Anda di halaman 1dari 24

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN..

TINJAUAN KEPUSTAKAAN.
II.I Definisi.
II.2 Anatomi testis..
II.3 Fisiologi Testis.
II.4 Etiologi
II.5 Patogenesis..
11.6Pertumbuhan dan penyebaranya.
II.7 Gambaran Klinis...
II.8 Menegakkan Diagnosis.
II.9 Diagnosis Diferensial

PENATALAKSAAN
III.I Terapi
III.2 Prognosis.

KESIMPULAN

BAB II

BAB III

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA..

BAB I
PENDAHULUAN
Tumor merupakan sel neoplastik yang otonom dalam arti tumbuh dengan kecepatan yang
tidak terkoordinasi dengan kebutuhan hospes dan fungsi yang sangat tidak bergantung pada
pengawasan homeostasis sebagian besar sel tubuh lainnya. Pertumbuhan sel neoplastik biasanya
progresif, yaitu tidak mencapai keseimbangan, tetapi lebih banyak mengakibatkan penambahan
massa sel yang mempunyai sifat-sifat yang sama. Neoplasma tidak melakukan tujuan adaptif
yang menguntungkan hospes, tetapi lebih sering membahayakan.1
Tumor dapat bersifat ganas atau jinak, tumor ganas atau kanker terjadi karena timbul dan
berkembang biaknya sel jaringan sekitarnya (infiltratif) sambil merusaknya (destruktif), dapat
menyebar ke bagian lain tubuh dan umumnya fatal jika dibiarkan. Tumor jinak tumbuh dengan
batas tegas dan tidak menyusup, tidak merusak tetapi membesar dan menekan jaringan
sekitarnya (ekspansif).2
Frekuensi relatif kanker pada beberapa daerah di Indonesia tidak sama, yang banyak
ditemukan ialah karsinoma servik uteri, karsinoma hepatoseluler, karsinoma payudara,
karsinoma paru dan leukemia. Pada dasawarsa terakhir telah terbukti bahwa 80-90% kasus
kanker pada manusia dipromosi oleh faktor lingkungan. Dalam hal ini, lingkungan dalam arti
luas yang meliputi gaya hidup, bahan kimia, fisika, maupun virus.3,4
Tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada pria berusia diantara 15-35 tahun dan
merupakan 1-2% dari semua neoplasma pada pria. Akhir-akhir ini terdapat perbaikan usia
harapan hidup pasien yang mendapatkan terapi jika dibandingkan dengan 30 tahun yang lalu,
karena sarana diagnosis lebih baik, diketemukan petanda tumor, diketemukan regimen
kemoterapi dan radiasi, serta teknik pembedahan yang lebih baik. Angka mortalitas menurun dari
50% (1970) menjadi 5% (1977).5
Dari semua tumor maligna pada laki-laki 1-2% terlokalisasi di dalam testis. Kira-kira
90% dari semua tumor testis primer terdiri atas tumor sel embrional, selanjutnya dapat dijumpai
tumor sel Sertoli-Leydig dan limfoma maligna. Insidensi tumor sel embrional maligna di
Nederland adalah kira-kira 4 per 100.000 laki-laki tiap tahun. Ini berarti bahwa tiap tahun kirakira 300 penderita baru didiagnosis dengan kelainan maligna ini. Tumor-tumor sel embrional
2

maligna testis merupakan tumor maligna yang paling sering terdapat pada laki-laki usia 20-40
tahun meskipun pada penderita kurang dari 5 tahun dan lebih dari 70 tahun juga dapat dijumpai
tumor testis.7

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
II.1. Definisi
Tumor atau neoplasma secara harfiah berarti pertumbuhan baru, adalah massa
abnormal dari sel-sel yang berproliferasi. Semula istilah tumor diartikan sebagai pembengkakan
sederhana atau gumpalan. Sel-sel neoplasma berasal dari sel-sel yang sebelumnya adalah sel-sel
normal. Neoplasam dapat dibedakan berdasarkan sifatnya, ada yang jinak (benigna) dan yang
ganas (maligna).1
Tumor testis berasal dari sel germinal atau jaringan stroma testis. Lebih dari 90% berasal
dari sel germinal. Tumor ini mempunyai derajat keganasan tinggi, tetapi dapat sembuh bila diberi
penanganan adekuat. Tumor ini mempunyai petanda tumor sejati yang sangat berharga untuk
diagnosis, rencana terapi dan kontrol.4
II.2. Anatomi Testis
Testis adalah organa genitalia pria yang terletak di scrotum. Ukuran testis pada orang
dewasa adalah 4x3x2,5 cm, dengan volume 15-25 ml berbentuk ovoid. Kedua buah testis
terbungkus oleh jaringan Tunika albuginea yang melekat pada testis. Diluar Tunika albuginea
terdapat Tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta Tunika dartos.
Otot kremaster yang berada di sekitar testis memungkinkan testis dapat digerakkan mendekati
rongga abdomen untuk mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil.5,8
Testis bagian dalam terbagi atas lobulus yang terdiri dari Tubulus seminiferus, sel-sel
Sertoli dan sel-sel Leydig. Produksi sperma atau spermatogenesis terjadi pada T. seminiferus.
Sel-sel Leydig mensekresi testosteron. Pada bagian posterior tiap-tiap testis terdapat duktus
melingkar yang disebut epididimis, bagian kepalanya berhubungan dengan duktus seminiferus
(duktus untuk aliran keluar) dari testis, dan bagian ekornya terus melanjut ke vas deferens. Vas
deferens adalah duktus ekskretorius testis yang membentang hingga ke duktus vesikula
seminalis, kemudian membentuk duktus ejakulatorius. Duktus ejakulatorius selanjutnya
4

bergabung dengan urethra yang merupakan saluran keluar bersama baik untuk sperma maupun
kemih.2
Secara histopatologis , testis terdiri atas 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri atas Tubuli
seminiferi. Didalam Tubulus seminiferus terdapat sel-sel Spermatogonia dan sel Sertoli, sedang
diantara Tubuli seminiferi terdapat sel-sel Leydig. Sel-sel sperma togonium pada proses
spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel sertoli berfungsi memberi makan pada bakal
sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau disebut sel-sel interstisial testis berfungsi dalam
menghasilkan hormon testosteron.5
Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di Tubuli seminiferi testis disimpan dan mengalami
pematangan/maturasi di epididimis. Setelah mature (dewasa) sel-sel spermatozoa bersama-sama
dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ke ampula vas deferens. Sel-sel
itu setelah bercampur dengan cairan-cairan dari epididimis, vas deferens, vesikula seminalis,
serta cairan prostat membentuk cairan semen atau mani.5
Testis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu :
1. Arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta.
2. Arteri deferensialis cabang dari A. vesikalis inferior
3. Arteri kremasterika yang merupakan cabang A. Epigastrika
Pembuluh

vena

yang

meninggalkan

testis

berkumpul

Pampiniformis.5

Gambar Sistem Reproduksi Pria

membentuk

pleksus

Gambar Anatomi Testis (Pandangan Sagital)

Gambar Anatomi Testes (Potongan Sagital)

Gambar Anatomi Testis dan Hubungan Vaskuler

II.3. Fisiologi Testis


Testis mempunyai fungsi eksokrin dalam spermatogenesis dan fungsi endokrin untuk
mensekresi hormon-hormon seks yang mengendalikan perkembangan dan fungsi seksual. Pusat
pengendalian hormonal dari sistem reproduksi adalah sumbu hipotalamus-hipofisis. Hipotalamus
memproduksi Gonadotropin Hormone Releasing Hormone (GnRH). Hormon-hormon ini adalah
Follicle Stimulating Hormone Releasing Hormone (FSHRH) dan Luteinizing Hormone
Releasing Hormone (LHRH). Hormone-hormon ini dibawa ke hipofisis anterior untuk
merangsang sekresi Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH), yang
pada pria lebih umum dikenal sebagai Interstitial Cell Stimulating Hormone (ICSH).2

Proses pematangan sel-sel Leydig janin dikendalikan oleh kromosom Y dan dirangsang
oleh ICSH. Sel-sel Leydig ini akan menghasilkan testosteron yang menyebabkan proses
diferensiasidari

vasa

deferens

dan

vesikula

seminalis.

Metabolit

testosteron

yaitu

Dihirotestosteron (DHT), menyebabkan proses diferensiasi dari prostat dan genitalia eksterna.2
Produksi testosteron oleh sel-sel interstitial Leydig pada pria akan sangat meningkat pada
permulaan pubertas. ICSH akan merangsang sel-sel Leydig untuk menghasilkan testosteron,
DHT dan estradiol, FSH akan merangsang sel sertoli untuk mempengaruhi pembentukan sperma.
FSH dalam kadar yang rendah juga akan memperkuat efek perangsangan ICSH. Testosteron
harus dihasilkan dalam kadar yang cukup supaya proses spermatogenesis dapat berlangsung
dengan sempurna. Dengan demikian, baik FSH maupun ICSH harus dilepaskan oleh hipofisis
anterior agar spermatogenesis dapat berlangsung. Selanjutnya testosteron, DHT, estradiol dan zat
yang disekresi oleh tubular-inhibin akan menghambat sekresi ICSH dan FSH oleh hipofisis
anterior, sehingga terjadi sistem umpan balik yang mengatur kadar testosteron dalam sirkulasi
darah.2
II.4. Etiologi
Penyebab tumor testis belum diketahui dengan pasti, tetapi terdapat beberapa faktor yang
erat kaitannya dengan peningkatan kejadian tumor testis, antara lain maldesensus testis, trauma
testis, atrofi atau infeksi testis dan pengaruh hormon.5
Penderita kriptorkismus atau bekas kriptorkismus mempunyai resiko lebih tinggi
terjadinya tumor testis ganas. Walaupun pembedahan kriptorkismus pada usia muda mengurangi
insidens tumor sedikit, resiko terjadinya tumor tetap tinggi. Kriptorkismus merupakan suatu
ekspresi disgenesia gonad yang berhubungan dengan transformasi ganas. Penggunaan hormon
dietilstilbestrol yang terkenal sebagai DES oleh ibu pada kehamilan dini meningkatkan resiko
tumor maligna pada alat kelamin bayi pada usia dewasa muda.4

II.5. Patogenesis
8

Sebagian besar ( 95%) tumor testis primer, berasal dari sel germinal, sedangkan isinya
berasal dari non germinal. Tumor germinal testis terdiri atas seminoma dan non seminoma.
Seminoma berbeda sifatnya dengan non-seminoma, antara lain sifat keganasannya, respon
terhadap radioterapi dan prognosis tumor.5
Tumor-tumor sel embrional testis merupakan satu golongan tumor yang heterogen. Dari
berbagai klasifikasi tumor testis ganas, klasifikasi organisasi kesehatan dunia (WHO) paling
sering dipakai. Disamping seminoma yang memang berasal dari sel germinal terdapat karsinoma
embrional, teratoma dan koriokarsinoma yang digolongkan non seminoma, yang dianggap
berasal dari sel germinal pada tahap perkembangan lain histogenesis. Seminoma meliputi sekitar
40% dari tumor ganas testis. Koriokarsinoma jarang sekali ditemukan (1%). Metastasis tumor
testis kadang berbeda sekali dari tumor induk, yang berarti tumor primer terdiri dari berbagai
jenis jaringan embrional dengan daya invasi yang berbeda. 4,9
Seminoma merupakan tumor maligna testis yang tersering, diikuti dengan Karsinoma
embrional, teratoma dan khoriokarsinoma. Sekresi Gonadotropin khorionik berhubungan dengan
hiperplasia sel Leydig. Tumor testis sel benigna jarang terjadi.6
Klasifikasi tumor ganas testis

Seminoma dapat dianggap sebagai tumor pendahulu sel embrional (gonosit) yang arah
diferensiasinya berlanjut ke arah sel embrional (germ cell). Tumor-tumor non seminoma dapat
dianggap sebagai tumor sel embrional pluripoten. Tumor yang paling tidak terdiferensiasi dalam
9

golongan ini adalah karsinoma sel embrional yang didalamnya tidak tampak arah diferensiasi
spesifik. Koriokarsinoma berupa produk kehamilan, Teratoma merupakan campuran jaringanjaringan somatik, seperti berbagai tipe epitel, tulang rawan, jaringan otot dan saraf dan berasal
dari berbagai lapisan embrional (ektoderm, mesoderm, endoderm). Jika jaringan-jaringan ini
menunjukkan struktur normal (hampir normal) maka ini disebut teratoma matur, jika arah
diferensiasi jaringan dapat dikenal dengan baik, dan jika diferensiasinya tidak seluruhnya
dewasa/matang, maka ini disebut teratoma imatur. Tipe non-seminoma merupakan manifestasi
berbagai arah diferensiasi sel-sel embrional pluripoten, maka tidak mengherankan bahwa suatu
non seminoma hampir selalu tersusun atas bermacam-macam komponen.7,9
II.7. Pertumbuhan dan Penyebaran
Penentuan stadium klinis yang sederhana dikemukakan oleh Boden dan Gibb :
1. Stadium A atau I : tumor testis terbaas pada testis, tidak ada bukti penyebaran baik
secara klinis maupun radiologis.
2. Stadium B atau II : tumor telah mengadakan penyebaran ke kelenjar regional (para
aorta) atau nodus limfatikus iliaka. Stadium II A untuk pembesaran limfonodi para
aorta yang belum teraba, stadium II B untuk pembesaran limfonodi yang telah teraba
(>10 cm).
3. Stadium C atau III : tumor telah menyebar keluar dari kelenjar retroperitoneum atau
telah mengadakan metastasis supradiafragma.5,6
Tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe. Kelenjar limfe terletak para aortal kiri
setinggi L2 tepat dibawah hilus ginjal dan di sebelah kanan antara aorta dan v.kava setinggi L3
dan prakava setinggi L2. Metastasis di kelenjar inguinal hanya terjadi setelah penyusupan tumor
ke dalam kulit skrotum atau setelah dilakukan pembedahan pada funikulus spermatikus.
Penyebaran hematogen luas pada tahap dini merupakan tanda koriokarsinoma.4
Rute penyebaran hematogen primer adalah melalui sirkulasi darah dari testis ke paru, rute
kedua adalah dari metastasis kelenjar retroperitoneal melalui ductus thoracicus dan v.subclavia
ke paru. Kecepatan terjadinya metastasis sering tampak ada hubungan dengan subtipe

10

histologiknya. Seminoma bermetastasis lambat dan terutama ke kelenjar paralumbal,


koriokarsinoma bermetastasis cepat dan kebanyakan hematogen.7
Untuk klasifikasi tingkat penyebaran, digunakan sistem TNM Karsinoma Testis.

II.8. Gambaran Klinis


11

Pasien biasanya mengeluh adanya pembesaran testis yang seringkali tidak nyeri, namun
30% mengeluh nyeri dan terasa berat pada kantung skrotum, sedang 10% mengeluh nyeri akut
pada skrotum. Tidak jarang pasien mengeluh karena merasa ada massa di perut sebelah atas
(10%) karena pembesaran kelenjar para aorta, benjolan pada kelenjar leher dan 5% pasien
mengeluh adanya ginekomastia. Ginekomastia adalah manifestasi dari beredarnya kadar HCG
didalam sirkulasi sistemik yang banyak terdapat pada koriokarsinoma.5
Pada pemeriksaan fisis testis terdapat benjolan padat keras, tidak nyeri pada palpasi dan
tidak menunjukkan tanda transiluminasi. Diperhatikan adanya infiltrasi tumor pada funikulus
atau epididimis. Perlu dicari kemungkinan adanya massa di abdomen, benjolan kelenjar
supraklavikuler, ataupun ginekomasti.5
Simtomatologi dari tumor primer :

Permulaan akut ( gambaran seperti orkitis, epididimitis, torsio testis ).

Permulaan yang diskret seperti pembengkakan tanpa nyeri testikal atau pengerasan
lokal atau deformasi testikel.

Hidrokel simtomatik ( sesudah pungsi palpasi testis ).

Nyeri lokal, sering menyebar di sisi yang sama ke krista iliaka.

12

Kadang-kadang sama sekali tanpa keluhan atau kelainan ; metastasis merupakan


manifestasi pertama penyakitnya.

Simtomatologi mengenai metastasis :

Nyeri punggung yang samar akibat metastasis kelenjar retroperitoneal.

Kolik ginjal sebagai akibat bendungan atau penutupan ureter oleh metastasis kelenjar
retroperitoneal.

Nyeri yang menyebar ke tungkai.

Tumor yang palpabel di perut sebagai akibat metastasis kelenjar limfe.

Pembengkakan subklavikular, terutama kiri.

Dispnoe, hemoptoe, iritasi pleura oleh metastasis paru.

Malaise umum dengan anemia dan laju enap darah yang tinggi.7

Pada dasarnya, diagnosis karsinoma testis mudah karena merupakan benjolan di dalam
testis yang tidak nyeri dan yang tidak diafan pada uji transiluminasi. Biasanya tumor terbatas di
dalam testis sehingga mudah dibedakan dari epididimis pada palpasi yang dilakukan dengan
telunjuk dan ibu jari. Gejala dan tanda lain seperti nyeri pinggang, kembung, dispnoe atau batuk
dan ginekomasti menunjukkan pada metastasis yang luas. Metastasis paraaorta sering luas dan
besar sekali menyebabkan perut menjadi kembung. Metastasis di paru kadang tertabur luas dan
cepat menjadi besar, sehingga sesak nafas. Gonadotropin yang mungkin disekresi oleh sel tumor
dapat menyebabkan ginekomasti. Kadang keadaan umum merosost cepat dengan penurunan
berat badan.4
II. 8. Menegakkan Diagnosis
Transiluminasi, ultrasonografi dan pemeriksaan endapan kemih sangat berguna untuk
membedakan tumor dari kelainan lain. kadang tumor testis disertai hidrokel, karena itu
ultrasonografi sangat berguna.4
Sebaiknya diagnostik laboratorium dikerjakan dulu sebelum menjalankan orkidektomi.
Pada penderita dengan non-seminoma zat-zat marker tumor spesifik dapat ditunjukkan dalam
serum yaitu Human Chorion Gonadotropin (HCG) dan -1-fetoprotein (AFP). Pada penderita
13

dengan seminoma kadar HCG dapat naik sedikit, sering juga terdapat kenaikan Placenta Like
Alkaline Phosphatase (PLAP). Pada semua penderita tumor sel embrional Laktat Dehidrogenase
(LDH) dapat naik.7
Diagnosis ditentukan dengan pemeriksaan histologik sediaan biopsi. Setiap benjolan
testis yang tidak menyurut dan hilang setelah pengobatan adekuat dalam waktu dua minggu
harus dicurigai dan dibiopsi. Biopsi harus dilakukan dari tetis yang didekati melalui sayatan
inguinal. Testis diinspeksi dan dibuat biopsi insisi setelah funikulus ditutup dengan jepitan klem
untuk mencegah penyebaran limfogen atau hematogen. Tidak boleh diadakan biopsi langsung
melalui kulit skrotum karena bahaya pencemaran luka bedah dengan sel tumor dengan implantasi
lokal atau penyebaran ke regio inguinal. Bila ternyata ganas dilakukan orkidektomi, yang
disusuli pemeriksaan luas untuk menentukan jenis tumor, derajat keganasan dan luasnya
penyebaran.4
Jika diagnosis tumor sel embrional telah ditetapkan, perlu dilakukan pemeriksaan
tambahan penetapan stadium. Ini berarti di samping pemeriksaan fisik lengkap juga pemeriksaan
pencitraan terdiri atas CT-scan toraks dan abdomen. Pemeriksaan ini tergantung pada
simtomatologinya.7
Marker tumor pada karsinoma testis germinal bermanfaat untuk membantu diagnosis,
penentuan stadium tumor, monitoring respons pengobatan dan sebagai indikator prognosis tumor
testis. Marker tumor yang paling sering diperiksa pada tumor testis adalah :
1. FP (Alfa Feto Protein) adalah suatu glikoprotein yang diproduksi oleh karsinoma
embrional, teratokarsinoma atau tumor yolk sac, tetapi tidak diproduksi oleh
koriokarsinoma murni dan seminoma murni. Marker tumor ini mempunyai masa
paruh 5-7 hari.
2. HCG (Human Chorionic Gonadotropin) adalah suatu glikoprotein yang pada keadaan
normal diproduksi oleh jaringan trofoblas. Marker tumor ini meningkat pada semua
pasien koriokarsioma, pada 40%-60% pasien karsinoma embrional, dan 5%-10%
pasien seminoma murni. HCG mempunyai waktu paruh 24-36 jam.5
Pemeriksa ultrasonografi yang berpengalaman dapat membedakan dengan jelas lesi intra
atau ekstratestikuler dan masa padat atau kistik, namun ultrasonografi tidak dapat
memperlihatkan tunika albuginea, sehingga tidak dapat dipakai untuk menentukan penderajatan
14

tumor testis. Berbeda halnya dengan ultrasonografi, MRI dapat mengenali tunika albuginea
secara terperinci sehingga dapat dipakai untuk menentukan luas ekstensi tumor testis. Pemakaian
CT scan berguna untuk menentukan ada tidaknya metastasis pada retroperitoneum. Sayangnya
pemeriksaan CT tidak mampu mendeteksi mikrometastasis pada kelenjar limfe retroperitoneal.5
Semula stadium perluasan tumor sel embrional didasarkan atas lokalisasi metastasis, jika
tidak dapat ditunjukkan metastasis dan zat-zat marker tumor HCG dan AFP tidak dapat
ditunjukkan dalam serum atau menjadi normal setelah orkidektomi, maka dikatakan stadiumnya
adalah stadium I. Pada stadium II dapat ditetapkan adanya metastasis kelenjar limfe
retroperitoneal, pada stadium III metastasis kelenjar limfe di atas diafragma, pada stadium IV
metastasis di paru, hepar, otak atau tulang.7
II.9. Diagnosis Diferensial
Diagnosis diferensial meliputi setiap benjolan didalam skrotum yang berhubungan
dengan testis dan keluhan-keluhan pada daerah testis, seperti epididimitis dan orkitis (nyeri dan
gejala-gejala inflamasi), torsio testis, hidrokel (kemungkinan hidrokel simtomatik terdapat
sebagai akibat tumor testis, diperlukan pungsi dan kemudian palpasi), varikokel, spermatokel,
kista epididimis, hernia skrotalis.4,7

BAB II
PENATALAKSANAAN
15

III.1. Terapi
Pada dugaan tumor testis tidak diperbolehkan melakukan biopsi testis, karena itu untuk
penegakan diagnosis patologi anatomi, bahan jaringan harus diambil dari orkidektomi.
Orkidektomi dilakukan melalui pendekatan inguinal setelah mengangkat testis dan funikulus
spermatikus sampai anulus inguinalis internus. Biopsi atau pendekatan trans-skrotal tidak
diperbolehkan karena ditakutkan akan membuka peluang sel-sel tumor mengadakan penyebaran.
Pada eksplorasi melalui insisi inguinal dalam instansi pertama funikulus spermatikus harus
diklem dulu untuk menghindari penyebaran sel melalui darah atau saluran limfe. Kemudian tetis
diluksasi dari skrotum di dalam luka insisi dan diperiksa. Pungsi atau biopsi skrotum harus
dianggap sebagai satu kesalahan tindakan.5,7
Hasil pemeriksaan histologis dan stadium klinis memandu pengelolaan lebih lanjut dari
tumor testis. International Germ Cell Cancer Collaborative Group telah mendefinisikan ramalan
yang lebih baik berdasarkan analisis menggenang hampir enam ribu sel kanker dan juga telah
divalidasi pada data independen.
Dari hasil pemeriksaan patologi dapat dikategorikan antara seminoma dan non
seminoma.
a. Seminoma
Seminoma merupakan tumor yang sangat sensitif terhadap sinar. Karena itu sesudah
orkidektomi pada seminoma kebanyakan dilakukan radioterapi pada stasiun-stasiun
kelenjar limfe regional, juga jika tidak dapat ditunjukkan adanya metastasis kelenjar
limfe dibaeah diafragma. Lapangan penyinaran juga harus meliputi sikatriks di daerah
inguinal dan terapinya terdiri atas paling sedikit 30 Gy dalam 3-4 minggu.7
Penderita dengan stadium I, IIA, dan IIB, setelah orkidektomi diradiasi pada regio
paraaorta dan regio panggul ipsilateral. Karena kurang lebih separuh penderita dengan
stadium IIC mendapat kekambuhan dengan terapi penyinaran, pada penderita ini
dilakukan kemoterapi. Kepada penderita stadium III diberikan skema kemoterapi yang
berlaku untuk penderita non seminoma. Bila penanganan bedah sempurna serta
kemoterapi dan penyinaran lengkap prognosis baik sekali.4

16

Pasien dengan seminoma derajat tinggi sebaiknya ditangani dengan rejimen kemoterapi
platinum baik berbasis risiko seperti BEP (bleomycin, etoposid dan cisplatinum) atau EP
(etoposid dan cisplatinum). Sembilan puluh persen pasien Tahap III akan mencapai
respon lengkap dengan kemoterapi. Reaksi luas desmoplastic di retroperitoneum
ditimbulkan. Residual massa biasanya mengandung fibrosis saja, hanya sisa massa nodal
lebih dari 3 cm diameter yang tereksisi . Eksisi ini sering sulit dibuat dan mudah berdarah
oleh reaksi desmoplastic. Sekitar 35% dari massa sisa penyakit aktif; pasien tersebut
diberikan kemoterapi penyelamatan (VIP-vincristine, ifosphamide dan cisplatinum).
tingkat ketahanan hidup 5 tahun pendekatan 65-70%.9,10
Sejak beberapa tahun pada seminoma, jika tidak dapat ditunjukkan metastasis (stadium
I), dalam beberapa pusat yang terspesialisasi cukup dikerjakan kontrol penderita yang
frekuen tanpa radioterapi. Dalam hal ada metastasis kelenjar retroperitoneal dengan
diameter lebih dari 5 cm dan atau metastasis kelenjar di atas diafragma dan atau
metastasis hematogen maka ini terindikasi untuk kemoterapi. Kebanyakan hal ini
digunakan empat siklus masing-masing 3 minggu yang terdiri atas sisplatin dan etoposid
(Mencel dkk., 1994). Dalam pusat tertentu nilai kombinasi kemoterapi ini dibandingkan
dengan karboplatin, sendirian atau dalam kombinasi.7
b. Non-seminoma
Penderita dengan tumor non seminoma stadium I tidak membutuhkan terapi tambahan
setelah pembedahan. Penderita stadium IIA dapat diobservasi saja, kadang diberikan
kemoterapi dua seri. Pada stadium IIB biasanya diberikan empat seri kemoterapi.
Penderita stadium IIC dan III diberikan kemoterapi yang terdiri dari sisplatin, beomisin
dan vinblastin. Bila respon tidak sempurna diberikan seri tambahan dengan sediaan
kemoterapi lain. Bila masih terdapat sisa jaringan di regio retroperitoneal dilakukan
laparatomi eksplorasi. Pada kebanyakan penderita ternyata hanya ditemukan jaringan
nekrotik atau jaringan matur. Jaringan matur merupakan jaringan yang berdiferensiasi
baik dan tidak bersifat ganas lagi.4
Jika tidak dapat ditunjukkan metastasis dan tumor terbatas pada testis maka ini disebut
stadium I. Sesudah orkidektomi cukup pemantauan yang sering terhadap penderita (wait
and see policy). Dalam hal ini harus diperhatikan kenyataan bahwa kira-kira 25%
17

penderita selama follow up menunjukkan pertumbuhan tumor. Dengan kontrol yang


sering, dengan menetapkan zat-zat marker, pertumbuhan tumor dapat cepat didiagnosis,
dan karena kecilnya massa tumor dapat diterapi kuratif dengan kemoterapi. Jika
dibuktikan adanya metastasis, pertama-tama dinilai dengan polikemoterapi. Semula
kemoterapi ini terdiri atas kombinasi sisplatin, vinblastin, dan bleomisisn, sesudah itu
vinblastin diganti dengan etoposid. Kombinasi ini sama efektifnya tetapi cukup ringan
toksisitasnya.7
NSGCT Tahap Rendah (I, II-A): radikal orchiectomy diikuti dengan surveilans sekitar
atau retroperitoneal lymph node dissection (RPLND). Pasien yang secara klinis tahap I
kemungkinan akan masuk tahap II-A pada sekitar 25-30% kasus. Hal ini disebabkan
kurangnya kepekaan modalitas pencitraan. 9,10
Surveillance: Pasien perlu datang untuk kunjungan klinis dan pemeriksaan marker setiap
2 bulanan dan untuk CT scan perut (atau kadang-kadang USG) setiap 4 bulanan minimal
2 tahun pertama follow up. Hal ini diperlukan mengingat tumor cepat membesar 2 kali
lipat dan prognosis tumor buruk. Ini memerlukan beban yang signifikan, baik finansial
maupun psikologis, pada pasien yang berada di usia dua puluhan. Selain itu, mereka akan
kehilangan satu atau dua tindak lanjut karena mereka merasa baik-baik saja. Ini juga akan
menyebabkan gangguan sering dalam pekerjaan rutin mereka. Oleh karena itu pasien
yang harus diletakkan pada surveilans harus: 10
Mengerti implikasi penuh dari jadwal tindak lanjut standar.
Harus hidup cukup dekat dengan rumah sakit.
Harus mampu membayar biaya investigasi.
Harus cukup cerdas dan termotivasi.
Keuntungan dari pendekatan ini adalah operasi dan morbiditas perusahaan berkurang
pada sekitar 75% dari pasien dan kambuh masih terjadi dan bisa sangat baik diobati
dengan kemoterapi. 10
RPLND: RPLND mencakup pengangkatan semua jaringan nodus antara ureter dari
bawah hila ginjal ke bifurkasi iliaka komunis, baik dengan rute thoracoabdominal atau
midline. Prosedur ini mempunyai morbiditas akibat kegagalan atau ejakulasi / emisi dan
karena mayoritas pasien adalah orang dewasa muda, hal ini menjadi penting. Penelitian
anatomi oleh Donohue dan rekan kerja telah menggambarkan lokasi limfatik menyebar
18

ke daerah-daerah tertentu di retroperitoneum. Berdasarkan studi ini, modified RPLND


and nerve sparing RPLND telah dikembangkan. [12] Di tangan ahli, nerve sparing
RPLND mampu mempertahankan ejakulasi di lebih dari 95% pasien. Pasien yang telah
RPLND hanya 1% kemungkinan kambuh di retroperitoneum. Oleh karena CT scan yang
mahal dapat dihindari. Tumor marker dan X-rays dada sudah cukup dalam follow up.
Pasien yang ditemukan memiliki node positif pada RPLND cenderung kambuh di luar
retroperitoneum di sekitar 25% kasus. Karena itu terus melakukan follow up ketat atau
diberikan kemoterapi adjuvant (biasanya 2 siklus rejimen BEP). Dengan pendekatan ini,
tingkat penyembuhannya adalah 90-100%. 10
Tahap Tinggi NSGCT (II-B, II-C, III): Setelah orchiectomy, pasien dengan penyakit
retroperitoneal besar (massa perut teraba) atau metastasis luar retroperitoneum menerima
cisplatinum primer kemoterapi berbasis (3 / 4 siklus BEP). Respon terhadap regimen
kemoterapi memerlukan perawatan lebih lanjut. Jika respon lengkap (marker normal,
tidak ada massa sisa dalam retroperitoneum pada pemeriksaan CT scan, menghilangnya
lesi paru-paru), pasien tersebut tetap difollow up ketat. Untuk tahun pertama 3 bulanan,
untuk tahun kedua 4-6 bulanan dan dari tahun ke-3 dan seterusnya 6 bulanan follow up
dengan marker, sinar-X dada dan CT scan (atau di kemudian hari dengan USG yang baik)
dilakukan. Jika respon terhadap kemoterapi induksi adalah parsial (marker normal, tetapi
massa sisa lebih dari 3 cm pada CT scan), massa ini harus dieksisi (RPLND bilateral
penuh / eksisi nodul paru-paru). Sekitar sepertiga akan menjadi karsinoma residu, yang
ketiga akan memiliki teratoma dan ketiga akan menjadi fibrosis. Pasien dengan sequele
karsinoma diberikan 2 siklus lebih dari kemoterapi adjuvan. Pasien dengan teratoma dan
fibrosis difollow up ketat. Mereka yang memiliki penyakit residual dengan marker tumor
meningkat diberikan kemoterapi penyelamatan (regimen VIP). 10
Kadang-kadang, pasien yang didiagnosis memiliki NSGCT progresif berdasarkan biopsi
dari situs metastasis tanpa orchiectomy primer. Ini diberikan kemoterapi primer namun
orchiectomy tertunda harus dilakukan selayaknya kanker sering ditunjukkan dalam testis.
Meskipun pendekatan yang diuraikan di atas dapat menyembuhkan hingga 45-60% dari
pasien berpenyakit dengan jumlah yang besar, masih ada subkelompok pasien yang mengalami
nasib buruk. System prognosis yang lebih baik seperti Indiana University System atau sistem
MSKCC telah dikembangkan di mana pasien dengan risiko rendah diberi terutama VIP
19

(vinblastine, ifosphamide dan cisplatinum) atau regimen VAB-6 dengan kemoterapi dosis tinggi
bahkan kadang-kadang dengan transplantasi sumsum tulang autologi. Kemoterapi yang
digunakan (baik risiko BEP atau berisiko tinggi VIP) telah menunjukkan morbiditas yang
signifikan termasuk sepsis, neuropati, toksisitas ginjal, infertilitas dan kadang-kadang bahkan
kematian. 10
Rejimen Kemoterapi
Berbagai rejimen kemoterapi dipelajari pada pasien kanker testis. Umumnya digunakan dan
paling rejimen efektif adalah BEP dan VIP.10
1. BEP: Bleomycin-30 mg / minggu
2. Etoposid:- 100 mg/m2/d x 5 hari
3. Cisplatinum : - 20 mg/m2/dx 5 hari Q3 minggu .
3 siklus diberikan pada penyakit nonbulky dan 4 siklus diberikan untuk penyakit lanjut
yang berat. Tingkat penyembuhan lebih dari 90%. 10

VIP: vinblastine - 0,11 mg / kg / hari, hari 1-2I

fosfamide : - 1.2 g/m2/d selama 5 hari

Cisplatinum : - 20 mg/m2/d selama 5 hari Q3 minggu.

Tingkat remisi lengkap pada pasien kambuh adalah 60%. Toksisitas akut: Dengan
kombinasi kemoterapi standar berbasis platinum, toksisitas akut berhubungan dengan
myelosupresi, disfungsi gastrointestinal, dengan mual dan muntah, dan rambut rontok. Efek
samping yang lebih mudah dikelola dengan pendukung yang tersedia seperti antiemetik baru dan
faktor koloni merangsang. 10
Toksisitas kronis meliputi:

Toksisitas ginjal - rezim yang mengandung cisplatin mempengaruhi GFR.


Penurunan sekitar 10-15%. Ia juga memiliki peningkatan risiko hipertensi di
kemudian hari.

Toksisitas paru berkaitan dengan penggunaan bleomycin. Dengan pemantauan


yang tepat dan dosis yang sesuai dan tes fungsi paru-paru (termasuk kapasitas
difusi karbon monoksida), masalah tersebut dapat dikurangi.
20

Neurotoxicity - efek samping jangka panjang yang paling mengganggu terjadi


pada mayoritas pasien. Banyak yang mengalami neuropati sensori perifer yang
mungkin disebabkan oleh degenerasi aksonal. kehilangan pendengaran frekuensi
tinggi irreversible dapat dirangsang pada beberapa pasien (karena kerusakan
konduksi pusat). Fenomena Raynaud terlihat di hampir separuh pasien.

Masalah psikoseksual biasanya terlihat sangat jarang.

Kesuburan pada pasien Kanker testis


Kesuburan adalah masalah pelik di grup pasien ini. Sekitar 40 sampai 70% dari pasien
diyakini setidaknya untuk sementara pasca orchiectomy mengalami hypofertile. Penyebab pasti
tidak diketahui, tetapi berbagai faktor seperti keadaan yang berhubungan cryptorchid, stres yang
berhubungan dengan diagnosa atau karena kanker yang sangat besar diyakini penting. [13]
Radioterapi juga memiliki efek depresif pada spermatogenesis. Ada masa tunggu selama 1-2
tahun untuk sembuhnya spermatogenesis. Sekitar 40 sampai 70% dari pasien yang ingin
memiliki anak dapat mencapai tujuan ini. RPLND Bilateral lengkap menyebabkan hilangnya
ejakulasi di hampir semua pasien tetapi pengembangan modified templates and nerve sparing
RPLND, ejakulasi terjaga pada 70 sampai lebih dari 95% pasien. Mereka yang telah ejakulasi
retrograde dapat dibantu dengan teknik reproduksi bantuan. Kemoterapi memiliki efek
mendalam pada kesuburan. Hampir semua pasien azoospermic di 6-bulan pasca kemoterapi
namun pemulihan bertahap berlangsung hingga sekitar 50% pulih spermatogenesisnya setelah 2
tahun pasca-kemoterapi. Pemulihan terus terjadi melebihi 2 tahun dan terlihat lebih pada pasien
yang lebih muda. Konsepsi dapat terjadi meskipun oligospermia. Semua pasien muda yang
belum berkeluarga atau setiap anak-anak lebih harus diberi konseling mengenai efek terapi pada
kesuburan serta pilihan cryopreserving air mani mereka. 10
III.2. Prognosis
Prognosis umumnya memuaskan, kecuali pada penderita dengan metastasis banyak di
paru atau bila terdapat kekambuhan dengan kadar petanda tumor yang tinggi. Prognosis tumor
testis bukan hanya bergantung kepada sifat histologiknya, melainkan terutama pada stadium
tumor. Ketahanan hidup 5 tahun adalah sebagai berikut 4,7 :
21

Seminoma, stadium I dan II : 95%

Seminoma, stadium III-IV : 70-90%

Non-seminoma, stadium I : 99%

Non-seminoma, tumor sedikit : 70-90%

Non-seminoma, tumor banyak : 40-70%

Pada tumor testis follow up harus dijalankan sebagai berikut : tahun ke-1 tiap 1 bulan ;
tanuh ke-2 tiap 2 bulan ; tahun ke-3 tiap 3 bulan ; tahun ke-4 dan 5 tiap 6 bulan ; tahun ke-6
hingga 10 tiap tahun. Pada waktu kontrol harus diperhatikan khusus zat-zat marker tumor,
pemeriksaan abdomen (CT scan retroperitoneum), dan testis sisi lainnya, deteksi limfoma
supraklavikuler, pemeriksaan paru (foto thorak dan CT) dan keadaan umum penderita.7

BAB IV
KESIMPULAN
Marker tumor yang paling sering diperiksa pada tumor testis adalah FP dan HCG,
marker tumor pada karsinoma testis germinal bermanfaat untuk membantu diagnosis, penentuan
stadium tumor, monitoring respons pengobatan dan sebagai indikator prognosis tumor testis.
Seminoma atau non-seminoma sangat sensitif terhadap kemoterapi. Seminoma juga
sangat radiosensitif, non-seminoma jauh kurang sensitif.
Prognosis umumnya memuaskan, kecuali pada penderita dengan metastasis banyak di
paru atau bila terdapat kekambuhan dengan kadar petanda tumor yang tinggi.
22

DAFTAR PUSTAKA
1. Price, Wilson M. Lorraine, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Gangguan
Pertumbuhan, Proliferasi dan Diferensiasi Sel, Buku 1, Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995, Hlm 111
126.
2. Price, Wilson M. Lorraine, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Gangguan
Sistem Reproduksi Pria, Buku 2, Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995, Hlm 1146.
3. Frontiers in Bioscience, Teratoma of the Testis, www.bioscience.org. 2002.
4. Sjamsjulhidayat R., Jong W.D., Buku Ajar Ilmu Bedah, Tumor Ganas Testis, Edisi Revisi,
EGC, Jakarta, 1997, Hlm 1070-1073.

23

5. Purnomo B., Dasar-dasar Urologi, Tumor Urogenitalia, Edisi kedua, CV. Sagung Seto,
Jakarta, 2003, Hlm 181-185.
6. Schrock R. Thedore, Handbook of Surgery, Urologi, Edisi 7, EGC, Jakarta, Hlm 324-341.
7. Van de Velde C.J.H., Bosman F.T., Wagener D.J., Onkologi, Tumor Testis, Edisi 5 Revisi,
Panitia Kanker RSUP Sardjito Yogyakarta, Alih Bahasa : Arjono, 1996, Hlm 556-563.
8. Anonym, Anatomy of the Testis (2), www.training seer.cancer.gov. 2002.
9. Anonym, Sertoli Cell Tumor of the Testis, www.gfmer.ch. 2004.
10. Kalsyapi

BD,

Kalpani

JN,

Testicular

Cancer

http://www.bhj.org/journal/1999_4103_july99/sp_437.htm, 2011.

24

Current

Management,

Anda mungkin juga menyukai