Oleh
Alfred H L Toruan
Pembimbing :
Dr. Heru Prasetya, SpB, SpU
BAB I
PENDAHULUAN
Lebih kurang 10-15% istri dari pasangan suami istri atau pasutri yang
berhubungan seksual tanpa mempergunakan alat kontrasepsi belum hamil pada
tahun pertama perkawinan. Kegagalan pasutri dalam memperoleh keturunan itu,
30% disebabkan oleh faktor yang berasal dari suami, 20% disebabkan oleh faktor
yang berasal dari suami dan isteri. Jadi paling sedikit terdapat 50% penyebab
infertilitas yang berasal dari pria.1
Meskipun pada tahun-tahun berikutnya kemungkinan untuk mendapatkan
kehamilan masih tetap ada, tetapi pasutri yang belum berhasil pada saat itu
kemungkinan untuk tetap infertil (mandul)
BAB II
REPRODUKSI FISIOLOGIS PRIA
pretestikuler
melalui
sumbu
hipotalamo-hipofisis-gonad.
Kemampuan sperma untuk melakukan fertilisasi ditentukan oleh patensi organorgan pasca testikuler dalam menyalurkan sperma untuk bertemu dengan ovum.1
Anatomi
1) Testis
Testis adalah organ genitalia pria yang pada orang normal jumlahnya ada
dua yang masing-masing terletak di dalam skrotum kanan dan kiri. Bentuknya
ovoida dan pada orang dewasa ukurannya adalah 4 x 3 x 2,5 cm, dengan
volume 15 25 ml. Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika
albuginea yang melekat pada testis. Di luar tunika albuginea terdapat tunika
vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos.
Otot kremaster yang berada di sekitar testis memungkinkan testis dapat
digerakkan mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan temperatur
testis agar tetap stabil.1
Secaa histopatologis, testis terdiri atas 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri
atas tubuli seminiferi. Di dalam tubulus semminiferus terdapat sel
spermatogonia dan sel Sertoli, sedangkan di antara tubuli seminiferi terdapat
sel Leydig. Sel spermatogonium pada proses spermatogenesis menjadi sel
spermatozoa. Sel Sertoli berfungsi memberi makan pada bakal sperma,
sedangkan sel Leydig atau disebut sel interstitial testis berfungsi dalam
menghasilkan hormon testosteron.1
Sel spermatozoa yang diproduksi di tubulus seminiferus testis disimpan
dan mengalami pematangan/maturasi di epididimis. Setelah dewasa, sel
Vas deferens adalah organ berbentuk tabung kecil dan panjangnya 30-35
cm, bermula dari kauda epididimis dan berakhir pada duktus ejakulatorius di
uretra posterior. Duktus deferens dibagi dalam beberapa bagian, yaitu (1)
parts tunika vaginalis, (2) pars skrotalis, (3) pars inguinalis, (4) pars
pelvikum, (5) pars ampularis. Pars skrotalis ini merupakan bagian yang
dipotong dan diligasi saat vasektomi. Duktus ini terdiri atas otot polos yang
mendapatkan persarafan dari sistem simpatetik sehingga dapat berkontraksi
untuk menyalurkan sperma dari epididimis ke uretra posterior.1
4) Vesikula seminalis
Vesikula seminalis terletak di dasar buli-bli dan di sebelah kranial dari
kelenjar prostat. Panjangnya kurang lebih 6 cm berbentuk sakula-sakula.
Vesikula seminalis menghasilkan cairan yang merupakan bagian dari semen.
Cairan ini diantaranya adalah fruktosa, berfungsi dalam memberi nutrisi pada
sperma. Bersama-sama dengan vas deferens, vesikula seminalis bermuara di
dalam duktus ejakulatorius.1
5) Kelenjar prostat
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior bulibuli, di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti
buah kemiri dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram.
Kelenjar ini terdiri dari jaringan fibromuskular dan glandular yang terbagi
dalam beberapa daerah atau zona, yaitu zona perifer, zona sentral, zona
transisional,
zona
preprostatik
sfingter,
dan
zona
anterior.
Secara
serabut parasimpatetik dari korda spinalis S2-S4 dan simpatetik dari nervus
hipogastrikus (T10-L2). Rangsangan parasimpatetik meningkatkan sekresi
kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatetik menyebabkan
pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra posterior, seperti pada saat
ejakulasi. Sistem simpatetik memberikan inervasi pada otot polos prostat,
kapsula prostat, dan leher buli-buli. Di tempat itu banyak terdapat reseptor
adrenergik-. Rangsangan simpatetik menyebabkan dipertahankan tonus otot
polos tersebut. Pada usia lanjut sebagian pria akan mengalami pembesaran
kelenjar prostat akibat hiperplasi jinak sehingga dapat menyebabkan
penyempitan uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran
kemih. 1
6) Penis
Penis terdiri atas 3 buah korpora berbentuk silindris, yaitu 2 buah korpora
kavernosa yang saling berpasangan dan sebuah korpus spongiosum yang
berada di sebelah ventralnya. Korpora kavernosa dibungkus oleh jaringan
fibroelastik tunika albuginea sehingga merupakan suatu kesatuan, sedangkan
di sebelah proksimal terpisah menjadi dua sebagai krura penis. Setiap krus
penis dibungkus oleh otot ishio-kavernosus yang kemudian menempel pada
rami osis ischii. 1
Korpus spongiosum
membungkus
uretra
mulai
dari
diafragma
Gambar 2. Penis
Aksis reproduksi pada pria
Fungsi reproduksi pada laki-laki dikontrol oleh aksis reproduksi, dimana
memiliki 3 urutan utama dalam pengelolaannya, yaitu hipotalamus, kelenjar
pituitari, dan testis (gonad). Masing-masing dari dua urutan teratas dari aksis
memproduksi sebuah molekul sinyal endokrin yang berfungsi sebagai sebuah
pemicu sekret untuk sekresi hormon pada tingkat dibawahnya. Saraf hipotalamus
yang berlokasi di dalam area preoptik dengan akson-akson yang diproyeksikan ke
median utama dari gonadotropin-releasing hormone (GnRH) ke sistem portal
pembuluh darah yang mengarah ke pituitari, melalui saluran hipotala-hipofisial.
Kelenjar pituitari anterior mengandung gonadotrop, atau sel-sel yang mempunyai
kekhususan untuk sekresi dari gonadrotopin. Aktifitas sekretori dari gonadotrop
distimulasi oleh GnRH. Dua gonadotropin yang disekresi oleh gonadotrop
pituitari adalah luteinizing hormone (LH) dan follicle-stimulating hormone (FSH).
Kemudian, dua gonadotropin tersebut memasuki aliran darah dan berhenti pada
hipofisis.
Secara langsung dengan mempengaruhi pars anterior hipofisis, sehingga
terjadi penurunan sekresi hormon FSH dan LH.
Terdapat pula mekanisme inhibisi dari testis terhadap sekresi FSH yaitu
adanya hormon yang diproduksi oleh sel Sertoli. Inhibin, sebuah glikoprotein 32kD yang disekresi oleh sel Sertoli, menekan sekresi FSH oleh gonadotrop.
Bentukan dari inhibin yang disekresi oleh sel Sertoli, disebut inhibin B, diberikan
nama tersebut karena merupakan komposisi heterodimer dari subunit dan dan
memiliki varian B dari subunit . Inhibin B secara selektif menghambat sekresi
FSH pada gonadrotrop dengan cara menghambat transkripsi dari pengkodean gen
subunit dari FSH. Penggunaan secara klinis dari inhibin B sebagai sebuah
marker dari kegagalan fungsi testis masih kontroversial. Beberapa penelitian lain
menunjukkan inhibin B dan FSH telah disarankan menjadi prediktor dari
keberadaan sperma pada testis dari laki-laki infertil.3
sebagian besar dikeluarkan pada aliran pertama melalui pituitari dengan bantuan
internalisasi reseptor atau degradasi enzim. GnRH yang disekresi oleh
hipotalamus dihasilkan dari berbagai macam pengaruh, termasuk efek dari stres,
latihan, dan diet dari pusat yang otak yang lebih tinggi, gonadotropin yang
dihasilkan dari pituitari, dan pengaliran hormon gonadal. Sekresi GnRH
berbentuk denyutan. Pola sekresi memerintahkan pelepasan siklus secara
bersamaan dari gonadotropin LH dan FSH dari pituitari. Frekuensi denyutan
ditunjukan bermacam-macam, dari sekali dalam sejam atau menjadi jarang seperti
sekali atau dua kali dalam 24 jam.4
Pituitari anterior
Kelenjar pituitari anterior, berlokasi pada tulang daerah sella tursica dari
kranial, merupakan tempat dari aksi GnRH. GnRH menstimulasi dari produksi
dan pelepasan dari FSH dan LH dengan melalui mekanisme flux-dependent
kalsium. Sensitivitas dari gonadotrop untuk GnRH bervariasi pada pasien
dihubungkan dengan umur dan status hormonal. FSH dan LH merupakan hormon
pituitari utama yang mengatur dari fungsi testis. Mereka berdua merupakan
glikoprotein yang terdiri dari 2 subunit rantai polipeptida, dinamakan dan ,
masing-masing memiliki pengkodean dengan gen terpisah. Denyutan sekresi dari
LH bervariasi dari 8-16 denyutan dalam 24 jam dan dengan amplitudo yang
bervariasi yaitu 1-3 ikatan. Denyutan ini secara umum menggambarkan pelepasan
dari GnRH. Kedua androgen dan estrogen mengatur dari sekresi LH melalui
mekanisme umpan balik negatif. Rata-rata, denyutan FSH terjadi kurang lebih
setiap 1,5 jam dan variasi amplitudo 2%.4
Efek dari FSH dan LH terletak pada gonad. Mereka mengaktivasi dari
adenylate cyclase, dimana mengarah pada peningkatan pada intraselular cAMP.
Pada testis, LH menstimulasi steroidogenesis didalam sel Leydig dengan
menginduksi konversi dari kolesterol ke pregnenolon dan testosteron. FSH
mengikat sel Sertoli dan membran spermatogonial di dalam testis dan merupakan
stimulator utama dari perumbuhan tubulus seminiferus selama perkembangan.
FSH penting untuk inisiasi dari spermatogenesis pada pubertas. Pada orang
Testis endokrin
Produksi testosteron pada pria normal berkisar 5g/hari, dan sekresi terjadi
dalam cara yang basah, iregular dan pulsatil. Pada pria normal, 2% dari
testosteron tidak terikat atau bebas dan merupakan fraksi aktif secara
biologi. Sebagian sisanya berikatan dengan albumin atan sex hormone
binding globulin (SHBG) didalam darah. SHBG dapat juga berikatan
dengan estradiol didalam darah perifer, tetapi afinitas ikatan lebih rendah
daripada testosteron. Beberapa kondisi patologik dapat mengubah level
SHBG dan sebagai konsekuensinya mengubah jumlah testosteron yang
aktif yang tersedia untuk jaringan. Testosteron dimetabolisme menjadi 2
metabolit aktif utama di dalam jaringan target: 1) androgen utama
dihydrotestosteron (DHT) dari aksi dari 5-reduktase dan 2) estogen
estradiol melalui aksi dari aromatase. DHT merupakan androgen potensial
yang lebih besar daripada testosteron. Pada sebagian besar jaringan perifer,
reduksi testosteron menjadi DHT diperlukan untuk aksi dari androgen,
tetapi pada testis dan mungkin pada otot skeletal, konversi ke DHT
spermatogenesis normal.4
Inhibin dan aktivin
Inhibin adalah sebuah protein 32-kDa berasal dari sel Sertoli yang
memiliki kekhususan untuk menghambat pelepasan FSH dari pituitari.
Didalam testis, produksi inhibin distimulasi oleh FSH dan bekerja dengan
cara feedback negatif pada pituitari atau hipotalamus. Aktivin, sebuah
hormon protein dengan struktur yang hampir sama secara homolog dengan
growth factor-, menunjukkapan penggunaannya untuk memacu efek pada
sekresi FSH.4
Spermatogenesis
Spermatogenesis merupakan sebuah proses komplek dimana secara
primitif, sel stem totipotent dibagi untuk memperbaharui diri mereka sendiri atau
produksi sel untuk menjadi spermatozoa. Proses ini terjadi didalam tubulus
seminiferus dari testis. Pada kenyataannya, 90% dari volume testis ditentukan
oleh tubulus seminiferus dan sel germinal pada berbagai tahapan perkembangan.4
a. Sel Sertoli
Tubulus seminiferus terkait dengan sel Sertoli yang beristirahat pada dasar
membran tubular dan meluas ke lumen dengan sitoplasma kompleks. Sel
Sertoli dihubungkan dengan tight junction, barier terkuat interselular di
dalam tubuh. Kompleks hubungan ini membagi rongga tubulus
seminiferus menjadi basal (dasar membran) dan bagian lumen. Pengaturan
anatomi ini membentuk dasar dari barier darah-testis, memungkinkan
spermatogenesis terjadi dalam sebuah tempat yang istimewa secara
imunologi. Kepentingan dari efek perlindungan menjadi nyata apabila
mengingat spermatozoa diproduksi pada pubertas dan dapat menjadi benda
asing bagi sistem imun yang mengembangkan pengenalan sendiri selama
tahun pertama dari kehidupan. Sel sertoli berkerja seperti sel perawat
bagi
spermatogenesis,
memelihara
sel
germinal
selama
mereka
berkembang.4
b. Sel Germinal
Didalam tubulus, sel germinal diatur dalam sebuah perintah berurutan dari
membran dasar ke lumen. Spermatogonia berjalan langsung pada
membran dasar, diikuti oleh spermatosit primer, spermatosit sekunder, dan
spermatid mengarah ke lumen. Secara keseluruhan, 13 tahap sel germinal
yang berbeda telah diidentifikasi pada manusia. Barier tight junction
menyokong spermatogoni dan spermatosit awal di dalam kompartemen
basal dan smua sel germinal lanjutan yang berada di dalam kompartemen
lumen.4
c. Siklus dan gelombang
Siklus dari spermatogenesis mengembangkan pembuahan dari sel stem
spermatogonial primitif menjadi sel germinal lanjutan. Durasi dari siklus
secara keseluruhan dari spermatogenik di dalam manusia adalah 74 hari.
Selama spermatogenesis, pengikut dari sel germinal pada titik yang sama
saat perkembangan terhubung oleh jembatan sitoplasmik dan melewati
proses secara bersama-sama. Terdapat pula organisasi spesifik dari
langkah-langkah
siklus
spermatogenik di
terikat membran yang mengandung enzim yang diperlukan untuk penetrasi bagian
terluar dari telur sebelum fertilisasi. Bagian tengah dari spermatozon adalah
segmen yang terorganisasi dengan baik yang mengandung mitokondria yang
tersusun secara helix dan mengelilingi sekumpulan dari serat terluar dan
karakteristik dari 9+2 struktur mikrotubuler dari akson sperma. Serat tebal yang
terluar kaya akan ikatan disulfida,
BAB III
INFERTILITAS PADA PRIA
Etiologi
Infertilitas pria dapat disebabkan oleh karena kelainan-kelainan yang
terdapat pada fase: (1) pre-testikuler yaitu kelaina pada rangsangan proses
spermatogenesis, (2) testikuler yaitu kelainan dalam proses spermatogenesis, (3)
pasca testikuler yaitu kelainan pada proses transportasi sperma hingga terjadi
fertilisasi. Selain itu 40% penyebab infertilitas pria adalah idiopatik yaitu
infertilitas yang masih belum dapat diketahui penyebabnya. 1
Etiologi infertilitas pada pria, dijabarkan berikut ini : 1
1) Pre Testikuler
- Kelainan pada hipotalamus
- Defisiensi hormon gonadotropin yaitu LH, dan FSH
- Kelainan pada hipofisis
- Insufisiensi hipofisis oleh karena tumor, radiasi, atau operasi
- Hiperprolaktinemia
- Hemokromatosis
- Subtitusi/terapi hormon yang berlebihan
2) Testikuler
- Anomali kromosom, contohnya sindrom Klinefelter, sindrom XX Male,
sindrom XYY
- Anorkhismus bilateral
- Gonadotoksin : obat-obatan, radiasi
- Orkitis
- Trauma testis
- Penyakit sistemik : gagal ginjal, gagal hepar, anemi bulan sabit
- Kriptorkismus
- Varikokel
3) Pasca testikuler
- Gangguan transportasi sperma
- Kelainan bawaan: vesikula seminalis atau vas deferens tidak terbentuk
yaitu pada keadaan Congenital Bilateral Absent of the Vas Deferens
-
(CBAVD)
Obstruksi vas deferens/epididimis akibat infeksi atau vasektomi
Disfungsi ereksi, gangguan emisi, dan gangguan ejakulasi (ejakulasi
retrograd)
Kelainan fungsi dan motilitas sperma
Kelainan bawaan ekor sperma
Gangguan maturasi sperma
Kelainan imunologik
Infeksi
Vasectomy
Trauma pada skrotum
Spinal cord injury
Torsio testis
c) Medikal
- Infeksi urinarius
- Sexually transmitted diseases
- Orkitis yang disebabkan virus
- Penyakit ginjal
- Diabetes
- Radioterapi
- Penyakit demam terbaru
- Epididimitis
- Tuberkulosis atau penyakit kronis lainnya
- Anosmia
- Defek pada garis tengah tubuh
d) Obat-obatan
- Daftar lengkap semua pengobatan masa lalu dan sekarang. Obat-obatan
yang berhubungan dengan spermatogenesis, ereksi, dan ejakulasi
e) Pekerjaan dan kebiasaan
Hubungan dengan terpapar pada bahan kimia dan panas, mandi air
panas, mandi uap, radiasi, rokok, alkohol, dan steroid anabolik
f) Sejarah reproduksi sebelumnya
Termasuk kehamilan dan keturunan dengan pasangannya
3. Sejarah keluarga
- Hipogonadisme
- Kriptokidisme
- Congenital midline defects
- Cysctic fibrosis
4. Sejarah reproduksi pasangan
- Sejarah sebelumnya termasuk kehamilan dan keturunan dengan
-
pasangannya masing-masing
Sejarah menstruasi
Evaluasi infertilitas berdasarkan tanggal
unilateral
akan
mengurangi
fertilias
secara
ringan,
dan
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisis dicari kemungkinan adanya kelainan sistemik atau
kelainan endokrinologi yang mempengaruhi proses spermatogenesis dan proses
transportasi sperma. 1
Diperhatikan penampilan pasien, apakah tampak feminin atau seperti
orang yang telah dikebiri (orang kasim atau eunuchoidism) yaitu badannya
tumbuh besar, pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, dan badan sangat jarang,
dan organ genitalia ukurannya kecil. Dicari kemungkinan adanya ginekomasti,
anosmia (pada sindroma Kallmann), galaktore, dan gangguan lapangan
penglihatan yang terdapat pada tumor hipofisis. 1
Pemeriksaan genitalia pria meliputi testis, epididimis, vas deferens,
vesikula seminalis, prostat, dan penis. Pada palpasi testis, diperhatikan konsistensi
dan ukurannya. Panjang testis diukur dengan kapiler, sedangkan volume testis
diukur dengan orkidometer atau ultrasonografi. Panjang testis normal orang pada
dewasa adalah 4 cm dengan volume 20 ml. Testis yang mengecil merupakan tanda
adanya kerusakan tubulus seminiferus. Dicari pula kemungkinan adanya varikokel
yang dapat mempengaruhi kualitas maupun kuantitas sperma. 1
Epididimis diperiksa mulai dari kaput, korpus, dan kauda. Adanya
obstruksi pada epididimis ditandai dengan adanya jaringan fibrosis yang teraba
seperti tasbih akibat infeksi kuman tuberkulosis. 1
Tidak didapatkannya vas deferens pada kedua sisi perlu dikaitkan adanya
kelainan bawaaan pada vas deferens atau congenital bilateral absent of the vas
deferens (CBAVD), yang menyebabkan kegagalan pada transportasi vena. 1
Berikut ini merupakan pemeriksaan infertilitas pada pria : 1
I. Pemeriksaan umum
Fisik tubuh kekar, ginekomasti, galaktore, anosmia, atau penyempitan
lapangan pandang
Pemeriksaan Imunologik
Antibodi antisperma terdapat pada 3-7% pria infertil. Terbentuknya
antibodi ini ada hubungannya dengan inflamasi pada genitalia, torsio testis,
pernah mengalami cedera testis, dan setelah menjalani vasektomi. 1
Biopsi testis
Biopsi testis dikerjakan untuk membedakan antara kelainan primer pada
proses spermatogenesis dengan kelainan obstruksi transportasi spermaa. Kedua
kelainan itu menunjukkan adanya oligospermia yang berat atau azoospermia tetapi
pada pemeriksaan hormon FSH normal. Jaringan testis hasil biopsi tidak boleh
diawetkan dalam larutan formalin melainkan dalam larutan Boulin, Aenker, atau
Conroy. 1
Untuk melihat patensi vas deferens, duktus ejakulatorius, dan vesikula
seminalis biasanya dilanjutkan dengan pemeriksaan vasografi atau seminal
vesikulografi uyaitu dengan menyuntikkan bahan kontra melalui vas deferens dan
mengikuti jalannya kontras sampai ke uretra posterior. 1
Uji Fungsi Sperma
Sekarang banyak sekali pemeriksaan untuk menilai kemampuan fungsi
sperma dalam menembus organ genitalia wanita hingga bertemu dengan sel telur
dan terjadinya pembuahan. Beberapa pengujian itu adalah: inteaksi sperma
dengan mukus (getah) serviks, uji penetrasi speerma, hemizona assay, dan
hypoosmotic swelling test. 1
Terapi
a. Medikamentosa
Kelainan-kelainan
medikamentosa
adalah
yang
mungkin
defisiensi
masih
hormon,
dapat
reaksi
dikoreksi
imunologik,
secara
antibodi,
antibodi
antisperma
yang
didapatkan
pada
pemeriksaan
kerusakan
pada
ketidak mampuan sperma untuk menembus zona prelusida sel telur sudah tidak
ada lagi. 1
Sperma diambil dari ejakulat, epididimis, ataupun langsung dari testis.
Pengambilan sperma dari epididimis/testis dilakukan pada pasien azoospermia
obstruktif (pasca testikuler). Pasien yang menderita kelainan bawaan karena tidak
mempunyai vas deferens pada kedua sisi (CBVAD) dibuatlan lubang pada
epididimis (spermatokel aloplastik) sehingga dapat dilakukan aspirasi sperma
langsung dari epididimis. Teknik aspirasi sperma ini dapat dilakukan melalui
bedah mikroskopik yang disebut dengan microsurgical epididymal sperm
aspiration (MESA) atau melalui perkutan yang disebut percutaneous epididymal
sperm aspiration (PESA). 1
VARIKOKEL
Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis
akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat
pada 15% pria. Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada
pria. Dari beberapa penelitian didapatkan bahwa 21-41% pria yang mandul
menderita varikokel.1,7
Etiologi dan anatomi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel,
tetapi dari pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering
dijumpai daripada sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 70-93%). Hal ini
disebabkan karena vena spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri
dengan arah tegak lurus, sedangkan yang kanan bermuara pada vena kava dengan
arah miring. Di samping itu vena spermatika interna kiri lebih panjang daripada
yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten. 1
Jika terdapat variokokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut
dicurigai adanya: kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena
karena tumor), muara vena spermatika kanan pada vena renalis kanan, atau
adanya situs inversus. 1
Patogenesis
Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui
beberapa cara, antara lain: 1
1. Terjadi stagnasi darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis mengalami
hipoksia karena kekurangan oksigen
2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan
prostaglandin) melalui vena spermatika interna ke testis.
3. Peningkatan suhu testis
4. Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan,
memungkinkan zat-zat hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri
ke testis kanan sehingga menyeabkan gangguan spermatogenesis testis
kanan dan pada akhirnya terjadi infertilitas.
Gambaran klinis dan diagnosis
Pasien datang ke dokter biasanya mengeluh belum mempunyai anak
setelah beberapa tahun menikah, atau kadang-kadang mengeluh adanya benjolan
di atas testis yang terasa nyeri. 1
Pemeriksaan dilakukan dalam posisi berdiri, dengan memperhatikan
keadaan skrotum kemudian dilakukan palpasi. Jika diperlukan, pasien diminta
untuk melakukan manuver valsalva atau mengedan. Jika terdapat varikokel, pada
inspeksi dan palpasi terdapat bentukan seperti kumpulan cacing-cacing di dalam
kantung yang berada di sebelah kranial testis. 1
Secara klinis varikokel dibebedakan dalam 3 tingkatan/derajat: 1
1. Derajat kecil, adalah varikokel yang dapat dipalpasi setelah pasien
melakukan manuver valsalva
2. Derajat sedang, adalah varikokel yang dapat dipalpasi tanpa melakukan
manuver valsalva
3. Derajat besar, adalah varikokel yang sudah dapat dilihat bentuknya tanpa
melakukan manuver valsalva
Kadangkala sulit untuk menemukan adanya bentukan varikokel secara
klinis meskipun terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan adanya varikokel.
pula
konsistensi
testis
maupun
ukurannya,
dengan
membandingkan testis kiri dengan testis kanan. Untuk lebih objektif dalam
menentukan besar atau volume testis dilakukan pengukuran dengan alat
orkidometer. Pada beberapa keadaan mungkin kedua testis teraba kecil dan lunak,
karena telah terjadi kerusakan pada sel-sel germinal. 1
Untuk menilai seberapa jauh varikokel telah menyebabkan kerusakan pada
tubuli seminiferi dilakukan pemeriksaan analisis semen. Menurut McLeod, hasil
analisis semen pada varikokel menunjukkan pola stress yaitu menurunnya
motilitas sperma, meningkatnya jumlah sperma muda (immature), dan terdapat
kelainan bentuk sperma (tapered). 1
Terapi
Masih terjadi silang pendapat di antara para ahli tentang perlu tidaknya
melakukan operasi pada varikokel. Di antara mereka berpendapat bahwa
varikokel
yang
telah
menimbulkan
gangguan
fertilitas
atau
gangguan
Palomo
melalui
operasi
terbuka
atau
bedah
laparoskopi,
(2)
Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pasca bedah vasoligasi
tinggi dari Palomo didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testis, 60-80%
terjadi perbaikan analisis semen, dan 50% pasangan menjadi hamil. 1
DAFTAR PUSTAKA