Tanatologi Paper
Tanatologi Paper
PENDAHULUAN
1.1 Latar Bakang
Tanatologi adalah bagian dari ilmu forensik yang mempelajari kematian
dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhinya.
Tanatologi merupakan ilmu paling dasar dan paling penting dalam ilmu
kedokteran kehakiman terutama dalam hal pemeriksaan jenazah (visum et
repertum).
Pada tanatologi dipelajari perubahan-perubahan pada manusia setelah
meninggal dunia. Perubahan perubahan yang terjadi setelah kematian dibedakan
menjadi dua yaitu perubahan yang terjadi secara cepat (early) dan perubahan yang
terjadi secara lambat (late). Perubahan yang terjadi secara cepat antara lain henti
jantung, henti nafas, perubahan pada mata, suhu dan kulit. Sedangkan perubahan
yang terjadi secara lanjut antara lain kaku mayat, pembusukan, penyabunan dan
mummifikasi.
Kepentingan mempelajari tanatologi adalah untuk menentukan apakah
seseorang benar benar sudah meningal atau belum, menetapkan waktu kematian,
sebab kematian, cara kematian, dan mengangkat atau mengambil organ untuk
kepentingan donor atau transplantasi dan untuk membedakan perubahanperubahan yang terjadi post mortal dengan kelainan-kelainan yang terjadi pada
waktu korban masih hidup.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari kematian dan perubahan yang
terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.
Tanatologi merupakan ilmu paling dasar dan paling penting dalam ilmu
kedokteran kehakiman terutama dalam hal pemeriksaan jenazah (visum et
repertum).
2.2 Jenis-Jenis Kematian
Jenis kematian ada 5 yaitu :
a. Mati klinis / somatis
- Terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga system penunjang
-
paru-paru.
Organ organ belum tentu mati, masih bisa dimanfaatkan untuk
transplantasi.
b. Mati suri (apparent death)
- keadaan yang mirip dengan kematian somatis, akan tetapi gangguan
yang terdapat pada ketiga sistem bersifat sementara.
Kasus seperti ini sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur,
mati somatis.
Penentuan mati seluler ini terutama penting dalam hal transplantasi
organ.
d. Mati cerebral
- Yaitu proses kematian yang ditandai dengan kerusakan kedua
hemisfer otak dan serebellum, sedangkan kedua system penunjang
2
menjadi merah.
Diaphonos test.
Caranya dengan menyinari ibu jari korban dengan lampu senter dan
3.
4.
darah.
Tes lilin.
Bagian tubuh korban ditetesi lilin cair maka tidak akan terjadi
vasodilatasi (hiperemi) sebagai reaksi terhadap rangsang panas
karena sirkulasi tidak ada.
5. EKG dan Stetoskop.
b. Tes pernafasan.
1. Kaca.
Tidak tampak uap air ketika kaca diletakkan di depan hidung atau
2.
mulut korban.
Bulu-bulu halus.
Tidak terdapat reaksi bersin/ geli ketika bulu-bulu halus diletakkan
3.
4.
Stetoskop.
c. Tes Saraf
1. Memeriksa reflex : reflex kornea
2. EEG
2.5 Perubahan-perubahan yang Terjadi Setelah Kematian
Ada 2 fase perubahan post mortem yaitu fase cepat (early) dan fase lambat
(late).
Perubahan cepat (early) :
-
lividity).
Lebam mayat.
Penyabunan (adipocera).
Mummifikasi.
a. Perubahan Mata
Perubahan mata setelah kematian dapat berupa :
-
kematian.
Kadar kalium yang tinggi karena cairan bola mata keluar (jumlah kalium
beberapa segmen.
b. Perubahan Kulit
Perubahan yang terjadi pada kulit setelah kematian dapat berupa :
-
elastisitasnya.
Elastisitas (turgor) kulit menurun sampai menghilang.
Sehingga bisa menetapkan apakah luka pada tubuh korban didapat
intravital atau post mortem, yaitu :
Luka pada intravital akan berbekas dengan ukuran lebih kecil
daripada ukuran senjata, dermis berwarna merah, antara epidermis
mudah mengelupas.
Pada kasus tenggelam, kulit tangan keriput (washer woman hand).
Jika terjadi pada ujung jari saja maka kematian 4 jam yang lalu.
Jika terjadi pada telapak tangan dan seluruh jari maka kematian 24
yang
mencurigakan,
kecuali
dimana
tampak
luar
yang kurus akan lebih cepat mendingin karena luas permukaan tubuhnya
yang kecil dan kurangnya lemak.
- Aliran udara dan kelembapan.
Udara disekitar tubuh bertindak sebagai medium pemindah suhu. Dalam
beberapa kondisi, udara hangat biasanya menyelimuti permukaan tubuh
dengan demikian akan memblok perubahan temperatur. Udara yang
lembab akan mengalirkan panas lebih cepat dibanding yang kering.
- Post mortem caloricity.
Adalah kondisi dimana terjadi peningkatan temperatur tubuh sesudah mati
sebagai pengganti akibat pendinginan tubuh tersebut. Walaupun proses
glikogenolisis post mortem yang berlangsung pada kebanyakan tubuh
sesudah mati, dapat memproduksi kira kira 140 kalori yang akan
meningkatkan suhu tubuh temperatur 2 derajat celcius.
Rumus perkiraan saat kematian berdasarkan penurunan suhu mayat pada suhu
lingkungan sebesar 70 derajat Fahrenheit (21 derajat celcius), adalah sebagai
berikut :
Saat Kematian = 98,6 o F Suhu Rektal
1,5
Secara umum 1,5 o F / 1 o C per jam, teori lain : 0,8 o F per jam. 1,5 o F / 1 o C
per jam 6 jam pertama, 1 o F jam 6 kedua, 0,6 o F per jam 6 jam ketiga, setelah
12 jam mencapai suhu sama dengan suhu lingkungan (untuk kulit).
Sedangkan untuk organ organ dalam : 24 jam baru bias sama dengan suhu
lingkungan. Bila tenggelam / dalam air : 6 jam sudah mencapai suhu
lingkungan.
d. Lebam Mayat (Livor Mortis / Post Mortem Hypostasis)
Lebam mayat atau livor mortis adalah salah satu tanda postmortem yang
cukup jelas. Biasanya disebut juga post mortem hypostasis, post mortem
lividity, post mortem staining, sugillations, vibices, dan lain lain. Kata
hypostasis itu sendiri mengandung arti kongesti pasif dari sebuah organ atau
bagian tubuh.
Lebam terjadi sebagai akibat pengumpulan darah dalam pembuluh
pembuluh darah kecil, kapiler, dan venula, pada bagian tubuh yang terendah.
10
Lokasi
Permukaan
Batas
Warna
Lebam Mayat
Bagian tubuh terbawah
Tidak menimbul
Tegas
Kebiru biruan atau
Memar
Dimana saja
Bisa menimbul
Tidak tegas
Diawali dengan
lama
merah
kelamaan
seiring
Penyebab
bertambahnya waktu
Ekstravasasi darah dari
Efek penekanan
Bila
Bila dipotong
memucat
Akan terlihat darah yang Terlihat perdarahan pada
kapiler
akan Tidak ada efek penekanan
ditekan
tetesan
perlahan lahan
Mikroskopis
Enzimatik
yang
berasal
dari
pembuluh
darah
dan
tampak
bukti
tidak
terdapat dan
peradangan
Tidak ada perubahan
peradangan
Perubahan
level
dari
Kepentingan
Memperkirakan
cedera,
medicolegal
11
12
Sesudah kematian somatik, otot masih dalam bentuk yang normal. Tubuh
yang mati akan mampu menggunakan ATP yang sudah tersedia dan ATP
tersebut diresintesa dari cadangan glikogen. Terbentuknya kaku mayat
yang cepat adalah saat dimana cadangan glikogen dihabiskan oleh latihan
yang kuat sebelum mati, seperti mati saat terjadi serangan epilepsi atau
spasme akibat tetanus, tersengat listrik, atau keracunan strychnine.
- Fase kedua
Saat ATP dalam otot berada dibawah ambang normal, kaku akan dibentuk
saat konsentrasi ATP turun menjadi 85%, dan kaku mayat akan lengkap
jika berada dibawah 15%.
- Fase ketiga
Kekakuan menjadi lengkap dan irreversible.
- Fase keempat
Disebut juga fase resolusi. Saat dimana kekakuan hilang dan otot menjadi
lemas. Salah satu pendapat terjadinya hal ini dikarenakan proses denaturasi
dari enzim pada otot.
Metode yang sering digunakan untuk mengetahui ada tidaknya rigor mortis
adalah dengan melakukan fleksi atau ekstensi pada persendian tersebut.
Rigor Mortis Pada Jaringan Tubuh
Kekakuan juga terjadi pada seluruh jaringan muskular dan organ sama seperti
terjadi pada otot skelet. Kekakuan dapat terjadi tidak sama pada tiap mata,
membuat letak pupil tidak sama, hal ini memastikan bahwa posisi post
mortem menjadi indikator yang tidak dapat dipercaya pada kondisi toksik
atau neurologis selama hidup.
Pada jantung, kekakuan menyebabkan kontraksi ventrikel, yang menyerupai
pembesaran ventrikel kiri, hal ini dapat dihindari dengan pengukuran berat
total, menilai ukuran normal jantung kiri, mengukur ketebalan ventrikel, dan
yang paling penting dengan pembedahan dan membandingkan berat kedua
ventrikel.
Kekakuan muskulus dartos pada skrotum dapat menghimpit testes dan
epididimis, dimana akan membuat kontraksi serabut otot vesikula seminalis
dan prostat menyebabkan terjadinya ekstrusi semen dari uretra eksterna pada
post mortem.
13
Kekakuan pada muskulus erector pili yang menempel pada folikel rambut
dapat mengakibatkan gambaran dengan elevasi dari folikel rambut (goose
flesh appearence).
Proses Biokimiawi yang Terjadi Pada Rigor Mortis
Szent Gyorgi (1947) menemukan bahwa substansi kontraktil essensial pada
otot adalah protein actin dan miosin. Energi ini didapat dengan membagi
kompleks fosfat dari ADP menjadi ATP (Erdos, 1943). Gugus fosfat yang
bebas akan membentuk reaksi fosforilasi yang mengubah glikogen menjadi
asam laktat. ADP dibentuk kembali dengan meresintesa ATP dengan
tambahan kreatin fosfat.
Sebagai tambahan untuk persediaan energi, ATP bertanggung jawab terhadap
kekenyalan otot. Asam laktat disaring kembali masuk kedalam peredaran
darah dan kembali ke hati untuk dikonversikan kembali menjadi glikogen.
Semua reaksi ini anaerob dan dapat berlanjut setelah kematian.
Saat hidup, terdapat konsentrasi ATP yang konstan pada jaringan otot,
terdapat keseimbangan antara penggunaan dan resintesis ATP. Saat mati,
bagaimanapun reaksi perubahan ADP menjadi ATP berhenti dan kadar
trifosfat berangsur angsur berkurang dengan akumulasi asam laktat.
Sesudah beberapa waktu, bergantung pada temperatur dan jumlah ATP yang
tersisa, aktin dan miosin berikatan, mengakibatkan otot menjadi kaku sebagai
akibat timbulnya kekakuan pada otot (Bate Smith and Bendall, 1947)
Resintesis ATP bergantung pada ketersediaan glikogen, dimana akan
dikurangi dengan adanya aktifitas berat sebelum mati. Secara normal, hal ini
muncul pada periode awal setelah kematian dimana tingkat ATP
dipertahankan atau bahkan meningkat sebagai hasil dari pembebasan fosfat
oleh proses glikogenolisis.
Kekakuan dimulai saat konsentrasi ATP turun menjadi 85% dari normal, dan
kekakuan otot akan maksimal saat kadar turun menjadi 15%.
Saat sudah sempurna, kekakuan dipatahkan dengan gerakan memaksa dari
anggota badan atau leher, lalu jika tidak kembali, maka hal ini memudahkan
dilakukannya pekerjaan dalam kamar mayat atau memasukkan ke dalam peti
mati. Namun jika kekakuan tetap terbentuk, maka kekakuan tersebut akan
berlanjut pada posisi yang baru sesuai gerakan terakhir.
14
kekakuan.
Sebaliknya,
cuaca
panas
atau
tropis
dapat
Heat Stiffening
Yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Protein
pada otot akan terkoagulasi pada temperatur diatas 149 derajat Fahrenheit
atau 65 derajat celcius. Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tetapi
rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat dijumpai pada korban mati
15
mayat akan lemas dan kemudian terjadi rigor mortis (kaku mayat).
Bila orang yang mati duluan, kemudian dibuang ditempat yang
dingin tubuh mayat yang dibuang akan tetap kaku karena udara
dingin, tetapi setelah dihangatkan tubuh mayat akan tetap lemas.
16
Otot yang
Rigor Mortis
Dikarenakan perubahan
Cadaveric Spasm
Keadaan lanjut dari
primary flaccidity
Semua otot dalam tubuh
terlibat
Intensity
Durasi
mati
Sangat kuat
Beberapa jam, sampai
digantikan posisinya oleh
rigor mortis
Rangsangan, ketakutan,
predisposisi
Mekanisme
kelelahan
Tidak diketahui
pembentukan
Hubungan
level kritis
Mengetahui waktu
Mengetahui cara
medikolegal
kematian
Faktor
dan ujung akhir esofagus dapat terjadi karena adanya asam lambung pada
bayi baru lahir setelah kematian. Pada dewasa juga dapat terlihat.
Proses Pembusukan Bakteri.
Merupakan proses dominan pada proses pembusukan dengan adanya
mikroorganisme, baik aerobik maupun anaerobik. Bakteri pada umumnya
terdapat dalam tubuh, akan memasuki jaringan setelah kematian. Kebanyakan
bakteri terdapat pada usus, terutama Clostridium welchii. Bakteri lainnya
dapat ditemukan pada saluran nafas dan luka terbuka. Pada kasus kematian
akibat penyakit infeksi, pembusukan berlangsung lebih cepat. Karena darah
merupakan media yang sangat baik untuk perkembangan bakteri maka organ
yang mendapat banyak suplai darah dan dekat dengan sumber bakteri akan
terdapat lebih banyak bakteri dan mengalami pembusukan terlebih dahulu.
Bakteri menghasilkan berbagai macam enzim yang berperan pada
karbohidrat, protein, dan lemak, dan hancurnya jaringan. Salah satu enzim
yang paling penting adalah lecithin yang dihasilkan oleh Clostridium welchii,
yang menghidrolisis lecithin yang terdapat pada seluruh membran sel
termasuk sel darah dan berperan pada pembentukan hemolisis pada darah
post mortem. Enzim ini juga berperan dalam hidrolisis post mortem dan
hidrogenasi lemak tubuh.
Aktifitas pembusukan berlangsung optimal pada suhu antara 70 sampai 100
derajat Fahrenheit dan berkurang pada suhu dibawah 70 derajat Fahrenheit.
Oleh sebab itu, penyebaran awal pembusukan ditentukan oleh dua faktor
yaitu sebab kematian dan lama waktu saat suhu tubuh berada dibawah 70
derajat Fahrenheit.
Tanda awal pembusukan adalah tampak adanya warna hijau pada kulit dan
dinding perut depan, biasanya terletak pada sebelah kanan fossa iliaca,
dimana daerah tersebut merupakan daerah colon yang mengandung banyak
bakteri dan cairan. Warna ini terbentuk karena perubahan hemoglobin
menjadi sulpmethaemoglobin karena masuknya H2S dari usus ke jaringan.
Warna ini biasanya muncul antara 12 18 jam pada keadaan panas dan 1 2
hari pada keadaan dingin dan lebih tampak pada kulit cerah.
18
Warna hijau ini akan menyebar ke seluruh dinding perut dan alat kelamin
luar, menyebar ke dada, leher, wajah, lengan, dan kaki. Rangkaian ini
disebabkan karena luasnya distribusi cairan atau darah pada berbagai organ
tubuh.
Pada saat yang sama, bakteri yang sebagian besar berasal dari usus, masuk ke
pembuluh darah. Darah didalam pembuluh akan dihemolisis sehingga akan
mewarna pembuluh darah dan jaringan penujang, memberikan gambaran
marbled appearence. Warna ini akan tetap ada sekitar 36 48 jam setelah
kematian dan tampak jelas pada vena superficial perut, bahu dan leher.
Pada saat perubahan warna pada perut, tubuh mulai membentuk gas yang
terdiri dari campuran gas tergantung dari waktu kematian dan lingkungan.
Gas ini akan terkumpul pada usus dalam 12 24 jam setelah kematian dan
mengakibatkan perut membengkak. Dari 24 48 jam setelah kematian, gas
terkumpul dalam jaringan, cavitas sehingga tampak mengubah bentuk dan
membengkak. Jaringan subkutan menjadi emphysematous, dada, skrotum,
dan penis, menjadi teregang. Mata dapat keluar dari kantungnya, lidah
terjulur diantara gigi dan bibir menjadi bengkak. Cairan berbusa atau mukus
berwarna kemerahan dapat keluar dari mulut dan hidung. Perut menjadi
sangat teregang dan isi perut dapat keluar dari mulut. Sphincter relaksasi dan
urine serta feses dapat keluar. Anus dan uterus prolaps setelah 2 3 hari.
Gas terkumpul diantara dermis dan epidermis membentuk lepuh. Lepuh
tersebuh dapat mengandung cairan berwarna merah, keluar dari pembuluh
darah karena tekanan dari gas. Biasanya lepuh terbentuk lebih dahulu
dibawah permukaan, dimana jaringan mengandung banyak cairan karena
oedema hipostatik. Epidermis menjadi longgar menghasilkan kantong berisi
cairan bening atau merah muda disebut skin slippage yang terlihat pada hari 2
3.
Antara 3 7 hari setelah kematian, peningkatan tekanan gas pembusukan
dihubungkan dengan perubahan pada jaringan lunak yang akan membuat
perut menjadi lunak. Gigi dapat dicabut dengan mudah atau keropos. Kulit
pada tangan dan kaki dapat menjadi glove and stocking. Rambut dan kuku
menjadi longgar dan mudah dicabut.
19
Akhir
Paru paru
Jantung
Ginjal
Oesofagus dan diafragma
Kandung kencing
Pembuluh darah
Prostat dan uterus
21
oleh
logam
akan
memperlambat
pembusukan
karena
23
Tubuh korban akan mudah dikenali dan tetap bertahan untuk waktu yang
lama.
Tempat untuk pembuangan tubuh dapat diketahui.
Tanda tanda positif dari kematian dapat diketahui dari kematian sampai
beberapa minggu atau mungkin beberapa bulan.
Lemak tubuh pada waktu meninggal mengandung hanya sekitar 0,5% dari
asam lemak bebas namun sekitar empat minggu setelah kematian dapat
meningkat sampai 20% dan setelah 12 minggu dapat meningkat menjadi 70%
bahkan lebih. Pada saat ini adiposera dapat terlihat dengan jelas berwarna
putih keabuan menggantikan jaringan lunak. Pada awal saponifikasi, dimana
belum terlalu jelas terlihat pemeriksaan dapat dengan menggunakan analisa
asam palmitat.
Adiposera dapat diketemukan bercampur dengan dekomposisi yang lain
tergantung dari letak tubuh dan lingkungan yang bervarias, maka salah satu
24
tubuh dapat menjadi saponifikasi di bagian tubuh yang lain dapat menjadi
mumifikasi atau pembusukan.
h. Mumifikasi
Perubahan perubahan yang terjadi pada tubuh akibat dekomposisi dapat
dihambat dan digantikan dengan mumifkasi. Mayat yang mengalami
mumifikasi akan tampak kering, berwarna coklat, kadang disertai bercak
warna putih, hijau atau hitam, dengan kulit yang tampak tertarik terutama
pada tonjolan tulang, seperti pada pipi, dagu, tepi iga, dan panggul. Organ
dalam umumnya mengalami dekomposisi menjadi jaringan padat berwarna
coklat kehitaman. Sekali mayat mengalami proses mumifikasi, maka
kondisinya tidak akan berubah, kecuali bila diserang oleh serangga.
Mumifikasi pada orang dewasa umumnya tidak terjadi pada seluruh bagian
tubuh. Pada umumnya mumifikasi terjadi pada sebagian tubuh, dan pada
bagian tubuh lain proses pembusukan terus berjalan. Menurut Knight,
mumifikasi dan adiposera kadang terjadi bersamaan karena hidrolisa lemak
membantu proses pengeringan mayat.
Mumi secara alami jarang terbentuk karena dibutuhkannya suatu kondisi yang
spesifik. Mumifikasi umumnya terjadi pada daerah dengan kelembapan yang
rendah, sirkulasi udara yang baik dan suhu yang hangat, namun dapat pula
terjadi di daerah dingin dengan kelembapan rendah. Ditempat yang bersuhu
panas, mumifikasi lebih mudah terjadi, bahkan hanya dengan mengubur
dangkal mayat dalam tanah berpasir. Faktor dalam tubuh mayat yang
mendukung terjadinya mumifikasi antara lain adalah dehidrasi premortal,
habitus yang kurus dan umur yang muda, dalam hal ini neonatus.
Mumifikasi sering terjadi pada bayi yang meninggal ketika baru lahir.
Permukaan tubuh yang lebih luas dibanding orang dewasa, sedikitnya bakteri
dalam tubuh dibanding orang dewasa membantu penundaan pembusukan
sampai terjadinya pengeringan jaringan tubuh. Pada orang dewasa secara
lengkap jarang terjadi, kecuali sengaja dibuat oleh manusia.
2.6 Yang dapat ditemukan pada waktu Otopsi
25
a. Larva lalat
Siklus :
- Telur (8 14 jam)
- Larva (9 12 hari)
- Kepompong ( >12 hari)
- Lalat dewasa
Syarat pemeriksaan :
Tidak boleh ada kepompong
Dicari larva lalat yang paling besar
Bila umur larva sudah ditentukan maka dapat ditentukan ,lama korban
telah meninggal.
Misalnya :
Didapatkan larva yang berumur 3 hari.
Saat kematian korban adalah : (3 hari + 1 hari) = 4 hari yang lalu
Terjadi kekeruhan kornea, kekeruhan ini akan akan menetap sejak kirakira 6 jam pasca mati
26
27
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tanatologi adalah bagian dari ilmu forensik yang mempelajari kematian dan
perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhinya.
Tanatologi diperlukan untuk menetapkan waktu kematian, sebab kematian
pasti, cara kematian (homocide, suicide, accident, dan untuk transplantasi
(donor organ). Setelah kematian terjadi beberapa perubahan pada tubuh
seseorang yang dibagi menjadi tanda tidak pasti kematian dan tanda pasti
kematian. Yang termasuk tanda tidak pasti kematian adalah berhentinya
pernapasan, terhentinya sirkulasi, kulit pucat, tonus otot menghilang dan
relaksasi, pembuluh darah retina mengalami segmentasi, dan pengeruhan
pada kornea. Sedangkan tanda pasti kematian adalah lebam mayat (livor
mortis), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu tubuh (algor mortis),
pembusukan, adiposera atau lilin mayat, dan mumifikasi. Pemerikasaan tanda
kematian ini sangat penting dalam kedokteran forensik, antara lain kegunaan
pemeriksaan lebam mayat :
Dapat memperkirakan saat kematian.
28
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Munim Idries. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi pertama.
Binarupa Aksara. Hal. 54-77
Saukko, P; Knight, B . 2004. The Pathophysiology of Death in Knights Forensic
Pathology. 3th edition. Hodder Arnold. Page 52-90
Shepherd, R. 2003. Changes After Death in Simpsons Forensic Medicine. 12 th
edition. Arnold. Page 37-48
Vij,K . 2008. Death and Its Medicolegal Aspects (Forensic Thanatology) in
Textbook of Forensic Medicine and Toxicology Principles and Practice. 4 th editon.
Elsivier. Page 101-133
Vass AA. Decomposition. Microbiology Today 2001 Nov (28):190-2. Available
from : http://www.socgenmicrobiol.org.uk/pubs/micro_today/pdf/110108.pdf.
Tim Penulis Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FKUI; 1997.
Apuranto Hariadi, Hoediyanto. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal. BAgian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universita Airlangga, Surabaya. 2007
29
Idries, Abdul Munim. Saat Kematian dalam Ilmu Kedokteran Forensik. Binarupa
Aksara, Jakarta. 1997
Budiyanto Arif, Wibisana Widiatmaka, Siswandi Sudiono, et al. Tanatologi dalam
Ilmu Kedokteran Forensik. FK UI, Jakarta. 1997
Sampurna Budi, Zulhasmar Samsu. Tanatologi dan Perkiraan Saat Kematian
dalam Peranan Ilmu Forensik dalamPenegakan Hukum, Sebuah Pengantar.
Jakarta. 2004.
Basbeth F, 2009.
FKUI Jakarta.
30