Anda di halaman 1dari 4

Rachmahadi Ichsan Muharam

150510130247
Agro- B | MK. Biofertilisasi 2016
Dosen pengampu : Prof.DR.Ir. Tualar Simarmata,MS.

Peranan Pupuk Hayati dalam Ketahanan Pangan Indonesia


Resume
Di Indonesia kandungan bahan organik dalam tanah masih rendah, yaitu
sekitar 2% atau kurang sehingga menjadi indikasi kurangnya kesuburan
tanah dan berpengaruh negatif terhadap produktifitas tanaman. Dalam
memenuhi

kebutuhan

unsur

hara

tanaman,

petani

seringkali

mengandalkan suplai dari pupuk anorganik berupa bahan kimia sintetik


karena dianggap lebih efektif dan ekonomis. Dewasa ini pengaruh negatif
dari penggunaan pupuk kimia sintetik semakin jelas terlihat dimana data
menunjukkan 90 % dari 70 juta ha lahan pertanian telah terdegradasi
dengan signifikan, bahkan sudah dikategorikan sebagai lahan sakit dan
kelelahan (sick and fatigue soils). Dari sekitar 7,8 juta ha lahan sawah
(lahan sawah irigasi sekitar 6,9 juta ha dan 0,9 juta ha lahan sawah
rawa/pasang surut), sekitar 5 juta hektar telah termasuk lahan sakit (Las,
2010; Anonim, 2011: Simarmata dan Joy, 2012).Penggunaan pupuk
organik

memiliki

kendala

karena

bersifat

voluminous

sehingga

memerlukan biaya tambahan untuk mendatangkannya dari tempat lain.


Namun sebenarnya hal ini dapat diatasi dengan pengolahan bahan
organik in situ.
Dalam masa kini, terdapat salah satu bentuk pupuk bagi tanaman
yang sterus dikembangkan yaitu berbentuk pupuk hayati. Pupuk hayati
merupakan nama kolektif untuk semua kelompok fungsional mikroba
tanah yang berfungsi sebagai penyedia hara dalam tanah. Pupuk hayati
juga dapat didefinisikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup
yang berfungi menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya

hara bagi tanaman. Kerja dari pupuk hayati dalam memenuhi kebutuhan
unsur hara tanaman didasarkan pada kemampuan dari beberapa jenis
mikroorganisme yang mampu mengolah unsur hara dalam tanah yang
tadinya tidak tersedia bagi tanaman menjadi tersedia melalui proses
penambatan, pelarutan, maupun ekskresi berupa zat pemacu tumbuh
tanaman. Saat ini di Indonesia pengembangan pupuk hayati cenderung
mengarah pada pengembangan pupuk hayati majemuk karena mungkin
ingin

mendapatkan

terkandung

dalam

manfaat
pupuk

dari

setiap

majemuk

kelompok

tersebut,

namun

mikroba
perlu

yang
diteliti

mengenai sinergisitas antar mikroba yang digunakan.


Diantara kelompok mikroorganisme yang digunakan dalam pupuk
hayati yaitu bakteri penambat nitrogen, mikroorganisme pelarut fosfat,
cendawan mikoriza arbuskuler, rizobakteri pemacu tumbuh tanaman, dan
organisme

perombak

bahan

organik.

Dari

seluruh

kelompok

mikroorganisme diatas secara ilmiah telah terbukti dapat meningkatkan


ketersediaan

unsur

hara

dalam

tanah

serta

dapat

meningkatkan

pertumbuhan tanaman.
Di Indonesia penggunaan pupuk hayati baru digencarkan pada
akhir-akhir ini karena sebelumnya pemenuhan unsur hara tanaman
difokuskan pada penggunaan pupuk kimia sintetis. Namun penggunaan
pupuk hayati in situ dapat dilakukan dengan mengolah limbah organik
dalam lahan usaha tani yang bersangkutan. Sebelumnya penggunaan
pupuk hayati berupa inokulan rhizobia pernah dijadikan salah satu
komponen dalam proyek intensifikasi kedelai pemerintah. Pemerintah
mengadakan kontrak dengan pabrik produsen inokulan. Pada tahun 19831986 inokulan legin sebanyak 68.034,67 kg telah digunakan untuk
menginokulasi tanaman kedelai seluas 453.564 ha pada 25 provinsi di
Indonesia

(Sebayang

and

Sihombing,

1987).

Pada

musim

tanam

selanjutnya pada tahun 1997/1998 inokulan lain berupa pupuk hayati


majemuk rhizoplus digunakan sebanyak 41.348,75 kg pada 330.790 Ha
lahan kedelai di 26 provinsi (Saraswati et al. 1998).

Perkembangan inokulan selanjutnya tidak menunjukkan tren yang


meningkat namun pada tahun 2010 kementan mencanangkan program go
organic yang diharapkan akan menunjang perkembangan pupuk hayati
dan

pupuk

organik

di

Indonesia.

Pupuk

hayati

berperan

dalam

memulihkan dan meningkatkan produktivitas lahan secara berkelanjutan


dengan meningkatkan dan memfasilitasi ketersediaan hara, menghasilkan
pupuk organik beragen hayati, mengurangi penggunaan pupuk anorganik
dan penggunaan bahan bakar fosil, serta memperbaiki kesehatan tanah
(Simarmata dan Joy, 2012). pada tahun 2010 pemerintah (Kementan)
meluncurkan program pemulihan kesuburan lahan sawah berkelanjutan
(PKLSB) dengan memberi paket bantuan pupuk hayati berupa konsorsium
pupuk hayati penambat N dan pelarut P dan mikroba perombak jerami
(dekomposer) yang dikenal dengan program Biodekomposer di Provinsi
(Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Di Yogyakarta, Sulawesi
Selatan, Sumatera Selatan, dan Sumatera Barat). Program ini secara
langsung dapat mendorong baik pengembangan industri pupuk hayati
maupun penelitian tentang teknologi pupuk hayati di Indonesia. Bila
pupuk hayati digunakan dengan dosis 400 2.000 g per hektar, maka
potensi pasar pupuk hayati di Indonesia sangat besar, baik untuk lahan
kering maupun lahan sawah. Inokulan dapat diproduksi dalam bentuk
padat maupun cair (solid or liquid biofertlizers). (Simarmata dan Joy,
2012).
Beberapa jenis pupuk hayati yang potensial dikembangkan di
Indonesia yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Penambat N Simbiotik
Mikroba pelarut fosfat dan pelarut kalium
Mikroba PGPR dan penghasil siderofor
Cendawan mikoriza (endomikoriza dan ektomikoriza)
Mikroba dekomposer
Mikroba multifungsi sebagai penyedia hara, pemacu tumbuh, dan
agen hayati (Simarmata dan Joy, 2012).

Dalam kaitannya dengan peningkatan ketahanan pangan di Indonesia


penggunaan pupuk hayati dapat berperan besar dalam menjaga dan
meningkatkan

produktivitas

tanaman

dalam

rangka

pertanian

berkelanjutan. Penggunaan pupuk hayati selain dapat meningkatkan


produktivitas tanaman juga memiliki fungsi konservasi sebagai agen
pembenah

tanah

dan

meningkatkan

kesehatan

tanah

sehingga

berdampak positif dalam pertumbuhan tanaman. Dewasa ini metode


pertanian di Indonesia hendaknya telah diarahkan pada pertanian
berkelanjutan mengingat pada semakin sakitnya lahan di Indonesia dan
tidak

terjaganya

ekosistem

pendukung

pertanian

serta

penurunan

produktifitas sementara itu kebutuhan terhadap bahan pangan terus


meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Penggunaan
pupuk hayati hendaknya terus digalakan dan dikembangkan sehingga
dapat meminimalisir efek negatif pada tanah dan bahkan merehabilitasi
tanah serta meningkatkan produktivitas tanah.

Daftar pustaka :
Simarmata, T., Joy, B., dan Danapriatna, N.2012. Peranan pupuk
hayati

dan

pengembangan

pertanian

pada

industri

pupuk

hayati

(Biofertilizers). Makalah Pada Seminar Nasional Teknologi Pemupukan dan


Pemulihan Lahan Terdegradasi pada Tanggal 29 Juni 2012 di BBSDLP,
Bogor
Simanungkalit, R.D.M. 2006. Prospek pupuk organik dan pupuk
hayati di Indonesia. BBSDLP
Simanungkalit, R.D.M., R. Saraswati, R. D. Hastuti, dan E. Husen.
2006 . Bakteri Penambat Nitrogen: In Eds. Simanungkalit, R.D.M., D.A.
Suriadikarta, R. Saraswati, D.Setyorini, dan W. Hartatik. 2006. Pupuk
Organik danPupuk Hayati.Hal. 113-140. BBSDLP.
Husen, E., R. Saraswati dan R.D. Hastuti.2006. Rizobakteri Pemacu
Tumbuh Tanaman. In Eds. Simanungkalit, R.D.M., D.A. Suriadikarta, R.
Saraswati, D.Setyorini, dan W. Hartatik. 2006. Pupuk Organik danPupuk
Hayati.Hal. 191-201. BBSDLP.

Anda mungkin juga menyukai