Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapankan kepada tuhan Yang Maha Esa, atas
kehadiratnya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan paper dengan judul
IMUNISASI Diphteria Pertusis dan Tetanus (DPT) untuk memenuhi
persyaratan dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Kesehatan
Anak RSUD dr. Pirngadi Medan.
Ungkapan terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Terapul Tarigan,
Sp.A yang telah berkenan memberikan bimbingan serta arahan selama mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU dr. Pirngadi
Medan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, baik dari
kelengkapan isi, variasi sumber referensi, penuturan bahasa, maupun cara
penulisan dalam paper ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
baik dari pembimbing yang terhormat khususnya, dan pembaca umumnya untuk
dijadikan tolak ukur bagi penulis dalam menulis suatu karya di kemudian hari.
Harapan penulis paper ini dapat di terima oleh pembimbing sebagai salah satu
syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Kesehatan
Anak, dan jugabermanfaat bagi pembaca baik untuk menambah ilmu pengetahuan
atau wawasan, ataupun untuk di jadikan sebagai salah satu sumber referensi.

Medan, 17 Desember 2015

Penulis

Daftar Isi

KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
Daftar Isi............................................................................................................................ii
Daftar Gambar..................................................................................................................iv
Daftar tabel........................................................................................................................v
BAB 1 Pendahuluan...........................................................................................................1
BAB II Tinjauan Pustaka...................................................................................................3
A.

Definisi immunisasi1,2,3,4,5,6,11...................................................................................3

B.

Sejarah perkembangan immunisasi1.......................................................................3

C.

Prinsip kerja immunisasi........................................................................................5

D.

Tujuan 1,5.................................................................................................................6

E.

Macam-macam vaksin1...........................................................................................6

F.

Contoh sediaan Vaksin1,2,3.......................................................................................6


a.

Vaksin bakteri.....................................................................................................6

b.

Vaksin Virus.......................................................................................................7

G.

Cara Pengelolaan Vaksin 7,8....................................................................................9

H.

Imunisasi di Indonesia..........................................................................................12

I.

Imunisasi Diphteria, Pertusis dan Tetanus (DPT).................................................13


a.

Definisi1,2,3,4,5,10,11...............................................................................................13

b.

Mekanisme dasar terbentuknya antibody terhadap DPT 3,2,4..............................14

c.

Pentingnya dilakukan imunisasi DPT...............................................................14

d.

Vaksin DPT......................................................................................................17

e.

Waktu pemberian vaksin..................................................................................18

f.

Cara pemberian vaksin.....................................................................................18

g.

Efek samping Vaksin3.......................................................................................18

h.

Kontraindikasi imunisasi DPT3........................................................................19


2

BAB III Penutup..............................................................................................................20


A.

Kesimpulan..........................................................................................................20

B.

Saran....................................................................................................................20

Daftar referensi................................................................................................................21

Daftar Gambar
Gambar 1: Jadwal imunisasi anak usia 0-18 tahun rekomendasi IDAI.............................12
Gambar 2: Jadwal imunisasi dewasa rekomendasi PAPDI 2013......................................13
Gambar 3: data laporan kasus tetanus WHO tahun 1990-2010 di seluruh dunia, indonesia
tampak termasuk negara dengan penemuan kasusu terbanyak.........................................17
Gambar 4: Dosis, Jadwal Pemberian, Serta rute pemberian Imunisasi DPT.....................18

Daftar tabel
Tabel 1: Sejarah Perkembangan Immunisasi......................................................................4
Tabel 2: Rekomendasi suhu penyimpanan sesuai jenis vaksin.........................................10

BAB 1 Pendahuluan
Immunisasi mempunyai arti umum sebagai tindakan terhadap tubuh agar
tubuh mempunyai kemampuan imunitas terhadap penyakit tertentu atau terhadap
bahan bahan asing tertentu. Secara khusus orang membedakan imunisasi kedalam
immunisasi aktif dan immunisasi pasif. Immunisasi aktif disebut juga dengan
vaksinasi, dan immunisasi pasif disebut juga dengan imunoterapi.1
Immunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen
yang serupa tidak akan terjadi penyakit. Immunisasi dalam arti khusus merupakan
suatu tindakan terhadap tubuh agar tubuh dapat di cegah akan timbulnya suatu
penyakit tertentu. Proses immunisasi sebenarnya tidak perlu secara sengaja di
lakukan dg cara memaparkan bahan(antigen) kedalam tubuh. Adanya suatu
penyakit infeksi yang dialami seseorang secara alami merupakan kejadian yang
dapat menimbulkan immunisasi yang terjadi secara alami pula. Sehingga tidak di
perlukan pemapan secara aktif.1,5,2,3
Cara-cara immunisasi sederhana telah di pelopori oleh nenek moyang kita,
dengan cara sengaja memaparkan tubuh manusia dengan antigen tertentu yang
tujuan untuk memperoleh kekebalan terhadap antigen tersebut. Sehingga apabila
di kemudian hari tubuh yang sama terpapar dengan antigen yang sama untuk
kedua kalinya tidak menimbulkan penyakit. Cara ini pertama kali dilakukan oleh
Jenner (1796) dengan cara sengaja menorehkan sampel lepuhan seorang penderita
cacar kepada kulit seorang anak laki-laki yang sehat sepanjang 1 (satu) inchi yang
mana 2 (dua) bulan sebelumnya anak laki-laki ini telah di suntikan bahan dari
cacar sapi. Kemudian di temui bahwa pada pemaparan yang kedua sekarang anak
laki-laki ini hanya mengalami ruam ringan pada kulitnya, Cara ini dulu
dinamakan Variolasi.1
Hinga kini penemuan vaksin untuk berbagai penyakit semakin
berkembang, sehingga daya tahan atau antibody terhadap penyakit tertentu makin
gampang di peroleh melalui cara vaksinasi atau dikenal juga dengan immunisasi

aktif, ataupun melalui immunotherapy yang dikenal juga sebagai immunisasi


pasif.

BAB II Tinjauan Pustaka


A. Definisi immunisasi1,2,3,4,5,6,11
Immunisasi merupakan tindakan yang sengaja dilakukan terhadap
dengan cara memasukan antigen yang telah dilemahkan ke dalam tubuh agar
tubuh memperoleh kekebalan terhadap antigen tertentu pada pemaparan
kedua, ketiga dan seterusnya. Imunisasi secara khusus di bedakan kedalam
immunisasi aktif dan immunisasi pasif. Immunisasi pasif secara klasik dapat
juga disebut sebagai imunoterapi dengan menggunakan serum atau
gammaglobulin yang akan memberikan perlindungan sementara. Ini dilakukan
dengan cara memberikan antibodi donor kepada resipien. Immunisasi aktif
dilakukan dengan cara sengaja memaparkan tubuh dengan suatu antigen (yang
telah di lemahkan) untuk memperloleh antibodi alami terhadap antigen
tersebut. Kesimpulan ini dapat di peroleh dari pengamatan terhadap nenek
moyang kita yang telah di ketahui bahwa seseorang yang sembuh dari suatu
penyakit infeksi akan terlindungi dari kekambuhan penyakit tersebut.

B. Sejarah perkembangan immunisasi1


Untuk mementukan tepatnya kapan immunisasi pertama kali
dilakukakn oleh nenek moyang kita tidaklah mudah. Beberapa ahli menklaim
bahwa Mithridates Eupatoris IV seorang raja di Pontis Yunani yang hidup
diantara tahun 132-63 SM, belaiau dianggap sebagi ahli immunologi pertama
sekaligus juga merupakan orang pertama yang melakukan immunisasi secara
sengaja agar mendapat kekebalan, cara yang dilakukan beliau ini dinamakan
mitridisasi.
Cara-cara immunisasi sederhana yang bertujuan untuk mendapatkan
kekebalan terhadap penyakit menular, telah di pelopori oleh bangsa cina kuno.
Immunisasi tersebut dinamakan Variolasi. Namun Jenner merupakan orang
pertama (1796) yang memperkenalkan cara memperoleh kekebalan dari
penyakit cacar dengan cara yang lebih ilmiah. Cara ini dilakukan dengan
3

menyuntikan bahan cacar sapi kepada laki-laki berusia 8 tahun, dua bulan
kemudian Jenner menggoreskan bahan yang diambil dari seorang wanita
yang menderita cacar. Namun setelah pajanan kedua tersebut anak laki-laki
tersebut hanya menserita radang ringan pada bekas torehanbahan tadi. Hal
ini disebabkan oleh kekebalan yang di peroleh anak laki-laki tersebut setelah
pemaparan pertama dengan bahan dari cacar sapi.1

Vaksin
dari

Kegiatan dan Jenis Vaksin


Variolasi
Vaksinasi
Vaksin rabies
V. toksoid diffteri
V. toksoid tetanus
V. pertussis (batuk rejan)
V. penyakit demam kuning
V. penyakit influenza
Pembiakan virus dalam jaringan
V. virus polio, mati (salk)
V. virus polio, dilemahkan (sabin)
V. measle (gabak)
Ig manusia untuk tetanus
V. rubella
V. virus hepatitis B

Tahun Di
Temukan
Vaksin
1721
1796
1885
1925
1925
1925
1937
1943
1949
1954
1956
1960
1962
1967
1975

Istilah
berasal

penggunaan bahan yang berasal dari virus cacar sapi (Vacca=sapi) yang di
lakukan oleh Jenner. Kemudian istilah ini di gunakan hinnga sekarang.
Kemudian immunisasipun perlahan berkembang, di temukan berbagai vaksin
untuk penyakit lain. Dan penemuan vaksinpun semakinbertambah dari tahun
ketahun seperti yant terlihat pada (tabel 2.B.1) berikut1

*dikutip dari Cohen, S.N Immunization, 1984

C. Prinsip kerja immunisasi


Vaksinasi (immunoprohylaxis) bertujuan untuk membangkitkan immunitas
yang efektif sehinnga terbentuk efektor dan sel-sel memori. Vaksinasi ini
merupakan immunisasi aktif, karena tubuh di picu untuk melangsungkan proses
respons immun yang menghasilkan terbentuknya efektor immunitas dan sel-sel
memori. Semakin sering dilakukan semakin banyak efektor dan sel-sel memori
yang terbentuk. Hal ini di dasarkan pada kebutuhan dalam vaksinasi yang
sesungguhnya, yaitu tersedianya sel-sel memori yang cukup banyak. Untuk
melindungi tubuh sari infeksi tubuh tidak bisa semata-mata hanya mengandalkann
kepada ketersediaan efektor antibody spesifik dalam tubuh, karena eektor akan
mengalami katabolis seperti halnya protein lainya. Untuk itu sel memorilah yang
betanggung jawab atas ketersediaan efektor tersebut. Vaksinasi yang berhasil akan
menghasilkan sel memori yang cukup dan bagus, sehingga pada saat reinfeksi sel
memori akan langsung memberikan respon di produksinya sel efektor untuk
antigen yang telah di kenal tersebut. Hal ini bergantung kepada beberapa hal,
misalnya spesifisitas vaksin, carapemberian vaksin, potensial vaksin dalam
membangkitkan respons immun, jenis vaksin dan lain-lain. Perlu diingat bahwa
cara penyimpanan bahan vaksin sangat menentukan efektivitas vaksin. Terutama
Tabel 1: Sejarah Perkembangan Immunisasi

untuk vaksin yang berisi

mikroorganisme hidup.
Pada saat tubuh pertama kali terpajan antigen atau di beri vaksin, maka
terjadi respons immun primer, terbentuklah antibody yang umumnya adalah
IgM dengan titer rendah dan afinitas yang rendah pula (kurang poten) dalam

waktu yang lambat. Dan apabila tubuh di hadapkan pada pemaparan terhadap
antigen yang sama untuk yang kedua kalinya setelah beberapa minggu, bulan, atau
bahkan tahun setelah terjadi respons immune primer, terjadilah respons immun
sekunder yang di percepat dengan adanya sel-sel memori. Di produksilah sel-sel
yang immunokompeten terhadap antigen tersebut.

D. Tujuan 1,5
Tujuan immunisasi adalah untuk mencegah terjadinya
penyakit tertentu terhadap seseorang, dan menghilangkan
penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau
bahkan untuk menghilangkan suatu penyakit tertentu di dunia
seperti pada immunisasi cacar. Leadaan yang terakhir ini lebih
mungkin terjadi pada penyakit yang transmisinya pergantung
pada manusia, seperti penyakit diffteria.

E. Macam-macam vaksin1
1. Mikroorganisme mati
Cara paling sederhana untuk merusak kemampuan mikroba untuk
memnimbulkan penyakit terhadap inang, namun tetap bersifat antigenic
(meransang munculnya respon immune) iyalah mencegah perbanyakan
atau reproduksinya melalui pembunuhan dengan cara tertentu.
Mempertahankan sifat antigeniknya merupakan hal terpenting yang harus
di perhatikan dalam melumpuhkan mikroorganisme vaksin Contoh vaksin
yang mengandung mikroorganisme mati ialah Vaksin tifoid (dicampur
dengan parathipy Adan B, kolera dan poliomyelitis (salk). Terkadang
immunitas yang di bangkitkan oleh mikroorganisme mati ini berkualitas
lebih rendah apabila dibandingkan dengan vaksin mikroorganisme hidup.
2. Mikroorganisme yang di lemahkan

Dengan cara memodifikasi organisme agar tidak menyebabkan


penyakit namun tetap betingkah laku alami seperti mikroorganisme asli
sehingga tetap dapat memicu terjadinya respons immune.

F. Contoh sediaan Vaksin1,2,3


a. Vaksin bakteri

Diphteria, Pertusis dan Tetanus (DPT)


Merupakan vaksin polivalen yang mengandung toksoid (yang telah
dihilangkan toksisitasnya namun masih immunogenic) dari
Corynebacterium Difteriae, dan closteridium tetani yang dibubuhi
bakteri bordetella pertussis yang telah di matikan

Haemophilus influenzae tipe B (HiB)


Vaksin ini terdiri atas polisakarida yang berasal dari Haemophilus
influenza tipe B yang dikonjugasikan dengan toksoid atau protein
membrane luar dari Meningococcus yang digunakan untuk
mencegah meningitis oleh Haemophilus influenza. Tetapi
polisakarida yang di murnikan tersebut kurang immunogenic pada
anak-anak usiadi bawah 2 (dua) tahun. Polisakarida tersebut hanya
akan memiliki immunogenitas jika secara kimiawi di konjugasikan
dengan molekul protein sebagai pembawa (carier).

Neiseria meningitis
Vaksin ini digunakan untuk mencegah penyakit meningitis. Terdiri
atas karbohidrat yang berasal dati kapsul meningococcus dari galur
A, C, Y dan W-135.

Polisakarida pneumococcus
Vaksin ini dipersiapkan dari kapsul polisakarida 23 tipe antigenic
Streptococcus Pneumoniae. Vaksin ini akan melindungi terhadap
90% galur pneumococcus yang menyerang manusia.

Bacillus Calmette-Gurin
Vaksin ini mengandung bakteri hidup yang telah di lemahkan dari
galur Mycobacterium bovis, digunakan untuk melindungi manusia
dari penyakit TB.

b. Vaksin Virus

Rubella
Vaksin rubella mengandung virus hidup yang telah di lemahkan yang
di biakan dalam jaringan hewan atau sel-sel diploid manusia.

Virus Influenza
Mengandung virus Influenza tipe A dan B utuh yang dibiakan dalam
embrio ayam, dan di nonaktifkan dengan formalin.

Poliomyelitis
Tersedia dalam 2 bentuk;

Vaksin salk (Innactivated polio vaccine=IPV) dipperoleh dari


biakan virus dalam jaringan ginjal kera yang kemudian di
nonaktifkan dengan formalin atau sinar UVIOL. Pemberian

vaksin melalui suntikan.


Vaksn sabin (oral polio vaccine=OPV) berasal dari virus yang
dibiakan dalam jaringan ginjal pula, dinonaktifkan dg sinar
UVIOL. Pemberian vaksin dengan cara oral drop (tetesan

mulut).
Hepatitis B
Vaksin hepatitis B terdiri sari partikel antigen permukaan virus
hepatitis B (HBsAg) yang diperoleh dari plasma manusia
penyandang carier.

Varicella
Digunakan untuk mencegah cacar air. Merupakan biakan sari cacar
sapi.
8

Rotavirus
Oleh perusahaan GlaxoSmithKline berhasil dibuat vaksin yang
mengandung rotavirus utuh yang dilemahkan. Digunakan untuk
melindungi manusia dari infeksi rotavirus.

Rabies
Teersedia dalam dua bentuk;

Vaksin yang mengandung virus rabies yang telah dimatikan


utnuk vaccinasi manusia, dibuat dari biakan dalam embrio itik,
dan yang dibiakan dalam sel-sel diploid manusia, biasanya yang

kedua ini lebih aman dari pada yang pertama.


Vaksin yang mengandung virus rabies hidup yang telah
dilemahkan. Untuk vaksinasi hewan peliharaan.

G. Cara Pengelolaan Vaksin 7,8


Rantai vaksin adalah rangkaian proses penyimpanan dan transportasi
vaksin dengan menggunakan bebagai peralatan sesuai prosedur untuk
menjamin kualitas vaksin sejak dari pabrik sampai di berikan pada pasien.
Rantai vaksin terdiri dari; (1) proses penyimpanan di kamar
dingin/beku; (2) di lemari pendingin; (3) di dalam alat pembawa vaksin, dan
pentingnya alat-alat untuk mengukur dan mempertahankan suhu.
Dampak perubahan suhu pada vaksin hidup dan mati berbeda, untuk itu
perlu difahami suhu optimum penyimpanan vaksin sesuai petunjuk
penyimpanan pabrik, berikut tabel rekomendasi suhu penyimpanan sesuai
jenis vaksin;

Jenis vaksin
Vaksin Polio Oral
(OPV)

Suhu +2o
o

s/d +8 C
Optomal bertahan

Suhu < +2o C


s/d beku
Potensi tetap

Suhu > +8oC

baik, bertahan
9

Bacillus

Bertahan 1 tahun

hingga 2 tahun
Bertahan 1 tahun

Bertahan 2 tahun
Optimal

Bertahan 2 tahun
Vaksin rusak/

Calmette-Gurin
(BCG)
Campak
Vaksin mati
Hep-B, DPT-HB

cepat mati
Rusak dalam

Bertahan 14-30

DPT, DT, TT

jam
Rusak dalam

hari
Bertahan 14 hari

hingga 2 jam
*Soedjatmiko, dr., Sp.A., MSi, Rantai vaksin
Tabel 2: Rekomendasi suhu penyimpanan sesuai jenis vaksin
a. Proses Penyimpanan Di Kamar Dingin/Beku
Kamar dingin (Cold room, suhu +2 s/d +8o C) dan kamar beku
(freese room, suhu -25 s/d -15o C) umumnya berada di pabrik, atau
distributor pusat, Depkes/Dinkes provinsi, berupa ruang besar
dengan kapasitas 5-100 m3. Kamar dingin dipergunakan untuk
menyimpan vaksin yang itdak boleh beku, sedangkan kamar beku
dipergunakan untuk menyimpan vaksin yang harus beku seperti
vaksin polio.
Kamar tersebut harus beroperasi terus menerus dengan
menggunakan dua tenaga pendingin yang bekerja bergantian.
2. Lemari es dan freezer
Kriteria lemari es dan freezer;
-

Mempunyai stopkontak sendiri


Jarak lemari es dengan didinding belakang 10-15 cm,

kanan-kiri 15 cm
Tidak bolwh terkena sinar matahari langsung
Sirkulasi udara baik
Suhu di dalam lemari es berkisar +2 s/d +8o C untuk

menyimpan vaksin hidup/ mati, membuat cool pack


Suhu freezer -25 s/d -15o C untk menyimpan vaksin
polio dan membuat cool pack.
10

Pemeliharaan suhu dilakukan dengan menggunakan


thermometer Dial atau thermometer Muller yang di
letakan pad arak ke 2.
Vaksin hidup diletakan dekat dengan dinding freezer
dan vaksin mati diletakan jauh dari dinding freezer, beri
sela sekitar selebar jari tangan antara kotak vaksin agar
suhu dingin tersebar merata. Droper vaksin polio tidak
boleh di letakan di dalam freezer.

3. Wadah pembawa vaksin


Untuk membawa vaksin dalam jumlah sedikit dan jarak dekat,
dapat digunakan cool box atau termos yang sudah di letakan
cool pack (es batu dengan suhu -25 s/d -15 o C) di dalamnya
dipergunakan untuk membawa vaksin hidup, sedangkan cool
box atau termos yang di dalamnya diletakan coolpack (es
dingin dengan suhu +2 s/d +8 o C) dipergunakan untuk
membawa vaksin mati.
4. Menilai kualitas vaksin
Kualitas vaksin akan baik apabila di simpan di tempat yang
benar dengan prosedur yang benar. Kualitas vaksin dan
potensial antigeniknya akan berkurang apabila vaksin rusak.
Untuk memantau keadaan ini dapat di perhatikan:
-

Vaccine vial monitor


Freeze watch dan freeze tag
Warna dan kejernihan vaksin
Pemilihan vaksin

11

H. Imunisasi di Indonesia
Pada dasarnya semua vaksin dianjurkan untuk di berikan pada anak dan
dewasa selama tidak ada kontraindikasi dan pemberianya memungkinkan.
Anjuran imunisasi ini bergantung pada keinginan untuk mencegah atau
mengurangi angka kejadian suatu penyakit tertentu. Satgas Imunisasi IDAI dan
PAPDI telah meluncurkan program dan jadwal imunisasi di Indonesia, Berikut
adalah tabel jenis vaksin dan jadwal pemberian sesuai rekomendasi IDAI dan
PAPDI untuk anak dan dewasa;7,10

Gambar 1: Jadwal imunisasi anak usia 0-18 tahun rekomendasi IDAI


Gambar 2: Jadwal imunisasi dewasa rekomendasi PAPDI 2013
I. Imunisasi Diphteria, Pertusis dan Tetanus (DPT)
a. Definisi1,2,3,4,5,10,11
Secara umum imunisasi dapat diartikan sebagai suatu tindakan
yang dilakukan untuk membuat tubuh kebal atau terhindar dari suatu
penyakit. Sedangkan Imunisasi Diphteria, Pertusis dan Tetanus (DPT)

12

secara khusus diartikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan untuk


memperoleh kekebalan terhadap infeksi Corynebacterium diphteriae,
bordetella pertussis, dan Clostridium tetani. Seehingga jika tubuh
terpajan dengan bakter-bakteri ini mereka tidak menimbulkan penyakit
terhadap tubuh yang terpajan. Lebih jauh lagi imunisasi DPT
dilakukan dengan memasukan Vaksin (Bahan) yang mengandung
toksoid (toksin yang telah dihilangkan toksisitasnya) dari
Corynebacterium diphteriae, Clostridium tetani, dan dibubuhi dengan
bakteri Bordetella pertussis yang telah dimatikan dengan tujuan untuk
membangkitkan respon imun sehingga diproduksi antibody spesifik
untuk bakteri-bakteri tersebut.

b. Mekanisme dasar terbentuknya antibody terhadap DPT3,2,4


Tujuan utama memasukan vaksin DPT kedalam tubuh manusia
adalah untuk memicu respons imun. Jika respons imun tersensitisasi
maka akan terjadi proses pengenalan, penghancuran dengan prosuksi
efektor-efektor khsusus, serta diproduksinya sel-sel memori yang
berperan sebagai antibodi respon cepat dan jangka panjang yang akan
berespon segera setelah reinfeksi bakter-bakteri yang sama. Pada proses
infeksi pertama atau disebut sebagai respons imun primer terjadi proses
pengenalan terhadap antigen, segera setelah dikenal, diproduksilah selsel efektor yang akan bekerja mengeliminasi atau menghacurkan
antigen-antigen asing tersebut, namun respon primer ini umunya
berlangsung lambat, dan immunoglobulin yang di produksi juga
cenderung berafinitas rendah terhadap antigen. Namun disamping itu
sel memori juga terbentuk, dengan terbentuknya sel memori ini infeksi
kedua oleh antigenyang sama (reinfeksi) akan memicu respons imun
sekunder yang venderung berlangsung cepat dan memproduksi IgM
yang sangat poten untuk mengeliminasi ataupun menghancurkan
antigen tersebut. Semakin banyak sel-sel memori yang terbentuk,
semakin poten pula antibody yang dihasilkan pada proses reinfeksi.
Mekanisme inilah yang diharapkan terjaadi pada proses vaksinasi.
13

c. Pentingnya dilakukan imunisasi DPT


Diphteria. Merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh
Corynebacterium diphteriae, Yang menghasilkan oxotoxin yang
paten yang menyerang mukosa tonsil, faring, laring dan hidung.
Difteria masih merupakan penyakit endemic dibanyak negara di
dunia. Di Indonesia, dari data lima rumah sakit di Jakarta,
Bandung, Makassar, Semarang, dan Palembang, Parwati S.Basuki
melaporkan angka yang berbeda. Selama tahun 1991-1996, dari
473 pasien difteria, terdapat 45% usia balita, 27% usia kurang dari
1 tahun, 24% usia 5-9 tahun, dan 4% usia diatas 10 tahun.
Berdasarkan suatu KLB difteria di kota Semarang pada tahun
2003, dilaporakan bahwa dari 33 pasien sebanyak 46% berusia 1544 tahun serta 30% berusia 5-14 tahun.1 Khusus provinsi Sumatera
Selatan, selama tahun 2003-2009 penemuan kasus difteri
cenderung terjadi penurunan, kasus terbanyak pada tahun 2007 (12
kasus) dan terendah pada tahun 2003 (2 kasus), meskipun demikian
Sumatera Selatan merupakan provinsi terbesar kedua untuk kasus
difteri pada tahun 2008.
Pertusis. disebut juga whooping cough, tussis quinta, violent
cough, dan di Cina disebut batuk seratus hari. Pertusis adalah
penyakit infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan yang
disebabkan oleh Bordetella pertussis, bakteri Gram-negatif
berbentuk kokobasilus. Organisme ini menghasilkan toksin yang
merusak epitel saluran pernapasan dan memberikan efek sistemik
berupa sindrom yang terdiri dari batuk yang spasmodik dan
paroksismal disertai nada mengi karena pasien berupaya keras
untuk menarik napas, sehingga pada akhir batuk disertai bunyi
yang khas. Sampai sekarang manusia masing menjadi host dan
sumber penularan utama. Pada masa pravaksin, pertusis menyerang
anak prasekolah. Kurang dari 10% kasus terjadi pada bayi usia <1
tahun. Setelah mulai dilakukan imunisasi (tahun 1940), kejadian
pertusis menurun drastis, dari 200.000 kasus/tahun menjadi 1.010

14

kasus pada tahun 1976. Sejak itu, imunisasi pertusis dianggap


memiliki kemampuan perlindungan seumur hidup, sehingga tidak
perlu diproduksi vaksin pertusis untuk usia >7 tahun. Mulai tahun
1980 ditemukan peningkatan kejadian pertusis pada bayi, usia 1118 tahun, dan dewasa, dengan cakupan imunisasi pertusis rutin
yang luas. Centers of Disease Control and Prevention (CDC)
(tahun 2004) melaporkan 25.827 kasus pertusis di AS, suatu angka
yang tinggi sejak tahun 1950-an dengan proporsi 35% kejadian
pada usia 11-18 tahun (30 per 100.000). Angka yang jauh lebih
tinggi diperlihatkan oleh sebuah penelitian prospektif terhadap
individu dengan gejala batuk paroksismal atau batuk yang menetap
>7 hari, ternyata didapatkan perkiraan insidens pertusis pada
remaja sekitar 997 per 100.000. Kejadian luar biasa pertusis
dialami Massachusett (1996) dengan 67% kasus berusia 10-19
tahun, kemudian Wisconsin (2002-2003) sebesar 313 kasus dengan
70% berusia 10-19 tahun. Remaja merupakan reservoir B.
Pertussis dan menjadi sumber penularan pertusis bagi bayi kecil,
golongan risiko tinggi untuk mengalami komplikasi pertusis,
menjalani perawatan di Rumah Sakit, dan mengalami kematian.
Sebuah studi kasus-kontrol menunjukkan adanya faktor risiko
terjadinya pertusis pada bayi saat timbulnya kejadian luar biasa di
Chicago. Rasio odds sebesar 7,4 bila usia ibu 15-19 tahun dan 13,9
bila ibu batuk >7 hari. Hal yang menarik disimpulkan dari
penelitian tersebut, bahwa usia ibu yang lebih tua tidak dapat
teridentifikasi sebagai faktor risiko terjadinya pertusis.
Tetanus. Tetanus ibu dan bayi baru lahir didunia merupakan
penyebab penting dari kematian ibu dan bayi, sekitar 180.000
kehidupan di seluruh dunia setiap tahun, hampir secara eksklusif di
negara-negara berkembang. Meskipun sudah dicegah dengan
maternal immunization, dengan vaksin, dan aseptis obstetric,
tetanus ibu dan bayi tetap sebagai masalah kesehatan masyarakat di
48 negara, terutama di Asia dan Africa. Salah satu upaya dari

15

negara-negara dunia untuk menurunkan angka kematian anak dan


meningkatkan kesehatan ibu adalah dengan mentargetkan eliminasi
tetanus neonatorum. Sebanyak 104 dari 161 negara berkembang
telah mencapai keberhasilan itu. Tetapi, karena tetanus neonatorum
masih merupakan persoalan signifikan di 57 negara berkembang
lain, UNICEF, WHO dan UNFPA pada Desember 1999 setuju
mengulur eliminasi hingga 2005. Target eliminasi tetanus
neonatorum adalah satu kasus per seribu kelahiran di masingmasing wilayah dari setiap negara. WHO mengestimasikan 59.000
neonatus seluruh dunia mati akibat tetanus neonatorum. (WHO,
2010).

Gambar 3: data laporan kasus tetanus WHO tahun 1990-2010 di seluruh dunia,
indonesia tampak termasuk negara dengan penemuan kasusu terbanyak.

16

Bedasarkan studi epidemiologi diatas maka imunisasi


DPT menjadi sangat penting dianjurkan untuk dilakukan.
d. Vaksin DPT
Vaksin DPT merupakan kombinasin tiga jenis vaksin sekaligus,
yaitu vaksin Diphteri, vaksin Pertusis, dan vaksin Tetanus.
Vaksin difteri berisi exotoksin dari Corynebacterium diphteriae
yang telah di hilangkan toxisitasnya yang di absorbs dengan
Hidrated Aluminium Phospate untuk meningkatkan
immunogenitasnya.
Vaksin pertussis merupakan suspensi bakteri Bordetella pertussis
yang telah di innaktifasi.
Vaksin tetanus merupakan suspensi toxoid tetanus yang
dimurnikan yang di absorbs dengan Hidrated Aluminium Phospate
untuk meningkatkan immunogenitasnya.
Ketiga jenis vaksin ini diberikan dalam satu kemasan campuran
Vaksin DPT.
e. Waktu pemberian vaksin
Waktu pemberian vaksin merujuk kepada rekomendasi Satgas
Imunisasi IDAI untuk anak 0-18 tahun, dan Satgas Imunisasi
PAPDI yang telah di bahas sebelumnya.
f. Cara pemberian vaksin
Untuk segala usia vaksin ini di berikan secara Subcutaneous (SC)
atau Intramuscular (IM), umumnya pada musculus gluteus.

17

Gambar 4: Dosis, Jadwal Pemberian, Serta rute pemberian Imunisasi DPT

g. Efek samping Vaksin3


Gejala yang umum muncul merupakan gabungan dari efek samping
masing-masing tiga combinasi vaksin tersebut, berupa
Vaksin diphteriae, Kemerahan dan nyeri didaerah suntikan, terbentuk nodul kecil
yang tidak nyeri diarea suntukan, namum umunya akan hilang tanpa sekuele,
demam ringan, sakit kepala, dan lemah badan mungkin terjadi, utikaria jarang
terjadi, pallor dan sesak napas. Reaksi neurologic sangat jarang terjadi.
Vaksin Pertusis, demam ringan, reaksi local seperti bengkak, kemerahan dan
nyeri, ntuk nodul kecil yang tidak nyeri diarea suntukan, namum umunya akan
hilang tanpa sekuele.
Vaksin tetanus, bengkak, kemerahan, nyeri otot, lemah badan, urtikaria dan
anaphilaksis cukup sering terjadi, injeksi yang terlalu dalam dapat menimbulkan
nodul yang permanen, nyeri kepala, demam, neuropati perifer dan sindrom
Guillain Bare sangat jarang. Sesak nafas sering terjadi.
h. Kontraindikasi imunisasi DPT3
Kondisi-kondisi yang menjadi kontraindikasi imunisasi DPT adalah keadaan keadaan dibawah ini:

Demam akut, pengecualian untuk pasien yang demam, namun memiliki


riwayat luka kriteria tetanus, imunisasi tetanus tetap diberikan secara

tunggal.
Reaksi yang parah Terhadap vaksin, seperti reaksi neurolik, dan reaksi

anafilaktik pada imunisasi DPT yang pernah dialami sebelumnya.


Reaksi hipersensitivitas terhadap aluminium
18

Kehamilan
Dilarang menggunakan sediaan vaksin DPT untuk anak usia <10 tahun

pada anak usia > 10 tahun.


Reaksi immunologic yang parah, seperti demam >39,5oC 48 jam pasca

penyuntikan serum, reaksi anaphilaktik, nerophati.


Reaksi local yang parah setelah pemakaian serum Pertusis terdahulu
seperti, kemerahan yang berlangsung lama, bengkak berlebihan hinnga
keseluruh bagian ekstremitas.

19

BAB III Penutup


A. Kesimpulan
Secara umum imunisasi dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang
dilakukan untuk membuat tubuh kebal atau terhindar dari suatu penyakit.
Sedangkan Imunisasi Diphteria, Pertusis dan Tetanus (DPT) secara khusus
diartikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan untuk memperoleh kekebalan
terhadap infeksi Corynebacterium diphteriae, bordetella pertussis, dan
Clostridium tetani. Seehingga jika tubuh terpajan dengan bakter-bakteri ini
mereka tidak menimbulkan penyakit terhadap tubuh yang terpajan. Imunisasi DPT
dilakukan dengan memasukan Vaksin (Bahan) yang mengandung toksoid (toksin
yang telah dihilangkan toksisitasnya) dari Corynebacterium diphteriae,
Clostridium tetani, dan dibubuhi dengan bakteri Bordetella pertussis yang telah
dimatikan dengan tujuan untuk membangkitkan respon imun sehingga diproduksi
antibody spesifik untuk bakteri-bakteri tersebut.
Pada kondisi tertentu pemberian imunisasi dapat dilakukan secara
terpisah, seperti pemberian vaksin tetanus saja apabila ada indikasi, pemberian
vaksin diphtheria saja, ataupun pemberian vaksin pertussis saja. Pemberian akan
bermanfaat apabila di berikan dengan cara yang benar, dosis yang benar, serta
waktu yang benar.
Walaupun imunisasi dapat memberikan efek kekebalan terhadap antigen
tertentu namun suatu saat reaksi ini dapat hilang tergantung kepada daya ingat sel
memori, serta pengaruh ratusan ribu jenis bakteri lain yang menginfeksi dengan
keanekaragaman galurnya yang menuat system immune tubuh bingung.

B. Saran
Keberhasilan imunisasi dan immunotherapy tak terlepas dari pemilihan vaksin
yang tepat, cara penyimpanan yang tepat, waktu pemberian yang tepat, dan terhadap
orang yang tepat pula. Hal terssebut perlu di perhatikan untuk mencapai vaksinasi dan
terapi yang berhasil. Untuk itu di perlukan ketelitian dan keuletan dalam menangani,
menyimpan, dan membawa vaksin dan memberikanya ke tubuh pasien, agar vaksin dan
antibodi yang diberikan tetap potensial untuk proses pembentukan kekebalan tubuh
pasien.

20

Daftar referensi
1. Subowo, Prof. dr. MSc. PhD. Imunisasi dan imunoterapi. Dalam, editor
Subowo, Prof. dr. MSc. PhD. Imunologi klinik, edisi ke-2.2010. Jakarta:
Penerbit Sagung Seto; hlm 337-72
2. Horwitz, marcus A., Anderson, Peter., Kaufmann Stefan H. Novel vaccines
against tuberculosis. In, ed lavine, Myron M., Dougan, Gordon., good,
Michel F., Liu, Margaret A., Nabel, Gary J., Nataro, Jmaes P., et all. New
generation Vaccines.2010. New York: Informa Helathcare; Pgs 516-31
3. Kassianos, George C. Diphteriae, Tetanus, Pertussis. In, Editor Kassianos,
George C. Immunization Chilhood And Travel Health, Fourth
Edition.2001. London: Blackwell Science; Pgs 57-75
4. Bona, Konstantin. Neonatal Immunity. In, Editor Rose, Noel R, MD, PhD.
Neonatal Immunity. 2005. New Jersey: Humana Press; Pgs 145-59
5. Matondang, Cory S., Notoadmojo, Harsoyo. Aspek Imunologi Immunisasi.
Didalam, Editor Akip, Arwin A. P., Munasir, Zakiudin., Kurniati, Nia.
Buku Ajar Alergi Imunologi Anak, Edisi Ke-2.2010. Jakarta; Badan
Penerbit IDAI: Hlm 155-59
6. Soejatmiko, Dr. Sp.A(K), MSi,. Rantai Vaksin. Didalam, Editor Gunardi,
Hartono., Tehuru, Edi S., Kurniati, Nia., Advani, Najib., Styanto,
Darmawan D., Wulandari, H F., Dkk. Kumpulan Tips Pediatri. 2011.
Jakarta: Badan Penerbint IDAI: hlm 391-97
7. Gunardi, Hartono, dr. Sp.A(K),. Jadwal imunisasi rekomendasi IDAI
2011. Didalam Editor Gunardi, Hartono., Tehuru, Edi S., Kurniati, Nia.,
Advani, Najib., Styanto, Darmawan D., Wulandari, H F., Dkk. Kumpulan
Tips Pediatri. 2011. Jakarta: Badan Penerbint IDAI; hlm 398-408
8. Catwright, David W. Imunisasi. Didalam, editor Davies, Mark W.,
Catwright, David W., Inglis, Gary D. T. Catatan saku neonatologi, edisi2.2011. Jakarta: EGC; hal 202-03
9. Erwanto, Budi W., Djauzi, Samsuridjal. Imunisasi Dewasa. Didalam,
editor Sudoyo, Aru W., Setiyohadi, Bambang., Alwi, Idrus., Simadibrata,
Marcellus K., Setiati, Siti. Buku ajar ilmu penyakit dalam, edisi ke-5, jilid
ke-1.2010. Jakarta: Interna Publishing: hlm. 429-34
10. Guyton, Arthur C., Hall, John E. Pertahan Tubuh Terhadap Infeksi: II
Imunitas Dan Alergi. Didalam, editor Rachman, Luqman Yanuar.,

21

Hartanto, Huriawati., Novrianti, Andita., Wulandari, Nanda. Guyton and


Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi-11.2008. Jakarta: EGC; hlm.
470-71

22

Anda mungkin juga menyukai