pengetukan
saraf wajah) atau tanda Trousseau (spasme carpopedal yang mengikuti inflasi
tourniquet di atas tekanan darah sistolik selama 3 menit). Tanda-tanda ini
19
Pertimbangan Anesthetik
Calcium serum seharusnya dinormalkan pada pasien dengan
manifestasi kardiak dari hipokalsemia. Anesthetik yang menekan miokard
seharusnya dihindari pada pasien-pasien ini. Alkalosis dari hiperventilasi atau
terapi sodium bikarbonat akan menurunkan calciun terionisasi lebih jauh lagi.
Walaupun produk darah yang mengandung sitrat biasanya tidak menurunkan
calcium serum secara signifikan, seharusnya tidak diberikan secara cepat pada
pasien dengan hipokalsemia sebelumnya. Pertimbangan lain termasuk
menghindari penggunaan larutan albumin 5% (yang mungkin akan mengikat
dan merendahkan calcium terionisasi) dan memeriksa kemungkinan
koagulopati atau sensitivitas terhadap NMBA nondepolarisasi.
KELENJAR ADRENAL
Fisiologi
Kelenjar adrenal dibagi menjadi 2 kelompok. Korteks adrenal
mensekresi
androgen,
mineralokortikoid
(seperti
aldosteron),
dan
II),
hormon
adrenokortikotropik
pituitari
(ACTH)
dan
20
hiperkalemia.
Hipovolemia,
hipotensi,
gagal
jantung
kongestif,
dan
KELEBIHAN MINERALOKORTIKOID
Manifestasi Klinis
Hipersekresi intrinsik aldosteron oleh korteks adrenal (aldosteronisme
primer dan pasien dengan sindroma Conn) dapat disebabkan oleh adenoma
unilateral (aldosteronoma), hiperplasia bilateral, atau karsinoma kelenjar
adrenal. Beberapa penyakit yang menstimulasi sekresi aldosteron dengan
mempengaruhi sistem renin angiotensin . sebagai contoh, gagal jantung
kongestif, sirosis hepatis dengan asites, sindroma nefrotik, dan beberapa
bentuk hipertensi (misal, stenosis arteri renalis) dapat menyebabkan
21
Pertimbangan Anesthetik
Gangguan cairan dan elektrolit dapat dikoreksi secara preoperatif
dengan potassium dan spironolactone suplemental. Antagonis aldosteron ini
adalah diuretik potassium-sparing dengan properti antihipertensif. Volume
intravaskuler dapat dinilai secara preoperatif dengan menguji hipotensi
orthostatik atau mengukur tekanan pengisian jantung. Koreksi potassium
plasma, bagaimanapun, tidak menjamin potassium tubuh toatal normal.
DEFISIENSI MINERALOKORTIKOID
Manifestasi Klinis & Pertimbangan Anesthetik
Atrofi atau destruksi kedua kelenjar adrenal menghasilkan kombinasi
defisiensi mineralokortikoid dan glukokortikoid. Meskipun demikian,
adrenalektomi
unilateral,
diabetes,
atau
terapi
heparin
adakalanya
22
KELEBIHAN GLUKOKORTIKOID
Manifestasi Klinis
Kelebihan glukokortikoid dapat dikarenakan pemberian hormon
steroid eksogen, hiperfungsi intrinsik dari korteks adrenal (misal, adenoma
adrenokortikal), produksi ACTH oleh tumor nonpituitari (sindroma ACTH
ektopik), atau hipersekresi oleh adenoma pituitari (penyakit Cushing). Dengan
mengabaikan penyebabnya, kelebihan kortikosteroid menyebabkan sindroma
Cushing, diciri-cirikan dengan berkurangnya massa otot dan kelemahan otot,
osteoporosis, obesitas sentral, striae abdominal, intoleransi glukosa, hipertensi
dan perubahan status mental.
Pertimbangan anesthetik
Pasien dengan sindroma Cushing cenderung kelebihan cairan dan
mengalami alkalosis metabolik hipokalemik yang dihasilkan dari aktivitas
mineralokortikoid dari glukokortikoid. Abnormalitas ini seharusnya dikoreksi
secara preoperatif dengan potassium suplemental dan spironolactone. Pasien
dengan
osteoporosis
berada
pada
resiko
terjadinya
fraktur
selama
pasien
yang
menjalani
adrenalektomi
membutuhkan
pengganti
DEFISIENSI GLUKOKORTIKOID
Manifestasi Klinis
Insuffisiensi adrenal primer (penyakit Addison) disebabkan oleh
destruksi
kelenjar
adrenal,
yang
menghasilkan
kombinasi
defisiensi
23
cairan dan elektrolit biasanya tidak muncul. Insuffisiensi adrenal akut (krisis
Addisonian), bagaimanapun, dapat dipacu pada pasien yang tergantung pada
steroid yang tidak menerima dosis yang ditingkatkan selama periode stress
(misal, infeksi, trauma, pembedahan). Fitur klinis dari kegawatdaruratan medis
ini termasuk sirkulasi yang kolaps, demam, hipoglikemia, dan depresi mental.
Pertimbangan Anesthetik
Kunci manajemen pasien dengan defisiensi glukokortikoid adalah
untuk meyakinkan terapi pengganti steroid adekuat selama periode
perioperatif. Karena resiko suplementasi mungkin rendah, semua pasien yang
telah menerima secara potensial steroid dengan dosis supressif (misal,
kesetaraan harian 5 mg prednison) melalui berbagai rute pemberian obat
(topikal, inhalasi, atau oral) untuk periode lebih dari 2 minggu kapanpun
selama 12 bulan sebelumnya mungkin tidak dapat merespon stress
pembedahan secara wajar.
Yang menggambarkan cakupan steroid adekuat masih kontroversial.
Walaupun orang dewasa normalnya mensekresi 20 mg cortisol per hari, dapat
meningkat lebih dari 300 mg di bawah kondisi stress maksimal. Oleh
karenanya, ada yang merekomendasikan untuk pemberian hydrocortisone
phosphat 100 mg tiap 8 jam di sore hari sebelum atau pada pagi hari saat
operasinya. Regimen dosis rendah alternatif (25 mg hydrocortisone pada saat
24
KELEBIHAN CATHECHOLAMINE
Manifestasi Klinis
Pheochromocytoma adalah tumor yang mensekresi chatecholamine
yang mengandung sel dari krista neuralis embrional (jaringan epinephrine) dan
merupakan 0,1% dari semua kasus hipertensi. Walaupun tumor biasanya jinak
dan berlokasi pada kelenjar adrenal tunggal, 10-15% bersifat ganas, dan 1015%
lainnya
bilateral
atau
ekstraadrenal.
Manifestasi
utama
dari
histamine
(misal
atracurium,
morphine
sulfat)
dapat
OBESITAS
Berat badan berlebih (overweight) dan obesitas diklasifikasikan
melalui indeks massa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT
24 kg/m2, obesitas bila IMT pasti 30, dan obesitas ekstrim (istilah lama
obesitas morbid) dengan IMT 40. Resiko kesehatan meningkat seiring
dengan derajat obesitas. Lelaki dengan ukuran pinggang 40 inch dan wanita
dengan ukuran pinggang 35 inch resiko kesehatannya meningkat. Untuk
pasien dengan tinggi 1,8 m dan berat badan 70 kg, IMTnya seperti rumus di
bawah ini:
IMT = BB (kg)TB (m2)=701,82=703,24=21,6 kg/m2
Manifestasi Klinis
Obesitas dikaitkan dengan banyak penyakit, termasuk DM tipe II,
hipertensi, penyakit arteri koroner, dan cholelithiasis. (Trias obesitas,
hipertensi dan DM tipe II dikenal sebagai sindroma metabolik). Bahkan
dengan ketiadaan penyakit penyerta yang jelas, obesitas ekstrim memiliki
konsekuensi fisiologis yang sangat berat. Kebutuhan oksigen, produksi CO 2,
dan ventilasi alveolar meningkat karena kecepatan metabolik proporsional
dengan berat badan. Jaringan adiposa yang berlebihan menutupi thoraks
menurunkan pemenuhan dinding dada walau pemenuhan paru-paru tetap
normal. Peningkatan massa abdominal memaksa diafragma ke atas,
menghasilkan volume paru seperti pada penyakit paru restriktif. Pengurangan
volume paru ditonjolkan dengan posisi terlentang atau Trendelenbrug.
Utamanya, kapasitas residual fungsional dapat jatuh di bawah kapasitas
menutup. Jika hal ini muncul, beberapa alveoli menutup selama ventilasi
volume tidal normal, menyebabkan ketidakcocokan ventilasi/perfusi.
Mengingat pasien obes sering ditemukan hipoksik, hanya beberapa
yang hiperkapnik, yang seharusnya menjadi peringatan akan adanya
komplikasi yang akan datang. Sindroma obesitas-hipoventilasi (nama lama,
sindroma Pickwickian) adalah komplikasi dari obesitas yang ekstrim dengan
ciri-ciri hiperkapnea, policythemia terinduksi sianosis, gagal jantung kanan,
dan
ketidaksadaran.
Pasien-pasien
ini
nampaknya
memiliki
kendali
27
pernapasan yang tumpul dan sering menderita mengorok yang keras, dan
obstruksi saluran napas atas selama tidur (Obstructive Sleep Apneu Syndrome
[OSAS]). Pasien sering melaporkan mulut yang kering dan penimbulan yang
pendek dan teman tidurnya menggambarkan di sela-selanya terdapat apnea.
Manajemen saluran napas yang sulit selama induksi dan obstruksi saluran
napas atas selama pemulihan harus diantisipasi.
Utamanya pasien rentan selama periode postoperatif jika opioid atau
sedatif lain diberikan, dan jika mereka diletakkan terlentang, membuat saluran
napas atasnya makin mudah mengalami obstruksi. Untuk pasien yang
diketahui/dicurigai OSAS, percobaan continous positive airway pressure
(CPAP) postoperatif seharusnya dipertimbangkan sampai ahli anestesi yakin
bahwa pasien dapat melindungi saluran napasnya dan mempertahankan
ventilasi spontan tanpa bukti adanya obstruksi.
Jantung juga mengalami peningkatan beban kerja, karena cardiac
output dan volume darah meningkat akibat penyimpanan lemak tambahan
yang banyak. Elevasi cardiac output (0,1 L/menit/kg jaringan lemak) didapat
melalui peningkatan stroke volumesebagaimana dilawankan dengan denyut
jantungdan secara frekuen menghasilkan hipertensi arterial dan hipertrofi
ventrikel kiri. Elevasi aliran darah pulmonal dan vasokonstriksi arteri
pulmonalis dari hipoksia persisten dapat memacu hipertensi pulmonal dan cor
pulmonale.
Obesitas juga dikaitkan dengan patofisiologi gastrointestinal,
termasuk hernia hiatal, refluks gastroesofageal, pengosongan lambung yang
buruk, dan cairan lambung yang hiperasidik, seiring dengan peningkatan
resiko kanker lambung. Infiltrasi lemak ke hepar juga muncul dan dikaitkan
dengan tes hepar yang abnormal, namun perluasan infiltrasi tidak berhubungan
dengan derajat abnormalitas tes hepar.
PERTIMBANGAN ANESTHETIK
A. Preoperatif
28
pembedahan
mayor
harus
menjalani
penilaian
cadangan
B. Intraoperatif
Karena resiko aspirasi, pasien obese biasanya diintubasi semuanya
tidak hanya untuk anesthesia umum. Lebih jauh lagi, ventilasi terkendali
dengan volume tidal yang besar sering menyediakan oksigenasi yang lebih
baik dari pada napas spontan yang dangkal. Jika intubasi tampaknya sulit,
menjaga pasien terjaga dan mengintubasi dengan bronkoskopi serat optik
sangat direkomendasikan. Suara napas mungkin sulit untuk dinilai,;
konfirmasi intubasi trakheal membutuhkan deteksi CO2 end-tidal. Bahkan
ventilasi terkendali membutuhkan konsentrasi oksigen yang diinspirasi cukup
tinggi
untuk
mencegah
hpoksia,
utamanya
pada
posisi
lithotomy,
30
C. Postoperatif
Kegagalan pernapasan merupakan masalah postoperatif mayor dari
pasien dengan obese yang ekstrim. Resiko hipoksia postoperatif adalah
meningkatnya hipoksia preoperatif dan dengan pembedahan yang melibatkan
thorak atau abdomen atas (utamanya insisi vertikal). Ekstubasi seharusnya
ditunda sampai efek NMBA dibalikkan secara komplit dan pasien benar-benar
terbangun. Pasien yang obes seharusnya tetap terintubasi sampai tidak ada
keraguan bahwa saluran napas dan volume tidal yang adekuat akan
dipertahankan. Ini tidak berarti bahwa semua pasien obes memerlukan
ventilator lebih dari semalam di ICU. jika pasien diekstubasi di kamar operasi,
oksigen suplemental seharusnya disediakan selama transportasi ke ruang
pemulihan. Posisi duduk 45o termodifikasi akan menurunkan beban diafragma
dan memperbaiki ventilasi dan oksigenasi. Resiko hipoksia meluas selama
beberapa hari sampai periode postoperatif, dan menyediakan oksigen
suplemental
seharusnya
dipertimbangkan
secara
rutin.
Komplikasi
postoperatif umum lainnya pada pasien obes adalah infeksi luka, deep venous
thrombosis, dan emboli paru.
SINDROMA KARSINOID
Merupakan kumpulan gejala dan tanda yang kompleks disebabkan
oleh sekresi substansi vasoaktif (misal serotonin), kallikrein, histamin) dari
tumor enteroepinephrine (tumor karsinoid). Karena sebagian besar tumor ini
berlokasi di traktus gastrointestinal, produk metaboliknya dikeluarkan ke
sirkulasi porta dan dihancurkan oleh hepar sebelum mereka dapat
menyebabkan efek sistemik. Namun, produk tumor nonintestinal (misal,
pulmoner, ovarian) atau metastase hepar melalui sirkulai porta dan oleh
karenanya dapat menyebabkan manifestasi klinis bervariasi.
Manifestasi Klinis
31
oleh
pembentukan
plak
pada katup
dan
miokard.
Pertimbangan Anesthetik
Kunci manajemen anesthetik pasien dengan sindroma karsinoid
adalah menghindari teknik atau agen anestesi yang dapat menyebabkan tumor
melepaskan substansi vasoaktif. Sebagai contohnya, hipotensi yang dapat
menyebabkan pelepasan hormon, seharusnya diatasi dengan ekspansi volume.
Pemberian cathecholamine telah dikaitkan dengan aktivasi kallikrein.
Anesthesi regional dapat membatasi stress perioperatif dan pelepasan agen
vasoaktif yang mengikutinya. Secara jelas, obat pelepas histamin (misal,
morfin dan atracurium) harus dihindari. Manipulasi pembedahan tumor dapat
menyebabkan pelepasan hormon yang masif. Monitoring harus termasuk jalur
arterial dan katerer vena sentral atau arteri pulmonalis karena ketidakstabilan
hemodinamik dan penyakit jantung intrinsik yang disebabkan oleh sindroma
karsinoid. Gangguan pada metabolisme karbohidrat menyebabkan hipoglikemi
atau hiperglikemi yang tidak terduga. Konsultasi pada ahli endokrinologi
dapat membantu menjelaskan peran antihistamin, obat anti serotonin (misal,
methylgliserid), octreotide (analog somatostatin dengan durasi kerja panjang),
atau obat anti kallikrein (misal, kortikosteroid) pada pasien yang spesifik.
Didapat sebuah nodule tiroid pada pemeriksaan fisik pada seorang wanita usia
36 tahun yang mengeluh diare dan sakit kepala. Workup tumor menunjukan
hipekalsemia dan peningkatan level kalsitonin, yang mengarah pada diagnosis
kanker tiroid tipe medulari. Selama induksi anestesia umum pada tiroidektomi
total, tekanan darah pasien ini meningkat 240/140 mmHg dan Heart rate-nya
mendekati 140x/menit, dengan frekuensi kontraksi ventrikuler yang prematur.
Operasi dibatalkan, garis arterial diletakkan, dan pasien diobati dengan
pentolamin, propanolol, lidokain, dan natrium nitropusid intavena
Apa penyebab yang mungkin dari krisis hipertensi pasien ini selama induksi
anestesia umum?
Neopalsia endokrin multiple (MEN) adalah dicirikan dengan pembentukan
tumor pada beberapa organ endokrin. MEN tipe I terdiri dari pankreas
(gastinoma, insulinoma), Kelenjar pituitari (kromofob), dan tumor paratiriod.
MEN tipe II terdiri dari carsinoma tiroid medulare, paeokromositoma, dan
hiperparatiroidisme (tipe Iia) atau neoroma mukosal multipel (tipe Iib atau tipe
III). Episode hipertensi pada kasus ini munkin berhubungan dengan sebuah
paeokromositoma yang tidak terdiagnosa sebelumnya. Paeokromositoma pada
MEN sering terdiri dari tumor multipel kecil.Pasien2 ini biasanya dewasa
muda dengan adanya riwayat keluarga dengn MEN. Jika direncanakan
pembedahan multipel, reseksi paeokromositoma biasanya akan dijadwalkan
pertama.
Apakah kalsitonin dan mengapa dihubungkan dengan kanker medulare?
Kalsitoni adalah sebuah polipeptida yang dibentuk oleh sel2 parafolikel ( sel C
) pada kelenjar tiroid. Kalsitonin disekresi dalam merespon peningkatan ion
kalsium dalam plasma dan cenderung untuk menurunkan level kalsium dengan
mempengaruhi ginjal dan fungsi tulang. Kemudian, bekerja sebagai ntagonis
hormon paratiroid (lihat tabel 36-6)
Mengapa pada pasien ini hiperkalsemi jika Kalsitonin menurunkan kalsium
serum?
Kelebihan atau kekurangan kalsitonin mempunyai efek sedikit pada manusia
dibanding dengan efek gangguan paratiroid. Hiperkalssemia pada pasien ini
33
34
BAB 37
ANESTESIA UNTUK PASIEN-PASIEN DENGAN
PENYAKIT NEUROMUSKULER
Konsep kunci
Kelemahan yang berhubungan dengan miastenia gravis adalah dikaitkan
dengan kerusakan autoimun atau inaktifasi reseptor asetilkolin postsinaps
pada
sambungan
neuromuskular,
yang
mengakibatkan
Degenerasi dari otot2 jantung pada pasien2 dengan distrofi muskular juga
umum, tetapi dilatasi atau cardiomiopati hipertrofi hanya pada 10%
pasien.
Suksinilkolin telah digunakan secara aman pada beberapa pasian dengan
Duchenne's and Becker's muscular dystrophies tetapi sebaiknya dihindari
karena respon2 yang tidak terduga dan resiko menginduksi hiperkalemia
berat atau memacu hipertermi maligna.
Pada pasien2 dengan paralisis periodik, menajemen anestetik langsung
diarahkan untuk mencegan serangan. Monitoring Ekg yang teliti, penting
untuk mendeteksi serangan dan aritmia selama anestesia.
Pada pasien2 dengan paralis periodik, respon terhadap NMBA tidak dapat
diduga. Peningkatan sensitivitas terhadap nondepolarizing NMBAs secara
teliti jitu dapat ditemukan pada pasien2 dengan paralis periodik
hipokalemi.
Anestesia pasien2 dengan penyakit neuromuskular:
Perkenalan
Meskipun gangguan2 neuromuskular tidak umum, pasien2 ada pada ruang
operasi dengan bebarapa secara tetap pada pusat2 kesehatan tersier untuk studi
diagnostik, untuk pengobatan komplikasi, atau untuk manajemen operasi dair
gangguan2 tany tak berhubungan. Pengurangan kekuatan otot dan peningkatan
sensitivitas terhapat neuromuscular blocking agents (NMBAs) menjadikan
pasien2 ini predisposisi terjadinya kegagalan parnapasan postoperatif. Sebuah
pemahaman dasar dari gangguan2 mayor dan interaksi potensial mereka
terhadap obat2 anestetik penting untuk mencegah kesakitan postoperatif.
Miastenia Gravis
Miasthenia gravis dikarakteristikkan sebagai kelemahan dan kelelahan otot2
skeletal dan diklasifikasikan menurut adanya kelemahan otot2 okular dan nonokular atau hanya otot2 okular (Tabel 37-1). Prevalensi waktu hidup orang
dengan miastenia gravis dimanapun adalah antara 5-40 per 100.000 orang.
Kejadiannya adalah 4-11 per juta dan tertinggi pada wanita selama dekade
ke3, pada laki2 khas terjadi pada dekade ke6 dan 7. Kelemahan yang
36
Penyakit ini ditandai dengan aksasebasi dan remisi. Remisi dapat sebagian
atau lengkap. Kelemahan dapat asimetris, satu kelompok otot atau seluruhnya.
Otot2 okular paling sering terkena, mengkibatkan ptosis fluktuasi dan
diplopia. Dengan keterlibatan kelemahan otot mata, laring dan faring dapat
mengakibatkan disartria, kesulitan mengunyah dan menelan, masalah
pembersihan sekret, atau aspirasi paru2. Beratnya penyakit biasanya
dihubungkan dengan kelemahan otot proksimal (terutama pada otot dan
pundak) dan keterlibatan otot2 pernafasan. Kekuatan otot membaik dengan
istirahat tapi memburuk secara cepat dengan kerja berat. Infeksi, stres,
37
pembedahan, dan kehamilan dapat berefek tak terduga pada penyakit tetapi
sering mengalami eksaserbasi.
Obat2 antikolinesterase paling umum digunakan untuk mengobati kelemahan
otot.
Obat2
neuromuskular
ini
meningkatkan
melalui
jumlah
penghambatan
asetilkolin
pada
sambungan
asetilkolinesterase
end-
azatriopin
dan
siklosporin.
Beberapa
pengobatan
alternatif
dengan depresi nafas dan NMBAs selama anestesi umum. Derajat kelebihan
tinggi dari blokade motor, bagaimanapun juga dapat mangkibatkan
hipoventilasi. Bayi2 dengan miastenia gravis dapa menunjukan miastenia
transien selam 1-3 minggu, terinduksi oleh antibodi2 reseptor asetilkolin yang
ditransfer transplasental, kadang2 perlu dikontrol dengan ventilasi mekanik.
LambertEaton Myasthenic Syndrome
LambertEaton myasthenic syndrome (LEMS) adalah sebuah sindroma
paraneoplastik yang dicirikan dengan kelemahan otot2 proksimal khususnya
dimulai dari ekstremitas bawah, namun dapat menyebar ke lengan/paha atas,
mata, dan otot2 nafas. Mulut kering, impotensi pada pria, dan manifestasi lain
dari disfungsi atonomik juga sangat umum. LEMS biasanya dihubungkan
karsinoma sel kecil paru2. Sindroma paraneoplastik juga dapat terlihat pada
kejadian keganasan lain atau sebagai sebuah penyakit autoimun idiopatik.
Ganguan ini terjadi akibat defek presinaps dari transmisi neuromuskular.
Antibodi terhadap voltasi-gerbang channel kalsium pada saraf terminal
ditandai pengurangan lepasan quantal asetilkolin pada motor end-plate. Sel2
40
dengan
sindroma
miastenik
sangat
sensitif
baik
terhadap
laki. Terdapat angka kejadian rata-rata satu dari tiga kasus per 10.000
kelahiran laki-laki hidup dan biasanya tampak pada antara usia 3 dan 5 tahun.
Individu yang terkena akan memproduksi dystrophin yang abnormal, protein
yang ditemukan pada sarkolema dari serat otot. Pasien mempunyai
karakteristik
perkembangan
kelemahan
otot
proksimal
yang
akan
10-100
kali
normal
pada
permulaan
penyakit
dan
sedikit
wajah yang khas. tidak seperti kebanyakan miopati lainnya, otot-otot distal
lebih ikut terlibat daripada otot-otot proksimal. Level CK plasma normal atau
meningkat sedikit.
Banyak sistem organ yang terlibat dalam penyakit ini sebaga buktinya
seperti presenile katarak, premature frontal baldness; hipersomnolen dengan
sleep apnea; dan disfungsi endocrine yang membawa pada penyakit
pangkreas, adrenal, thyroid, dan insufficiency gonad. Peranan sistem
pernapasan juga membawa untuk penurunan kapasitas vital. hipoventilasi
alveolar disebabkan oleh baik pulmonal atau disfungsi sentral nervus sistem.
Hipoksemia kronik dapat membawa pada cor pulmonale. Hipomotility
gastrointestinal dapat membuat pasien menjadi aspirasi pulmonary. Atonia
uterin dapat memperpanjang masa persalinan dan meningkatkan angka
kejadian dari retensio plasenta. Manifestasi jantung, dimana sering muncul
sebelum gejala klinik lain muncul, terdiri dari aritmia atrial, perbedaan derajat
blok jantung dan berkurangnya frekuensi, penurunan dari fungsi ventrikel.
Miotonia biasanya dideskripsikan pasien sebagai kaku dimana
dibutuhkan usaha untuk melanjutkan aktivitas, juga disebut fenomena warmup. Pasien terkadang melaporkan bahwa udara yang dingin memperparah
kekakuannya, walaupun penelitian elektrofisiological telah menunjukkan
perbaikan pada miotonia dengan pendinginan. Terapi antimiotonik dapat
digunakan dengan obat yang menstabilkan membran. Phenntoin, quinine sulfat
dan procainamide semua telah digunakkan pada usaha
menstabilkan
Facioscapulohumeral Dysrophy
44
Fasioscapulohumeral distrophy adalah varian autosomal dominan dengan ratarata angka kejadian 1-3:100.000, disebabkan oleh deleksi DNA pada
kromosom 4q35. penyakit ini mengenai baik laki-laki dan perempuan,
walaupun perempuan dengan defek pada gen ini bersifat tan pa gejala. Pasien
dengan penyakit ini biasanya muncul pada dekade dua sampai tiga dari
kehidupan dengan kelemahan yang terutama pada otot-otot wajah dan
perasaan terikat pada bahu. otot-otot pada ekstremitas bawah biasanya jarang
terkena, dan otot-otot pernapasan biasanya tidak terpengaruh. Perjalanan
penyakit ini progresivitasnya pelan dan memiliki arah yang berbeda. Level CK
plasma biasanya normal atau sedikit meningkat. Pengaruh ke jantung jarang,
tetapi paralisis atrium telah dilaporkan pada sedikit pasien. selanjutnya hasil
dari kehilangan semua aktivitas listrik atrium dan ketidakmampuan memacu
jantung melalui atrium; melalui ventikel masih mampu. lamanya masa hidup
mempengaruhi hampir seluruh pasien secara minimal.
Limb-Girdle Dystrophy
Limb-girdle distrophy adalah percampuran keberadaan yang beraneka macam
dari beberapa penyakit neuromuscular yang berbeda, yang mana didefinisikan
sebagai genetik molekular. Sindrom limb-girdle termasuk Severe Childhood
Autosomal Ressesive Muscular Dystrophy (SCARMD, kromosom 13), distrofi
otot autosomal resesive (kromosom 15), dan ketidaklengkapan yang lain yang
didefinisikan sebagai sindrom autosomal resesive seperti Erb's (tipe
scapulohumeral) dan Leyden-Mobius (tipe pelvifemoral). Hampir semua
pasien tanpak pada masa kanak-kanak sampai dekade dua sampai tiga dari
kehidupan dengan kelemahan otot yang dapat meliputi rasa terikat pada bahu,
rasa terikat pada pinggang, atau keduanya. Penyakit ini seringnya berkembang
sangat pelan. level CK plasma biasanya meningkat. Pengaruh pada jantung,
sama seperti yang terjadi pada Dunhenne's muscular distrophy, dapat muncul
sebagai artitmia yang sering atau gagal jantung kongestif tetapi hal ini jarang
dijumpai. komplikasi pernapasan, seperti hipoventilasi dan infeksi saluran
napas yang berulang, dapat muncul lebih awal pada penyakit ini tetapi lebih
sering terjadi setelah penyakit ini berjalan lama (>30 tahun).
45
Pendekatan Anestesi
A. Dunchenne's dan Becker's Muscular Distrophy
Penanganan anestesi pada pasien dengan penyakit ini sangat rumit tidak hanya
karena kelemahan otot tetapi juga karena manifestasi jantung dan pulmonal.
Jika terjadi hubungan dengan hipetermi maligna
Diagnosa dari MD telah dibuat pada beberapa pasien hanya setelah terjadi
prolong apne setelah mendapat anestesi general. Kebanyakan masalah pada
saat perioperasi datang pada pasien MD dengan kelemahan yang parah dan
pada kasus ini baik ahli bedah maupun ahli anestesi tidak tahu diagnosisnya.
Pasien dengan MD mempunyai respon yang berubah-ubah pada
sejumlah obat-obat anestesi. Terkadang mereka sangat sensitive bahkan pada
sejumlah dosis kecil opioid, sedative dan agen inhalasi dan intra vena, semua
hal diatas dapat menyebabkan apneu yang tiba-tiba dan memanjang.
Premedikasi dapat dihindari jika dimungkinkan. Succinylcholine merupakan
kontraindikasi relative karena obat ini dapat menyebabkan kontraksi miotonik
yang hebat; trismus dapat menghalangi pembukaan mulut untuk intubasi.
Kontraksi miotonik dari respirasi, dinding dada, atau otot laring dapat
menyebabkan kesulitan atau ketidakmungkinan ventilasi. Obat-obat lainnya
dapat merangsang motor end plate, seperti decometonium, neostigmin, dan
phsostigmine, dapat memperburuk miotonia. Anestesi regional dapat
digunakan tetapi tidak selalu dapat menghindari kontraksi miotonik. Kesulitan
miotonia jarang muncul, tetapi dapat dikurangi dengan pemberian injeksi
procain pada otot atau dengan memberikan 300-600 mg quinin hydrochloride
secara intravena.
Respon dari nondepolarrisasi NMBA dilaporkan normal; walaupun,
mereka tidak sacara yakin dapat mencegah atau meredakan kontraksi
miotonik.
Sebagai
kebalikannya
nondepolarisasi
NMBA
dapat
NMBA yang short acting. Nitrous oxide dan agen inhalasi dapat digunakan
untuk maintenance/menjaga anestesi. jika dimungkinkan antikolinesterase
harus dihindari. Tidak terdapat hubungan penggunaan tipe anestesi dan
komplikasi-komplikasi yang timbul post operasi.
komplikasi utama postoperasi adalah masalah pulmonal: hipoventilasi
yang memanjang, atelektasis dan pneumonia. Pulmonal hygine dengan terapi
fisik, pendorong spirometri dan pemantauan post operasi yang baik sangat
dianjurkan. Pencegahan aspirasi juga dapat dianjurkan. Pasien yang menjalani
operasi abdomen bagian atas atau mereka dengan kelemahan bagian proksimal
yang berat lebih sering merasakan tipe komplikasi ini. Kelainan konduksi
jantung selama operasi jarang muncul tetapi tetap memerlukan pemantauan
jantung.
Terdapatnya hubungan antara MD dan hipertermi maligna telah
diketahui tetapi belum benar-benar terpaparkan. tidak demikian rupanya, oleh
karena itu, bahwa pasien dengan MD merupakan resiko tinggi mendapat
hipertermi maligna. Menariknya, kedua penyakit ini terpeta pada kromosom
19, sekalipun dengan lokasi yang berbeda.
C. Bentuk-Bentuk lain dari distrofi otot
Pasien dengan distrofi otot fasioscapulohumeral dan limb-girdle umumnya
mempunyai respon yang normal paada agen anestesi. Namun demikian,
karena perbedan yang besar dan adanya tumpang tindih antara bentuk yang
bervariasi dari distrofi otot, Non depolarisasi NMBA seharusnya digunakan
secara berkesinambungan, dan succinilcholin seharusnya dihindari.
MYOTONIA
Myotonia konginental dan Paramyotonia konginental
Myotonia konginental adalah gangguan yang bermanifestasi pada awal
kehidupan dengan miotonia yang menyeluruh. Penyakit ini disebabkan oleh
mutasi dari gen pada kromosom 7q35 yang dikode pada chanel klorida dari
permukaan membran serat otot skletal. Baik autosomal dominan (Thomsen's)
48
dan resesive (Becker's) bentuknya nyata. Penyakit ini mengenai otot skeletal
dan tidak memproduksi kelemahan, kelemahan yang minimal atau kelemahan
yang tidak progresive. Banyak pasien, faktanya, mempunyai perkembangan
susunan otot yang sangat baik karena adanya kontraksi otot yang hampir
konstan. Miotonia biasanya lebih menyebabkan masalah pada pasien dengan
miotonia dari pada mereka yang dengan MD. Terapi antimiotonik termasuk
phenintoin, mexiletine, quinin sulfat, atau procainamide. Obat-obat lain yang
telah digunakan termasuk tocainide,dentrolene, prednisone, acatazolamide dan
taurin. Tidak ada pengaruh pada jantung pada miotonia konginental dan
kehidupan yang normal dapat diharapkan.
Paramiotonia konginental adalah kelainana autosomal dominant yang
sangat jarang yang terletak pada kromosom 17q. Mutasi pada subunit dari
chanel yodium yang dihubungkan dengan penyakit ini. Gejala dari
paramiotonia konginental termasuk menggigil yang sementara (miotonia), dan
terkadang munculnya kelemahan setelah paparan dengan udara yang dingin.
Menggigil memburuk dengan aktivitas, bertentangan dengan miotonia yang
sebenarnya, disebut paramiotonia. Kontraksi serum potasium dapat
meningkat menyebabkan
paralisis
Bentuk primer dari kelainan ini memiliki sejumlah kondisi klinik yans
sama. penyakit ditandai oleh episode sporadik dari kelemahan. Kekuatan otot
dan konsentrasi serum potasium biasanya normal diantara serangan. Kelainan
ini juga ditandai oleh perburukan yang dipacu oleh hipotermi. kelemahan
biasanya kurang dari 1 jam tetapi dapat terjadi 2 hari, dan frekuensi serangan
dapat membawa pada kelemahan jangka panjang yang progresive pada
beberapa pasien. Episode dapat meningkat oleh istirahat setelah latihan tetapi
dapat dikurangi oleh latihan otot yang berkesinambungan.
1. Gerbang Voltage Channelopahi Calsium
Bentuk hipokalemi sering muncul pada masa kanak-kanak sampai dewasa
muda. Selama perjalananya, terkadang terdapat kenaikkan dari frekuensi
serangan, walaupun penyakt ini dapat mereda pada kehidupan yang lebih
lanjut.
Variasi hipokalemi adalah hal paling umum dan dapat menurun,
muncul sporadik, atau dikaitkan dengan hipertiroid. Lebih dari 10% dari lakilaki latin atau asia hipertiroid memiliki episode dari paralisis periodik
hipokalemi. Episode biasanya ditandai oleh kelemahan atau paralisis dari otot
ekstremitas yang bertahan 3-4 jam, tetapi dapat juga bertahan seharian.
Episode paling sering pada pagi hari dan dapat dipacu oleh usaha fisik yang
hebat atau konsumsi tinggi karbohidrat. Usaha fisik yang tidak terlalu keras
terkadang dapat mencegah atau menunda paralisis. Menariknya, anestesi lokal
dengan antipholigistik dapat memacu episode ini. Selama serangan, level
potasium normal sampai menurun sedikit, tergantung dengan level
phosphorus. Ginjal menahan sodium, potasium, klorida dan air, dimana
dihubungkan dengan kenaikkan volume cairan intraceluler dan pnurunan
cairan ekstraceluler. hal ini dapat dihubungkan dengan oliuria, obstipasi dan
diaforesis. Kemungkinan dapa terjadi perubahan pada ECG dengan level
potasium yang rendah (lihat bagian 28). Sebagai catatan, rusaknya otot secara
permanen dapat berkembang sebagai peningkatan frekuensi serangan.
Diagnosis biasanya dibuat berdasarkan riwayat keluarga, riwayat
pasien dan catatan dari perubahan potasium miotonia pada elektromiografi.
51
Serangan akut khasnya diatasi dengan 2-10 gr potasium oral tanpa glukosa,
dengan aktivita fisik sedang dapat dianjurkan. Potasium intravena tidak
direkomendasikan lagi karena dapat membawa pada hiperkalemia. Kelainan
ini dapat dihndari dengan penggunaan dosis kecil acetazolamide. Solutio
glukosa harus dihindari, sebagai penangkapan glukosa oleh cel, dihubungkan
dengan perubahan pada potasium serum, dapat mengeksaserbasi hipokalemi
dan kelemahan.
Bentuk sekunder dari kelainan yang sama dihubungkan dengan
tyrotoksikosis. Hal ini menggambarkan bentuk primer tetapi lebh banyak
ditemukan pada laki-lai daripada perempuan, rata-rata pada asia dan pada
dewasa muda. Sekali kondisi tiroid diatasi, episodenya biasanya berakhir.
Gangguan ini dapat berkembang dimana saja 10-25% dari hipertiroid laki-laki
asia. Akibat metabolik dan perubahan cairan dan elektrolit terlihat pada bentuk
primer juga terlihat pada pada periodik paralisis hipokalemi sekunder. Terapi
meliputi
penanganan
dari
hipertiroid,
menghindari
konsumsi
tinggi
karbohidrat dan rendah potasium, dan potasium klorida pada serangan akut.
Paralisis hipokalemi sekunder dapat juga berkembang jika terdapat
tanda kehilangan potasium melalu ginjal atau melalui traktus gastrointestinal.
Hal ini berhubungan dengan kelemahan, dimana terjadinya secara episodik.
Level potasium sangat rendah dibandingkan bentuk-bentuk yang lain. Terdapat
banyak penyebab dari kondisi ini. Terapi penyakit utamanya dengan
penggantian potasium sambil menangani asidosis atau alkalosis sangat penting
dalam mencegah serangan.
Seseorang yang mengkonsumsi sejumlah besar garam barium, karena
garam barium memblok chanel potasium, dapat juga berkembang menjadi
paralisis periodik hipokalemi. Kondisi ini diatasi dengan penghentian garam
barium dan mengkonsumsi potasium oral.
2. Sodium Chnnelapathy
Pasien dengan paralisis periodik tipe ini adalah cenderung lebih pendek (1-2
jam) tetapi serangannya lebih sering. Ini merupakan hiperkalemi membran
52
serangan dan
klinik,
laboratorium,
konduksi
saraf,
dan
gambaran
fosfat. Demikian juga dengan gangguan tiroid, adrenal dan pituitary juga dapat
dikeluarkan. Penilaian CK plasma tidak banyak membantu, tetapi dengan level
yang sangat tinggi (10 kali normal) secara umum menunjukkan polimiositis
distrofi otot.
Tehnik anestesi apa yang seharusnya digunakan?
Pemilihan anestesi seharusnya didasarkan pada baik pasiennya dan
permintaan operasinya. Kebanyakan biopsi otot dapat menggunakan lokal
rendah atau anestesi regional dengan suplemen sedasi intravena, menggunakan
dosis kecil dari midazolam. Karena kebanyakan prosedur terlihat pada basis
luar pasien, anestesi spinal dan regional sering dihindari. Blok nervus femoral
dapat mendapatkan anestesi yang sangat baik untuk biopsi dari otot
quadriceps; injeksi yang terpisah mungkin dibutuhkan untuk saraf cutaneus
femoris lateralis pada anestesi sisi anterolateral. Anestesi general digunakan
pada pasien yang tidak kooperatif atau pada ketika anestesi lokal tidak
adekuat. Ahli anestesi harus selalu menyiapkan rencana untuk anestesi
general.
Agen apa yang dapat digunakan secara aman pada anestesi general?
Beberapa prinsip yang didiskusikan pada bagian 36 seharusnya
diterapkan. Tujuan utamanya termasuk mencegah aspirasi pulmonal,
menghindari respirasi yang berlebihan atau depresi sirkulasi, menghindari
NMBA jika dimungkinkan, dan mungkin menghindari agen yang diketahui
memacu hipertemia malignant. Respon normal pada anestesi general
sebelumnya pada pas ien atau keluarga pasien mungkin dapat digunakkan tapi
tidak menjadikan garansi untuk respon yang sama. Anestesi general dapat
dipengaruhi dan dijaga dengan kombinasi dari barbiturat (tiopental atau
methohexital), benzodiazepin (midazolam), propofol, atau opioid (fentanil)
dan nitrous oxide. Pasien dengan resiko aspirasi yang meningkat sebaiknya
diintubasi (lihat atas). Ketika NMBA dibutuhkan, agent non depolarisasi short
acting (cisatracuium atau mivacurium) dapat digunakkan. Succinylcholine
secara umun seharusnya dihindari karena resiko yang tidak biasa yang tidak
56
diketahui (kontraksi miotonik, durasi yang memanjang atau blok fase II),
menimbulkan hiperkalemi yang parah atau memacu hipertemi malignant.
BAB 38
ANESTESI PADA OPERASI MATA
KONSEP KUNCI
Banyak faktor yang secara normal meningkatkan tekanan intraocular akan
cenderung menurunkan volume intraocular dengan menyebabkan
drainase dari aqueous atau ekstrusi dari vitreous melalui luka. Akhirnya
57
kedalam
nervus
optic,
dengan
penyebaran
ke
cairan
cerebrospinal.
58
59
PaCo2
meningkat (hipoventilasi)
menurun (hiperventilasi)
PaO2
meningkat
menurun
mendekati tekanan
atmosfir.
1) Banyak faktor yang secara normal dapat meningkatkan tekanan intraocular
akan membawa pada penurunan volume intraocular dengan menyebabkan
drainage dari aqueous atau ekstruksi dari vitreous melalui luka. Hasil akhirnya
komplikasi serius yang dapat menyebabkan penglihatan yang buruk yang
permanen.
Efek obat anestesi pada tekanan intraocular
60
Kebanyakan obat anestesi memiliki efek yang rendah atau bahkan tidak
memiliki efek pada tekanan intraocular (tabel 38-3). Anestesi inhalasi
menurunkan tekanan intraocular pada perbandingan sampai anestesi dalam.
Penurunan ini mempunyai banyak penyebab: penurunan tekanan darah
mengurangi volume choroid, relaksasi dari ekstraocular menurunkan tekanan
dinding, dan konstriksi pupil memberi fasilitas untuk aliran aqueous. Anestesi
intravena juga menurunkan tekanan intraocular. Kemungkinan yang dapat
diterima adalah ketamin, dimana biasanya meningkatkan tekanan darah arteri
dan tidak merelaksasi otot ekstraocular.
Tabel 38-3. efek dari agen anestesi pada tekanan intraocular (IOP)
obat
a) anestesi inhalasi
b) agen volatil
c) nitrous oxide
d)
e)
f)
g)
h)
61
i) muscle relaksan
j) depolarisasi (succinylcholine)
k) nondepolarisasi
0/
pada
kenaikkan
tekanan
intraocular.
Muscle
relaksan
62
3) Traksi pada otot ekstraocular atau tekanan pada bola mata dapat
mendatangkan variasi yang luas dari rentang disritmia jantung dari bradikardi
dan ectopy ventrikular sampai sinus arrest atau fibrilasi ventrikular. Reflek ini,
dikenal pada tahun 1908, terdiri dari afferent nervus trigerminal (VI) dan jalur
efferent vagus. Reflek oculocardiac paling sering pada pasien anak-anak yang
menjalani operasi strabismus. Meskipun demikian, reflek ini dapat timbul
pada semua golongan umur dan pada variasi dari prosedur ocular, termasuk
ekstraksi katarak, enukleasi, dan memperbaiki robekan retina. Pada saat pasien
bangun, reflek oculocardiac dapat dihubungkan dengan somnolen dan nause.
Pengobatan anticholinergic sering membantu pada pencegahan reflek
oculocardiac. Atropin intravena atau glycopyrolate segera sebelum operasi
lebih efektif daripada premedikasi intramuskular. Hal ini seharusnya selalu
diingat bahwa pengobatan anticholinergic dapat menjadi bahaya pada pasien
yang sudah tua, yang sering mengalami penyakit arteri koroner. Blok
retrobulbar atau anestesi inhalasi dalam dapat juga bernilai, tetapi prosedur ini
mempunyai resiko. Blok retrobulbar, pada faktanya, mendatangkan reflek
oculocardiac.
Kebutuhan
dari
profilaksis
yang
berkelanjutan
masih
kontroversi.
Penanganan dari reflek oculocardiac ketika reflek ini muncul terdiri
dari prosedur dibawah ini: (1) segera memberitahu ahli bedah dan penghentian
sementara dari tindakan operasi sampai denyut jantung meningkat; (2)
konfirmasi ventilasi yang adekuat oksigenasi dan anestesi dalam; (3) berikan
atropin intravena (10 g/Kg) jika kekacauan konduksi berlangsung; dan (4)
pada episode recalcitrant/perlawanan, infiltrasi dari otot rectus dengan anestesi
lokal. Reflek yang muncul terkadang menjadi lelah sendiri dengan
pengulangan traksi pada otot ekstraocular.
EKSPANSI GAS INTRAOCULAR
Gelembung gas dapat diinjeksikan oleh ahli mata ke dalam ruangan posterior
selama operasi vitreous. Injeksi udara intravitreal dapat membawa kepada
pendataran retina ang terpisah dan penyembuhannya mengikti anatominya.
Gelembung udara di absorbsi selama 5 hari dengan cara difusi gradual melalui
63
di metabolisme
oleh
enzim
ini,
Echothophate
akan
65
Pengerutan dari
BLOKADE PERIBULBAR
Berbeda dengan blokade retrobulbar, pada blokade peribulbar jarum tidak
menembus conus yang dibentuk oleh otot ekstraokuler. Kedua teknik sama
baiknya dalam menimbulkan akinesia pada kedua mata. Keuntungan teknik
peribulbar meliputi lebih sedikit risiko penetrasi pada mata, saraf optik dan
arteri, serta lebih sedikit rasa sakit saat injeksi. Kerugiannya meliputi onset
yang lebih lambat dan adanya lebih banyak kemungkinan terjadi ekimosis.
Blokade ini dilakukan dengan pasien dalam keadaan terlentang dan
melihat lurus ke depan. Setelah dilakukan anestesia topikal pada konjungtiva.
Diberikan satu atau dua injeksi transkonjungtiva. Saat kelopak mata
mengalami retraksi, diberikan injeksi inferotemporal pada pertengahan antara
kantus lateral dan limbus lateral. Jarum dimasukkan di bawah bola mata
sejajar dengan lantai orbita dan saat melewati garis equator mata akan
diarahkan sedikit ke medial (20o) dan sefal (10o). Lalu diinjeksikan lima
mililiter zat anestesi. Untuk memastikan te;ah terjadi akinesia, dapat diberikan
tambahan 5 mL lagi melalui konjungtiva pada sisi nasal, medial dari karunkula
70
dan diarahkan langsung ke belakang sejajar dengan dinding medial orbita dan
mengarah sedikit ke sefal (20o).
Blok Sub-Tenon
Fascia Tenon membungkus bola mata dan otot ekstraokuler. Anestesia lokal
yang diinjeksikan dibawahnya akan berdifusi ke ruang retrobulbar. Digunakan
jarum tumpul khusus ukuran 25-mm atau kanula lengkung ukuran 19 untuk
melakukan blok sub-Tenon. Setelah dilakukan anestesia topikal, konjungtiva
akan diangkat bersama dengan fascia Tenon pada kuadran infero nasal
menggunakan forseps. Lalu dibuat robekan kecil dengan gunting Westcott
ujung-tumpul, yang kemudian diselipkan dibawah untuk membuka jalan pada
fascia Tenon yang mengikuti kontur bola mata dan melalui equator. Sementara
mata masih difiksasi dengan forseps kanula dimasukkan dan diinjeksikan 3-4
mL anestesia lokal. Komplikasi dari blok sub-Tenon secara signifikan lebih
sedikit dari teknik retrobulbar atau peribulbar, tetapi pernah ditemukan adanya
laporan perforasi bola mata, perdarahan, selulitis, kehilangan pengelihatan
permanen, dan penyebaran anestesia lokal ke cairan serebrospinal walaupun
sangat jarang.
BLOK NERVUS FASCIALIS
Blok nervus fascialis mencegah terjadinya penutupan kelopak mata selama
operasi dan memungkinkan diletakkannya spekulum kelopak mata. Ada
beberapa teknik blokade nervus fascialis: van Lint, Atkinson, dan OBrien.
Komplikasi utama dari berbagai teknik blok ini adalah perdarahan subkutan.
Prosedur lain, teknik Nabath, memblok nervus fascialis saat dia keluar dari
foramen stilomastoideus dibawah kanalis auditorius eksternus, di dekat nervus
vagus dan nervus glosofaringeus. Blok ini tidak direkomendasikan karena
telah dihubungkan dengan adanya paralisis plica vokalis, laringospasme,
disfagi, dan distres respirasi.
ANESTESIA TOPIKAL
Selama beberapa tahun terakhir, teknik anestesi lokal yang lebih kurang
traumatik telah dikembangkan untuk operasi bagian anterior mata (misal
71
72
diawasi secara ketat, dan peralatan untuk memberikan ventilasi tekanan positif
harus siap sedia.
DISKUSI KASUS: PENDEKATAN PADA PASIEN DENGAN MATA
TERBUKA DAN GASTER PENUH
Seorang anak 12 tahun datang ke unit gawat darurat setelah ditembak
di mata menggunakan senjata dengan peluru bulat. Pemeriksaan umum oleh
spesialis mata menunjukkan ada isi bola mata keluar melalui luka. Anak ini
dijadwalkan untuk menjalani operasi darurat untuk perbaikan ruptur bola
mata.
Apa yang harus ditekankan pada evaluasi preoperasi pasien ini?
Selain melakukan anamnesis rutin dan melakukan pemeriksaan fisik,
waktu asupan oral terakhir sebelum atau setelah cedera harus dilakukan
seakurat mungkin. Pasien harus dianggap memiliki lambung penuh bila cedera
terjadi dalam 8 jam setelah makan terakhir, bahkan bila pasien tidak makan
selama beberapa jam setelah cedera: pengosongan lambung diperlambat oleh
rasa nyeri dan kegelisahan yang terjadi setelah trauma.
Apa pentingnya lambung yang penuh pada pasien dengan cedera bola mata
terbuka?
Menangani pasien yang mengalami cedera tembus bola mata
memberikan tantangan tersendiri pada spesialis anestesi karena perlunya
mengembangkan rencana anestesi yang konsisten setidaknya dengan dua
tujuan yang saling bertentangan. Satu tujuan yang pasti adalah untuk
mencegah kerusakan lebih jauh pada mata dengan menghindari peningkatan
tekanan intraokuler. Tujuan kedua yang juga penting adalah untuk mencegah
aspirasi paru pada pasien dengan lambung penuh.
Banyak strategi yang umum digunakan untuk mencapai dua tujuan ini
saling bertentangan satu sama lain, tetapi, meskipun anestesi regional (misal
blok retrobulber) meminimalisir risiko pneumonia aspirasi, teknik ini relatif
dikontraindikasikan pada pasien dengan cedera tembus bola mata karena
menginjeksikan anestesi lokal dibelakang bola mata akan meningkatkan
73
lambung,
menurunkan
volume
cairan
lambung,
dan
Ketamin, tiopental, propofol, dan etomidat memiliki onset kerja yang sama
cepat (setara dengan waktu sirkulasi otak).
Selain itu, bahan induksi ideal tidak akan meningkatkan risiko ekspulsi
okuler dengan meningkatkan tekanan intraokuler. (faktanya, sebagian besar
bahan induksi intravena menurunkan tekanan intraokuler.) walaupun
penelitian efek ketamin pada tekanan inraokuler telah menunjukkan hasil yang
berbeda-beda, ketamin tidak direkomendasikan pada cedera tembus bola mata
karena banyaknya kejadian blefarospasme dan nistagmus.
Walaupun etomidat dapat terbukti bermanfaat pada beberapa pasien
dengan penyakit jantung, obat ini dikaitkan dengan adanya kejadian
mioklonus berkisar dari 10% sampai 60%. Sebuah episode mioklonus berat
dapat turut berperan dalam terjadinya ablasio retina total dan prolaps vitreus
pada seorang pasien dengan cedera tembus bola mata dan terbatasnya
cadangan kardiovaskuler.
Propofol dan tiopental memiliki onset kerja yang cepat dan
menurunkan tekanan intraokuler; namun, tidak satupun dapat mencegah
respon hipertensif pada laringoskopi dan intubasi atau mencegah peningkatan
tekanan intraokuler yang terjadi bersama dengan penggunaan laringoskopi dan
intubasi. Pemberian fentanil (1-3 g/kg), remifentanil (0.5-1 g/kg), alfentanil
(20 g/kg), esmolol (0.5-1 g/kg), atau lidokain (1.5 mg/kg) sebelumnya akan
memperkuat respon dengan berbagai derajat keberhasilan.
Bagaimana perbedaan pilihan pelumpuh otot pada pasien ini dengan
pasien lain yang memiliki risiko aspirasi?
Pilihan pelumpuh otot pada pasien dengan cedera tembus bola mata
telah menyebabkan kontroversi pada lebih dari tiga dekade. Suksinilkolin pasti
meningkatkan tekanan intraokuler. Walaupun terdapat penelitian dengan hasil
berbeda, mungkin akan lebih baik untuk menyimpulkan bahwa peningkatan
tekanan intraokuler ini tidak dapat dicegah oleh pre-terapi menggunakan
bahan nondepolarisasi, dosis aman suksinilkolin atau lidokain secara konsisten
dan pasti. Berbagai temuan yang berbeda oleh berbagai peneliti yang
75
tekanan
77