Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Vertebra (tulang belakang) dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus,
membentuk skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang
cranium, costa dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan
serabut syaraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh.
Trauma vertebra adalah cedera yang terjadi pada tulang belakang. Trauma
tulang dapat mengenai jaringan lunak berupa ligamen, discus dan faset, tulang
belakang dan medulla spinalis. Penyebab trauma vertebra adalah kecelakaan lalulintas
(44%), kecelakaan olahraga (22%), terjatuh dari ketinggian (24%), dan kecelakaan
kerja .Trauma tulang belakang menurut ketidakstabilannya digolongkan menjadi
trauma stabil dan trauma tidak stabil. Sedangkan, menurut lokasinya trauma
tulangbelakang (vertebra) dibagi menjadi trauma cervical dan torakolumbal.
Diagnosis klinik adanya fraktur cervical dan thorakolumbal didapatkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan berupa
pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan pada trauma tulang belakang meliputi
pemeriksaan konvensional, tomografi konvensional, CT scan atau CT mielo, MRI
tergantung
dari
indikasinya.
Pemeriksaan
konvensional
masih
merupakan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Vertebra
Tulang belakang manusia adalah pilar atau tiang yang berfungsi sebagai
penyangga tubuh dan melindungi medulla spinalis. Pilar itu terdiri atas 33 ruas
tulang belakang yang tersusun secara segmental yang terdiri atas 7 ruas tulang
servikal (vertebra cervicalis), 12 ruas tulang torakal (vertebra torakalis), 5 ruas
tulang lumbal (vertebra lumbalis), 5 ruas tulang sakral yang menyatu (vertebra
sakral), dan 4 ruas tulang ekor (vertebra koksigeus).
kokoh dengan diskus yang memungkinkan gerakan antar korpus ruas tulang
belakang.
Lingkup gerak sendi pada vertebra servikal adalah yang terbesar. Vertebra
torakal berlingkup gerak sedikit karena adanya tulang rusuk yang membentuk
toraks, sedangkan vertebra lumbal mempunyai ruang lingkup gerak yang lebih
besar dari torakal tetapi makin ke bawah lingkup geraknya makin kecil.
vertebra; dengan kekuatan yang lebih besar, bahan diskus didorong masuk ke
dalam badan vertebral, menyebabkan fraktur remuk (burst fracture). Karena
unsur posterior utuh, keadaan ini didefinisikan sebagai cedera stabil. Fragmen
tulang dapat terdorong ke belakang ke dalam kanalis spinalis dan inilah yang
menjadikan fraktur ini berbahaya; kerusakan neurologik sering terjadi.
5. Rotasi-fleksi
Cedera spina (tulang belakang) yang paling berbahaya adalah akibat
kombinasi fleksi dan rotasi. Ligamen dan kapsul sendi teregang sampai batas
kekuatannya; kemudian dapat robek, permukaan sendi dapat mengalami
fraktur atau bagian atas dari satu vertebra dapat terpotong. Akibat dari
mekanisme ini adalah pergeseran atau dislokasi ke depan pada vertebra di
atas, dengan atau tanpa dibarengi kerusakan tulang. Semua fraktur-dislokasi
bersifat tak stabil dan terdapat banyak risiko munculnya kerusakan
neurologik.
6. Translasi Horizontal
Kolumna vertebralis teriris dan segmen bagian atas atau bawah dapat
bergeser ke anteroposterior atau ke lateral. Lesi bersifat tidak stabil dan
sering terjadi kerusakan syaraf.
C. Pemeriksaan Radiologis Konvensional Pada Vertebra
a) Pemeriksaan radiologi konvensional pada vertebra cervicalis
Posisi pemeriksaan yang umumnya dilakukan untuk radiografi konvensional
pada vertebra cervicalis adalah AP (termasuk dengan open mouth) Lateral,
RAO / LAO
1. Posisi AP :
a. Pasien berdiri dengan posisi true AP
b. Vert. Cervicalis IVII mencakup kaset, kedua tangan berada ke bawah,
agar bahu transversal dan leher sedikit extension
c. Beri marker pada ujung kaset
d. Saat exposi pasien dalam keadaan tahan nafas
- CR : (15 20) Cranially
- CP : Vertebrae Cervicalis IV
- Kaset : (18 x 24) cm
- FFD : 100 cm
8
2. Posisi Lateral :
a. Pasien berdiri dengan posisi true lateral, bagian sisi tangan kanan atau
kiri menempel pada stand kaset.
b. Kaset mencakup seluruh Vertebra Cervicalis I VII
c. Kedua tangan kebawah agar bahu transversal dan leher sedikit
extension
d. Batas luas lapangan penyinaran mencakup Vertebra Cervicalis I VII,
beri marker pada ujung kaset
e. Saat exposi pasien dalam keadaan tahan nafas
- CR : Tegak lurus kaset.
- CP : Vertebrae Cervicalis IV
- Kaset : (18 x 24) cm
- FFD : 100 cm
3. Posisi Right Anterior Oblique (RAO) :
a. Pasien berdiri dengan miring 45 membentuk posisi RAO
b. Kedua tangan berada dibawah agar bahu transversal dan sisi tangan
kanan menempel pada stand Thorax
c. Letakan kaset dibelakang leher sampai mencakup Vertebra Cervicalis I
VII
d. Leher sedikit extension dan saat exposi pasien dalam keadaan tahan
-
nafas
CR : (15 20) Cranially
CP : Vertebrae Cervicalis IV
Kaset : (18 x 24) cm
FFD : 100 cm
Prosedur pemeriksaan Vertebra Cervicalis posisi
LAO
adalah
10
11
AP
Tinggi masing-masing ruang sendi harus kurang lebih sama di semua
tingkatan
Proses spinosus terletak di tengah dan dalam alignment yang baik
13
b. Kedua tangan berada diatas kepala dengan siku ditekuk dan kedua
kaki ditekuk kedepan sehingga dapat menahan berat badan,
usahakan buat posisi senyaman mungkin
c. Untuk mendapatkan posisi vertebra thoracali true lateral, sisi
pinggang pasien yang menempel pada meja pemeriksaan dinaikan
keatas
d. Luas lapangan penyinaran mencakup cervicothoracalis sampai
thoracolumbalis
e. Saat exposi pasien dalam keadaan expirasi dan tahan nafas, marker
-
sisi
yang
pemeriksaan
Vertebra
Lumbalis
posisi
LAO
Hiperfleksi
Fleksi-rotasi
Hiperekstensi
Ekstensi-rotasi
Kompresi vertikal
Stabil
Tidak Stabil
Stabilitas dalam hal trauma tulang servikal dimaksudkan tetap
19
korpus vertebra
Pembengkakan jaringan lunak pravertebra.
utuh
sehingga
lesi
ini
besifat
stabil.
21
24
3. Fraktur dislokasi
Fraktur dislokasi terjadi ketika ada segmen vertebra
berpindah dari tempatnya karena kompresi, rotasi atau tekanan.
Pengelupasan komponen akan terjadi dari posterior ke anterior
dengan kerusakan parah pada ligamentum posterior, fraktur
lamina, penekanan sendi facet dan akhirnya kompresi korpus
vertebra anterior. Namun dapat juga terjadi dari bagian anterior ke
posterior. kolumna vertebralis. Pada mekanisme rotasi akan terjadi
fraktur pada prosesus transversus dan bagian bawah costa. Fraktur
akan melewati lamina dan seringnya akan menyebabkan dural
tears dan keluarnya serabut syaraf. Kolumna mengalami
kerusakan sehingga sangat tidak stabil, cedera ini sangat
berbahaya.
25
4. Chance fractures
Fraktur ini sering terjadi pada kecelakaan mobil dengan
kekuatan tinggi dan tiba-tiba mengerem sehingga membuat tubuh
penderita terlempar kedepan melawan tahanan tali pengikat (seatbelt injury). Vertebrae dalam keadaan hiperfleksi, korpus vertebra
kemungkinan dapat hancur selanjutnya kolumna posterior dan
media akan rusak sehingga fraktur ini termasuk jenis fraktur tidak
stabil. Chance fraktur merujuk kepada fraktur kompresi dari
corpus vertebra dengan fraktur horizontal/transversal dari elemen
posterior. Fraktur ini juga sering ditandai dengan kerusakan dari 3
buah kolumna vertebralis yang berdekatan.
.
26
BAB 3
KESIMPULAN
Pemeriksaan radiologi pada vertebra memang sangat penting untuk mendiagnosis
trauma ataupun kelainan lain pada vertebrae, apalagi jika keadaan tersebut
berpengaruh terhadap fungsi dan struktur bagian yang lainnya seperti fungsi
persarafan pada medula spinalis.Pemeriksaan konvensional masih merupakan
pemeriksaan utama dan pemeriksaan pertama yang harus dilakukan. Kecurigaan yang
tinggi akan adanya cedera pada vertebra pada pasien trauma sangat penting sampai
kita mengetahui secara tepat bagaimana mekanisme cedera pasien tersebut.
Setiap pasien dengan cedera tumpul diatas klavikula, cedera kepala atau
menurunnya kesadaran harus dicurigai adanya cedera cervical sebelum curiga lainnya.
27
Dan setiap pasien yang jatuh dari ketinggian atau dengan dengan mekanisme
kecelakaan high-speed deceleration harus dicurigai ada cedera thoracolumbal.
Selain itu patut dicurigai pula adanya cedera tulang belakang jika pasien datang
dengan nyeri pada leher, tulang belakang dan gejala neurologis pada tungkai.. Sifat
dan tingkat lesi tulang dapat diperlihatkan dengan sinar-X, sedangkan sifat dan tingkat
lesi saraf dengan CT atau MRI.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasad, S. Radiologi Diagnostik. 2014. Ed 2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
2. Pettersson, H. A Global TextBook of Radiology. 1995. Vol I. Oslo: The NICER
Institute.
3. Jong, W.D; Samsuhidayat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta: EGC.
4. Sutton, D. Teksbook of Radiology and Imaging. 2003.Vol 11. Ed 7. China:
Elsevier
5. Nuartha B.N., Joesoef A.A., Aliah A., dkk, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah
Mada UniversityPress, Yogyakarta, 1993
28